8 Penyebab Utama Ekonomi Tiongkok Bermasalah, Pejabat Keuangan : Negara Sewajarnya Menyatakan Pailit

Epoch Times

Media Amerika Serikat berhasil merangkum 8 penyebab utama kelesuan ekonomi Tiongkok dan mengkonklusikan bahwa perekonomian Tiongkok akan menghadapi tantangan yang semakin sulit di masa mendatang. Menurut sumber bahwa Tiongkok ibarat panci presto yang dapat meledak setiap saat. Pejabat keuangan mengatakan bahwa negara sewajarnya menyatakan pailit.

WSJ : Ada 8 penyebab utama penyakit dalam perekonomian Tiongkok 

Belakangan ini pertumbuhan ekonomi Tiongkok telah melambat secara signifikan, bidang-bidang seperti real estat, manufakturing menghadapi penurunan, konsumsi pun melemah walau harga sudah turun. Tampaknya perekonomian Tiongkok sedang mengalami deflasi.

Wall Street Journal pada 1 Maret melaporkan, perekonomian Tiongkok memiliki 8 penyebab utama penyakit yang bakal membawa Tiongkok menghadapi tantangan yang lebih besar di masa mendatang.

1. Real estat yang dijadikan penggerak pertumbuhan ekonomi Tiongkok sedang “mati mesin”

Industri real estate yang pernah menyumbang seperempat pertumbuhan ekonomi Tiongkok, tetapi utangnya membengkak. Setelah pemerintah Partai Komunis Tiongkok pada tahun 2020 memberlakukan “tiga garis merah” untuk membatasi pengembang real estat memperoleh pinjaman, perusahaan real estat mulai sering mengalami gagal bayar utang. Ditambah lagi dengan lockdown ketat epidemi selama tiga tahun, kondisi keuangan industri ini semakin buruk. Dengan menurunnya pembangunan dan investasi, penjualan melorot, sampai terjadi penghentian konstruksi, dan munculnya proyek-proyek yang terbengkalai. 

2. Menurunnya keyakinan konsumen 

Kelesuan pasar real estat telah meningkatkan pesimisme konsumen Tiongkok. Mereka jadi enggan membelanjakan uangnya, sehingga permintaan konsumen menurun. Bahkan perusahaan pun enggan berinvestasi dan merekrut pekerja, angka pengangguran kaum muda terus naik.

3. Krisis akibat deflasi

Lemahnya konsumsi dan investasi swasta telah menyebabkan terjadinya deflasi di perekonomian Tiongkok. Meski harga konsumen Tiongkok tidak berubah malahan menurun, begitu pula harga korporasi juga telah terjadi penurunan selama lebih dari setahun. Tetapi tingkat konsumsi tidak juga membaik. Jadi ekonomi Tiongkok sedang mengalami deflasi yang seperti lingkaran setan sulit diperbaiki.

4. Hutang Jumbo

Utang Tiongkok yang sebagian besar merupakan utang pemerintah daerah, secara keseluruhan telah meningkat mencapai lebih dari 300% PDB, jauh di atas utang Amerika Serikat yang 253%. Penjualan tanah kepada pengembang, yang merupakan sumber penting keuangan daerah, telah sangat berkurang sehingga tekanan keuangan pemerintah daerah semakin tinggi.

5. Penurunan jumlah populasi

Jumlah kelahiran di Tiongkok menurun mengakibatkan populasi secara keseluruhan mengalami penurunan, penuaan, juga penyusutan pada angkatan kerja dan basis konsumen. Dengan demikian akan membuat Tiongkok semakin sulit untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di masa mendatang.

6. Larinya modal asing dari Tiongkok

Ketika prospek Tiongkok semakin suram, investor asing selain enggan berinvestasi malah menarik modalnya dari Tiongkok. Perusahaan-perusahaan asing di Tiongkok menjual sahamnya atau berhenti berinvestasi kembali di Tiongkok. Investor saham dan obligasi juga mulai menjauh dari pasar keuangan Tiongkok, karena tidak lagi menguntungkan. Itulah sebabnya pada kuartal ketiga tahun 2023, untuk pertama kalinya terjadi arus keluar investasi langsung bersih asing sebesar USD.11,8 miliar. 

7. Meningkatnya hambatan perdagangan

PKT sedang mencoba untuk merevitalisasi perekonomiannya dengan menggandakan manufaktur dan ekspor, namun menghadapi perlawanan yang kuat. Amerika Serikat dan Eropa memperketat pembatasan impor komoditas Tiongkok seperti kendaraan listrik, panel surya dan produk lainnya.

8. Melambannya pertumbuhan ekonomi 

Di masa lalu, Partai Komunis Tiongkok menanggapi kemunduran perekonomiannya dengan cara meningkatkan belanja pemerintah, terutama belanja infrastruktur, namun kini kebutuhan infrastruktur tersebut pada dasarnya sudah jenuh. Cara lain yang juga dapat ditempuh pemerintah untuk menstimulasi perekonomian adalah dengan membagi uang tunai kepada rumah tangga atau lewat pemotongan pajak. Namun para pejabat senior Partai Komunis Tiongkok berpendirian bahwa ini adalah pemborosan. Dengan semakin sedikitnya pilihan untuk merangsang perekonomian, maka perekonomian Tiongkok kemungkinan akan menjadi lebih lemah di tahun-tahun mendatang.

Beberapa pejabat keuangan senior mengatakan : Pemerintah sewajarnya menyatakan pailit

Pierre-Antoine Donnet, mantan direktur Departemen Editorial Agence France-Presse, baru-baru ini menulis sebuah artikel di Prancis yang menyebutkan bahwa Tiongkok tampak seperti panci presto yang sewaktu-waktu dapat meledak.

“Saya pernah mendengar beberapa pejabat keuangan senior mengatakan bahwa pemerintah sewajarnya menyatakan pailit”, kata seorang wanita yang akrab dengan urusan dalam negeri Tiongkok kepada Pierre-Antoine Donnet. 

“Saat ini pertumbuhan PDB riil (Tiongkok) berada di bawah 3%, lebih rendah dari angka resmi pada 2023 yang sebesar 5,2%. Pada dasarnya Tiongkok sudah kembali ke level era Revolusi Kebudayaan tahun 1960an”.

Wanita yang memiliki akses terhadap lingkaran penguasa PKT ini mengatakan kepada Pierre-Antoine Donnet, bahwa sekarang “situasinya lebih kritis”, sehingga semua orang takut dan tidak lagi percaya, dan seperlima pegawai negeri telah tidak lagi menerima gaji mereka.

Dia kemudian menambahkan bahwa di Beijing tidak ada masalah, tetapi masalahnya cukup serius di provinsi pesisir Tiongkok seperti Wenzhou, bahkan di Sichuan lebih buruk lagi.

Sumber tersebut juga mengatakan bahwa para elit PKT berlomba melarikan diri dari Tiongkok, setidaknya anak bini mulai dari tingkat wakil menteri sudah atau sedang bersiap untuk meninggalkan Tiongkok. 

Banyak anak dari para eksekutif puncak, yang merupakan “pangeran generasi kedua dari keluarga merah” telah kehilangan kepercayaan terhadap prospek Tiongkok. Mereka yang mempunyai uang dalam jumlah besar tidak lagi menyimpan uangnya di bank karena mereka juga sudah kehilangan kepercayaan terhadap perbankan Tiongkok.  (sin)