Abaikan Kekacauan Timur Tengah, AS Bidik Poros Kejahatan Baru

Pinnacle View

Pada 28 Januari lalu, pasukan AS (Amerika Serikat) di sebuah pangkalan militer Yordania mengalami serangan drone, yang menewaskan tiga prajurit AS, dan puluhan lainnya terluka, AS menuduh kelompok milisi “Islamic Resistance in Iraq” (IRI) yang didukung oleh Iran telah melakukan serangan ini. Pada 2 Februari, pasukan AS melakukan serangan udara terhadap milisi dukungan Iran yang berada di Irak dan Suriah, dengan total 85 titik penyerangan. Pihak militer AS menyatakan, di masa mendatang akan lebih banyak lagi serangan balasan dilakukan. Situasi kacau di Timur Tengah seperti ini akankah semakin meningkat di masa mendatang? Akankah perang Israel-Hamas berubah menjadi perang berskala besar yang melibatkan banyak negara? Hal ini sudah menjadi fokus perhatian internasional.

Pasca AS Diserang, Kekacauan Timur Tengah Makin Ricuh, Menarik Pasukan Pun Sulit

Zheng Xuguang, komentator politik, di dalam acara “Pinnacle View” menyatakan, sebenarnya keberadaan pasukan AS di Timur Tengah terutama dikarenakan dua hal: Pertama, pasca serangan teroris “9-11”, militer AS memasuki Afghanistan untuk menggulingkan rezim Taliban. Kedua, dalam dua kali Perang Teluk AS telah menggulingkan kekuasaan Saddam Husein di Irak, inilah dua pengerahan militer terpenting yang dilakukan oleh AS pasca Perang Dingin, yaitu perang di Afghanistan dan perang di Irak.

Perang Irak telah menggulingkan Saddam, tapi lantas muncul ISIS (IS), sekarang yang tersisa dari IS pada dasarnya adalah sejumlah prajurit tercerai-berai, dan misi strategis ini telah rampung, masalah yang saat ini dihadapi oleh AS adalah penarikan pasukan. Namun sejumlah kekuatan internasional berniat menahan AS di Timur Tengah, termasuk serangan Hamas 7 Oktober bertujuan agar Israel dan Arab Saudi tidak dapat menjalin hubungan diplomatik normal, dilihat dari permukaan, hal itu sepertinya adalah kekhawatiran kelompok Hamas, namun secara objektif telah berfungsi menyeret pasukan AS kembali ke Timur Tengah. Setelah perang ini berkobar, sejauh ini AS telah mengirimkan dua armada kapal induknya, pasukan marinirnya juga telah dikirim, termasuk Inggris dan Prancis juga telah mengirim pasukan, secara objektif benar-benar telah menimbulkan dampak memancang pasukan AS disana.

Zheng Xuguang mengatakan, pada 28 Januari lalu Tower 22, sebuah stasiun militer AS di Yordania, yang sebenarnya hanyalah sebuah sistem pendukung, yang dijaga oleh 300 orang pasukan zeni (satuan militer yang melakukan tugas teknik militer, red.), telah diserang 

Sejak meletusnya perang Israel-Hamas pada 7 Oktober lalu, kelompok milisi anti-AS di Timur Tengah telah melakukan lebih dari 160 kali serangan terhadap pasukan AS, ini merupakan semacam serangan gangguan, untuk menyatakan sikap politik mereka, mereka diperkirakan juga tidak menduga tiba-tiba telah membuahkan hasil. Jika menimbulkan hasil perang, saya pikir akan ada dua hal, yang pertama PKT dan Rusia akan sangat senang, karena hal ini dapat menarik perhatian AS sehingga semakin tertahan di Timur Tengah, dan dapat mengurangi tekanan bagi Rusia dalam perang Rusia-Ukraina, khususnya tekanan politik; tapi di sisi lain, para anggota milisi yang melakukan serangan ini mungkin akan menelan pil pahit.

Seperti diketahui akibat yang ditimbulkan perang Rusia-Ukraina sangat berbeda bobotnya di dalam negeri AS maupun di Eropa dibandingkan dengan konflik Israel-Hamas, sebuah penyebab utama adalah, baik AS maupun Eropa, keduanya memiliki banyak warga Yahudi dan juga warga Muslim, sehingga dapat menimbulkan konflik politik di dalam negeri. Dari sudut pandang RRT dan Rusia, jika 27 negara dalam Uni Eropa dan juga AS mengalami kekacauan politik dalam negeri, serta terlilit masalah konflik politik dalam negeri, maka AS dan Eropa tidak bisa lagi campur tangan dalam urusan di Asia, atau urusan di Timur Tengah yang jauh dari tempat mereka. Jadi dari sudut pandang ini, Beijing dan Kremlin berharap perang di Timur Tengah akan terus berkobar. Maka dalam kondisi seperti ini, AS akan mengalami kesulitan untuk menarik pasukannya dari Timur Tengah, dan terjebak dalam dilemma antara menarik pasukan atau tidak.

Konflik Timur Tengah Sangat Kompleks, AS Serba Salah

Pemimpin redaksi The Epoch Times Guo Jun pada acara “Pinnacle View” menyatakan, Timur Tengah selalu menjadi tong mesiu dunia dengan berbagai kekuatan politiknya yang sangat kompleks, disini ada orang Yahudi, orang Arab, Iran, dan juga Turki; sistem politiknya ada otokrasi kerajaan, ada teokrasi, ada otoritarianisme, ada pula demokrasi; bicara soal agama, disini ada agama Islam, dan agama Yahudi, ada pula agama Kristen; di dalam agama Islam sendiri pun, terbagi lagi menjadi kaum Syiah dan kaum Sunni, kedua kelompok itu pun saling bertentangan, dan telah berperang sekitar seribu tahun. Yang terpenting adalah di kawasan ini juga terdapat minyak bumi, dan berbagai perselisihan yang tadinya sangat besar, dengan potensi konflik bersenjata yang sangat tinggi, begitu adanya kepentingan yang sangat besar terhadap minyak bumi, maka konflik bahkan perang semakin tak dapat dihindari.

Dulu kaum Sunni sangat dominan di kawasan mayoritas orang Arab ini, tapi setelah AS menumpas Saddam Husein di Irak, kemudian Iran menjadi kuat, dan mendukung muslim kelompok Syiah di berbagai tempat di Timur Tengah, tidak hanya kemudian menimbulkan kaum Syiah radikal di wilayah Irak, kelompok Hizbullah di Lebanon dan Hamas di Palestina, semuanya adalah militan Syiah yang didukung oleh Iran. Setelah kekuatan kaum Syiah menjadi besar, kaum Sunni pun mulai menghantam balik, di wilayah Suriah terjadi pemberontakan berskala besar oleh banyak kelompok militan yang merupakan kelompok bersenjata Sunni, akibatnya sebagian dari kelompok bersenjata itu pecah menjadi IS, dan IS ini lebih radikal dan lebih kejam daripada kaum Syiah.

Dalam proses ini AS terlihat sangat pasif, setelah AS menumpas Saddam Husein, kaum Syiah pun bangkit, lalu AS mengirim pasukan ke Suriah menekan kaum Syiah, akibatnya muncul IS dari kaum Sunni, setelah IS ditumpas, Irak dan kaum Syiah di Suriah bangkit kembali. Kali ini setelah Hamas menyerang Israel, karena AS mendukung Israel, maka pasukan AS di pangkalan militer di beberapa negara mendapat serangan, yang mengobarkan serangan ini, sebagian adalah orang-orang Syiah yang dulu pernah berperang bersama pasukan AS untuk menumpas IS. Awalnya pasukan AS menahan diri, dan sebisa mungkin tidak menyerang balik, juga tidak berusaha melakukan balasan, karena kebanyakan serangan itu adalah serangan kecil, dan tidak menimbulkan korban, tapi kali ini telah menewaskan tiga orang prajurit AS, maka kondisi ini sudah sangat berbeda.

Guo Jun menyatakan, jika situasi di Timur Tengah memanas, akan menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap peta geopolitik dunia, sebenarnya sekarang dampak ini sudah sangat besar, seperti serangan Houthi terhadap kapal niaga telah berdampak bagi rantai pasokan global. Sekarang AS masih memiliki cukup banyak pasukan di Timur Tengah, sekitar 20.000 orang, yang tersebar di Suriah, Irak, Yordania, Bahrain, dan lain-lain, dan Bahrain merupakan markas bagi Armada Kelima AS. Tetapi jika dilihat secara global, baik Eropa maupun Timur Tengah, keduanya mungkin bukan tempat yang paling diperhatikan AS, sebenarnya yang paling diperhatikan AS adalah kawasan Asia Pasifik, yaitu kawasan Asia Timur Laut ini, pasukan AS yang bermarkas di kawasan ini juga paling banyak, penempatan pasukan AL dan AU juga paling banyak. Saya yakin perhatian utama pasukan AS adalah kawasan ini, intinya adalah mengincar PKT.

Kerusuhan Timur Tengah Diletakkan, AS Bidik Poros Kejahatan Baru

Produser televisi independen bernama Li Jun dalam acara “Pinnacle View” menyatakan, sekarang AS selalu memandang PKT sebagai ancaman terbesar. Beberapa hari lalu mantan Menlu AS Pompeo sempat berpidato di hadapan Komite Terpilih untuk Memerangi Partai Komunis Tiongkok, ia mengatakan sekarang PKT, Rusia, Iran, Korea Utara, dan Venezuela sedang membentuk suatu poros kejahatan baru dunia, poros ini memiliki semacam modelnya sendiri, memiliki aturan mainnya sendiri, dan mereka berniat menggunakan aturan main itu untuk bisa memengaruhi dunia, pusat dari poros kejahatan ini adalah Beijing.

Jadi sangat jelas, jika PKT sebagai masalah utama ini tidak diatasi, maka baik Timur Tengah, maupun kawasan lain, akan terus menerus timbul masalah. Sebenarnya dalang di balik Iran adalah PKT, sekarang jika Rusia tidak didukung PKT, perang Rusia-Ukraina tidak akan bisa bertahan, jika PKT tidak memberi lampu hijau, Korea Utara tidak akan menjalin hubungan baik dengan Putin, dan memberikan dukungan senjata bagi Rusia, jadi sekarang AS sangat jelas akan hal ini. Sekarang tekanan Korea Utara terhadap Korea Selatan begitu besar, jadi kawasan Asia Timur Laut dan Selat Taiwan adalah fokus utama bagi AS, dan AS sendiri juga berkata bahwa AS adalah negara Indo-Pasifik, Samudera Pasifik adalah wilayah AS, dan AS tidak mungkin mundur. Sekarang jika Taiwan dan Korsel ada masalah, itu berarti rantai pulau pertama ada masalah, berarti keamanan nasional wilayah AS akan terancam, jadi dalam situasi ini, dalam waktu dekat AS akan bertahan saja di kawasan Timur Tengah, lalu menciptakan kondisi stabil untuk menarik mundur pasukan.

Editor senior sekaligus penulis utama The Epoch Times yakni Shi Shan pada acara “Pinnacle View” menyatakan, sebenarnya sekarang kita melihat strategi global biasanya berupa konflik militer, tapi konflik yang sesungguhnya di baliknya adalah kekuatan ekonomi, khususnya di kawasan Asia Timur Laut, kita melihat negara RRT, AS, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan, jumlah keseluruhan PDB dari semua negara ini sungguh luar biasa, PDB AS adalah nomor 1 dunia, lalu RRT nomor 2, Jepang di urutan ketiga, tiga besar semuanya ada disini, lalu Korea Selatan di urutan ke-13, dan Taiwan di urutan ke-21, angka ini sungguh fantastis. Sekarang kebijakan AS sepertinya adalah adu kekuatan ekonomi, tentu saja ekonomi berkaitan pula dengan teknologi, jadi serangkaian tindakan ini, menurut penulis harus dipertimbangkan untuk ditangani dari aspek ini, sementara aspek lain masih harus diwaspadai, dua hari lalu kita melihat Pompeo bersaksi di DPR AS, ia mengatakan ancaman terbesar AS saat ini tentu saja adalah Beijing.

Shi Shan mengatakan, dalam sejarah peradaban umat manusia, aliran pada dua sungai adalah tempat dimana tercatat peradaban manusia paling awal, yang kami maksud adalah peradaban Sumeria, tempat ini adalah kawasan sepuluh lingkaran, dalam kurun waktu yang sangat panjang merupakan kawasan pusat peradaban umat manusia. Jadi ketika bangkitnya setiap kerajaan, pasti berniat menguasai wilayah ini, mulai dari Kerajaan Asyur Baru, Kerajaan Macedonia dari Yunani, Romawi, Kekaisaran Ottoman dari Turki, sampai segala kerajaan Barat lainnya berniat menguasai tempat ini. Jadi tempat ini selamanya merupakan tempat dimana banyak negara kuat akan selalu intervensi, ini sangat menarik. Dan sekarang kondisi ini telah menjadi semakin jelas, baik di Timur Tengah, maupun di Eropa, AS sedang mulai menarik diri dari tempat ini secara perlahan, untuk bisa membina sejumlah kekuatan negara setempat guna menstabilkan situasi di sana, pada dasarnya AS harus menarik kembali kekuatannya, agar bisa membidik ancaman terbesar global berikutnya, tentu saja kita semua sudah tahu siapakah itu. (sud/whs)