Mengapa Warga Asing yang Sudah Melewati 3 Tahun Lockdown Ketat Sekarang Memilih Pergi dari Tiongkok ?

oleh Yi Ru

Meskipun otoritas partai komunis Tiongkok berusaha keras untuk membuka perbatasan guna menarik individu dan perusahaan asing berkunjung ke Tiongkok, tetapi tidak sedikit warga asing yang tidak meninggalkan Tiongkok ketika Partai Komunis Tiongkok menerapkan kebijakan ketat “nol kasus” dalam mencegah penyebaran virus komunis Tiongkok (COVID-19), justru sekarang mereka memilih pergi dari Tiongkok.

Media “South China Morning Post” baru-baru ini melaporkan bahwa tidak sedikit warga asing yang tinggal di Tiongkok selama pemerintah memberlakukan lockdown ketat selama 3 tahun dalam rangka mencegah penyebaran virus komunis Tiongkok (COVID-19), sekarang mereka justru memutuskan untuk meninggalkan Tiongkok setelah Tiongkok kembali “menyambut” kedatangan warga atau perusahaan asing.

Sophie Redding, seorang warga Inggris yang bekerja sebagai guru pendidikan jasmani di sebuah sekolah internasional di Kota Wuhan, yang selama ini menganggap Wuhan sebagai “rumahnya”, bulan lalu ia memutuskan untuk pulang ke Inggris, karena Sophie Redding menemukan, bahwa “rumahnya” tiba-tiba berubah menjadi tidak ramah lagi. Pengemudi mobil sewa “Didi” belakangan menolak untuk mengantarkan dirinya, dan orang-orang di dalam lift tak segan-segan untuk menyuruhnya menunggu lift berikutnya. Hal-hal kecil yang tidak menyenangkan ini membuatnya merasa tertekan dan lelah mental. Hal itu membuatnya lebih terasa sebagai pendatang.

Dan Sophie bukan satu-satunya warga asing yang merasakan adanya perubahan, di mana lingkungan di sekitarnya sekarang sudah semakin tidak bersahabat.

James Campion, seorang penerjemah Inggris yang meninggalkan Tiongkok pada bulan Juli tahun lalu, menemukan bahwa dirinya semakin sulit mendapatkan teman baru dan berbicara dengan penduduk setempat. Ia menduga bahwa hal ini mungkin merupakan akibat dari meningkatnya kesadaran akan ketegangan geopolitik.

Selain itu, kebijakan “nol kasus” dari Partai Komunis Tiongkok sebelumnya telah meninggalkan “luka” dalam hati banyak orang. Bahkan Shanghai, kota terpadat di dunia juga mengalami lockdown ketat selama beberapa bulan. Ini juga yang menjadi alasan mengapa banyak warga asing meninggalkan Tiongkok.

Seorang wanita WN Amerika Serikat kelahiran Rusia yang berprofesi sebagai guru seni juga meninggalkan Shanghai setelah 13 tahun tinggal di kota tersebut. Dia khawatir PKT akan menutup kota itu lagi dengan alasan dirinya juga “tidak ingin jauh dari keluarganya selama 3 tahun”.

Li Yuanhua, seorang sejarawan yang tinggal di Australia, percaya bahwa salah satu alasan mendasar mengenai mengapa orang asing merasa tidak nyaman di Tiongkok adalah permusuhan PKT terhadap warga asing Barat.

“Karena warga asing ini berasal dari dunia Barat yang bebas dan mempunyai pemikiran yang liberal dan demokratis. Jadi rezim otoriter dan totaliter menganggap keberadaan warga asing itu sebagai ancaman. Hal lainnya adalah bahwa PKT selalu menempatkan personilnya yang ditugaskan ke luar negeri sebagai informan baginya, seperti memanfaatkan pelajar atau sarjana yang studi di luar negeri, bahkan dalam pertukaran ekonomi normal sekali pun. Jadi dengan pemikiran yang sama, mereka beranggapan bahwa warga asing yang berada di Tiongkok juga mempunyai tugas seperti itu. Maka dapat dikatakan, PKT menggunakan hati seorang penjahat untuk menilai hati seorang yang baik,” ujarnya.

Lai Jianping, mantan pengacara Beijing dan Ketua Front Demokratik Kanada, mengatakan bahwa alasan paling penting mengapa orang Tiongkok tidak ramah terhadap warga asing Barat adalah pengaruh propaganda cuci otak PKT. Setelah terjadi kebuntuan dengan negara-negara lain di dunia, mereka dengan sengaja memprovokasi kebencian dan memperkenalkan berbagai undang-undang yang menentang warga asing.

“Seperti undang-undang kontra-intelijen, undang-undang keamanan data, undang-undang keamanan nasional dan lain-lain., Itu semua memberitahu masyarakat Tiongkok bahwa negara kita sedang menghadapi krisis besar sekarang. Jadi kita harus bekerja sama secara erat, perlu bersatu padu, kita harus tetap mempertahankan kewaspadaan yang tinggi terhadap imperialisme serta keinginan dunia Barat yang tidak pernah padam untuk menjatuhkan kita. Oleh karena itu semua warga diwajibkan untuk menangkap mata-mata sesuai tudingan PKT. Dan setiap hari terdengar dengungan suara yang membenci Amerika Serikat dan menentang Jepang,” ujarnya.

Lai Jianping mengatakan bahwa dalam dunia politik internasional, PKT terus membuat masalah di Laut Tiongkok Selatan dan Selat Taiwan, membantu Rusia untuk menginvasi Ukraina, dan mendukung organisasi Hamas. Akibatnya, semakin banyak warga asing yang pergi dari Tiongkok, semakin banyak modal asing yang ditarik, perekonomian amburadul, tetapi PKT kehilangan cara untuk mengatasi situasi itu, sehingga setiap hari meneriakkan kata-kata yang menunjukkan keinginannya untuk mewujudkan keterbukaan dan reformasi dengan harapan warga dan pemodal asing bisa kembali.

“Itu semua cuma trik penipuan akibat mereka kehilangan cara untuk mengatasi. Namun semua orang di dunia sekarang tahu Partai Komunis Tiongkok tidak dapat dipercaya. Tiongkok terlalu berbahaya dan terlalu banyak ketidakpastian yang harus dihadapi,” tambahnya.

Pada Desember tahun lalu, Partai Komunis Tiongkok mengumumkan pembebasan visa kepada warga 5 negara Eropa, termasuk Perancis, Jerman, Italia, Belanda dan Spanyol.

Pada  Januari tahun ini, selain mengumumkan 5 langkah baru untuk memfasilitasi masuknya warga asing, PKT juga mengumumkan pembebasan visa jangka pendek untuk Belgia dan pembebasan visa sepihak untuk Swiss.

Li Yuanhua mengatakan : “Sebenarnya, warga asing mau berkunjung atau tidak ke Tiongkok itu bukan semata-mata karena masalah visa. Yang paling penting adalah lockdown epidemi 3 tahun yang dilakukan PKT itu ternyata sepenuhnya merusak lingkungan pariwisata dan bisnis. Dalam hal bisnis, itu adalah karena perekonomian Tiongkok yang runtuh, mungkin saja mereka sempat menyesal tidak buru-buru menarik kembali modalnya, bagaimana mereka sekarang diharapkan untuk menambah modal investasinya di Tiongkok yang pertumbuhan ekonominya semakin mengkhawatirkan”.

Negara ini sudah membuka pintu gerbangnya tetapi tidak ada warga asing yang mau masuk. Li Yuanhua mengatakan, bahwa epidemi yang berlangsung selama 3 tahun ditambah lagi dengan diplomasi Serigala Perang telah membuat semua warga dunia melihat wajah sebenarnya dari PKT, yang merupakan partai totaliter yang tidak harus dipercaya. (sin)