Wawancara Khusus Tucker Carlson dengan Putin, Sengaja atau Tidak Putin “Keseleo Lidah”

Yang Wei

Praktisi media AS yang bernama Tucker Carlson melakukan wawancara khusus dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow, pada 6 Februari lalu, ibaratnya bagaikan menjatuhkan sebuah bom kejut. Sejumlah kalangan menilai, Carlson telah memberikan panggung bagi Putin; akan tetapi, Putin sibuk menjelaskan tentang perang Rusia-Ukraina, menentang ekspansi NATO ke timur, dan secara samar ingin berdamai, juga berniat mendorong PKT ke depan panggung, ia melakukan tak sedikit “keseleo lidah”, yang sebenarnya merupakan hasil di luar dugaan dari wawancara Carlson ini.

Rusia Juga Pernah Berniat Bergabung Dengan NATO?

Putin mengulangi sikapnya yang menentang ekspansi NATO ke timur. Akan tetapi, Putin sendiri mengungkapkan bahwa dirinya pernah berniat bergabung dengan NATO.

Putin berkata pada Carlson, “Saya menjadi presiden sejak tahun 2000… saat bertemu dengan Presiden AS Bill Clinton yang hampir usai masa jabatannya di Istana Kremlin, saya bertanya padanya, ‘Bill, menurut Anda jika Rusia mengajukan permohonan menjadi anggota NATO, apakah hal ini akan terealisasi?’ Dia menjawab, ‘Ini sangat menarik’………. Tetapi hingga malam itu, saat kami makan malam bersama, Bill mengatakan, ‘Saya telah mendiskusikannya dengan tim saya, tidak, tidak, sekarang tidak mungkin’.”

Rusia menyebutkan menentang ekspansi NATO ke timur, tetapi mengapa dulu ingin bergabung dengan NATO? Dengan terkejut Carlson bertanya, “Apakah Anda serius? Anda akan bergabung dengan NATO?”

Putin menjawab, “Saya telah melontarkan sebuah pertanyaan: ‘apakah mungkin?’ Dan jawaban yang saya dapatkan adalah tidak.”

Carlson mengejarnya dengan pertanyaan, “Tapi jika ia setuju, apakah Anda akan bergabung dengan NATO?”

Putin menjawab, “Jika dia mengiyakan, maka proses perdamaian akan dimulai… tapi hal itu tidak terjadi.”

Tahun 1991 Perang Dingin berakhir, Pakta Warsawa yang berkonfrontasi dengan NATO pun ikut dibubarkan. Negara mantan anggota Pakta Warsawa yakni Ceko, Hungaria, dan Polandia bergabung dalam NATO pada 1999, dan disebut sebagai ekspansi NATO ke timur yang pertama. Tapi Putin berkata, pada tahun 2000 ia juga berniat mengajukan Rusia untuk bergabung dengan NATO.

Putin berusaha menjelaskan, Rusia pernah secara pro aktif ingin berbaikan dengan AS, tapi telah ditolak. Jika Rusia pernah berniat bergabung dengan NATO, maka menjadi lebih rasional bila negara-negara Eropa Timur pun ikut bergabung dengan NATO. Pada 2004, Rumania, Estonia, Latvia, Lithuania, Slowakia, Slovenia, dan Bulgaria ikut bergabung dengan NATO; disusul Albania, Kroasia juga ikut bergabung dengan NATO pada 2009; pada 2017, Montenegro ikut bergabung dengan NATO; dan tahun 2020, Makedonia Utara juga ikut bergabung dengan NATO. Negara-negara kecil dan menengah itu memilih berpihak pada Barat dan mencari jalan keluar sendiri, sebenarnya adalah karena ketakutannya terhadap Rusia. Invasi Rusia terhadap Ukraina telah membuktikan kekhawatiran ini. Lima kali ekspansi NATO ke timur, semuanya adalah negara-negara itu sendiri yang telah berpaling, tidak berbeda dengan keinginan Rusia pada 2000.

Perbedaannya adalah, Rusia hanya mencoba sekali lalu melepasnya, tapi negara lain tidak putus asa, hingga akhirnya disetujui bergabung dengan NATO. Ukraina adalah yang tertinggal di tengah keraguannya, hingga akhirnya menjadi korban, ini juga membuktikan keputusan negara lain adalah pilihan yang bijaksana. Pada April 2023, Finlandia yang netral telah bergabung dengan NATO; dan kini, halangan bagi Swedia bergabung dengan NATO juga telah tersingkirkan.

Putin menentang ekspansi NATO ke timur, juga berinisiatif mengutarakan keinginannya ikut bergabung dalam NATO, sepertinya saliing kontradiksi, tanpa disadarinya telah “keseleo lidah”.

Rusia Menghadapi Situasi Canggung yang Terus Melemahkannya

Sudah hampir dua tahun invasi Rusia ke Ukraina, sekarang Rusia terperosok ke dalam kubangan, dan dilema.

Di awal perbincangan dengan Carlson, Putin mengatakan menggunakan waktu 30 detik atau 1 menit untuk “menjelaskan latar belakang sejarah”, tapi ternyata ia menghabiskan waktu hingga 20 menit menjelaskan sejarah modern versi tertentu. Putin berusaha menjelaskan alasan rasionalnya mencaplok Ukraina, dia juga telah mengalihkan topik wawancara itu menjadi Perang Rusia-Ukraina.

Putin mengetahui ini adalah topik krusial yang tak terhindarkan, dan telah melakukan banyak persiapan; namun mayoritas audiens yang mendengar pernyataannya ini seharusnya sulit menyetujui logika Putin itu. 

Sejak awal Putin telah “keceplosan”, mengungkapkan perang Rusia-Ukraina justru menjadi ganjalan besar di hatinya sekarang. Ia bahkan menertawakan diri sendiri di hadapan Carlson, “Ini mungkin sangat membosankan”.

Carlson pun mengatakan, “Bolehkah saya bertanya… Anda sedang menjelaskan, Ukraina (kawasan tertentu di timur Ukraina) realitanya merupakan wilayah milik Rusia selama ratusan tahun… sebenarnya kawasan itu adalah milik Anda. Mengapa Anda menunggu begitu lama (baru melakukan invasi)?”

Tak sedikit orang berpendapat pertanyaan Carlson itu kurang tajam. Pemikiran Carlson seharusnya adalah, saling menekan mungkin mengakibatkan wawancara itu berlangsung tidak lancar; pertanyaan yang relatif tidak tajam, justru akan memancing Putin melontarkan lebih banyak pernyataan, untuk disajikannya kepada para audiens. Invasi Rusia terhadap Ukraina pada dasarnya kurang logis, mayoritas orang tidak sependapat dengan penjelasan Putin, semakin banyak Putin menjelaskan, semakin banyak pula dia “keseleo lidah”. Cara Carlson mengemukakan pertanyaan, telah menghindari kemarahan Putin, juga secara jelas telah mendobrak logika penjelasan Putin.

Putin menjawab, “Setelah Uni Soviet runtuh, garis perbatasan kami seharusnya adalah sepanjang garis perbatasan negara bekas Uni Soviet dulu. Kami telah menyetujuinya. Tapi kami tidak pernah menyetujui ekspansi NATO ke timur, kami juga tidak pernah setuju Ukraina bergabung dengan NATO. Selama beberapa dekade, kami terus meminta: jangan lakukan itu, jangan lakukan itu.”

Logika dari pernyataan ini adalah, Ukraina hendak bergabung dengan NATO, Rusia tidak ingin membiarkan Ukraina bergabung dengan NATO, sehingga terjadilah konflik militer itu. Akan tetapi, Putin berkata Rusia pernah ingin bergabung dengan NATO, yang berarti telah membantah logikanya sendiri. Rusia bisa mencari kemungkinan bergabung dengan NATO, tapi mengapa negara lain tidak boleh? Rusia mengakui perbatasan negara lain setelah Uni Soviet runtuh, sekarang ia menyesalinya, ini hanya menunjukkan Moskow plin plan.

Pada 21 April 2023, Dubes RRT untuk Prancis yakni Lu Shaye menyebutkan, “Negara bekas Uni Soviet tidak punya status hukum internasional yang sah, karena tidak ada kesepakatan internasional yang memastikan status mereka sebagai negara yang berdaulat.” Tetapi Kemenlu RRT justru telah menyangkal pernyataannya itu, dan menyebut itu hanya “pendapat individunya”. PKT juga dipaksa mengakui legalitas garis perbatasan setiap negara bekas Uni Soviet dulu.

Wawancara Carlson tidak menjadi panggung bagi Putin, saya yakin mayoritas audiens tidak sependapat dengan Putin, termasuk tujuan Rusia menginvasi Ukraina adalah untuk de-NAZI-fikasi dan lain sebagainya. Putin berupaya mematahkan kebuntuan opini publik, tapi dia juga tahu akan sangat sulit; dia menerima wawancara dengan Carlson, seharusnya ada maksud lain, yaitu: ingin berdamai.

Moskow Secara Kuat Lontarkan Sinyal Untuk Berdamai

Carlson bertanya pada Putin, “Mengapa tidak menelepon Biden dan katakan ‘ayo selesaikan masalah ini’?”

Putin menjawab, “Apa yang harus diselesaikan? Ini sangat sederhana. Kami menyampaikan informasi pada pemimpin AS, ‘Jika Anda benar ingin berhenti berperang, maka Anda harus berhenti memasok senjata. Ini hanya butuh beberapa minggu sudah berakhir… setelah sepakat dengan sejumlah ketentuan, maka akan berhenti… mengapa saya tidak meneleponnya? Apa yang harus saya katakan? Mengapa harus memohon padanya? ‘Kalian telah mengirim senjata ini dan itu bagi Ukraina, saya takut, saya takut, jangan lakukan itu.’ Apa yang perlu diperbincangkan?”

Putin hanya tidak ingin terlihat lemah di hadapan AS, tapi dia telah melontarkan salah satu kartu as untuk gencatan senjata, yakni AS harus berhenti memberikan bantuan militer bagi Ukraina. Begitu AS melakukan hal itu, Ukraina akan kehilangan kemampuan merebut kembali wilayahnya yang telah dicaplok, bahkan mungkin akan kehilangan lebih banyak lagi wilayah lainnya, pada akhirnya akan dipaksa mengakui wilayahnya yang dicaplok itu menjadi milik Rusia, untuk mendapatkan gencatan senjata sementara.

Istana Kremlin merasa, berinisiatif berdamai dengan AS, berarti telah mengaku kalah pada AS; Putin tidak bersedia mengakui kekalahan secara langsung pada Biden, tapi ia butuh wawancara dengan Carlson ini untuk melontarkan sinyal ingin berdamai.

Carlson bertanya lagi, “Apakah menurut Anda, NATO mencemaskan perang ini akan berubah menjadi perang global atau konflik nuklir?” Putin menjawab, “Mereka sepenuhnya mengerti ini hanya suatu fantasi. Mereka sedang berupaya memperbesar ancaman Rusia.”

Carlson bertanya lagi: “Fokus dari kontradiksi adalah, ia (Rusia) telah menginvasi Ukraina, sasaran wilayah (Rusia) adalah melintasi seluruh Eropa. Dan Anda secara tegas mengatakan, Anda tidak melakukannya?” Putin menjawab, “Ini mutlak tidak mungkin… terseret ke dalam perang global adalah menentang akal sehat. Tentu, deterensi itu memang ada. Mereka terus menakuti kami semua: besok Rusia akan menggunakan senjata nuklir taktis, besok Rusia akan menggunakannya, tidak, besok lusa… tujuannya adalah agar sebisa mungkin melemahkan Rusia.”

Putin menyangkal penggunaan senjata nuklir, tapi perlu menyimpan deterensi nuklir. Dia juga menyangkal akan menyerang NATO, semua ini seharusnya merupakan sinyalnya untuk berdamai. Rusia sangat jelas, perang Rusia Ukraina ini membuat AS dan NATO berpeluang “sebisa mungkin mengikis kekuatan Rusia”. Akan tetapi, Moskow sendirilah yang telah memberikan peluang bagi NATO untuk mengikis kekuatannya. Perang Rusia-Ukraina telah berlangsung dua tahun, seandainya berlanjut dua tahun lagi, bahkan lima tahun lagi, apakah Moskow mampu bertahan?

Carlson bertanya, “Seberapa besar motivasi Anda untuk menelepon pemerintah AS dan mengatakan ‘mari kita capai kesepakatan’?” Putin menjawab, “Kami tidak menolak negosiasi. Anda seharusnya memberitahu pemimpin Ukraina untuk berhenti, dan kembali ke meja perundingan. Kami tidak menolaknya.”

Carlson terus bmengejar dengan pertanyaan, “Saya kira saya tidak salah paham, saya berpendapat Anda mengatakan bahwa Anda berharap untuk menyelesaikan masalah Ukraina yang sedang terjadi ini melalui perundingan.” Putin kembali menjawab, “Benar, kami telah mempersiapkan diri, kami telah bersiap-siap untuk dialog kali ini”.

Putin menerima wawancara dengan Carlson, memanfaatkan momentum ini untuk melontarkan sinyal kuat ingin berdamai dengan AS dan NATO. Akan tetapi, suatu masalah yang krusial telah terabaikan. Apakah Presiden Ukraina sekarang yakni Zelensky akan setuju menyerahkan sebagian wilayahnya untuk mencapai gencatan senjata? Jika demikian, sepertinya belum sampai pemilu berikutnya, dia akan lengser. Rusia ingin mencaplok wilayah Ukraina, juga ingin keluar dari kubangan itu, sepertinya tidak akan mudah untuk dapat mewujudkan kedua hal sekaligus.

Putin Dorong PKT Naik Ke Panggung

Dalam wawancara Carlson bertanya, “Apakah negara BRICS akan menghadapi bahaya ekonomi yang akan didominasi oleh Tiongkok? Apakah Anda mengkhawatirkannya?” 

Putin menjawab, “Anda tidak bisa memilih bertetangga dengan siapa……. Kami memiliki garis perbatasan yang sama dengan mereka sepanjang 1.000 km….. Kami memiliki sejarah hidup berdampingan selama ratusan tahun, kami sudah terbiasa……. Konsep kebijakan diplomatik PKT bukan menginvasi, mereka selalu berpikir untuk berkompromi, hal ini bisa kita lihat.”

Pernyataan Putin ini, terdapat perbedaan yang sangat besar dengan hubungan Rusia-Tiongkok yang disebut “tanpa batas”. Putin tidak mengatakan Tiongkok adalah tetangga yang baik, tapi mengatakan tidak bisa memilih, hanya bisa menyesuaikan diri. Ia juga mengungkapkan, dalam proses berurusan dengan Rusia, Tiongkok telah banyak berkompromi; tapi Tiongkok sepertinya tidak ingin berkompromi saat berurusan dengan AS dan Barat. Tiongkok telah memberikan wilayah Vladivostok dan wilayah lainnya yang begitu luas kepada Rusia, seandainya berdasarkan konsep Rusia menginvasi Ukraina, maka Tiongkok seharusnya juga bisa memanfaatkan peluang di saat Rusia sedang lemah, mengirim pasukan merebut kembali Vladivostok dan wilayah lainnya.

Putin juga berkata, “Di tahun 1992, pangsa pasar negara G7 dalam ekonomi dunia mencapai 47%, dan hingga tahun 2022, saya menilai rasio ini akan turun sampai 30%.”

Di antara negara BRICS, rasio perekonomian Tiongkok adalah yang paling besar, PDB India menduduki posisi kelima dunia, Brazil di posisi kesembilan, Rusia di posisi kesebelas, Afrika Selatan di posisi ke-41. Hubungan AS dan India sedang menghangat, Brazil dan Afrika Selatan tidak akan mau berseteru dengan AS dan Barat, Putin sengaja mendorong PKT ke depan agar berhadapan langsung dengan AS.

Putin juga berkata, “Barat lebih takut pada Tiongkok yang kuat daripada Rusia yang kuat, karena Rusia hanya berpenduduk 150 juta jiwa, sedangkan di Tiongkok ada 1,5 milyar jiwa, perekonomiannya melaju pesat, setiap tahun lebih dari 5%… dalam hal daya beli dan skala ekonomi, Tiongkok adalah badan ekonomi terbesar dunia saat ini. Dan Tiongkok sudah sejak lama melampaui AS.”

Seharusnya Putin telah mendapatkan informasi sesungguhnya tentang merosotnya perekonomian Tiongkok di tahun 2023, tapi ia tetap berniat memuji kemampuan Tiongkok bahkan mengatakannya telah melampaui AS, niatnya adalah ingin mengingatkan AS, bahwa Tiongkok  adalah musuh terbesar AS, bukan Rusia. Putin dengan sengaja “keseleo lidah”.

Dalam wawancara dengan Carlson, Putin dengan sengaja atau tak sengaja “keseleo lidah”, hal ini merefleksikan dilema dan kekhawatirannya, juga secara lebih akurat telah menggambarkan perubahan besar pada pola dunia saat ini. Baik Carlson maupun audiens mendapat hasil di luar dugaan, Moskow juga bisa dibilang telah memperoleh kesempatan untuk bersuara, yang kalah telak seharusnya adalah PKT. (sud/whs)