AS Kirim Pesawat Pengebom Jarak Jauh untuk Menargetkan Lebih dari 85 Milisi Pro-Iran sebagai Serangan Balasan

NTD

Sebagai respon atas serangan yang dilancarkan oleh kelompok milisi terhadap pangkalan militer AS di Yordania, Amerika Serikat melancarkan serangan udara balasan di Irak dan Suriah pada 2 Februari, menggunakan lebih dari 125 amunisi dan menyerang lebih dari 85 lokasi di 7 lokasi sasaran. Bahkan, mengirimkan pesawat pengebom jarak jauh dari Amerika Serikat. Presiden AS Joe Biden mengatakan AS tidak ingin berkonflik, namun jika AS dirugikan maka akan meresponsnya

Sebelumnya, Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa “setidaknya 13 pejuang pro-Iran tewas” dalam serangan udara di Suriah timur pada 2 Februari.

Rami Abdel Rahman, kepala Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, mengatakan serangan udara “mungkin dilancarkan oleh Amerika Serikat” yang masih berlangsung.

Fox News sebelumnya melaporkan bahwa serangan diluncurkan dari beberapa lokasi, mengutip seorang pejabat Departemen Pertahanan Amerika Serikat yang tidak disebutkan namanya.

Militer AS mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa serangan udara tersebut menargetkan lebih dari 85 target yang terkait dengan Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) dan milisi-milisi pro-Iran, termasuk pusat-pusat komando dan kontrol, fasilitas-fasilitas penyimpanan roket, rudal dan drone serta fasilitas-fasilitas rantai pasokan logistik dan amunisi.

Pernyataan tersebut mengatakan bahwa lebih dari 125 amunisi telah digunakan untuk menghantam lebih dari 85 target di tujuh lokasi, dan pesawat pengebom jarak jauh yang terbang dari Amerika Serikat juga telah dikerahkan.

Akhir pekan lalu, serangan udara menghantam pangkalan militer AS di Yordania, menewaskan tiga tentara AS dan melukai lebih dari 40 orang. Jenazah tiga tentara AS yang tewas saat menjalankan tugas dibawa kembali ke Amerika Serikat. Presiden Biden dan pejabat senior Pentagon menghadiri upacara penyambutan di Pangkalan Angkatan Udara Dover di Delaware pada  2 Februari .

Pemerintahan Biden menuduh Perlawanan Islam di Irak, sebuah kelompok milisi yang didukung oleh Iran, melakukan serangan tersebut. Gelombang serangan udara diyakini hanya merupakan langkah awal dari respons berlapis yang dilakukan pemerintahan Biden.

Meskipun Amerika Serikat belum menargetkan lokasi mana pun di Iran untuk melakukan serangan udara, gelombang serangan udara ini kemungkinan akan memperburuk kekhawatiran eksternal mengenai meningkatnya ketegangan di Timur Tengah.

Serangan di Yordania tersebut merupakan serangan pertama terhadap militer AS yang menimbulkan korban jiwa sejak perang Israel-Hamas pecah pada Oktober tahun lalu.

“Respon kami dimulai hari ini. Ini akan berlanjut pada waktu dan tempat yang kami pilih,” kata Biden dalam sebuah pernyataan.

Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin berkata, “Ini adalah awal dari tanggapan kami.”

Meski Partai Republik semakin menekan Biden untuk menyerang Iran secara langsung, Pentagon menyatakan tidak ingin berperang dengan Iran dan yakin Iran tidak menginginkan perang.

“Kami tidak menginginkan konflik di Timur Tengah atau di mana pun, namun presiden dan saya tidak akan mentolerir serangan terhadap pasukan AS,” kata Austin.

Sebelum serangan udara balasan AS, Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan bahwa Iran tidak akan memulai perang tetapi akan “merespons dengan keras” siapa pun yang mencoba menindas Iran. (Hui)