Perekonomian Tiongkok Terus Menurun, Warga Paruh Baya Mengalami Krisis Lapangan Kerja

oleh Wang Yanqiao dan Luo Ya

Akibat penurunan pertumbuhan ekonomi Tiongkok, banyak perusahaan asing menarik diri dari Tiongkok, perusahaan swasta tutup dan suasana depresi pun menyelimuti Ibukota Beijing. Beberapa warga sipil yang diwawancarai mengatakan bahwa tingkat pengangguran semakin tinggi, kaum paruh baya yang kehilangan pekerjaan jauh lebih banyak daripada generasi muda.

Pada 28 Januari, rekaman video berjudul “Seorang lulusan 211 berusia 38 tahun yang terkena PHK tanpa memberitahukan istrinya mencari nafkah dengan beralih sebagai pengantar makanan”, menjadi viral di platform sosial Tiongkok. 

Video tersebut mencerminkan krisis pengangguran kaum paruh baya di Tiongkok yang sebenarnya. Ada warga yang mengatakan kepada reporter “NTDTV”, bahwa situasi yang dialami seperti pasangan ini sekarang menjadi lumrah terjadi di berbagai tempat di Tiongkok.

Seorang warga Shanghai bermarga Liu menuturkan : “Beberapa kawan dekat saya mengatakan bahwa anak, menantu, atau kerabat dekat mereka menjadi pengangguran di usia mereka yang 30 mendekati 40 tahun. Bahkan salah satu dari mereka itu memiliki seorang putra yang sebelumnya menjabat sebagai eksekutif sebuah perusahaan patungan. Dan pasangannya yang bekerja di perusahaan yang sama juga terkena PHK, sehingga keduanya menganggur saat ini”.

Seorang pemilik perusahaan swasta di Shanghai mengungkapkan bahwa banyak orang mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan karena “tersandung ambang batas usia 35 tahun”.

Xiao Ye (nama samaran), pemilik perusahaan swasta di Shanghai mengatakan : “Sejauh yang kami tahu, jumlah pengangguran sebelum usia 35 tahun sudah sangat tinggi, pasti sudah melebihi 20%. Dulu, di Dongguan, Guangdong, Zhejiang, dan Shanghai banyak bekerja kaum paruh baya. Namun banyak pabrik dan perusahaan di sana sudah tutup sekarang, sehingga banyak dari kaum ini menjadi pengangguran”.

Pada Mei 2023, perusahaan pengrekrutan tenaga kerja Tiongkok “Zhilian Recruitment” merilis “Laporan kwartal I 2023 tentang lapangan kerja menarik di pasar bakat” yang isinya menunjukkan, bahwa 85% pekerja kerah putih percaya bahwa “ambang batas usia 35 tahun” memang diam-diam berlaku. 46,8% dari mereka percaya bahwa orang yang berusia di atas 35 tahun merasa sulit untuk mendapatkan pekerjaan.

Diantaranya, industri Internet, keuangan, dan budaya adalah bidang yang paling terkena dampak dari “ambang batas usia 35 tahun”.

Pada 25 Januari, artikel “Beijing tidak pernah mengalami depresi seperti sekarang”, menggambarkan Beijing sedang diselimuti suasana depresi yang parah, bahkan Jalan Wangfujing yang dulunya ramai dikunjungi warga dalam dan luar negeri sekarang berubah sepi. Artikel yang beredar luas di Internet Tiongkok kemudian diblokir oleh otoritas komunis Tiongkok.

Mr. Liu mengatakan : “Saya kadang berkunjung ke Jalan Utara Sichuan (Shanghai). Saya melihat suasananya jauh lebih sepi dari sebelumnya, banyak toko yang tutup. Mereka juga tidak berdaya karena kondisi makronya seperti itu, masyarakat tentu paham”.

Xiao Ye (nama samaran) mengatakan : “Tentu saja, ada banyak orang paruh baya seperti saya yang memulai bisnis dalam beberapa tahun terakhir. Tapi sekarang karena merosotnya perekonomian setelah epidemi, membuka usaha telah berubah menjadi beban hutang”.

Dalam beberapa tahun terakhir, pendapatan fiskal pemerintah daerah Tiongkok terus menurun. Pada 30 Januari, 28 provinsi di Tiongkok telah menurunkan ekspektasi pertumbuhan pendapatan mereka. Tetapi karena kebiasaan PKT untuk memalsukan data, jadi situasi yang sebenarnya bisa jadi jauh lebih buruk.

Pada 28 Januari, Cai Shenkun, seorang komentator independen melalui platform sosial “X” menyebutkan :  Biro Statistik Nasional merevisi data PDB tahun 2022 sebelum mengumumkan PDB tahun 2023. Dilaporkan bahwa PDB nasional Tiongkok tahun 2022 adalah RMB. 120,47 triliun, malahan turun sebanyak RMB. 548,3 miliar dari angka yang resmi diumumkan sebelumnya. Dari sana dapat dilihat bahwa statistik Tiongkok seperti permainan anak-anak yang bisa dikutak-katik dengan tanpa dasar. Angkanya tidak dapat dijadikan sebagai indikator penting pembangunan ekonom.” (sin)