Pawai 2 Juta Warga Hongkong Gemparkan Dunia

Gao Tianyun

Masih marak pemberitaan peristiwa unjuk rasa di Hongkong, tanggal 16 Juni lalu. Seperti diketahui hampir 2 juta orang warga Hongkong berunjuk rasa turun memenuhi jalan jalan di Hongkong untuk mengajukan tuntutan pada pemerintah eksekutif Hongkong.

Ada 5 tuntutan, yakni tidak menuntut pengunjuk rasa; menghapus definisi kerusuhan; menyelidiki penembakan dan pertanggung jawabannya; mencabut undang-undang ekstradisi dan turunkan Carrie Lam dari jabatannya.

Aksi protes itu memecahkan rekor pengunjuk rasa terbanyak sepanjang sejarah Hongkong dan telah menorehkan catatan spektakuler tentang perlawanan terhadap tirani Komunis Tiongkok. Masyarakat Tiongkok, Taiwan, warga Hongkong di luar negeri, etnis Tionghoa dan seluruh masyarakat berkeadilan memberi semangat kepada warga Hongkong yang berani.

Hanya selisih satu minggu, dua kali pawai akbar dengan massa mencapai jutaan orang, secara telak menghantam arogansi Komunis Tiongkok, dan memporak-porandakan rencana yang dimainkan kubu pengacau Hongkong.

Sejak penyerahan kedaulatan pada  tahun 1997 silam, setahap demi setahap Komunis Tiongkok mengendalikan pemerintahan zona eksekutif Hongkong, menggerogoti hak otonomi dan kebebasan demokrasi di Hongkong, serta memanfaatkan kelompok mafia dan mata-mata di Hongkong untuk mengacaukan ketertiban masyarakat.

Di bidang budaya dan media massa, budaya partai secara terang-terangan telah menyusup, bahkan telah menduduki posisi dominasi.

Selain itu, pemerintah Hongkong tunduk pada Komunis Tiongkok, dengan membuat daftar hitam. Berulang kali telah menolak kaum akademis dan tokoh aktivis Hak Asasi Manusia – HAM untuk masuk ke wilayah Hongkong dalam rangka pertukaran akademisi. Selain itu, juga pernah secara paksa mendeportasi sekelompok praktisi Falun Gong Taiwan, serta menolak memberikan visa bagi para teknisi dari kelompok pertunjukan Shenyun Performing Arts.

Pada April tahun ini, Pengadilan Hongkong telah memvonis bersalah para “9 pelaku Occupy Central”. Hal itu jelas menunjukkan bahwa hukum di Hongkong secara mengenaskan telah berputar haluan di bawah kekuasaan Komunis Tiongkok.

Soal ‘ordonansi ekstradisi’ yang menyusul kemudian, para analis mengatakan, itu adalah persiapan Komunis Tiongkok dalam rangka membersihkan sektor finansial dan menangkap tokoh oposan di kemudian hari, sekaligus berniat mengintimidasi Taiwan. Dengan kata lain, begitu peraturan disahkan, maka Komunis Tiongkok dapat menangkap siapa saja yang melewati jalur Hongkong itu.

Dengan mengibarkan panji “satu negara dua sistem”, Komunis Tiongkok bertindak semena-mena di Hongkong. Kali ini aksi amandemen ordonansi terhambat. Komunis Tiongkok tiba-tiba bertindak anarkis, mengira dengan pentungan dan peluru bisa menyelesaikan masalah. Mengira dengan ‘jangan mengintervensi urusan dalam negeri’ dapat menghalau dukungan dari luar negeri.

Komunis Tiongkok tidak menyangka, satu juta warga Hongkong telah melangkah keluar, dan dengan lantangnya menentang undang-undang jahat itu. Seminggu kemudian, dua juta warga Hongkong turun lagi ke jalan, dan kali ini meneriakkan slogan ‘tidak ada kerusuhan, yang ada hanya tirani’, ‘tirani pasti binasa’ dan lain-lain.

Komunis Tiongkok terlebih lagi tidak menduga, puluhan kota di seluruh dunia telah menyuarakan dukungannya bagi pawai dan unjuk rasa di Hongkong, melangkah bersama dengan warga Hongkong. Amerika, Inggris, Kanada, Jerman, Taiwan dan banyak pemerintahan negara lain beramai-ramai mengecam pemerintahan Komunis Tiongkok, serta mempertimbangkan tindakan sanksi sebagai reaksi terhadap insiden ini.

Komunis Tiongkok selama ini sok berkuasa, tapi kali ini dihadang oleh kekuatan keadilan. Kondisi membuatnya  terpaksa meletakkan gada pemukulnya. Mengumumkan penangguhan sementara amandemen itu dan bahkan kepala eksekutif di bawah tekanan terpaksa meminta maaf untuk meredakan amarah warga.

Bisa dikatakan, inilah perlawanan rakyat berskala besar yang paling sengit dan paling langsung dihadapi oleh Komunis Tiongkok dalam puluhan tahun terakhir. Aksi Hongkong menentang undang-undang jahat, menentang tirani, terjadi di tengah badai Huawei dan perang dagang Amerika Serikat dengan Tiongkok, bagi rezim otoriter merah yang tengah dirundung masalah itu, adalah satu pukulan telak, yang akan mempercepat keruntuhannya.

Dunia mendukung Hongkong. Hongkong memotivasi dunia. Di tengah penyusupan seperti ‘OBOR’ yang diusung Komunis Tiongkok dan berbagai rencana ekspansi lainnya, aksi ‘anti ordonansi ekstradisi” di Hongkong itu telah mengguncang masyarakat di Hongkong, Taiwan, Tiongkok dan seluruh dunia.

Warga Hongkong melangkah keluar, karena mereka dengan sedih menyaksikan: Hongkong telah berubah. Mereka menyadari, tidak bisa mundur lagi, “Hongkong milik sendiri, harus diselamatkan sendiri”.

Komentar tentang peristiwa itu datang dari asisten dosen Xu Peiyun dari Fakultas Administrasi Sosial di Hongkong University.

“Saya tidak tahu apakah pemerintah sekarang dikuasai Komunis Tiongkok, karena yang kami lihat adalah polisi atau pejabat Hongkong yang melakukan pekerjaan itu. Sebenarnya mereka adalah warga Hongkong asli yang lahir dan dibesarkan di Hongkong, bagaimana boleh memperlakukan pelajar dan anaknya sendiri dengan cara seperti ini?” kata Xu Peiyun.

Banyak yang mengatakan, Carrie Lam juga adalah ibu dari anak-anak Hongkong, tapi Lam bergeming melihat polisi memukul para muda-mudi itu. Jika bukan karena tekad kuat dari 2 juta demonstran itu dan jika bukan karena tekanan dari atas, mungkin Carrie Lam tidak akan meminta maaf.

Posisi kepala eksekutif, dipastikan hanya bisa diduduki oleh orang yang paling tunduk terhadap Komunis Tiongkok, dan bisa membuat Komunis Tiongkok paling tenang.

Sebagai kepala eksekutif, Carrie Lam adalah pejabat dengan tingkat dukungan terendah dari mantan empat kepala eksekutif, juga merupakan pejabat yang paling antusias menjalankan instruksi Komunis Tiongkok. Perannya sama dengan semua orang yang dipakai oleh Komunis Tiongkok, yakni disalahgunakan, dikendalikan, akhirnya lantaran melakukan kejahatan bersama maka menanggung hujatan bersama.

Di dalam badan administratif yang dikendalikan oleh Komunis Tiongkok, pejabat pemerintahan Hongkong lainnya tanpa bisa menghindar telah dibatasi oleh instruksi Komunis Tiongkok dan dikikis oleh budaya partai Komunis Tiongkok. Yang dibutuhkan oleh Komunis Tiongkok bukan pemerintah Hongkong yang bekerja bagi warga Hongkong, juga bukan untuk menjamin kebebasan dan penegakan hokum. 

Oleh karena itu, seiring dengan arahan besar itu, pejabat dan polisi dalam instruksi yang diterimanya hari demi hari, terus menerus mendistorsi dan mengikis nilai kehidupannya. Jika dapat teguh mempertahankan prinsip dan tidak terbawa arus bersama Komunis Tiongkok, barulah secara sejati mengabdi bagi Hongkong.

Pada 16 Juni pagi hari, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen kembali menanggapi peristiwa “anti ordonansi ekstradisi” dengan mengatakan, beberapa hari ini melihat Hongkong berniat mempertahankan demokrasi, kebebasan, dan HAM. Kejadian itu ‘membuktikan bahwa satu negara dua sistem sangat tidak efektif’, semua orang harus kompak, melindungi kedaulatan, demokrasi, kebebasan dan HAM di Taiwan.

Tanggapan Tsai Ing-wen atas peristiwa tanggal 16 Juni sore hari,dimana  puluhan ribu mahasiswa Hongkong di Taiwan dan ormas Taiwan menggelar aksi “16 Juni Mendukung Hongkong, Tolak Ordonansi Ekstradisi”, mengecam pemerintah Hongkong yang telah menindas HAM warga Hongkong dengan kekerasan.

Seperti diketahui, selama ini Komunis Tiongkok terus mengincar Taiwan. Aksi penyusupan untuk menggulingkan Taiwan telah berlangsung selama puluhan tahun. Beberapa tahun terakhir ini malah berkembang sampai mengendalikan kelompok mafia mengibarkan bendera lima bintang   Tiongkok di jalan-jalan. Bertepatan dengan pemilihan langsung presiden Taiwan, aksi anti-ordonansi ekstradisi Hongkong kali ini telah memperingatkan kalangan politik dan masyarakat Taiwan, itu adalah suatu hal baik.

Melihat kembali daratan Tiongkok. Terbalik dengan perlakuan Komunis Tiongkok terhadap Hongkong yang ibarat memasak katak dengan air hangat, rakyat Tiongkok mengalami tekanan dan ketakutan yang ekstrem.

Selama 70 tahun, Komunis Tiongkok telah menginjak-injak hukum, menindas kemanusiaan, melanggar HAM, menggunakan berbagai cara mulai dari pembunuhan, cuci otak dan ancaman, untuk menebar jaring ketakutan raksasa di atas kepala seluruh rakyatnya, membuat mayoritas rakyat kehilangan keinginan untuk melawan, dan rela takluk serta tenggelam.

Saat ini, auman warga Hongkong, telah mengguncang rakyat Tiongkok dengan dahsyat. Mereka melihat, kebebasan belum lagi sirna, rekan di Hongkong telah melawan dengan darah. Hanya dengan mendobrak ketakutan itu, baru dapat menyelamatkan diri dan negara.

Bagi masyarakat internasional, insiden ‘anti-ordonansi ekstradisi’ telah memberikan bahan pelajaran segar yang hidup dan begitu intens. Komunis Tiongkok berniat merajalela atas nama hukum, menyalahgunakan kekuatan militer terhadap demonstran yang berunjuk rasa damai, menghancurkan ‘satu negara dua sistem’ lebih lanjut.

Di saat yang sama, media massa ofisial Komunis Tiongkok dan juru bicara Kemenlu serta para pejabat di Kedubes   Tiongkok terus mengumbar kebohongan, mengatakan amandemen ekstradisi mendapat dukungan kalangan arus utama, mengatakan kekuatan asing mengintervensi urusan dalam negeri dan lain sebagainya.

Menghadapi kekejaman Komunis Tiongkok yang selamanya tidak berubah itu, siapa yang masih percaya ‘kesepakatan damai’-nya   Komunis Tiongkok? Siapa yang percaya dengan pernyataan yang menyebutkan Komunis Tiongkok akan menaati tatanan perdagangan serta akan saling menguntungkan kedua pihak? (SUD/whs)