Usai 1,5 Jam Bertemu Xi Jinping, Komunitas Bisnis AS Semakin Pesimis Terhadap Perekonomian Tiongkok

 oleh Lin Yan

Dilaporkan bahwa setelah 15 orang eksekutif dari komunitas bisnis Amerika Serikat yang usai mengikuti Forum Pembangunan Tiongkok (China Development Forum. CDF) di Beijing diundang untuk bertemu dengan pemimpin Partai Komunis Tiongkok Xi Jinping dalam suatu pertemuan tertutup. Di akhir pertemuan, para eksekutif ini selain tidak merasakan adanya penurunan kekhawatiran, malahan memperburuk ekspektasi negatif mereka terhadap perekonomian Tiongkok.

Apa yang disampaikan oleh Xi Jinping dalam pertemuan tertutup itu ? Lalu bagaimana tanggapan para eksekutif  komunitas bisnis AS ? Tidak ada berita yang dipublikasikan oleh media resmi Partai Komunis Tiongkok.

Tujuan dari pertemuan ini adalah Xi ingin secara langsung menenangkan perusahaan-perusahaan asing dan mengeluarkan sinyal mengenai ekonomi Tiongkok yang positif. Namun, para eksekutif yang diwawancarai setelah pertemuan tersebut mengakui bahwa “bisnis masih sangat buruk”, dan kepercayaan mereka terhadap perekonomian Tiongkok sangat rendah.

Setelah mewawancarai seorang eksekutif AS yang ikut dalam pertemuan dengan Xi Jinping, kontributor CNBC Michelle Caruso-Cabrera mengungkapkan lewat media sosial “X”, bahwa menurut eksekutif yang tidak mau disebutkan namanya, selama pertemuan yang berlangsung selama 1,5 jam itu, para pengusaha mengajukan sejumlah pertanyaan esensial, tetapi ditanggapi oleh Xi Jinping dengan sikap keras.

Dalam pertemuan tersebut, Xi Jinping berusaha meyakinkan para eksekutif AS bahwa perekonomian Tiongkok tumbuh “sehat dan berkelanjutan”, bahwasanya pasar Tiongkok tetap penting bagi perusahaan asing. Xi Jinping juga berupaya untuk meyakinkan para eksekutif bahwa perkembangan Tiongkok tidak akan mencapai puncaknya karena “teori puncak Tiongkok” (Peak China Theory). Namun pada saat yang sama, Xi berulang kali mengatakan bahwa setiap negara memiliki kesulitannya masing-masing dan Beijing tahu cara menyelesaikan masalahnya sendiri.

Kerangka pembicaraan pada dasarnya sama dengan pernyataan Xi Jinping di masa lalu, seperti “menolak khotbah ‘guru’ yang sok ingin mengatur”.

Dalam wawancaranya di program “Squawk Box” CNBC pada 28 Maret, Michelle Caruso-Cabrera mengatakan bahwa meskipun pada kenyataannya lingkungan bisnis Tiongkok masih sangat buruk, tetapi Xi Jinping tetap dengan tegas mengatakan bahwa Beijing tidak akan melepaskan sentralisasi ekonomi.

Fokus Xi adalah mendukung BUMN, sedangkan BUMS tetap dikategorikan usaha kecil

Ketika para eksekutif menyinggung soal perusahaan milik swasta pada pertemuan tersebut, Xi Jinping langsung mengoreksi pembicara dan mengatakan : “Yang Anda maksud itu adalah usaha kecil”. Michelle Caruso-Cabrera mengatakan, jadi dari sudut pandang Beijing, usaha kecil tidak akan pernah bisa mengejar perusahaan milik negara yang besar. Dengan demikian berarti bahwa usaha kecil tidak akan sestabil perusahaan milik negara yang besar, sehingga yang patut didukung adalah perusahaan milik negara.

CEO tersebut juga mengungkapkan bahwa meskipun perusahaan swasta juga beberapa kali disinggung dalam pembicaraan, tetapi Xi Jinping selalu mengalihkan fokusnya kembali ke dukungannya terhadap perusahaan besar milik negara yang mendominasi perekonomian.

“Mereka menyukai perusahaan yang dimiliki dan dikendalikan oleh negara, tetapi ini bukanlah resep yang cocok untuk pertumbuhan ekonomi Tiongkok”, kata Michelle Caruso-Cabrera.

Michelle mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan AS yang berpartisipasi dalam pertemuan tersebut sudah mulai berinvestasi besar-besaran di Tiongkok sejak 20 atau 30 tahun yang lalu, namun lingkungan bisnis saat ini benar-benar berbeda dibandingkan ketika mereka pertama kali masuk.

Xi Jinping ingin sentralisasi perekonomian, taipan Tiongkok menjual jet pribadi

Dalam postingan Michelle Caruso-Cabrera di media sosial “X” pada 27 Maret, disebutkan bahwa menurut apa yang dikatakan oleh para eksekutif bisnis AS yang menemui Xi Jinping, mereka tidak melihat adanya tanda-tanda Xi Jinping mau mengubah tren sentralisasi ekonomi.

Para eksekutif tersebut juga mengungkapkan, bahwa orang-orang kaya di Tiongkok pada umumnya khawatir, sehingga berlomba menjual aset-aset mereka yang dapat dianggap memamerkan kekayaan, termasuk jet pribadi, karena “kaya di Tiongkok berbahaya sekarang”, dan mereka juga terus mencoba memindahkan uang mereka ke luar negeri. Para eksekutif tersebut bahkan menyebutkan, bahwa otoritas Tiongkok setidaknya harus menciptakan 10 juta lapangan kerja baru bagi para freshgraduate setiap tahunnya.

Para eksekutif tersebut menyebutkan bahwa dalam pertemuan Xi Jinping juga secara khusus menekankan bahwa Taiwan adalah garis merah bagi Beijing, dan mengatakan, karena pemerintah Tiongkok tidak melakukan intervensi terhadap perbatasan negara lain, sehingga negara lain juga tidak boleh mencoba mengganggu perbatasan Tiongkok.

Namun faktanya justru militer Tiongkok-lah yang sering menginvasi negara-negara tetangga, menindas kapal-kapal dari Filipina, Taiwan, dan negara atau wilayah lain di Laut Tiongkok Selatan.

Modal mengalir kembali dari Tiongkok ke AS, saham-saham AS melonjak 

Michelle Caruso-Cabrera mengatakan di acara itu, menurut apa yang ia pantau bahwa terjadinya peningkatan tajam dalam alokasi aset domestik di Amerika Serikat baru-baru ini adalah akibat dari komunitas bisnis AS yang tidak lagi berinvestasi di Tiongkok.

Michelle menyebutkan sebuah pertanyaan yang sangat menarik. Di mana pada masa lalu, para investor Amerika Serikat juga pernah berkhawatir terhadap Jepang, namun mereka tidak sampai terluka oleh “dekade yang hilang” dalam perekonomian Jepang. Mungkinkah Amerika Serikat terseret oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok ? Mengingat ada begitu banyak bisnis yang berinvestasi di Amerika Serikat saat ini.

Michelle Caruso-Cabrera mengatakan bahwa, perbedaannya adalah pada saat itu Amerika Serikat tidak khawatir terhadap Jepang, namun sekarang AS khawatir Tiongkok menyerang Taiwan.

Dia menyebutkan bahwa Menteri Keuangan AS Janet Yellen sedang menaruh perhatian pada masalah dumping terhadap 3 komoditas yang dilakukan Tiongkok di seluruh dunia, termasuk kendaraan listrik, panel surya, dan baterai lithium-ion. Menkeu. AS Janet Yellen ada rencana ingin mengunjungi lagi Tiongkok dalam bulan April ini.

Pemerintahan Biden khawatir terhadap tindakan Beijing yang demi menghidupkan kembali perekonomiannya yang lesu akan memicu membanjirnya ekspor barang-barang berharga rendah sehingga mengganggu stabilitas pasar global.

Pemerintah Tiongkok dalam menghadapi pertumbuhan ekonomi yang terhambat akibat krisis pada industri real estat, justru terus memprioritaskan sektor manufaktur dibandingkan dengan menyelesaikan masalah konsumsi masyarakatnya yang sangat rendah.

Selain fakta menunjukkan bahwa Amerika Serikat sudah mulai gelisah  terhadap kebijakannya yang mendukung Tiongkok, kini Uni Eropa bermaksud mengenakan tarif tambahan terhadap kendaraan listrik buatan Tiongkok yang memasuki Uni Eropa. Bukti baru menunjukkan bahwa Beijing memberikan dukungan keuangan ilegal kepada industri tersebut.

Menurut Reuters, banyak eksekutif asing sebelum meninggalkan Tiongkok masih mempertahankan sikap kehati-hatian, karena kata mereka, risiko memperluas bisnis di Tiongkok masih lebih besar daripada imbalannya. (sin)