Investasi Langsung Asing di Tiongkok Tahun 2023 Turun 82 %, Terendah dalam 30 Tahun Terakhir

oleh  Zhang Ting

Padai Minggu (18 Februari) Administrasi Valuta Asing Negara Tiongkok merilis laporan yang menunjukkan bahwa investasi langsung perusahaan asing di Tiongkok pada 2023 turun sebesar 82% dibandingkan dengan 2022, atau anjlok ke level terendah sejak 1993. Hal ini menyoroti kurangnya kepercayaan investor asing terhadap pasar Tiongkok dan mencerminkan semakin sulit pemerintah Tiongkok dalam menarik investasi asing.

Laporan Administrasi Valuta Asing Negara Tiongkok tersebut mencerminkan bahwa aliran dana asing yang masuk Direct Investment Liability pada tahun 2023 hanya berjumlah USD.33 miliar, turun 82% dari tahun 2022.

Data tersebut menunjukkan pengaruh buruk dari kebijakan lockdown dan pemulihan ekonomi yang berjalan lamban di Tiongkok. Investasi asing pada triwulan ketiga 2023 turun untuk pertama kalinya sejak 1998. Meski pada triwulan keempat terjadi sedikit pemulihan. Artinya, “Direct Investment Liability” memiliki arus masuk bersih sebesar USD.17,5 miliar pada kuartal keempat, namun nilai ini masih sepertiga lebih rendah dibandingkan periode yang sama 2022.

Bloomberg yang mengutip informasi dari para ekonom memberitakan bahwa data Administrasi Devisa Negara Tiongkok itu merupakan ukuran besarnya arus bersih yang dapat mencerminkan tren keuntungan perusahaan asing dan perubahan skala bisnis mereka di Tiongkok. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa keuntungan perusahaan industri investasi asing di Tiongkok pada tahun 2023 mengalami penurunan sebesar 6,7% YOY.

Data yang dirilis sebelumnya oleh Kementerian Perdagangan menunjukkan bahwa investasi asing langsung ke Tiongkok tahun 2023 turun ke level terendah dalam tiga tahun terakhir. Para ekonom mengatakan data Kementerian Perdagangan itu tidak mencakup pendapatan yang diinvestasikan kembali dari perusahaan-perusahaan investasi asing dan tidak terlalu fluktuatif dibandingkan data Administrasi Devisa Negara.

Data yang dirilis oleh Administrasi Valuta Asing Negara pada  Minggu juga menunjukkan tren perusahaan asing menarik uangnya keluar dari Tiongkok akibat adanya ketegangan geopolitik dan kenaikan suku bunga di negara lain. Perusahaan multinasional lebih tertarik untuk memarkirkan dana mereka di luar negeri daripada di Tiongkok.

Laporan hasil survei yang dirilis oleh Kamar Dagang dan Industri Jepang (Japanese Chamber of Commerce and Industry) di Tiongkok pada 15 Januari tahun ini menunjukkan, bahwa sebagian besar perusahaan Jepang di Tiongkok tidak optimis terhadap prospek ekonomi Tiongkok  2024. Selain itu, sebagian besar perusahaan Jepang telah mengurangi atau tidak melakukan investasi di Tiongkok pada  2023.

48% perusahaan Jepang yang disurvei menyatakan bahwa alasan utama untuk tidak berinvestasi atau mengurangi investasi di Tiongkok pada  2023 adalah ketidakpastian terhadap prospek ekonomi Tiongkok dan pesimisme terhadap lemahnya permintaan.

Menurut data yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional Tiongkok pada 8 Februari, diketahui bahwa indeks harga konsumen (IHK) Tiongkok pada  Januari mengalami penurunan terbesar dalam 14 tahun terakhir. Pada saat yang sama, indeks harga produsen (PPI) juga turun, dan biaya pabrik untuk produk industri juga mengalami deflasi selama 16 bulan berturut-turut. Hal ini menyoroti bahwa perekonomian Tiongkok terus menghadapi risiko deflasi.

Bill Winters, CEO grup perbankan multinasional Standard Chartered, mengatakan dalam KTT Pemerintah Dunia yang diadakan di Dubai minggu lalu, bahwa masalah terbesar yang dihadapi Partai Komunis Tiongkok adalah “defisit kepercayaan” (confidence deficit) : Investor eksternal kurang percaya kepada Tiongkok, kepercayaan penabung dalam negeri juga menurun.

Penurunan pertumbuhan ekonomi Tiongkok selain mengurangi keinginan investor asing untuk berinvestasi, lingkungan bisnis Tiongkok juga membuat banyak investor asing enggan berinvestasi. Apa lagi PKT merevisi “UU Kontra Spionase” tahun lalu, hal ini telah mengintensifkan tindakan keras dan kontrol terhadap perusahaan asing, sehingga memperburuk kegelisahan para pengusaha asing.

Tahun lalu, polisi Tiongkok menggerebek sebuah perusahaan konsultan manajemen Amerika Serikat di Shanghai “Bain & Company”, dan kantor “Mintz Group”, sebuah perusahaan uji tuntas Amerika Serikat di Beijing. Mereka juga menahan seorang karyawan perusahaan Jepang “Astellas Pharma Inc.” dengan tuduhan melakukan spionase. Serangkaian tindakan penindasan PKT ini tidak hanya membuat takut perusahaan asing, namun juga memicu kecaman dari Amerika Serikat. Kamar Dagang AS sampai mengkritik otoritas komunis Tiongkok yang berbeda antara ucapan dengan perbuatan. (sin)