“Tolak-Buang-Lepas” Mengubah Aliran Energi Jiwa dan Menuntun pada Kehidupan yang Baik

Ren Caizhen

Jika Anda masuk ke sebuah kamar, di meja terpajang sebuah vas dengan bunga yang mekar, selain itu bersih tidak ada satu pun debu, dan tidak ada apapun yang terlihat, maka kemanakah pandangan mata Anda akan terfokus? Itu adalah suasana ketenangan sederhana dimana “setelah kemewahan sirna kesejatiannya terungkap”!

Ketenangan sederhana membuat orang merasa sekujur tubuh ringan tanpa membawa apapun, inilah nilai utama dari tren “tolak-buang-lepas” (dan-sha-ri = 斷捨離). Penulis Jepang yang bernama Hideko Yamashita dilahirkan di Tokyo, adalah lulusan Fakultas Seni Waseda University. Di masa kuliah, dia telah mengenal “perilaku menolak, perilaku membuang, dan perilaku melepaskan” dalam filosofi Yogācāra, dan menelurkan konsep “tolak-buang-lepas” (dan-sha-ri) ini. Merangkum semua yang dia pelajari, dia lihat, dan tercerahkan, konsep ini diterapkan dalam “teknik memilah” dalam kehidupan sehari-hari atau individu, menciptakan pola hidup sederhana yang praktis yang cocok bagi siapapun, dan dibagikan kepada pembaca, serta menciptakan tren “dan-sha-ri” di seluruh dunia.

“Dan-sha-ri” juga merupakan semacam metode transformasi filosofi kehidupan. Yamashita menyadari, “Karena ruang tempat tinggal Anda mampu membenahi keadaan mental – kondisi fisik – hubungan antarpribadi, dan dapat membentuk kehidupan diri sendiri.” Lalu bagaimana konsep “dan-sha-ri”? Bagaimana menguasai konsep prinsipnya?

Makna dari “dan-sha-ri” adalah, “dan” artinya menolak segala sesuatu yang mutlak tidak dibutuhkan, “sha” artinya membuang segala benda yang tidak berguna, dan “ri” artinya melepaskan keterikatan terhadap benda.

Dalam manifestasi kehidupan manusia, “dan-sha-ri” menekankan tidak hanya sekedar merapikan atau memilah barang, konsep “dan-sha-ri” juga mencakup aspek spiritual, bisa dikatakan semacam prinsip untuk menolak segala sesuatu yang tidak dibutuhkan dalam kehidupan, secara sadar membuang keterikatan di dalam hati, kembali ke sederhana dan ketenangan jiwa, yang pada akhirnya membuat jiwa memperoleh peningkatan.

Dalam proses “dan-sha-ri”, tokoh utama dalam menentukan nilai bukan lagi benda, melainkan si empunya kehidupan— yakni kita sendiri. Saat membuat keputusan “dan-sha-ri”, tidak lagi hanya mempertimbangkan “benda ini mungkin akan terpakai lagi” di kemudian hari, melainkan bertanya pada diri sendiri “apakah saya masih membutuhkannya sekarang?” Perubahan pemikiran seperti ini membuat orang menjadi pragmatis (sesuatu yang bersifat praktis dan berguna bagi umum; bersifat mengutamakan segi kepraktisan dan kegunaan; mengenai atau bersangkutan dengan nilai-nilai praktis.), dan fokus pada saat ini, serta menghapus harapan yang tidak realistis terhadap masa depan.

Sasaran “dan-sha-ri” tidak hanya sekedar membenahi dan menghasilkan suatu ruang yang bersih, terlebih lagi lewat proses memilah dan merapikan barang secara bersamaan melepaskan keterikatan terhadap barang-barang tersebut, memeriksa nilai-nilai kehidupan kita sendiri, lebih lanjut membebaskan diri kita, mengurangi ketergantungan dan imajinasi kita terhadap barang-barang tersebut, serta menemukan kembali kehidupan yang sederhana dan rileks. Setiap keputusan “dan-sha-ri”, adalah proses pengamatan mendalam terhadap diri kita sendiri, yang lebih lanjut mewujudkan peningkatan jiwa dan sublimasi kehidupan.

Menerapkan prinsip kehidupan sangat sederhana dengan “dan-sha-ri”, membuat kita mengurangi benda-benda dalam kehidupan kita, meningkatkan waktu yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan. Yang lebih penting adalah, metode ini membuat kita acap kali merasakan suasana ketenangan yang indah dimana “setelah kemewahan sirna kesejatiannya terungkap”, serta bukannya ditenggelamkan oleh kelebihan benda dan kegalauan yang ditimbulkan akibat keinginan! (sud)