Pengunduran Diri PM Prancis Disetujui, Macron Tunjuk PM Termuda dalam Sejarah

Li Mei dan Jiang Diya – NTD

Perdana Menteri Prancis Elisabeth Bornet mengundurkan diri pada Senin (8 Januari). Pada  Selasa, Presiden Prancis Emmanuel Macron menunjuk Menteri Pendidikan Gabriel Attal yang berusia 34 tahun sebagai perdana menteri baru, menggantikan Bornet dan menjadi perdana menteri termuda dalam sejarah Prancis.

Istana Elysée Prancis mengeluarkan pernyataan pada Senin, “Nyonya Elisabeth Bornet mengajukan pengunduran dirinya kepada Presiden Macron  dan  telah disetujui. Bonet akan tetap menjabat sampai kabinet baru ditunjuk.”

Bornet, 62 tahun, pernah menjabat sebagai Menteri Perhubungan, Menteri Ekologi, dan Menteri Tenaga Kerja. Ia menjadi perdana menteri wanita kedua dalam sejarah Prancis pada Mei 2022. Dalam 20 bulan sejak ia menjabat, arena politik Prancis terus mengalami gejolak.

Atas permintaan Macron, Bornet secara paksa mengesahkan anggaran serta reformasi sistem pensiun dan undang-undang imigrasi yang kontroversial, sehingga ia dikritik dan mendapat lebih dari 30 mosi tidak percaya di Kongres.

Pada Selasa (9 Januari), Presiden Prancis Macron menunjuk Menteri Pendidikan berusia 34 tahun Gabriel Attal sebagai perdana menteri baru menggantikan Bornet. Attal juga menjadi perdana menteri termuda dalam sejarah Prancis.

“Dalam beberapa jam terakhir, saya telah melihat dan mendengar orang mengatakan bahwa Presiden Republik termuda dalam sejarah telah menunjuk Perdana Menteri termuda dalam sejarah,” kata Gabriel Attal.

Bornet mengatakan dia akan mengutamakan kepentingan nasional dan membantu serta mendukung Attal.

Bornet berkata: “Anda dapat mengandalkan bantuan saya. Keberhasilan negara kita bergantung pada ini, dan pada akhirnya, ini adalah satu-satunya hal yang penting.”

Attal adalah sekutu dekat Macron dan dinobatkan sebagai salah satu politisi paling populer di Prancis dalam jajak pendapat baru-baru ini.

Jajak pendapat menunjukkan bahwa partai Macron tertinggal dari pemimpin sayap kanan Marine Le Pen sekitar 8 hingga 10 poin persentase dalam pemilu Uni Eropa mendatang pada  Juni.

Para analis percaya bahwa Macron memerlukan kabinet baru untuk merevitalisasi momentum politik.

Michel Rose, reporter politik senior di Reuters: “Macron benar-benar ingin keluar dari krisis politik ini dan mencoba menunjuk orang-orang baru untuk mempersiapkan pemilihan Parlemen Eropa.” (Hui)