Makna Riil Buku Baru “Shareholder Capitalism” Bagi Dunia

Dr. Xie Tian

Prof. R. David McLean adalah seorang chair professor ilmu keuangan William G. Droms di McDonough School of Business, Georgetown University, juga sebagai Dekan Fakultas Keuangan. Dia pernah menulis sejumlah artikel terkait efisiensi pasar, prediktabilitas imbal hasil saham, dan interaksi antara pasar keuangan dengan investasi perusahaan.

 Buku terbarunya yang berjudul “Shareholder Capitalism: How to Pursuit of Profit Benefit All” diterbitkan oleh wadah pemikir dari Washington DC yakni Cato Institute pada 2023 lalu. Buku ini sangat menarik bagi pembaca, dengan membahas seputar masalah sosial AS, perusahaan di Amerika Serikat, perekonomian di Tiongkok, bisnis di Tiongkok, serta konspirasi dari kubu the Great Reset dunia, yang sangat memiliki makna realita.

Keseluruhan buku terbagi menjadi beberapa bagian yakni kata pengantar, tiga bagian topik utama (tiga artikel), berisi 18 bab seluruhnya, ditambah lagi satu kesimpulan. Topik ketiga artikel tersebut masing-masing adalah “Shareholder Capitalism in the Grand Scheme of Things”, “Common Fallacies”, dan “A Closer Look at Corporate Social Responsibility (CSR)”.

Dalam 7 bab pada bagian pertama “Shareholder Capitalism in the Grand Scheme of Things”, Profesor McLean membahas tentang laba, nilai dan keuntungan para pemegang saham, bagaimana masyarakat memanfaatkan sumber daya yang langka, fungsi laba dalam pertumbuhan dan inovasi, pemegang saham dan dukungannya terhadap inovasi, perusakan terhadap inovatif, serta pelajaran yang didapat dari penerapan komunisme dan juga sosialisme.

Dalam 6 bab pada bagian kedua “Common Fallacies”, Profesor McLean membahas tentang kesalahan para pemegang saham, kapitalisme pemegang saham (shareholder) dan kapitalisme para pemangku kepentingan (stakeholder), kekeliruan terhadap perilaku jangka pendek, apakah pemegang saham hanya memperhatikan perilaku jangka pendek, kekeliruan anggapan bahwa investasi adalah bagus sedangkan bagi dividen adalah buruk, serta apakah membeli saham akan menaikkan harga saham, dan lain sebagainya.

Dalam 5 bab pada bagian ketiga “A Closer Look at Corporate Social Responsibility (CSR)”, Profesor McLean membahas soal tata kelola perusahaan, memberi label tidak akan mengubah kenyataan, Corporate Social Responsibility (CSR) atau Corporate Political Activity, benarkah CSR dapat menambal kelemahan kebijakan pemerintah, serta masa lalu dan sekarang yang berkembang secara berkesinambungan, dan lain-lain.

Dalam kata pengantarnya Profesor McLean memaparkan secara jelas, dengan mengutip kata-kata Adam Smith yang terkenal: “Tidak pernah ada yang melihat seekor anjing secara sengaja dan adil tukar menukar tulang dengan anjing lain. Juga tidak ada yang pernah melihat hewan melakukan poster tubuh dan lolongan tertentu untuk memberikan sinyal kepada hewan lain yang menyatakan, ini adalah milikku, itu adalah milikmu, dan aku bersedia menukarnya denganmu.”

Saat menjabarkan pentingnya aktivitas barter dan perdagangan oleh manusia, Profesor McLean telah menggunakan contoh suku primitif Afrika sejak 320.000 tahun silam yang telah menggunakan Volcanic Glass (dibuat menjadi kapak dan belati) berwarna hitam untuk dibarter dengan pewarna hitam (disebut krayon kuno) dengan orang lain. 

Ada contoh lain yaitu manusia Neanderthal yang pernah hidup di Eropa pada 40.000 tahun silam, mereka telah hidup di daratan Eropa selama 200.000 tahun sebelum munculnya Homo Sapiens. Sekitar 10.000 tahun setelah Homo Sapiens muncul, manusia Neanderthal kemudian punah. Manusia Neanderthal dikabarkan lebih kuat daripada manusia modern, lebih cocok hidup di tengah cuaca musim dingin yang keras di Eropa, tapi manusialah yang bertahan hidup, sedangkan manusia Neanderthal tidak. Mengapa. Profesor McLean mengutip pandangan akademisi lain, yang beranggapan karena manusia memahami perdagangan dan pertukaran (barter), sedangkan manusia Neanderthal tidak pernah melakukan pertukaran? 

Tentu saja, mungkin akan lebih baik jika Profesor McLean berkesempatan mempelajari tentang perubahan umat manusia, yang telah memiliki lebih banyak pemahaman, misalnya peradaban manusia setiap lima ribu tahun sebagai satu siklus, sejarah manusia setiap seratus juta tahun sebagai satu siklus, dan sejarah umat manusia telah melalui beberapa kali lahirnya peradaban, perkembangan dan kejatuhan peradaban serta proses kehancuran peradaban, dan peradaban dari periode yang berbeda meninggalkan jejaknya, yang mungkin saling tercampur dan mengganggu, mengacaukan pemahaman baru kita.

Mengapa perdagangan dan pertukaran dapat membantu manusia bertahan hidup? Karena pertukaran dapat menyebabkan diferensiasi tenaga kerja, dan menjadi profesional. Ada orang mahir berburu, ada yang mahir bertukang, ada yang mahir menenun. 

Sejak manusia memulai pembagian kerja secara profesional, daging di seluruh masyarakat pun menjadi banyak, pakaian juga menjadi banyak, kualitas perkakas juga lebih meningkat. Setiap orang memperoleh keuntungan darinya, angka kelahiran pun meningkat, jumlah populasi pun meningkat. 

Jadi walaupun kita tidak memiliki keunggulan dari segi karakteristik biologis, tapi pertukaran dan pembagian kerja telah memastikan eksistensi manusia. 

Hingga 250 tahun silam, seorang filsuf Skotlandia bernama Adam Smith menulis sebuah buku berjudul “The Wealth of Nations”, yang menjelaskan betapa pentingnya perdagangan dan pertukaran, juga telah menetapkan pondasi ilmu ekonomi modern.

Menariknya adalah, di era Adam Smith, pertukaran/perdagangan pada masa itu telah melibatkan penggunaan mata uang, dan tidak hanya dengan barter (barang dengan barang). Masyarakat pada masa itu, menjadikan mata uang sebagai kekayaan, jadi orang di masa itu berpendapat, penjual memperoleh untung lebih banyak dalam perdagangan, karena mereka mendapatkan uang (devisa). Pada waktu itu, ada pembatasan dagang, untuk mencegah mata uang keluar dari negara yang memilikinya, bahkan dari wilayah setempat. 

Tentu saja, Adam Smith menentang pandangan ini, ia menyebutkan kedua belah pihak sama-sama mendapatkan keuntungan dari perdagangan, dan tidak hanya pihak penjual yang memperoleh keuntungan. Membandingkan perilaku orang Eropa 250 tahun silam dengan perilaku orang hari ini, melihat Partai Komunis Tiongkok yang mati-matian mendorong ekspor (untuk menjadi penjual) dan mengejar surplus perdagangan yang tinggi (menumpuk devisa), tak tertahankan lagi, orang akan tertawa.

Melihat masa lalu, kembali ke dunia kita hari ini, Profesor McLean lebih lanjut menjelaskan, untuk memelihara perdagangan dan pertukaran, masyarakat harus mempunyai hak untuk memiliki kekayaan, hanya orang yang memilikinya yang dapat meraih pendapatan dari sumber daya yang dimilikinya, dan bisa menjual sumber daya ini. 

Dan satu-satunya tugas penting pemerintah, adalah memastikan hak individu untuk memiliki kekayaannya, dan mendorong perdagangan bebas. Fakta yang sederhana ini, telah diterapkan lebih dari 200 tahun oleh orang Eropa, dan di Tiongkok hari ini, hak kepemilikan pribadi, perdagangan adil, pemerintah menjamin perdagangan bebas, semua itu hanya di atas kertas saja, bahkan di atas kertas pun belum bisa diterapkan.

Yang dimaksud dengan “kapitalisme” menurut penjelasan Profesor McLean , istilah ini sebenarnya dikemukakan dengan maksud melecehkan kaum sosialisme pada abad ke-19. Tetapi makna kata kapitalisme sendiri, bukan istilah filosofi, sebenarnya menerangkan semacam masyarakat dimana manusia dapat melakukan barter perdagangan bebas dan menghormati hak kepemilikan kekayaan. Oleh karenanya, dalam sistem ekonomi kapitalisme, orang selalu melakukan seperti itu selama ribuan tahun, bertransaksi dan berdagang dengan bebas, serta fungsi dari pemerintah hanya memastikan hak kekayaan setiap pribadi, sehingga akan dapat mendorong semakin banyak perdagangan dan barter. 

Dengan demikian, kemakmuran masyarakat dan pertumbuhan ekonomi akan terjadi dengan sendirinya, masyarakat pun akan maju. Betapa prinsip yang begitu sederhana! Sayangnya rakyat Tiongkok masih saja bersusah payah menemukannya. Jelas-jelas kapitalisme baru saja menyelamatkan negeri Tiongkok dari revolusi sosialisme selama 30 tahun itu (1949-1979), dan menyelamatkan ekonomi Tiongkok, sampai hari ini para petinggi PKT justru mundur ke momentum ekonomi terencana seperti masa Mao Zedong dulu, anehnya banyak rakyat Tiongkok justru mengikutinya, sungguh menyedihkan.

Poin penting buku ini adalah kapitalisme pemegang saham (shareholder capitalism) dibangun di atas pondasi perdagangan yang saling menguntungkan, hak kepemilikan kekayaan, dan pemilik usaha. Yang dimaksud dengan perusahaan atau bisnis, adalah seseorang atau sekelompok orang, mereka ahli dalam membuat semacam produk atau pelayanan, lalu diperdagangkan atau dibarter. Pemilik perusahaan atau bisnis ini, yang muncul baik lewat sistem kepemilikan usaha, atau kemitraan, perseroan terbatas atau perusahaan, mereka dapat dikatakan adalah “pemegang saham” (shareholders).

“Kapitalisme pemegang saham” (shareholders capitalism), tadinya merupakan konsep dasar di dalam buku pelajaran keuangan di Fakultas Ekonomi, merupakan poros utama isi pelajaran, dan tak pernah ada bantahan. Tetapi sejak era 1970-an McLean memperhatikan, konsep ini semakin mendapat serangan. Khususnya dalam 10 tahun terakhir ini, konsep ini telah semakin menuai serangan yang semakin kuat dari perusahaan, politisi, media massa, dan juga kalangan akademisi. 

Sementara itu Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum, WEF) dan pendirinya yakni Klaus Schwab, telah menjadi pengkritik yang paling keras. Konferensi WEF setiap musim panas di Davos, Swiss, termasuk para pemimpin bisnis kelas dunia, pemimpin politik dan media massa, mereka menyerukan, kapitalisme pemegang saham merugikan, dan harus digantikan. Yang ikut menggaungkannya, termasuk suatu asosiasi CEO perusahaan AS yang menamakan dirinya “Meja Bundar Bisnis” (Business Roundtable) belum lama ini mengeluarkan pernyataan, tanggung jawab utama suatu perusahaan, tidak seharusnya menciptakan kekayaan bagi para pemegang sahamnya. CEO dari BlackRock Inc., sebuah perusahaan pengelola kekayaan terbesar di dunia yakni Larry Fink juga ikut-ikutan dengan memberikan tekanan terhadap eksekutif perusahaan, menuntut mereka agar lebih banyak mengejar target CSR. McLean menjelaskan, tujuan dirinya menulis buku ini adalah, meluruskan kembali prinsipnya dan membersihkan sumbernya. Jelas, di mata penulis, ini adalah suatu pekerjaan yang sangat dibutuhkan dan halal.

Buku ini bukan suatu karya akademis, siapapun dengan tingkat pendidikan sekolah menengah ke atas dapat memahaminya, orang yang tidak memiliki latar belakang pendidikan ilmu ekonomi pun tidak sulit memahami penjelasan dan tujuan penulisnya. Pada banyak bagian juga terdapat lelucon, yang juga dipenuhi pengetahuan dan ada keasyikannya, bisa membuat pembaca menambah wawasan. Misalnya pada bab pertama “What Is a Profit?” (apa itu laba?), yang telah mengutip kata-kata Thomas Sowell, “Laba mungkin adalah topik yang paling disalah-tafsirkan dalam ilmu ekonomi”. 

Ada pula ungkapan “laba adalah sisa makanan” (profit is a leftover), yang juga sangat menarik. Karena keuntungan memang yang tersisa di paling akhir, yaitu pendapatan perusahaan setelah dikurangi biaya, lalu dikurangi lagi dengan pajak, itulah yang tersisa di akhir. Dan biaya yang dibayarkan perusahaan, telah membantu perusahaan hulu yang telah menyediakan bahan baku bagi mereka; pajak yang dibayarkan perusahaan, telah membantu menjaga kelangsungan pemerintahan dan orang-orang yang butuh tunjangan. Pemegang saham hanya bisa mendapatkan “sisa makanan” saja, orang lain khususnya para pejabat pemerintah dan orang yang menerima tunjangan, memang tidak ada yang perlu dipersalahkan atau dicela!

Dalam buku disebutkan sejumlah spesifikasi dan batasan pemerintah, membuat lidah kelu. Misalnya, kebun apel di Amerika, pemilik kebun harus menaati lebih dari 12.000 aturan, dan 9.500 aturan di antaranya baru ditambahkan dalam satu dasawarsa terakhir. Ini memang jumlah yang keterlaluan.

Bab ketujuh buku ini adalah “Lessons from Communism”. Pada dasarnya penulis menggunakan kedua kata komunisme dan sosialisme secara bergantian, dan telah mengevaluasi tiga contoh yakni Uni Soviet, Tiongkok dan kedua Jerman (Jerman Timur yang sosialis dan Jerman Barat yang kapitalis). 

Penulis mengevaluasi dari beberapa masalah sederhana namun tajam, mempertanyakan di bawah sistem komunisme, memaksimalkan laba perusahaan bukanlah tujuannya, dalam kondisi seperti ini, apakah konsumen mendapat manfaat dan hidup lebih baik? Para buruh apakah hidup lebih baik? Hubungan antara pemasok dengan konsumen apakah menjadi lebih baik? Penggunaan sumber daya, apakah lebih efisien? Kehidupan rakyat, apakah menjadi lebih baik? Itu saja beberapa pertanyaan yang krusial. 

Tentu saja, bagi seluruh dunia, dan bagi rakyat Tiongkok, jawaban atas pertanyaan itu sudah jelas dan tidak perlu disebutkan lagi. Tapi yang sangat disayangkan adalah para penganut sosialisme sayap kiri di AS, pemerintahan Deep State, dan para penganut komunisme yang berniat mengendalikan manusia di dunia dan Tiongkok, mereka benar-benar harus membaca buku Profesor McLean ini, tapi penulis memperkirakan, mereka tidak akan mau membacanya, juga tidak akan membacanya.

Yang membuat penulis agak terkejut sekaligus senang adalah, buku baru yang dapat mengembalikan masyarakat manusia menjadi normal, mengkritik The Great Reset, dan Deep State di dunia ini, ternyata justru diterbitkan oleh sebuah penerbit wadah pemikir AS yang cenderung berhaluan kiri, mau tidak mau penulis harus menyampaikan rasa hormat pada Cato Institute atas upayanya ini. (sud/whs)