Dari Kematian Navalny Nurani Rusia, Mengenang Raibnya Gao Zhisheng

Yuan Bin

Pada 16 Februari lalu, seorang pemimpin oposisi Rusia yakni Alexei Anatolyevich Navalny telah meninggal dunia di dalam penjara, ia tutup usia pada 47 tahun. Berita ini pun sontak menggegerkan seluruh dunia.

Biro Layanan Penjara Federal Rusia (FSIN)  Jum’at lalu mengeluarkan pernyataan bahwa pada hari itu setelah berjalan keluar sejenak dari selnya Navalny merasa dirinya tidak enak badan, lalu kehilangan kesadaran. Sebuah ambulans tiba di lokasi kejadian, petugas medis berusaha memberikan pertolongan pertama, namun tidak dapat menyelamatkannya. 

Pihak FSIN juga mengatakan, penyebab kematian Navalny masih dalam proses “penyelidikan”. Namun berbagai kalangan berpendapat, Presiden Rusia Putin-lah yang seharusnya bertanggung jawab atas kematian Navalny.

VoA mengutip pernyataan seorang tokoh oposisi bekas Uni Soviet dulu yang sekarang telah menjadi politisi Israel yakni Natan Sharansky juga menyatakan kepada VoA, antara era 1970 dan 1980 dirinya juga pernah dipenjara dan disiksa di Rusia, tetapi waktu itu penguasa masih tidak berani membunuhnya. “Mereka hendak bertikai dengan saya! Kala itu opini internasional masih berpengaruh bagi mereka… Tetapi Putin pada hari ini sudah tidak peduli semua itu, itu sebabnya ia langsung saja membunuh satu persatu lawan-lawannya”, demikian ungkap Sharansky pada VoA.

Navalny sebagai penentang Putin, sejak 2009 ia terus mengkritik kepemimpinan Putin dan betapa korupnya pemerintah federal Rusia, ia pernah mengorganisir banyak sekali pawai unjuk rasa, dan pernah ditangkap jangka waktu singkat pada Desember 2011 dan Juni 2012. 

Pemimpin oposisi Rusia Alexei Anatolyevich Navalny dinyatakan meninggal dunia di tempat pengasingannya di kutub utara, pada 16 Februari 2024 lalu. Kematian Navalny membuat penulis teringat akan menghilangnya pengacara Tiongkok bernama Gao Zhisheng. (Alexander Nemenov/AFP)

Selain itu, Navalny berulang kali mencalonkan diri sebagai presiden, walikota Moskow dan berbagai jabatan pemerintahan lainnya, tetapi selalu dihalangi oleh penguasa Rusia.

Pada 19 Agustus 2020, saat Navalny kembali dari Tomsk ke Moskow dengan menumpang pesawat, ia merasa tidak enak badan, dan muncul gejala keracunan, pesawatnya lantas mendarat darurat di Omsk. Kemudian, Navalny dilarikan ke Jerman untuk mendapatkan pertolongan.

Begitu keluar dari rumah sakit saat pertama kali diwawancarai, Navalny menuding Putin adalah dalang di balik aksi meracuni dirinya, dan dirinya bersumpah akan kembali ke Rusia dan terus melakukan gerakan perlawanan. Lalu pada 17 Januari 2021, Navalny menumpang pesawat dari Jerman kembali ke Rusia, dan ia pun ditangkap saat pesawatnya mendarat di Moskow.

Pada Oktober 2021, saat di dalam penjara dirinya mendapat penghargaan HAM tertinggi Uni Eropa dari Komisi Eropa yakni Penghargaan Sakharov. Begitu berita kematian Navalny menyebar, warga Rusia berinisiatif datang ke depan batu nisan korban massal Pembersihan Besar-Besaran masa Uni Soviet dulu untuk mempersembahkan karangan bunga mengenang dirinya.

Menurut pemberitaan stasiun televisi Al Jazeera, pihak kepolisian Rusia pada Jum’at dan Sabtu, minggu lalu telah menangkap sedikitnya 177 warga peserta dalam kegiatan berkabung sekaligus unjuk rasa itu. Karangan bunga dan berbagai barang-barang untuk peringatan lainnya dari warga juga semuanya disingkirkan oleh penguasa pada malam hari Jum’at itu. Tapi warga yang berkabung membawa karangan bunga pada keesokan harinya yakni hari Sabtu tetap datang berbondong-bondong, dan aksi penangkapan oleh polisi juga masih terus berlanjut.

Kematian Navalny membuat penulis teringat akan menghilangnya pengacara HAM ternama Tiongkok yakni Gao Zhisheng. Sejak mulai berprofesi pengacara pada 1996, Gao Zhisheng terus membantu kelompok minoritas dalam menegakkan HAM, dan pernah mewakili sejumlah warga menggugat pemerintah daerah dalam kasus HAM, sehingga dirinya dijuluki sebagai “hati nurani Tiongkok”.

Ia juga berkali-kali menangani kasus penganiayaan terhadap praktisi Falun Gong juga anggota gereja rumahan, dan 3 kali mempublikasikan surat terbuka menuntut para penguasa agar berhenti menganiaya praktisi Falun Gong. Kemudian ia yang mendapat julukan “Top 10 Pengacara Nasional” karena pernah blusukan di Kementerian Kehakiman dan media massa resmi Tiongkok, juga menjadi  sasaran penganiayaan penguasa. Pada Agustus 2006 izin pengacaranya dicabut, ia pun diculik dan disiksa, lalu pada 22 Desember 2006 Pengadilan Beijing menjatuhkan vonis 3 tahun penjara dengan masa percobaan 5 tahun kepada Gao Zhisheng dengan tuduhan “melakukan kejahatan provokasi untuk menggulingkan rezim negara”; selama masa percobaan dirinya telah berkali-kali diculik dan disiksa. 

Pada 2011 Gao dipenjara lagi selama 3 tahun di Penjara Xayar Xinjiang, lantas setelah keluar dari penjara ia kembali dikenakan tahanan rumah jangka panjang di utara Provinsi Shaanxi. Pada 13 Agustus 2017, Gao Zhisheng berhasil diselamatkan oleh dua sahabatnya, tapi dengan segera ia ditangkap lagi, dan hingga kini tidak diketahui rimbanya.

Navalny ditangkap dan dipenjara oleh penguasa Putin, setidaknya kalangan luar masih mengetahui akan keberadaannya. Tetapi pengacara Gao Zhisheng hingga kini telah menghilang hampir 7 tahun, namun sama sekali tidak ada kabar beritanya. Dan yang mengalami penganiayaan oleh PKT bukan hanya Gao Zhisheng seorang saja, teman dan kerabat Gao juga ikut terimbas dampaknya.

Istri Gao Zhisheng yakni Geng He mengatakan kepada VoA, “Sudah 20 tahun berlalu, bahkan kakak saya pun sudah tidak punya KTP lagi karena sudah disita. Lagi pula setiap bulan diharuskan untuk melapor dan tanda tangan di kantor Keamanan Publik setempat, maksudnya untuk menandakan bahwa kami tetap ada disini dan tidak pergi kemana pun. Selama ini, kakak ipar saya menderita kanker, sering kali harus ambil KTP untuk tebus obat. Setiap kali saya menelepon kakak, mereka akan mempersulit kakak saya. Tidak memberinya KTP, karena telah berhubungan dengan saya. Kakak saya berkata, ‘Saya tidak berkata apapun, saya juga tidak menghubungi dia, tapi dia adik saya yang menghubungi saya, saya tidak menghubunginya’. Dia (polisi) itu menghendaki kami putus hubungan. Kakak saya berkata, ‘Saya bisa saja tidak menghubunginya, tapi dia adalah adik saya, kami ada hubungan darah’. Tetapi polisi tetap tidak memberi ampun. Jadi dalam keluarga pun dihina, dan dipersulit seperti ini. Akhirnya kakak ipar saya bunuh diri, dengan melompat dari gedung apartemen’.” Selain Geng He dan kakak iparnya, kakak Gao Zhisheng sendiri juga terus diganggu setelah Gao Zhisheng menghilang, lalu mengalami depresi, juga kemudian bunuh diri. Bahkan dua orang yang menyelamatkan Gao Zhisheng yakni Shao Chongguo dan Li Fawang, juga divonis hukuman berat oleh PKT.

Baik kematian Navalny maupun menghilangnya Gao Zhisheng telah memperlihatkan betapa kejinya rezim otoriter. Namun dibandingkan dengan rezim Putin, PKT jelas lebih otoriter dan lebih brutal. Di Rusia, karena sedikit banyak masih terdapat sedikit ruang berbicara yang menyedihkan, setidaknya nama Navalny masih dikenal luas oleh masyarakat, sedangkan di Tiongkok, bahkan sedikit ruang yang mengenaskan itupun sudah tidak ada sama sekali, sehingga sangat sedikit orang yang mengetahui nama Gao Zhisheng.

Jika dikatakan di Rusia, penyebab kematian Navalny tidak jelas, tapi setidaknya kalangan luar masih mengetahui dimana dirinya dipenjara, dan mati dimana, sedangkan di Tiongkok, Gao Zhisheng telah menghilang hampir 7 tahun, kalangan luar bahkan tidak tahu menahu sedikit pun tentang dirinya, tidak tahu dimana ia berada, bahkan kondisinya masih hidup atau sudah meninggal pun tidak ada yang mengetahuinya.

Jika di Rusia, masih ada media massa yang memberitakan dan mengomentari kematian Navalny, sedangkan di Tiongkok, media massa jelas tidak berani memberitakan dan mengomentari tentang Gao Zhisheng, bahkan warganet pun tidak berani menyebut nama Gao Zhisheng, barang siapa yang berani melakukannya, setidaknya ia akan dipanggil menghadap polisi untuk diajak “minum teh”, bahkan mungkin akan dipenjara. 

Tanggal 16 Februari 2024, berita kematian Navalny telah menimbulkan tanggapan yang kuat dari masyarakat internasional, sang istri, Yulia Borisovna Navalnaya, hadir di tengah pembukaan Konferensi Keamanan Munich di Jerman pada hari itu, dan menyatakan, “Saya ingin mereka semua tahu bahwa mereka akan dihukum atas segala yang telah mereka lakukan terhadap negara kami, terhadap keluarga saya, dan terhadap suami saya. Rezim ini berikut Putin harus bertanggung jawab atas segala kejahatan yang telah dilakukannya di negara kami selama ini.”

Di mata penulis, kalimat ini juga sangat cocok ditujukan kepada PKT. Ia harus bertanggung jawab atas segala kejahatannya selama ini, karena semua yang dilakukannya terhadap Gao Zhisheng harus mendapat hukuman sejarah. (sin)