Khawatir Krisis Laut Merah Merugikan Kepentingannya Sendiri, PKT Secara Halus Mengubah Posisinya Terhadap Houthi

Laut Merah yang merupakan jalur perairan internasional tersibuk, kini hampir lumpuh setelah tiga bulan serangan oleh pasukan bersenjata Houthi. Sikap “netral” Partai Komunis Tiongkok (PKT) terhadap Houthi juga diam-diam berubah karena hal ini berdampak pada perdagangan perusahaan-perusahaan Tiongkok dengan Uni Eropa dan Timur Tengah

Wang Ziqi, Yi Ru dan Tony

Pasca dimulainya perang Israel-Hamas, angkatan bersenjata Houthi di Yaman yang didukung Iran melancarkan serangan terhadap kapal dagang yang transit di Laut Merah mulai November tahun lalu.

Selain membom posisi Houthi di Yaman, Amerika Serikat telah mengklasifikasikan ulang Houthi sebagai teroris global yang ditetapkan secara khusus.

Posisi PKT juga mengalami sedikit perubahan.

Menurut Financial Times, Washington berharap Tiongkok dapat menggunakan hubungan dekatnya dengan Iran untuk memberikan tekanan terhadap negara tersebut.

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan resolusi pada 10 Januari yang menyatakan kecaman “terkeras” terhadap Houthi. Namun, Tiongkok abstain dalam pemungutan suara tersebut.

Setelah itu, Partai Komunis Tiongkok meminta Houthi untuk “segera berhenti mengganggu kapal sipil dan menghormati kebebasan navigasi semua negara di perairan Laut Merah” sesuai dengan persyaratan resolusi Dewan Keamanan PBB.

Pada 14 Januari, ketika Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi bertemu dengan Menteri Luar Negeri Mesir, dia sekali lagi meminta Houthi untuk berhenti menyerang kapal sipil.

Pada 18 Januari, juru bicara Kementerian Perdagangan Partai Komunis Tiongkok menyebutkan bahwa “Laut Merah adalah saluran perdagangan internasional yang penting.” Ia menyatakan bahwa Tiongkok akan “memberikan dukungan dan bantuan kepada perusahaan perdagangan asing pada waktu yang tepat.”

Ming-Shih Shen, peneliti dan direktur Institut Penelitian Pertahanan dan Keamanan Nasional di Taiwan: ” Alasannya adalah untuk menghindari keterlibatan PKT dalam perang ini, dengan mengatakan bahwa Anda berada di belakangnya, dan kemudian memicu kecurigaan Amerika Serikat. Karena Amerika Serikat dan PKT sekarang sedang memperkuat pengenduran hubungan kedua negara.  Lebih jauh lagi, ketika harus mengutuk Yaman di acara-acara internasional dan di konferensi internasional tentang masalah Laut Merah, tentu saja tidak akan canggung untuk ikut serta atau secara terbuka mengutuknya.”

Namun demikian, Kementerian Perdagangan Partai Komunis Tiongkok belum mengirimkan sinyal bantuan diplomatik atau militer untuk menyelesaikan krisis jalur air Laut Merah.

Shuh-Fan Ding, Profesor Emeritus, Sekolah Urusan Internasional, National Chengchi University, Taiwan mengatakan bahwa kenyataannya, PKT kini menghadapi dilema. Apalagi,  beberapa tahun terakhir, Tiongkok memang telah melakukan banyak upaya di Teluk Persia dan menjalin hubungan dekat dengan Iran. Jika Tiongkok mengkritik Houthi di awal, hal itu tidak akan kondusif bagi perkembangan hubungannya dengan Iran; namun, di sisi lain, karena Iran anti-Amerika, jika Tiongkok ingin Iran menahan Houthi, Tiongkok tidak akan dapat melakukannya. Jika Tiongkok meminta Iran untuk menahan Houthi, Iran akan mencurigai bahwa Tiongkok berusaha membantu Amerika Serikat.”

Partai Komunis Tiongkok (PKT) sebelumnya telah mempertahankan apa yang disebut sebagai sikap netral terhadap Houthi.

Ming-Shih Shen  mengatakan bahwa meskipun PKT diam-diam mendukung pemberontak Yaman, pada awalnya PKT tidak berani mendukung mereka secara terbuka.

Shen mengatakan: “Karena berbagai negara di Timur Tengah memiliki pandangan yang berbeda terhadap pemberontak Yaman, seperti Arab Saudi dan sebagainya. Namun demikian, belakangan diketahui bahwa beberapa senjata yang digunakan oleh pemberontak Yaman berasal dari Partai Komunis Tiongkok, terutama rudal anti-kapal. Hal ini dikarenakan Partai Komunis Tiongkok dan Iran berada dalam satu poros kejahatan yang sama. Iran mendukung pemberontak Yaman.”

Pada 19 Januari, seorang pejabat senior Houthi mengatakan kepada media bahwa kapal-kapal Rusia dan Tiongkok tidak berada di bawah ancaman di Laut Merah.

Namun, tampaknya Partai Komunis Tiongkok tidak dapat sepenuhnya menjauh dari masalah ini.

Ming-Shih Shen menegaskan : “Meskipun dia mengatakan tidak akan menyerang, apakah akan ada serangan yang tidak disengaja?  perusahaan pelayaran normal tidak akan mengambil risiko itu. Entah mereka akan mengambil jalan memutar atau langsung melewati Afrika, dan biaya untuk melewati Afrika akan meningkat paling tinggi.

Pengalihan rute juga dapat menyebabkan keterlambatan kapal kargo. Ini adalah kerugian besar bagi perusahaan-perusahaan Tiongkok.

Selain itu, beberapa perusahaan asing sedang mempertimbangkan untuk memindahkan jalur produksi mereka dari Tiongkok ke lokasi yang lebih dekat dengan operasi mereka.

Shuh-Fan Ding : “Karena dalam perdagangan internasional, bukan hanya kapal dagang Tiongkok yang melewatinya, tetapi kapal dagang yang mungkin mengangkut barang ke Tiongkok juga melewati wilayah itu. Oleh karena itu, justru  meningkatkan biaya pengangkutan dan asuransi. Pada akhirnya akan diteruskan ke harga barang di Tiongkok. Selanjutnya akan memengaruhi seluruh perekonomian Tiongkok. Secara khusus, situasi ekonomi Tiongkok secara keseluruhan tidak baik serta tingkat konsumsi juga tidak baik. Jadi, Tiongkok juga menyadari bahwa ini bisa menjadi masalah, sehingga posisi Tiongkok terpaksa berubah.”

Ahmed Aboudouh, seorang peneliti non-residen di Program Timur Tengah Atlantic Council, mengatakan kepada Voice of America bahwa Tiongkok dapat menjadi salah satu pecundang terbesar jika konflik di Timur Tengah berkembang. Sebagai contoh, “jika harga minyak naik menjadi $250 per barel, atau jika program Belt and Road Tiongkok dihantam.” (Hui)