Mengapa Dikatakan Bomber B-1 AS beri Pelajaran pada Iran?

Xia Yu

Setelah pangkalan militer AS di Yordania diserang, menewaskan dan melukai sejumlah tentaranya, pada 3 Februari lalu bomber B-1 milik AU Amerika Serikat (AS) ikut serta dalam serangan udara, menghancurkan puluhan pos milisi yang didukung oleh Iran di wilayah Suriah dan Irak. Pesawat bomber B-1 berangkat dari Texas, AS, ini merupakan sinyal “hardikan” yang dilakukan AS terhadap musuh-musuhnya termasuk Iran. Pendiri balai riset independen IRIS sekaligus analis keamanan nasional yakni Rebecca Grant menyatakan, serangan militer AS kali ini hanya sedikit unjuk gigi kemampuan bomber B-1 saja.

Pada 2 Februari lalu, AS melancarkan serangan udara terhadap lebih dari 85 sasaran terkait milisi di Irak dan Suriah yang didukung oleh Korps Pengawal Revolusi Iran (IRGC) dan Iran, sebagai balasan terhadap insiden serangan mematikan terhadap pangkalan militer AS di Yordania beberapa hari lalu. Dalam insiden tersebut tiga orang prajurit AS tewas. Penasihat keamanan Gedung Putih, Jake Sullivan, saat diwawancarai oleh media massa AS menyatakan, serangan udara kali ini hanya balasan permulaan dari militer AS, dan akan ada lebih banyak lagi operasi militer. Sejumlah operasi akan terlihat, namun sebagian mungkin tak terlihat.

Grant menulis artikel di Fox News pada 9 Februari lalu, bagi para awak pesawat B-1 yang menjalankan misi serangan udara tersebut, Suriah dan Irak ibarat pekarangan rumah mereka sendiri. Selama bertahun-tahun B-1 telah menjalankan misi tempur yang diperintahkan dari Komando Pusat, membombardir sasaran statis, membersihkan pangkalan senjata kimia, terbang beberapa jam di udara di atas pasukan darat untuk memberikan bantuan udara, dan menjatuhkan bom presisi mengincar oknum militan ISIS.

Dalam kondisi tanpa mengisi bahan bakar, radius jangkau bomber B-1 adalah sekitar 4.828 km. Ia mampu mengisi bahan bakar di udara, kapasitas muatannya mencapai sekitar 56.699 kg, oleh sebab itu ia dapat melepaskan muatan nuklir efektif dimana pun di bumi ini.

Kapasitas muatan B-1 juga merupakan yang terbesar di antara semua bomber AS. Setiap unit B-1 mampu membawa bom seberat 19.000 kg presisi yang dapat dibidikkan satu persatu. Dipilihnya B-1 dalam operasi serangan udara mungkin karena kemampuan pemuatannya yang besar yang dimiliki pesawat ini, untuk mengurangi beban muatan amunisi pada jet tempur serta kapal perang di zona pertempuran, dan dalam operasi serangan udara ini semua aset militer ini telah diikut sertakan. 

“Bagi saya, tidak heran jika B-1 yang dipilih.” Mantan pilot komando Mark Gunzinger, yang berpengalaman menerbangkan bomber B-52 Stratofortress selama lebih dari 3.000 jam terbang itu, mengatakan kepada Business Insider, “Pasukan B-1 sangat berpengalaman dalam hal menyerang sasaran seperti ini.”

Bomber B-1B tinggal landas dari pangkalan AU Dyess Texas, langsung terbang menuju Timur Tengah. Di sana, bersama dengan jet tempur dari Komando Pusat AS (USCENTCOM) mereka menjatuhkan lebih dari 125 unit amunisi presisi dalam kurun waktu 30 menit, dan sebelum kembali ke AS telah menyerang lebih dari 85 titik sasaran terkait Iran yang berada di Irak dan Suriah.

Grand menyatakan, tidak diragukan lagi B-1 adalah bomber paling top sepanjang sejarah. Ia tidak seperti bomber B-2 “Spirit” atau B-21 “Raider” tipe baru yang menggunakan rancangan siluman, tapi kecepatan B-1 sangat mencengangkan. Empat unit mesin turbofan afterburning rotor ganda tipe F101 besutan General Electric mampu mendorong B-1 mencapai kecepatan 1,2 Mach atau sekitar 1.448 km/jam. “Fakta yang sangat hebat: Sayap sapuan variabel pada B-1 dapat ditarik kembali saat terbang. Saat lepas landas dan mendarat, sayap pesawat ditarik ke depan membentuk sudut 15 derajat dengan badan pesawat. Jika sayapnya ditarik ke belakang membentuk sudut 67 derajat, efisiensi angkat mampu membuat B-1 terbang dengan kecepatan melebihi kecepatan suara di ketinggian rendah maupun tinggi”, demikian tulisnya.

Direktur Operasi Staf Gabungan AS yakni Letjend. Douglas Sims di akhir misi serangan udara tersebut memberitahu wartawan, B-1B membuat AS dapat membalas menyerang pasukan yang tidak memiliki sistem pertahanan udara canggih dan yang didukung Iran dalam kurun waktu tertentu dengan “jumlah yang cukup besar”. Ia menambahkan, pesawat jenis ini menandakan, Pentagon tidak perlu menambah kekuatan pasukan dari luar ke Timur Tengah, dan cukup mengerahkan pesawat dari wilayah AS untuk melakukan serangan.

Sasaran serangan yang dialami Irak dan Suriah minggu lalu meliputi pusat komando dan kendali, gedung intelijen, tempat penyimpanan senjata, dan instalasi rantai pasokan amunisi. Jika B-1 memiliki senjata yang sesuai untuk sasaran serangan ini, maka bomber ini merupakan pilihan terbaik untuk menjalankan misi ini, dan dapat membantu menghemat cadangan amunisi AS di kawasan Timur Tengah.

Grant menuliskan, sejak masa Perang Dingin, B-1 dirancang untuk dapat menembus wilayah udara Uni Soviet pada ketinggian yang sangat rendah di masa perang, dan bergerak mendekati sasarannya dengan mengikuti kontur daratannya. Awak pesawat dilatih di kawasan pegunungan di malam hari dan kondisi cuaca yang buruk. Mantan pilot B-1 Letjend purnawirawan Chris Miller mengatakan pada Grant, saat diterbangkan pada ketinggian 122 meter atau lebih rendah, dengan kecepatan 869 km per jam, “Saat Anda melihat ke luar jendela samping, sejauh mata memandang terlihat kabur”.

“Misi B-1 yang lepas landas dari Texas adalah bagian dari pertempuran. Walau demikian, duduk di kursi lontar selama 30 jam juga bukan suatu perkara mudah. Memiliki empat orang awak dalam B-1, yakni dua pilot dan dua orang perwira yang ahli dalam sistem perang elektronika, sangat membantu mengurangi keletihan.” “Tidur sejenak, memperhatikan gizi, jangan konsumsi terlalu banyak kafein. Anda akan dapat bertahan 20 jam, dan tetap merasa prima”, kata Miller.

Grant berkata, “Bagi saya, pengeboman (serangan udara) B-1 pada Jum’at (3/2) lalu itu secara jelas mengingatkan kita, AS mampu sewaktu-waktu melakukan serangan udara secara terus menerus.” Dia kembali menuliskan, menempatkan B-1 di pangkalan zona perang, bisa untuk menyerang kapal-kapal Iran di laut, menggunakan rudal gabungan udara ke darat (JASSM) dan senjata gabungan pertahanan luar zona (JSOW) untuk menghancurkan sistem pertahanan udara atau titik sensitif lainnya. Yang terpenting adalah, terus memberikan tekanan terhadap kaum milisi dari Suriah sampai Houthi di Yaman.

9 Februari lalu Business Insider memberitakan, Gunzinger yang sekarang menjabat sebagai Direktur Konsep Masa Depan & Penilaian Kemampuan di Mitchell Institute for Aerospace Studies berkata, “Kita bisa melakukan hal ini dari Amerika, bahkan jika dibutuhkan, kita bisa melakukannya hanya dalam beberapa jam saja.” Ia menambahkan, pesawat ini adalah semacam “deterensi yang sangat kuat”, yang menyatakan kepada musuh AS, mereka bisa dihancurkan tanpa peringatan.

Gunzinger berkata, “Kita tidak perlu menempatkan pasukan di luar negeri dan membuat mereka menetap, dengan demikian informasi bisa bocor keluar. Kita bisa mengirim pesawat dari bagian tengah Texas, dan faktanya dalam setengah hari, B-1 sudah tiba di wilayah udara musuh.” (sud/whs)