IN-DEPTH: Industri Daging Babi Tiongkok Bergelut dengan Gejolak Keuangan

Kondisi peternakan babi di Tiongkok sedang berubah, seiring dengan pergulatan industri ini dengan jatuhnya tren harga yang berkepanjangan

 Grace Hsing dan Cathy Yin-Garton

Sektor peternakan babi di Tiongkok terus bergelut tahun ini, seiring dengan salah satu pemain utamanya, Fujian Aonong Biological Technology Group (Aonong Biotech) menghadapi kebangkrutan. Masalah perusahaan ini menyoroti kesulitan yang lebih luas dalam industri yang tidak menentu, di mana banyak perusahaan berjibaku dengan kerugian besar dan masa depan yang tidak pasti.

Para analis mengaitkan masalah Aonong Biotech – dan masalah industri daging babi Tiongkok secara general – dengan gangguan pada apa yang dikenal sebagai “siklus daging babi” – siklus naik turunnya pasokan dan harga di sektor daging babi.

Pada 7 Maret, Aonong Biotech mengeluarkan pengumuman yang menyedihkan bahwa Pengadilan Distrik Xiangcheng telah menerima permohonan restrukturisasi yang diajukan terhadap pemegang saham pengendalinya, Aonong Investment Co, Ltd. Perusahaan menghadapi ancaman kebangkrutan jika upaya restrukturisasi gagal.

Perusahaan yang sedang kesulitan ini, pernah dipuji sebagai bintang yang sedang naik daun di sektor peternakan babi, didirikan pada 2011, dan awalnya berfokus pada pakan babi sebelum berekspansi ke sektor peternakan babi. Pertumbuhannya sangat cepat, didorong oleh strategi ekspansi secara agresif dan peningkatan keuangan setelah listing pada  2017. Pada  2022, nilai pasarnya hampir mencapai $3,48 miliar, sehingga perusahaan ini dijuluki “Raja Babi”.

Namun, pendapatan perusahaan mengalami penurunan tajam karena harga daging babi terus menurun dan tidak kembali pulih seperti yang diharapkan, yang menyebabkan timbulnya kesulitan operasional dan kerugian yang mengejutkan. Selama tiga tahun, Aonong Biotech mengalami akumulasi kerugian melebihi $765 juta, dengan tahun 2023 saja mengalami kerugian sekitar $417 juta.

Memperparah keterpurukannya, Aonong Biotech kini menghadapi momok delisting, dengan perkiraan kinerja tahun 2023 yang menggambarkan gambaran suram tentang kerugian bersih yang diharapkan dan aset pemegang saham yang negatif. Hutang perusahaan yang telah jatuh tempo kepada lembaga keuangan telah meroket menjadi sekitar $236 juta, sementara klaim litigasi dan arbitrase semakin memperparah kewajiban keuangannya. 

Dengan rasio aset-kewajiban terbarunya yang melonjak menjadi 89,41 persen, dikombinasikan dengan kerugian setidaknya $237 juta pada kuartal keempat 2023, Aonong Biotech berada dalam kondisi yang sulit, dengan tingkat utangnya yang melebihi asetnya.

Upaya sebelumnya oleh pemegang saham pengendali, Wuyou Lin, untuk mencegah keruntuhan melalui jaminan ekuitas dan penjualan saham terbukti sia-sia, dengan kepemilikan Aonong Investment dan Wuyou Lin sekarang dibekukan oleh perintah pengadilan.

Selain itu, aset bersih Aonong Biotech yang telah diaudit pada 2023 adalah negatif, sehingga membuatnya hampir saja mengalami delisting.

Ketika harga daging babi tidak menunjukkan adanya tanda-tanda pemulihan dan utang terus meningkat, kesulitan Aonong Biotech untuk bertahan menunjukkan kondisi industri peternakan babi di Tiongkok sedang dalam kondisi genting.

Demam Babi Afrika dan Bangkitnya Peternakan Besar

Sejak 2018, industri peternakan babi di Tiongkok terguncang akibat dampak demam babi Afrika (ASF), yang berpuncak pada kebangkrutan banyak peternak babi swasta kecil dan menengah karena langkah pencegahan epidemi yang ketat. Kebijakan seperti subsidi keuangan dan pajak terutama menguntungkan operasi peternakan babi skala besar, sehingga memperparah tekanan keuangan pada pemain yang lebih kecil.

Seiring dengan banyaknya peternak babi skala kecil yang gulung tikar, periode 2019 hingga 2020 menjadi saksi lonjakan peternakan babi skala besar. Wabah Demam Babi Afrika dan langkah-langkah terkait untuk mengendalikan penyakit ini mempercepat tren menuju sistem peternakan besar.

Daerah pedesaan yang dulunya didominasi oleh peternakan keluarga, kini mulai bermunculan berbagai fasilitas seperti peternakan babi berlantai 26 yang dioperasikan oleh Peternakan Modern Hubei Zhongxin Kaiwei di pinggiran sebuah desa di dekat Sungai Yangtze.

Di dalam bangunan yang menyerupai gedung apartemen ini, babi dipelihara dalam lingkungan berteknologi tinggi, lengkap dengan kamera definisi tinggi dan pusat komando di mana para teknisi berseragam memantau kebutuhan mereka.

Laporan New York Times tahun lalu menggambarkan megafarm tersebut: “Setiap lantai beroperasi seperti sebuah peternakan mandiri untuk berbagai tahap perkembangan kehidupan babi muda: area untuk babi hamil, ruang untuk anak babi yang baru lahir, tempat untuk menyusui, dan ruang untuk menggemukkan babi.”

Kerugian yang Meluas, Meningkatnya Utang di Seluruh Industri

Bagaimanapun juga, peternakan babi skala besar telah digerakkan oleh pembiayaan yang besar, sehingga memperdalam risiko utang di seluruh sektor ini. Booming pembangunan peternakan babi besar menyebabkan pasar beralih menjadi oversupply, dan menurunkan harga lagi.

Pada  2023, harga daging babi tidak pulih seperti yang diharapkan, tetapi tetap rendah sepanjang tahun. Harga daging babi tetap berada di bawah garis batas biaya untuk waktu yang lama, sehingga menyebabkan para peternak babi mengalami kerugian yang cukup signifikan sepanjang tahun.

Pada 31 Januari 2023, tidak satu pun dari 22 perusahaan babi yang terdaftar di saham A  mengungkapkan perkiraan kinerja untuk tahun 2023 yang benar-benar menguntungkan. Sebanyak 18 dari perusahaan babi  terdaftar mencatat kerugian bersih antara sekitar $ 3,5 hingga $ 4 miliar.

Bahkan raksasa industri seperti Muyuan Foods, Wens Foodstuff Group, dan New Hope Group pun tidak luput dari kerugian, yang secara kolektif menghadapi kerugian yang diperkirakan melebihi 10 miliar yuan ($ 1,4 miliar).

Wens Foodstuffs melaporkan kerugian bersih sekitar $881 juta pada  2023, sementara Muyuan Foods mengalami kerugian tahunan pertama sejak 2009, dengan perkiraan kerugian sekitar $640 juta. New Hope menjual beberapa aset tetapi mengantisipasi kerugian sebesar $646 juta.

Kesehatan keuangan perusahaan babi yang memburuk dibuktikan dengan meningkatnya rasio aset-kewajiban mereka, yang diperparah oleh penurunan yang lebih luas di pasar saham Tiongkok selama tiga tahun terakhir.

Pada kuartal ketiga  2023, utang gabungan dari dua puluh perusahaan babi yang terdaftar, termasuk raksasa industri, mencapai sekitar $63,389 miliar, dengan rasio utang keseluruhan sebesar 66,7 persen. Lima belas dari sejumlah perusahaan tersebut mengalami tren kenaikan rasio utang, yang menandakan meningkatnya tekanan keuangan.

Zhengbang Group, yang dijuluki sebagai “Raja Babi” di provinsi Jiangxi, menyerah pada tekanan yang semakin meningkat, melaporkan kerugian tahunan hampir 19 miliar yuan ($ 2,64 miliar) pada 2021, dan menjadi korban terbesar pertama dari siklus daging babi ini. Setelah reorganisasi kebangkrutan dan pengambilalihan berikutnya oleh konsorsium yang dipimpin oleh produsen pakan babi utama China Twins Group, perusahaan ini nyaris terhindar dari penghapusan pencatatan saham (delisting), menggarisbawahi parahnya kesulitan industri ini.

Pengetatan arus kas semakin memperparah tantangan bagi berbagai perusahaan babi, memperparah kesulitan mereka untuk mendapatkan pendanaan di tengah utang dan kerugian yang menumpuk.

Krisis yang sedang berlangsung telah menghancurkan harapan akan adanya pembalikan siklus daging babi tradisional, karena harga daging babi tidak menunjukkan adanya tanda-tanda pemulihan. Biasanya ditandai dengan fluktuasi siklus, harga daging babi saat ini tetap rendah dan tidak sesuai dengan ekspektasi.

Lonjakan produksi babi pasca wabah demam babi Afrika pada 2019 menyebabkan kelebihan pasokan. Menurut Biro Statistik Nasional Tiongkok, total produksi daging babi di Tiongkok pada tahun 2023 mencapai 57,94 juta ton, level tertinggi sejak tahun 2015. Tingginya produksi daging babi, ditambah dengan gelombang penutupan restoran akibat penurunan ekonomi dan pergeseran perilaku konsumen, menyebabkan surplus produksi daging babi, sehingga memperparah kemalangan sektor ini.

Selain itu, dampak pandemi, yang mencakup jatuhnya korban jiwa secara signifikan, berarti lebih sedikit orang yang harus diberi makan dan penurunan konsumsi, yang semakin memperumit dinamika permintaan-penawaran dalam industri daging babi.

‘Titik Balik yang Tampaknya Masih Jauh’

Data terbaru dari Kementerian Pertanian dan Urusan Pedesaan Tiongkok menyebutkan bahwa persediaan induk babi di Tiongkok mengalami penurunan yang signifikan pada akhir Januari 2024, turun menjadi 40,67 juta ekor, dan menandai peristiwa restocking terbesar dalam siklus ini.

Meskipun penurunan ini pada awalnya memicu ekspektasi akan adanya pembalikan arah, perubahan kebijakan baru-baru ini meredam ekspektasi tersebut.

Pada  1 Maret, kementerian mengumumkan penyesuaian ke bawah dalam target nasional untuk persediaan normal induk babi, dari 41 juta ekor menjadi 39 juta ekor, yang menandakan bahwa kapasitas produksi tetap tinggi meskipun ada pengurangan persediaan.

Kekhawatiran yang lebih besar bagi perusahaan dan investor babi adalah perkembangan impor daging babi. Tiongkok akan mengimpor daging babi dari 21 negara pada tahun 2024, dengan perkiraan masuknya 21 juta ekor babi.

Perkiraan dari Aliansi Perusahaan Industri Daging Babi Nasional Rusia menunjukkan potensi lonjakan ekspor daging babi ke Tiongkok, dengan proyeksi mencapai 25.000 ton pada tahun 2024 dan peningkatan tahunan hingga 200.000 ton dalam dua hingga tiga tahun mendatang.

Sementara itu, ekspor daging babi AS ke Tiongkok telah mengalami peningkatan yang signifikan, dengan ekspor daging babi ke Tiongkok naik 69 persen dari tahun ke tahun pada minggu ketujuh tahun 2024.

Seiring dengan meningkatnya tekanan arus kas pada perusahaan babi di tengah permintaan konsumen yang stagnan, prospek siklus daging babi yang berkepanjangan menimbulkan tantangan keberlangsungan  yang menakutkan bagi bisnis yang dibebani dengan leverage dan tingginya biaya operasional.

Baru-baru ini, orang dalam industri ini mengatakan kepada publikasi berita terkini, Time Weekly, bahwa banyak perusahaan mengandalkan pendapatan masa lalu untuk bertahan. “Banyak perusahaan babi mengandalkan uang yang mereka peroleh di masa lalu untuk bertahan bertahan.  Mereka sudah mengalami terpaan badai dan ombak. Jika mereka tidak dapat bertahan, mereka akan tumbang,” kata orang dalam di Tiongkok Selatan.

Mike Sun, seorang penasihat investasi Amerika Utara dan pakar Tiongkok, mengatakan kepada The Epoch Times pada 8 Maret bahwa “setelah siklus daging babi yang asli dipatahkan, kemunculan titik balik tampaknya jauh. Jika perusahaan babi menghadapi kerugian besar dan kewajiban mereka yang menumpuk melebihi aset, mereka mungkin dipaksa mendeklarasikan kebangkrutan dan menjalani restrukturisasi.”

Sun memperkirakan bahwa menghadapi tantangan ini akan terbukti sulit bagi perusahaan babi dan investor, menggarisbawahi prospek yang tidak menentu bagi sektor ini pada  2024. (asr)