Sebagian Besar Proyek Pencakar Langit di Tiongkok Mengalami Penundaan atau Konstruksi Disetop

Para pejabat Partai Komunis Tiongkok (PKT) berusaha menggunakan gedung-gedung pencakar langit ini untuk meningkatkan citra pemerintah, tetapi keadaan mereka yang belum selesai sekarang dianggap sia-sia

 Xin Ning dan Lynn Xu

Sebagian besar dari proyek konstruksi pencakar langit utama di Tiongkok telah disetop atau mengalami penghentian, sehingga memicu kekhawatiran akan konsekuensi yang mengerikan bagi perekonomian negara ini di tengah krisis real estat.

Menurut sebuah artikel yang diterbitkan pada 12 Maret oleh situs portal Cina NetEase, konstruksi telah dihentikan pada 19 dari 31 gedung pencakar langit utama di berbagai kota dan provinsi di Tiongkok, meninggalkan semua gedung tersebut dalam kondisi mangkrak atau terbengkalai. Sedangkan lainnya masih dalam tahap pembangunan namun sudah berada dalam tahap awal yang berkepanjangan selama bertahun-tahun.

Gedung Shufeng 468 di Chengdu, Provinsi Sichuan, pada awalnya direncanakan selesai pada Juli 2012. Namun, pembangunannya ditangguhkan, menyisakan 20 meter lagi yang belum selesai. Raksasa properti yang terlilit utang, Greenland Group, menginvestasikan 12 miliar yuan (sekitar 1,67 miliar dolar AS) untuk proyek ini.

Sejak 2018, Wuhan, Hubei telah memiliki empat proyek pencakar langit yang sedang dibangun,  melibatkan investasi puluhan miliar dolar. Salah satunya, Chushang Mansion, telah dihentikan selama bertahun-tahun dan sekarang terbengkalai. Tiga gedung lainnya dilaporkan telah dibangun selama beberapa tahun, namun belum ada tanda-tanda akan dimulai.

Evergrande City Light di Ningbo, provinsi Zhejiang, dibangun pada 2011 dengan total investasi sekitar 13 miliar yuan (sekitar $1,8 miliar). Dengan ketinggian 450 meter, proyek ini sempat menjadi sorotan dan dijadwalkan selesai pada tahun 2026. Namun, setelah Evergrande bangkrut, bangunan tersebut terpaksa dibatalkan.

Beberapa gedung pencakar langit yang sedang dibangun telah dikurangi dari ketinggian awal yang telah direncanakan dan ditunda tanpa batas waktu.

Di Provinsi Guangdong, Shenzhen Hubei Tower dipangkas dari 838 meter (2.749 kaki) menjadi 499 meter (1.637 kaki), dan hanya beberapa puluh meter saja yang telah dibangun sejak  2022. Pusat Internasional Shenzhen-Hong Kong telah dikurangi menjadi 600 meter (1968 kaki) dari rencana 700 meter (2.296 kaki) dan telah dihentikan pembangunannya.

Ketinggian Menara Kembar Guangzhou dikurangi dari 530 meter (1738 kaki) yang telah dikonfirmasi sebelumnya menjadi 230 meter (754 kaki).

Gedung pencakar langit komersial ini terletak di jantung kota dan tidak akan dapat menutup biaya pembangunannya setelah ditunda. 

“Ini adalah hasil yang tak terelakkan dari ledakan gelembung di seluruh pasar real estat,” menurut komentator urusan Tiongkok terkini, Wang He.

Wang mengatakan kepada The Epoch Times bahwa seluruh industri real estat Tiongkok telah melakukan ekspansi selama beberapa dekade, tetapi “membangun gedung pencakar langit ini adalah salah satu manifestasi dari booming pada saat itu. Sayangnya, hal tersebut kini telah menjadi pengorbanan.”

Dalam pandangan Wang, Partai Komunis Tiongkok (PKT) telah gagal menyelamatkan pasar real estat residensial, sebagaimana dibuktikan oleh jutaan rumah yang telah terjual di Tiongkok yang masih mangkrak atau tertunda. Oleh karena itu, ia percaya bahwa menyelesaikan masalah gedung pencakar langit komersial juga tidak mungkin dilakukan oleh PKT

Proyek Kesombongan Partai Komunis Tiongkok

Li Hengqing, seorang ekonom yang berbasis di Amerika Serikat, mengatakan bahwa masyarakat Tiongkok berorientasi pada rezim dan  gedung-gedung bertingkat ini bisa lebih dari sekadar proyek konstruksi karena sering kali berusaha mewujudkan citra pejabat pemerintah PKT dan pencapaian mereka.

“Para gubernur sebagian besar tertarik pada pencapaian yang megah, seperti membangun monumen mereka dengan gedung-gedung bertingkat dan apa yang mereka sebut sebagai proyek pencitraan, yang pada kenyataannya adalah pemborosan tenaga kerja dan sumber daya.”

Li mengindikasikan bahwa itu adalah kesalahan rezim PKT bahwa proyek-proyek pencakar langit yang mahal ini telah gagal. Dia tidak berpikir ada solusi yang tepat untuk mengatasi situasi seperti ini, sehingga berbagai proyek yang belum selesai tersebut akan tetap terbengkalai untuk waktu yang lama.

Sejak tahun 2021, raksasa real estat Tiongkok, Evergrande, telah gagal membayar utang sebanyak 2,4 triliun yuan (sekitar $ 330 miliar), yang memicu gelombang kebangkrutan dan runtuhnya perusahaan real estat Tiongkok.

Pada 24 Agustus 2023, lebih dari 30 pengembang real estat terkemuka di Tiongkok telah menanggung utang dalam jumlah besar, termasuk utang Country Garden sebesar 1,43 triliun yuan ($ 190 miliar), utang Vanke sebesar 1,35 triliun yuan ($ 180 miliar), utang Greenland sebesar 1,2 triliun yuan ($ 160 miliar), utang Poly Real States sebesar 2 triliun yuan ($160 miliar), utang Poly Real States sebesar 1,14 triliun yuan ($150 miliar), utang Sunac China sebesar 1 triliun yuan ($139 miliar), utang China Resources Land sebesar 739,6 miliar yuan ($102 miliar), dan utang Longfor Properties sebesar 572,4 miliar yuan ($79,5 miliar).

Li Hengqing menilai, utang jumbo tersebut telah menusuk gelembung real estat. 

Sementara itu, menjamurnya berbagai proyek konstruksi yang belum selesai, pinjaman bank yang tidak tertagih, anjloknya harga tanah, dan ketakutan publik bahwa kepemilikan rumah berarti ekuitas negatif, semuanya menggambarkan sebuah pasar real estat yang telah kehilangan vitalitasnya.

Li mencatat :  “Keruntuhan real estat memiliki dampak luas pada ekonomi Tiongkok,  bahkan dapat membuatnya lumpuh.”  (asr)