Ketika Investasi Asing di Tiongkok Sedang Menurun, Belanda Menutup Kantor Konsulatnya di Kota Chongqing

oleh Qiu Sheng

Ketika Tiongkok berupaya untuk menghidupkan kembali investasi asing, Kedutaan Besar Belanda untuk Tiongkok mengeluarkan pernyataan melalui platform “X” pada Jumat (1 Maret), menyatakan penutupan kantor konsulatnya di Kota Chongqing, sebuah kota besar yang terletak di wilayah barat daya Tiongkok.

Pernyataan singkat tersebut berbunyi : “Kantor Konsulat Belanda di Kota Chongqing telah resmi ditutup pada hari ini (1 Maret 2024). Kini, ruang lingkup kerja Kedutaan Besar Belanda di Beijing akan mencakup urusan Chongqing, Sichuan, Shaanxi, Yunnan dan Guizhou”.

Situs resmi Kedutaan Besar Belanda untuk Tiongkok tidak memberikan informasi apapun mengenai penutupan kantor konsulat jenderal tersebut.

Dalam pertemuan pengusaha asing di Kota Chengdu pada Jumat (1 Maret), perwakilan Belanda mengatakan bahwa, penutupan kantor konsulat Balanda di Kota Chongqing karena menurunnya transaksi bisnis di wiayah tersebut.

Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengatakan bahwa setiap negara berhak memutuskan untuk mendirikan atau membubarkan misi luar negeri, dan menambahkan bahwa pihaknya dapat menghormati keputusan Belanda.

Langkah Belanda ini dilakukan pada saat Tiongkok sedang menghadapi tantangan besar dalam menarik investasi asing. Data yang dirilis Administrasi Devisa Negara Tiongkok pada pertengahan bulan Februari tahun ini menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan investasi langsung perusahaan asing pada 2023 mengalami penurunan hingga mencapai level terendah dalam 30 tahun terakhir. Data ini menyoroti kesulitan yang dihadapi Tiongkok. Saat ini, pemerintah Tiongkok sedang berupaya menarik modal luar negeri untuk menggerakkan perekonomian dalam negerinya yang sedang stagnan.

Putusan menutup kantor konsulatnya di Kota Chongqing ini merupakan langkah yang menyoroti penyesuaian strategis Belanda dalam menanggapi ketegangan geopolitik dan menurunnya investasi di Tiongkok.

Dengan latar belakang resesi ekonomi dan ketegangan antara Tiongkok dengan entitas global terkait masalah perdagangan, teknologi, dan geopolitik, khususnya karena perselisihan mengenai perang di Ukraina dan kebijakan kendaraan listrik. Tahun lalu, dinas intelijen Belanda mengatakan bahwa meskipun Tiongkok merupakan mitra dagang penting Belanda, tetapi Tiongkok merupakan “ancaman terbesar” bagi keamanan ekonomi Belanda.

Selain itu, pemerintah Belanda juga membantu Amerika Serikat mencegah PKT memperoleh teknologi tinggi tertentu.

Baru-baru ini, Belanda memutuskan untuk menarik peralatan chip komputernya dari raksasa litografi Belanda ASML Holding NV. dengan alasan khawatir Partai Komunis Tiongkok akan menggunakannya untuk tujuan militer. 

Meskipun penutupan kantor konsulat Chongqing tampaknya tidak terkait langsung dengan ketegangan ini, namun hal ini mencerminkan sikap Belanda yang berhati-hati dalam hubungan diplomatik dan ekonominya dengan Tiongkok. Hal ini mungkin juga menandakan adanya perubahan dalam upaya diplomasi negara-negara di seluruh dunia karena perubahan situasi internasional dan sikap kebijakan luar negeri Partai Komunis Tiongkok yang keras. Dampak dari langkah-langkah ini kemungkinan akan melampaui hubungan bilateral dan mempengaruhi pola diplomasi internasional dan pertukaran ekonomi yang lebih luas.

Saat ini, hanya beberapa negara, termasuk Jepang, Kanada, dan Hongaria yang memiliki konsulat di Tiongkok barat daya. Pada 2020, Partai Komunis Tiongkok memerintahkan Amerika Serikat untuk menutup Konsulat Jenderal AS di Kota Chengdu sebagai pembalasan terhadap pemerintahan Trump yang menginstruksikan penutupan Konsulat Jenderal Tiongkok di Houston.

Selain itu, menurut pernyataan dari Klub Koresponden Asing Tiongkok (The Foreign Correspondents’ Club of China), bahwa pihak berwenang Sichuan menghalangi 2 orang jurnalis yang bekerja untuk lembaga penyiaran publik Belanda “NOS” yang sedang meliput kasus protes di sebuah bank, dan menahan mereka selama beberapa jam. Sebuah video menunjukkan bahwa salah satu jurnalis Belanda itu didorong sampai jatuh lalu ranselnya dirampas. Ketika ditanya tentang insiden tersebut pada konferensi pers reguler di Beijing pada Jumat, juru bicara Kementerian Luar Negeri Mao Ning mengatakan bahwa dirinya tidak mengetahui hal ini. (sin)

(Artikel ini metujuk pada laporan relevan dari Bloomberg)