Seorang Pria Thailand Meninggal Tertusuk Patung Buddha Karena Berulah dalam Kuil

EtIndonesia. Beberapa hari yang lalu, seorang pria di Thailand yang berulah dalam sebuah kuil, menyerang biksu dan menghancurkan patung-patung Buddha, terjatuh dan meninggal seketika karena terpeleset saat memanjat patung terbesar dalam kuil tersebut, sehingga dadanya tertusuk oleh kerucut yang berada di kepala patung Buddha.

Pria Thailand menghancurkan patung Buddha dan tewas tertusuk patung Buddha

Menurut laporan media Thailand, pada 27 Februari sekitar jam 1 siang seorang pria Thailand bernama Ike, berusia 49 tahun membuat keributan di sebuah kuil di Chonburi, Thailand timur setelah menggunakan narkoba. Dia menyerang para biksu di kuil kemudian masuk ke dalam aula untuk menghancurkan patung-patung Buddha yang berada di sana.

Polisi setempat bergegas ke kuil setelah menerima laporan warga, Ike yang bersembunyi di dalam aula utama, menghancurkan patung-patung Buddha setelah mengunci semua pintu dan jendela.

Polisi khawatir dia bersenjata, jadi mereka memilih menunggu di luar aula dan memanggilnya untuk membujuk Ike agar menyerah. Namun, mereka segera menemukan bahwa aula tiba-tiba menjadi senyap. Setelah polisi mendobrak masuk, mereka terkejut menemukan Ike tergeletak sudah tak bernyawa dalam genangan darah dengan patung Buddha kecil yang masih tertancap di dadanya.

Berdasarkan pemeriksaan polisi di lokasi kejadian, saat Ike mencoba memanjat dan merusak patung Buddha tertinggi di kuil tersebut, ia mungkin terpeleset dan terjatuh di atas patung Buddha yang berukuran lebih kecil di bawah, sehingga dadanya tertusuk oleh kerucut yang berada di kepala patung. Penduduk setempat percaya bahwa Ike mendapat karma karena menghancurkan patung Buddha.

Kejadian ini juga mengejutkan banyak netizen Tiongkok, yang memberikan berbagai komentar seperti :

“Benarkah kekuatan supranatural itu ada ?”

“Entah itu kecelakaan atau bukan, jangan menghujat Dewa.”

“Apakah mendapat hukuman dari Buddha ?”

“Buddha saja geram melihat tingkah lakunya.”

“Jangan menghancurkan patung Buddha kalau tidak ingin mendapat karma balasannya.”

“Orang yang berbuat jahat pasti akan dihukum.”

“Karma instan berlaku di dunia ini.”

Dan seorang netizen menceritakan pengalaman pribadinya dan menasihati semua orang untuk menghormati Sang Buddha : “Bersikaplah hormat ! Cerita ini terjadi ketika saya pergi ke Kuil Xishuangbanna beberapa tahun yang lalu dan menggambil gambar patung Buddha karena baru pertama kali ke sana. Seorang yang kebetulan berada di dekat saya mengingatkan saya agar tidak mengambil gambar karena tidak baik bagi seorang gadis kecil, tetapi saya tidak menganggapnya serius, dan terus mengambil gambar. Dalam perjalanan pulangnya, saya nyaris mengalami 2 kali kecelakaan lalulintas, untungnya saya ingat dan langsung menghapus photo-photo tersebut sehingga selamat sampai di rumah.”

Ada netizen yang bertanya: “Apakah mereka yang menghancurkan kuil dan patung Buddha di era Revolusi Kebudayaan Tiongkok juga mendapat balasan ?”

PKT mempromosikan “ateisme”. Selama gerakan “Penghancuran Empat Lama” (merujuk pada usaha Komunis dalam memusnahkan elemen kebudayaan Tiongkok prakomunisme. Empat Lama, yaitu adat lama, kebudayaan lama, kebiasaan lama, dan pemikiran lama) di era Revolusi Kebudayaan, banyak kuil Buddha, kuil Tao, gereja dan situs keagamaan lainnya yang dirusak, dan patung Buddha dihancurkan. Namun, mereka yang tidak menghormati dewa dan Buddha kebanyakan mendapat karma hukumannya. Selama Revolusi Kebudayaan, ada banyak contoh karma instan yang dapat dipercaya.

Kisah patung Buddha Zhangba di Provinsi Shandong

Di Kuil Xingguo di Kabupaten Boxing, Kota Binzhou, Provinsi Shandong, terdapat patung batu Buddha setinggi zhangba (setara 4 meter), penduduk setempat dengan hormat menyebutnya “Patung Buddha Zhangba” atau “Patung Batu Buddha Zhangba”.

Pemimpin kelompok revolusi kebudayaan lokal yang sudah kesetanan bersikeras untuk menghancurkan patung Buddha tersebut. Pertama-tama ia memerintahkan satu orang untuk menembak mata patung Buddha itu dengan senapan, kemudian memerintahkan sekelompok orang lainnya untuk merobohkan patung batu itu agar dapat dihancurkan, tetapi patung Buddha itu tidak bergerak sedikir pun.

Saking kesalnya, pemimpin kelompok itu kemudian mendatangkan sebuah traktor untuk menarik setelah mengalungkan tali di leher patung batu tersebut. Tetapi tarikan dengan kekuatan penuh traktor itu pun tak mampu menjatuhkan patung kecuali hanya membuat kepala patung Buddha tersebut terlepas dan jatuh ke tanah.

Tak lama setelah itu, pria yang menembak mata patung batu Buddha dengan senapan menjadi buta karena matanya terkena batu saat bekerja. Sedangkan pemimpin kelompok itu meninggal di TKP saat ia jatuh dari tempat duduk di samping pengemudi traktor yang sedang berjalan, lehernya terlindas roda belakang traktor yang besar sehingga meninggal seketika di TKP. Insiden”kecelakaan” itu juga terjadi tidak lama setelah ia melawan kekuatan supranatural.

Orang yang berjalan sambil bersujud

Selama Revolusi Kebudayaan, di sebuah desa di utara Kabupaten Ju, Shandong yang banyak dihuni warga bermarga Liu, banyak barang antik bersejarah yang dihancurkan, kecuali sebuah kuil kecil yang di dalam aula keluarga terdapat altar sembahyang leluhur yang tidak berani disentuh oleh para pengikut Revolusi Kebudayaan.

Ada dua orang pemuda di desa tersebut yang sok jagoan setelah dicuci otak oleh propaganda ateis PKT dan mengatakan : “Saya berani menghancurkan, kalau kalian takut ! Kami percaya kepada Partai Komunis, kami tidak percaya tahayul !”

Akibatnya kuil kecil itu dirusak dan roh leluhur di atas altar itu dibawa ke tepi sungai di depan desa, ditendang-tendang sebelum dilempar ke dalam air. Karena lelah salah seorang dari mereka beranjak pulang setelah istirahat sejenak, sementara yang lain beristirahat dengan duduk membungkuk sambil berkaki erlang di atas batu besar di tepi sungai.

Pemuda yang pulang, mengalami sakit perut yang hebat setibanya di rumah. Sampai berguling-guling di tanah. Ibunya yang beragama Buddha tahu bahwa putranya dihukum karena tidak menghormati para dewa dan Buddha, jadi dia berjalan sambil berlutut dari depan pintu rumahnya sampai ke kuil kecil itu untuk memohon pengampunan para dewa dan Buddha. Setelah itu ,barulah rasa sakit yang diderita anaknya perlahan mereda hingga hilang sama sekali.

Pemuda itu memahami bahwa dia telah menerima balasan yang setimpal, dan sejak saat itu dia mulai menghormati para dewa dan Buddha.

Sedangkan pria yang duduk di tepi sungai untuk beristirahat mengalami akibat yang lebih tragis. Setelah cukup istirahat di atas batu, dia ingin berdiri untuk turun dari batu, tetapi terjatuh ke tanah karena kakinya masih dalam posisi duduk berkaki erlang dan pinggangnya juga masih membungkuk. Tetapi ia menemukan bahwa kaki erlangnya tidak bisa dilepas dan pinggangnya tidak bisa ditegakkan meskipun dengan usaha sekuat tenaga. Sejak saat itu, pemuda tersebut hanya bisa berjalan dalam posisi ini selama sisa hidupnya.

Untuk menjaga kestabilan, kedua tangannya harus membawa pegangan ketika berjalan, badannya bergerak maju dengan mengyunkan tangannya seperti mendayung perahu. Kakinya yang teritekuk sehingga telapak kaki yang satu tinggi satu rendah membuatnya sulit berjalan. Lantaran gerakan kepalanya yang seakan mengangguk-angguk sewaktu berjalan, dan kedua tangannya yang berayun seperti mendayung perahu, maka ia dijuluki sebagai orang yang berjalan sambil bersujud oleh penduduk setempat. (sin/yn)

Sumber: ntdtv