Perdagangan AS – Tiongkok Menurun, Proses Pemisahan Ekonomi Sedang Berlangsung di Banyak Negara

oleh Xia Yu

Data dari Tiongkok dan seluruh dunia menunjukkan bahwa Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang telah berhasil melakukan diversifikasi sumber daya di luar Tiongkok. Masing-masing pasar penting ini juga telah mengurangi secara signifikan jumlah perdagangannya dengan Tiongkok. Perwakilan Dagang AS Katherina Tai mengatakan kepada awak media bahwa penurunan tajam perdagangan AS dengan Tiongkok merupakan sebuah perkembangan yang positif.

Pada 7 Februari, Kementerian Perdagangan AS merilis data yang menunjukkan bahwa Meksiko untuk pertama kalinya dalam kurun waktu lebih dari 20 tahun telah melampaui Tiongkok menjadi sumber barang impor AS terbesar. 

Nilai impor AS dari Meksiko dari  2022 hingga 2023 meningkat hampir 5% mencapai USD.475 miliar lebih. Sementara itu, impor dari Tiongkok pada kurun waktu yang sama itu telah turun lebih dari 20% menjadi USD.427 miliar. 

Selain Meksiko, konsumen dan dunia usaha di AS juga mulai beralih membeli suku cadang mobil, sepatu, mainan, bahan mentah dan lainnya dari negara Eropa, termasuk Korea Selatan, India, Kanada, dan Vietnam.

Sebaliknya, pembelian komoditas Tiongkok dari Amerika Serikat turun 4% menjadi di bawah USD.148 miliar.

Katherine Tai, Perwakilan Dagang AS mengatakan kepada reporter BBC bahwa perkembangan ini belum tentu berdampak negatif. Malahan bisa menjadi pertanda positif bagi keberagaman di kedua belah pihak.

Dua Negara dengan Ekonomi Terbesar di Dunia Ini Sedang Saling Menjauhi

Tahun lalu (2023), jumlah perdagangan komoditas antar dua negara dengan ekonomi terbesar dunia ini telah turun sebanyak 17%. Hal ini terjadi pada saat kesenjangan ekonomi global semakin dalam, dan perbedaan dalam banyak aspek antara Amerika Serikat dengan Tiongkok semakin bertambah.

Dalam beberapa tahun terakhir, perbedaan pendapat antara Amerika Serikat dengan Tiongkok dalam hal perdagangan, Selat Taiwan, Laut Tiongkok Selatan, hak asasi manusia dan isu-isu terkait lainnya menjadi semakin meningkat. Tindakan agresif militer Tiongkok di Selat Taiwan dan Laut Tiongkok Selatan selain memperburuk ketegangan regional, juga menyebabkan bertambah tegangnya hubungan militer, diplomatik, dan ekonomi antara kedua negara tersebut.

Sejak 2018, pemerintahan Trump mulai mengenakan tarif tambahan terhadap komoditas yang diimpor dari Tiongkok, karena praktik perdagangan Tiongkok telah melanggar aturan perdagangan global. Presiden Biden kemudian mempertahankan tarif yang sudah diterapkan itu setelah ia menjabat presiden pada  2021. Memang ini merupakan konsensus bersama antara Partai Demokrat dan Republik untuk melawan komunisme.

Perdagangan antara Amerika Serikat dengan Tiongkok mencapai rekor tertinggi pada 2022, namun secara bertahap menurun karena banyak perusahaan besar Amerika Serikat memindahkan produksinya ke luar Tiongkok untuk menghindari pengenaan tarif.

Sejak tahun lalu, Tiongkok telah kehilangan statusnya sebagai eksportir komoditas terbesar ke Amerika Serikat. Artikel Forbes pada 24 Februari menyebutkan, bahwa penurunan pembelian komoditas dari Tiongkok sebagian besar disebabkan oleh upaya pembeli Amerika Serikat untuk melakukan diversifikasi sumber daya dari luar Tiongkok, terutama produk Meksiko, tetapi juga ada yang beralih ke produk yang dihasilkan Vietnam dan India. Apa pun keadaan spesifiknya, menurut data yang dipublikasikan oleh Administrasi Umum Kepabeanan di Beijing, bahwa tercatat hingga November tahun lalu, jumlah ponsel pintar yang diimpor AS dari Tiongkok telah turun sekitar 10%, sementara itu jumlah impor laptop dari Tiongkok turun sekitar turun 30%. Namun demikian, impor ponsel AS dari India dan laptop dari Vietnam keduanya malah meningkat 4 kali lipat.

BBC melaporkan bahwa di tengah meningkatnya ketegangan antara kedua negara, William Reinsch, pakar perdagangan di Pusat Studi Strategis dan Internasional mengatakan : “Penurunan perdagangan AS – Tiongkok tahun lalu tampaknya menjadi indikasi yang jelas bahwa kedua perekonomian ini sedang saling menjauhi.”

Banyak Negara Barat Secara Bertahap Menarik Diri dari Pasar Tiongkok

Data Eropa kurang lengkap, namun laporan dari Kantor Statistik Federal di Berlin menunjukkan bahwa impor Jerman dari Tiongkok secara keseluruhan turun sekitar 13% tahun lalu. Laporan awal menunjukkan bahwa meskipun hubungan dagang Tiongkok – Jerman telah berkembang sejak lama, tetapi Amerika Serikat mungkin telah berhasil menggeser Tiongkok menjadi negara eksportir terbesar bagi Jerman.

Jepang dan Korea Selatan juga setidaknya mulai angkat kaki dari pasar Tiongkok. Meskipun data impor dari Tiongkok belum dirilis, namun sumber Tiongkok mengatakan bahwa, ekspor Jepang dan Korea Selatan ke Tiongkok telah menurun, menunjukkan bahwa mereka tidak lagi fokus pada bisnis di Tiongkok. Sementara itu, menurut data Biro Sensus AS bahwa ekspor Jepang dan Korea Selatan ke Amerika Serikat telah meningkat dan kini jumlahnya telah melampaui yang ke Tiongkok.

Artikel Forbes menyebutkan, dengan melihat kondisi ini, kita bisa melihat bahwa beberapa negara dengan perekonomian paling kuat di dunia kini sudah mulai melakukan decoupling ekonominya dengan Tiongkok. Memang situasi decoupling penuh tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat, karena hubungan dagang dengan Tiongkok sudah berlangsung cukup lama.

Biden tidak hanya mempertahankan tarif terhadap Tiongkok yang diterapkan sejak era Trump, tetapi juga menambahkan larangan penjualan semikonduktor canggih dan peralatan manufaktur ke Tiongkok, serta larangan investasi pada teknologi Tiongkok. Pada Kamis (29 Februari), pemerintahan Biden juga mengusulkan gagasan untuk mengenakan tarif sebesar 25% terhadap impor kendaraan listrik Tiongkok. Pada saat yang sama, Jepang sedang memimpin komunitas internasional dalam pembelian unsur tanah jarang untuk meninggalkan pasar Tiongkok. Uni Eropa juga telah mengambil tindakan untuk menghukum Tiongkok karena banyaknya pasokan mobil listrik murah ke pasar Eropa.

Artikel Forbes menyebutkan bahwa meskipun perusahaan-perusahaan asli Tiongkok akan berusaha menghindari tarif atau pembatasan dengan melakukan bisnis di negara-negara ketiga seperti Meksiko dan Vietnam, atau sekadar melakukan transit barang-barang Tiongkok melalui negara-negara tersebut, namun, praktik bisnis ini masih melemahkan kekuatan Beijing untuk secara langsung mempengaruhi aliran produknya. Bagaimanapun juga, ini adalah kunci untuk decoupling. Dan langkah-langkah ini juga tidak akan menghalangi upaya perusahaan-perusahaan Barat dan Jepang untuk mengalihkan pasokan dari Tiongkok guna menghindari terulangnya kembali putusnya pasokan karena penerapan kebijakan Beijing pada 2022, 2021 dan 2022.

William Reinsch juga mengatakan kepada BBC : “Tetapi jika Anda melihat peningkatan impor komoditas dari Asia Tenggara ke Amerika Serikat, Anda akan menemukan bahwa sebagian besar peningkatan jumlah perdagangan itu juga berasal dari perusahaan Tiongkok. yang mungkin mereka lakukan lewat mentransfer produksi (dari Tiongkok ) atau memindahkan produk melalui negara ketiga guna menghindari tarif atau pembatasan lainnya”.

Di sisi lain, perekonomian Tiongkok sedang terpuruk. PKT menekan perusahaan swasta dan menerapkan apa yang mereka sebut undang-undang anti-spionase untuk membatasi perusahaan asing, hal ini mengakibatkan modal asing mengalir keluar semakin deras, yang akhirnya berdampak lebih buruk terhadap perekonomian Tiongkok. Meskipun belakangan ini Beijing mulai melunakkan sikapnya, menghimbau Amerika Serikat untuk mengubah pendiriannya agar tidak memisahkan diri dari Tiongkok.

“Memperkuat kerja sama ekonomi dan perdagangan adalah situasi yang saling menguntungkan bagi kedua negara”, kata Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang kepada delegasi Kamar Dagang AS pada  Rabu (28 Februari).

Namun Katherine Tai mengatakan : “(melemahnya) Pertumbuhan ekonomi Tiongkok telah membawa banyak tekanan kompetitif bagi dunia.” (sin)