Home Blog Page 1022

Tak Terbendung, Api “Revolusi Kertas Putih” Sedang Menyebar dengan Cepat di Tiongkok

0

 oleh Luo Tingting

Tragedi kebakaran di Kota Urumqi, Tiongkok memicu “revolusi kertas putih” dimana warga masyarakat di Beijing, Shanghai, Wuhan, Nanjing, Guangzhou, dan lainnya turun ke jalan untuk memprotes tirani Partai Komunis Tiongkok (PKT).

Pada 26 November, para mahasiswa dari Institut Komunikasi Nanjing mengadakan malam belasungkawa terhadap warga yang menjadi korban kebakaran di Urumqi, sebagian besar dari mereka mengangkat kertas putih tanpa tulisan sebagai protes atas tirani PKT dalam mencegah penyebaran epidemi. Mereka menuntut penghentian tes asam nukleat dan pembebasan blokade wilayah. Gerakan ini langsung diikuti oleh sejumlah perguruan tinggi dan universitas di seluruh negeri, Dengan demikian meletusnya gerakan protes yang dinamakan “revolusi kertas putih”.

Video yang diposting di Internet menunjukkan bahwa sampai saat ini, warga di Beijing, Shanghai, Zhengzhou, Guangzhou, Chengdu, Wuhan, Chongqing, dan tempat lainnya juga melakukan hal yang sama seperti warga dan mahasiswa di Urumqi.

Pada 27 November 2022, warga Shanghai berunjuk rasa dengan mengangkat kertas putih di jalan. (Hector Retamal/AFP/Getty Images)

Pada 27 November 2022, warga Shanghai berunjuk rasa dengan mengangkat kertas putih di jalan. (Hector Retamal/AFP/Getty Images)
Pada 27 November 2022, warga Shanghai berunjuk rasa dengan mengangkat kertas putih di jalan. (Hector Retamal/AFP/Getty Images)
(video screenshot)
(video screenshot)

(video screenshot)
(video screenshot)
(video screenshot)

Pada 27 November, para dosen dan mahasiswa Universitas Tsinghua di Beijing bersama-sama mengangkat kertas putih dan menyanyikan lagu kebangsaan RRT “Bangunlah, rakyat yang tidak ingin menjadi budak ….”. Seorang mahasiswi berteriak : “Mulai hari ini, saya tidak akan lagi membela kekuasaan penguasa” Semua orang berteriak serempak : “Baik !”

Di Liangmaqiao, Beijing, sekelompok warga mengangkat kertas putih sambil meneriakkan motto : “Kami ingin hak asasi manusia, kami ingin kebebasan !” Hingga tengah malam pun masih terdapat ratusan orang pengunjuk rasa berbaris di jalan sambil meneriakkan motto “Kebebasan ! Kebebasan!”

Di Jalan Wangping, Chengdu, sekelompok warga memegang kertas putih sambil meneriakkan : “Menentang kediktatoran” dan “Tanpa kebebasan lebih baik mati”.

Di Jalan Yiyuan, Wuhan, sejumlah warga diam berdiri di pinggir jalan sambil mengkat kertas putih di tangan. Mereka protes dengan cara diam. Banyak juga polisi yang mengelilingi untuk mengawasi mereka.

Pada 26 November malam, protes kelompok pecah di Jalan Urumqi Tengah, Shanghai. Massa berteriak : “Partai Komunis Tiongkok mundur ! Xi Jinping turun !” Polisi membubarkan para pengunjuk rasa dengan kekerasan dan banyak juga orang yang ditangkap.

Pada 27 November, warga sipil Shanghai kembali turun ke jalan untuk memprotes tirani PKT dan menuntut pembebasan warga yang ditangkap. warga yang berkumpul di jalan mengangkat kertas putih. Tak lama kemudian terdengar suara lantang seorang wanita : “Kami ingin martabat bukan kebohongan, kami ingin reformasi bukan revolusi kebudayaan, kami ingin suara pemilihan bukan pemimpin, kami ingin jadi warga bukan budak, Mogok kerja, mogok sekolah, singkirkan diktator Xi Jinping !”

Warga di TKP bertepuk tangan dan bersorak : “Ganyang kediktatoran, Tolak masa jabatan seumur hidup !”

“Revolusi kertas putih” juga menyebar ke luar negeri. Gambar-gambar yang diposting di Internet menunjukkan bahwa di Pusat Seni dan Budaya Nasional Pompidou di Paris, Prancis, banyak orang memegang kertas putih untuk mengenang para korban kebakaran Urumqi dan mengungkapkan solidaritas terhadap para pengunjuk rasa di daratan Tiongkok. Di Dam Square, Amsterdam, Belanda sejumlah besar orang juga berkumpul dengan membawa kertas putih untuk mendukung gerakan “revolusi kertas putih” di Tiongkok.

Pada 27 November 2022, di Pompidou Center, Paris, terlihat sejumlah orang memegang kertas putih untuk mengenang para korban kebakaran di Urumqi dan mengungkapkan solidaritas mereka terhadap para pengunjuk rasa di daratan Tiongkok. (foto Twitter)
Pada 27 November 2022, di Dam Square, Amsterdam, Belanda, massa menggelar protes dengan mengangkat kertas putih. (Gambar Twitter)

“Revolusi kertas putih” dipicu oleh kebakaran di Urumqi, Xinjiang. Pada 24 November, terjadi kebakaran gedung bertingkat di Urumqi yang telah dikunci selama lebih dari tiga bulan. Puluhan orang tewas termasuk seorang anak berusia 3 tahun.

Video online menunjukkan bahwa tragedi itu bermula akibat blokade yang menyebabkan mobil pemadam kebakaran tidak dapat masuk ke TKP untuk memadamkan api tepat waktu, pintu gerbang juga diikat mati dengan kawat dan dikunci sehingga tidak memungkinkan warga yang terjebak untuk melarikan diri. Tetapi para pejabat berbohong dengan mengklaim bahwa bangunan tempat tinggal yang terbakar adalah daerah berisiko rendah, tidak dilakukan pemblokiran, warga bebas naik turun. Pejabat di Urumqi bahkan melalaikan tanggung jawab, menuduh para korban itu tidak memiliki kemampuan untuk menyelamatkan diri. Ucapan yang  menyebabkan kemarahan masyarakat.

Pada 25 November malam, warga Urumqi yang marah turun ke jalan dan berjalan menuju kompleks pemerintah kota untuk memprotes dan menuntut agar penguncian dicabut. Karena keseriusan situasi, pihak berwenang terpaksa mengumumkan pembukaan blokir mulai keesokan harinya.

Kebakaran dan protes di Urumqi membangkitkan simpati dan kemarahan di antara warga sipil Tiongkok yang juga menderita akibat penguncian, dan telah memicu badai perlawanan terhadap tirani PKT. Meski protes di berbagai tempat diredam dengan berbagai tingkat kekerasan, gerakan protes selain tidak berhenti, malahan meningkat. Warga spil di Beijing, Shanghai, dan Guangzhou juga turun ke jalan untuk menuntut pihak berwenang membebaskan para pengunjuk rasa yang ditangkap.

Kepada NTDTV, Yue Shan, komentator politik mengatakan : “Semakin banyak warga sipil Tiongkok tidak lagi takut terhadap pemerintah komunis Tiongkok. Rakyat sudah tidak lagi sabar dengan situasi kacau yang timbul karena ketidakbecusan rezim dalam memerintah”. (sin)

Rusia Mempersenjatai “Musim Dingin”

oleh Yan Shu – NTD

Pengeboman beruntun rudal Rusia telah menyebabkan meluasnya pemadaman listrik di Ukraina.  Banyak orang-orang tak memiliki akses ke pemanas selama malam musim dingin. Meski demikian, banyak negara  menyatakan bahwa mereka akan terus memberikan bantuan yang diperlukan ke Ukraina.

Rusia pada Rabu (23/11) melakukan serangan udara yang paling menghancurkan terhadap infrastruktur energi Ukraina, menyebabkan negara itu kembali mengalami pemadaman air dan listrik secara besar-besaran.

Setelah perbaikan darurat, listrik telah dipulihkan kedua dari tiga pembangkit listrik tenaga nuklir Ukraina. Tetapi banyak daerah tetap dalam kegelapan yang membeku.

Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg berkata : “Apa yang kita lihat sekarang adalah bahwa Presiden Putin sedang mencoba mempersenjatai musim dingin, dengan sengaja dan tanpa pandang bulu menyerang infrastruktur sipil di kota-kota.”

NATO mengatakan pada Jumat 25 November bahwa pihaknya memberikan dukungan yang belum pernah terjadi sebelumnya kepada Ukraina.

Stoltenberg: “Melalui paket bantuan komprehensif kami (Ukraina), NATO telah menyediakan bahan bakar, pasokan medis, peralatan musim dingin, pengacau drone.”

Menteri Luar Negeri Inggris James Cleverly mengunjungi Kyiv pada Jumat 25 November, mengumumkan bantuan jutaan pound  untuk membantu Ukraina membangun kembali infrastruktur vital.

Pada hari yang sama, Duta Besar AS untuk Ukraina, Bridget Brink, secara pribadi membantu mendistribusikan lebih dari 20.000 selimut kepada para penumpang di Stasiun Kereta Api Pusat Kyiv. Ini adalah gelombang bantuan terbaru yang diberikan oleh Amerika Serikat ke Ukraina.

Duta Besar Amerika Serikat untuk Ukraina Bridget Brink berkata : “Saat ini membeku. Maka dengan mengingat hal itu, Amerika Serikat akan terus melakukan apa yang dapat dilakukannya, siang dan malam,  membantu apa yang dibutuhkan untuk bertahan di musim dingin, dan memberikan pertahanan udara dan bantuan keamanan lainnya sebanyak mungkin.” (hui)

Aksi Protes Shanghai Memasuki Malam Kedua, Pertempuran Polisi vs Masyarakat  Sipil Wuhan Pecah

0

Zheng Gusheng/Hu Long

Kebakaran di Urumqi, Xinjiang menyebabkan banyak kematian dan cedera karena penutupan gerbang, memicu aksi protes terhadap “nol kasus” di seluruh negeri. Aksi protes berlanjut di Shanghai keesokan harinya. Banyak tempat di Tiongkok mengikutinya dan dikabarkan puluhan ribu orang di Wuhan berkelahi dengan polisi.

Pada 27 November, sejumlah besar video muncul di Internet satu per satu, menunjukkan bahwa aksi protes pecah lagi di Wulumuqi Middle Road di Shanghai, dan berlangsung hingga malam hari. Pada siang hari, sejumlah besar warga berkumpul di Kantor Polisi Shanghai, meneriakkan “Lepaskan orang”, mereka menuntut pembebasan para pengunjuk rasa yang ditangkap pada 26 November malam.

Pada  26 November malam, pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan seperti “Partai Komunis mundur” dan “Xi Jinping mundur” di Middle Road di Urumqi, yang menarik perhatian opini publik di dalam dan luar negeri. Radio Free Asia mengutip pernyataan warga setempat yang melaporkan bahwa pihak berwenang menangkap puluhan orang di tempat kejadian pada malam itu, dan keberadaan mereka masih belum diketahui. Dikatakan bahwa pemerintah daerah mencirikan insiden tersebut sebagai “subversi kekuasaan negara yang terencana dan terorganisir”. Namun demikian, seorang warga Chongqing mengatakan bahwa aksi protes di Chongqing juga berlanjut satu demi satu pada hari itu. Tak ada seorang pun di Tiongkok yang saat ini memiliki kemampuan hebat untuk mengatur aksi skala besar. Ini hanyalah aksi protes spontan dari rakyat.

Video pada 27 November  menunjukkan bahwa selama aksi protes   sekitar Wulumuqi Middle Road di Shanghai, seseorang muncul dan memberikan pidato anti-“kebijakan nol kasus”, “Beri saya kebebasan atau berikan saya kematian” dan slogan-slogan lainnya. Seseorang ditangkap karena menempelkan kertas putih di pohon pada malam itu, yang menimbulkan kemarahan publik. Belakangan, lebih banyak orang menghadapi polisi dengan kertas putih di tangan mereka.

Sejak siang hari, polisi setempat memblokir jalanan di berbagai persimpangan dan menangkap orang-orang. Setelah malam tiba, polisi secara bertahap mempersempit pengepungan. Video yang diposting di internet menunjukkan bahwa sekitar pukul 22.00 malam itu, polisi mulai menekan dan menangkap orang secara besar-besaran. Aksi protes sekali lagi dibubarkan dengan kekerasan. Belum diketahui berapa orang yang ditangkap.

Foto lain yang diunggah di Internet menunjukkan bahwa pada siang hari, sebuah kendaraan polisi bersenjata dari Komando Teater Timur dengan plat nomor “WJD” telah melaju ke Beijing East Road di Shanghai. Diduga pihak berwenang menugaskan polisi bersenjata untuk berpartisipasi dalam penindasan.

Ada juga video yang memperlihatkan petugas mencopot papan nama “Wulumuqi Middle Road” malam itu dan mengambilnya.

Selain itu, mirip dengan tindakan keras terhadap gerakan anti ekstradisi di Hong Kong dan tindakan keras lainnya sebelumnya, otoritas Partai Komunis Tiongkok (PKT) mengirim polisi militer berpakaian preman untuk menyusup ke pengunjuk rasa di Shanghai untuk mengumpulkan informasi intelijen dan penangkapan secara langsung. Mengikuti contoh aktivis anti ekstradisi, netizen lokal telah menemukan identitas salah satu petugas polisi setempat berpakaian preman, dan menggali informasi alamat dan anggota keluarganya.

Sedangkan Shanghai, aksi protes terhadap “tirani kebijakan nol kasus” menyebar di kota-kota besar di seluruh negeri. Beberapa netizen menyimpulkan bahwa pada 27 November, setidaknya 51 perguruan tinggi dan universitas telah meletus dalam berbagai skala protes, termasuk Universitas Tsinghua dan Universitas Peking. Sejumlah besar video aksi protes mahasiswa telah beredar secara online. Mahasiswa yang memprotes mengangkat kertas kosong dan meneriakkan slogan-slogan seperti “demokrasi dan supremasi hukum”.

Diantaranya, foto dua profesor dari Fudan School of Journalism yang diduga berhadapan dengan polisi untuk melindungi mahasiswa menjadi viral.

Selain perguruan tinggi dan universitas, penduduk di banyak kota besar juga saling merespons. Mereka turun ke jalan untuk memprotes “pembukaan blokir”.  Bahkan secara terbuka menentang tirani Partai Komunis. Video yang diposting di internet menunjukkan bahwa warga di Beijing, Zhengzhou, Guangzhou, Chengdu, Wuhan, Chongqing, dan tempat lain berkumpul untuk meluncurkan aksi protes.

Sebuah video yang dirilis pada 27 november malam menunjukkan bahwa pengunjuk rasa di Jalan Wangping di Chengdu secara kolektif meneriakkan “oposisi terhadap kediktatoran”. Video lain memperlihatkan orang-orang di Jalan Wangping mengangkat kertas kosong dan berteriak, “Beri saya kebebasan atau berikan saya kematian.” Video aksi protes di lokasi yang tidak diketahui di Wuhan juga telah beredar secara online.

Sebuah video yang dirilis pada 27 November malam menunjukkan ribuan pengunjuk rasa di Wuhan menghadapi polisi.

Belakangan, ada rekaman aparat kepolisian yang dipaksa mundur dan bernegosiasi antara pejabat dan masyarakat. Dikabarkan bahwa insiden tersebut terjadi di Jalan Hanzheng, Wuhan, di mana puluhan ribu pengunjuk rasa melakukan aksi protes pada malam itu, tetapi mereka juga ditindas dengan kejam oleh polisi. Sejumlah besar video polisi yang sempat berkumpul sebelumnya, dengan kejam menangkap serta memukuli pengunjuk rasa juga telah diunggah di internet. (hui)

Unjuk Rasa Merebak di Tiongkok Setelah Kebakaran Besar yang Merenggut Banyak Nyawa Warga di Kota Urumqi

0

 oleh Yu Ting

Pemerintah Tiongkok telah mengunci Kota Urumqi, ibu kota Xinjiang selama lebih dari 3 bulan. Pada Kamis 24 November, sebuah kebakaran hebat telah menyulut kemarahan warga masyarakat, sampai-sampai penduduk setempat memberanikan diri untuk turun ke jalanan untuk memprotes otoritas. Pada saat yang sama, unjuk rasa juga terjadi di banyak tempat di seluruh negeri, termasuk para mahasiswa Universitas Peking dan banyak universitas lainnya.

Warga Xinjiang meneriakkan slogan : “Buka pemblokiran ! Buka pemblokiran !”

Blokade ekstrem pemerintah Tiongkok menyebabkan kebakaran yang terjadi di Urumqi pada 24 November merenggut banyak nyawa korban. Penduduk tidak bisa keluar dari ruangan karena blokade, yang juga mempersulit masuknya bantuan para penyelamatan. Pihak berwenang mengklaim bahwa 10 orang tewas dalam insiden tersebut, namun data sebenarnya tidak diketahui. Setelah tragedi tersebut, yakni pada 25 November, massa yang marah di Xinjiang melakukan unjuk rasa besar-besaran.

Untuk “meredakan amarah masyarakat”, pihak berwenang pada 26 November mengeluarkan pengumuman yang menyebutkan bahwa pelonggaran blokade secara bertahap akan dilakukan terhadap area-area yang berisiko rendah, karena kebijakan Nol Kasus sudah terwujud. Namun kejadian “demo berhasil memaksa otoritas berubah sikap” jelas menjadi tiruan warga berbagai daerah, sehingga gelombang protes muncul di mana-mana. Termasuk banyak mahasiswa yang menjadi berani untuk keluar dari asrama mereka untuk bersuara bagi para korban, di saat yang sama mereka menyerukan : ” Ingin kebebasan !”.

Siswa Akademi Seni Rupa di Kota Xi’an mengatakan : “Ganyang lockdown ekstrem ! Ganyang formalisme !”

Kertas bertuliskan kata-kata : “Ingin kebebasan !” muncul dalam kampus Universitas Peking, banyak mahasiswa berkumpul untuk memperjuangkan hak-hak mereka.

Siswa dari perguruan tinggi di Kota Nanjing menyalakan lampu flash ponsel mereka untuk berbelasungkawa terhadap para korban kebakaran.

Salah seorang mahasiswa : “Hidup rakyat, beristirahatlah dalam damai bagi para korban !”

Dosen Institut Komunikasi Nanjing mengatakan : “Kalian sangat menarik, banyak dari kalian tampaknya tidak mengerti banyak hal tentang negara …”

Mahasiswa Institut Komunikasi Nanjing menjawab : “Anda mengerti betul, apakah Anda adalah satu dari 27 orang di dalam mobil di Guizhou ?”

Dekan Institut Komunikasi Nanjing mengeluarkan pengeras suara, mengancam para mahasiswa : ikut berunjuk rasa harus membayar dengan harga yang mahal.

Cao Guosheng, kepala eksekutif Institut Komunikasi Nanjing mengatakan : “Suatu hari nanti kalian harus membayar harga yang mahal terhadap apa yang kalian perbuat hari ini, setiap orang harus membayar harga untuk apa yang telah mereka lakukan”.

Mahasiswa Institut Komunikasi Nanjing mengatakan : “Anda juga harus (bertanggung jawab) atas apa yang Anda lakukan, bahkan negara ini harus membayar harganya !”

Selain mahasiswa, warga sipil di seluruh negeri juga turun ke jalan untuk memprotes otoritas atas kebijakan pencegahan epidemi yang tidak manusiawi. Penduduk di Kota Lanzhou mengobrak-abrik tempat untuk tes asam nukleat. Warga sipil di Kota Wuhan turun dari apartemen tempat tinggal mereka untuk menuntut pembebasan blokade.

Seorang warga Wuhan mengatakan : “Buka pemblokiran ! Kami ingin makan ! Kami ingin hidup !”

Warga sipil Kota Shanghai : “Tolak kediktatoran, kita menuntut demokrasi !”

Warga sipil Kota Shanghai mendatangi Jalan Urumqi untuk berkumpul. Sejumlah besar petugas polisi di sana langsung memberlakukan darurat militer dan melakukan penangkapan terhadap banyak warga dengan cara yang kejam.

Penduduk Shanghai berteriak : “Tolong ! Tolong !”

Penduduk Shanghai lainnya berkata : “Jangan bertindak kasar, jangan bertindak kasar, apa alasan Anda bertindak kasar terhadap rakyat !”

Penduduk Shanghai mengatakan : “Rakyat adalah orang-orang yang ditindas oleh kalian, bukan ? Polisi rakyat seharusnya melayani rakyat dan menyumbangkan kemampuan untuk negara, bukannya berdiri di sini untuk mengepung rakyatnya sendiri !”

Warga Shanghai mengatakan : “Bubarkan Partai Komunis Tiongkok !”

Pada Sabtu (26 November), otoritas secara resmi melaporkan jumlah kasus terkonfirmasi yang kembali memecahkan rekor (34.909 kasus infeksi lokal), meskipun angka sebenarnya yang biasanya lebih besar tidak diketahui. Hal mana menunjukkan bahwa kebijakan Nol Kasus PKT tampaknya gagal total. (sin)

90 Tahun Genosida Holodomor – Kekejaman Rezim Komunis Stalin, Presiden Zelensky: Rusia Mengulangi Genosida

oleh Li Qingyi

Sabtu 26 November adalah peringatan 90 tahun hari Kelaparan Besar di Ukraina atau yang dikenal dengan Genosida Holodomor.   Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menjadi tuan rumah pertemuan puncak keamanan pangan internasional di Kyiv, mengadvokasi langkah yang paling sulit menyediakan bantuan kemanusiaan persediaan makanan.  Pada saat yang sama, mengutuk perang Rusia di Ukraina sebagai genosida lainnya terhadap Ukraina, seperti Kelaparan Besar 90 tahun silam.

Dari tahun 1932 hingga 1933, mantan diktator Komunis Uni Soviet, Stalin meluncurkan kolektivisasi pertanian, menyebabkan bencana buatan terhadap manusia. Dalam dua tahun, lebih dari 3 juta orang tewas dalam kelaparan. Orang Ukraina menyebutnya “kelaparan pembersihan etnis”.

Pada Sabtu 26 November, peringatan 90 tahun hari Kelaparan Besar di Ukraina. Presiden Zelensky, Ibu Negara Olena, dan Perdana Menteri Belgia dan Lithuania pergi ke Museum Nasional Kelaparan Besar dan Genosida di Kyiv untuk berpartisipasi dalam kegiatan peringatan berkabung bagi para korban Kelaparan Besar.

Pada hari yang sama, Zelensky juga menjadi tuan rumah “KTT Ketahanan Pangan Internasional” di Kyiv untuk membahas ketahanan pangan Ukraina dan inisiatif ekspor pertanian untuk mengekspor makanan ke negara-negara yang paling terkena dampak kelaparan dan kekeringan.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berkata : “Kami berencana mengirimkan setidaknya 60 kapal dari pelabuhan Ukraina ke negara-negara yang paling terancam kelaparan dan kekeringan.”

Zelensky mengungkapkan bahwa Kyiv telah mengumpulkan sekitar USD. 150 juta dari lebih dari 20 negara dan Uni Eropa untuk mengekspor makanan ke negara-negara seperti Ethiopia, Sudan, Sudan Selatan, Somalia dan Yaman.

Perang Rusia-Ukraina yang dimulai pada Februari berlanjut saat Ukraina berjuang untuk mengusir pasukan Rusia, saat menghadapi pemadaman listrik umum yang disebabkan oleh serangan udara.

Ukraina menuduh Kremlin mengulangi taktik “genosida” Stalin. Rusia membantah bahwa serangan terhadap Ukraina menargetkan warga sipil dan mengatakan pada 24 November bahwa Kyiv dapat memenuhi tuntutan Rusia untuk solusi perang yang akan mengakhiri penderitaan.

“Kelaparan besar” yang disebabkan oleh kediktatoran komunis Stalin, tertanam dalam ingatan orang Ukraina, yang melihat perang Rusia di Ukraina sebagai genosida lain terhadap orang Ukraina.

Artem Antonenko, seorang spesialis pemasaran berusia 23 tahun: “Ya, genosida, musim dingin sangat sulit, dan berjalan begitu terus, itu akan sangat mirip dengan apa yang kita lihat di buku sejarah .” (hui)

AS Larang Penjualan dan Impor Produk Perusahaan Tiongkok Huawei, ZTE, Hytera, Hikvision, dan Dahua

Li Mei dan Wang Yanqiao

Pemerintah AS pada 25 November mengumumkan bahwa mereka sepenuhnya melarang penjualan dan impor peralatan dari lima perusahaan Tiongkok, Huawei, ZTE, Hytera, Hikvision, dan Dahua di Amerika Serikat.

Dari telekomunikasi hingga drone dan kamera pengintai, AS sekarang memiliki larangan total atas penjualan produk dari perusahaan peralatan telekomunikasi Huawei, ZTE, peralatan pengawasan Dahua, pemasok kamera pengintai Hikvision dan pembuat sistem radio Hytera.

Federal Communications Commission (FCC) mengumumkan tindakan akan berlaku mulai pada  Jumat, mencakup penjualan atau impor peralatan perusahaan untuk melindungi keamanan nasional.

Faktanya, Kongres AS melarang agen federal membeli peralatan dari lima perusahaan yang disebutkan di atas sejak tahun 2018.

Tetapi, Komisaris FCC Brendan Carr mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa larangan tahun 2018 meninggalkan celah yang “memungkinkan operator menggunakan dana pribadi untuk membeli peralatan yang sama persis dan menempatkannya di jaringan mereka.”

Carr mengatakan larangan terbaru akan menutup celah itu.

“FCC berkomitmen untuk melindungi keamanan nasional dengan mencegah perangkat komunikasi yang tidak dapat diandalkan diizinkan untuk digunakan di dalam perbatasan kami, dan kami akan terus melakukannya,” kata Ketua FCC Jessica Rosenworssel dalam rilis berita.

Larangan pada Jumat diwajibkan oleh RUU yang ditandatangani oleh Presiden Joe Biden pada  November. (hui)

Eskalasi Aksi Protes Meledak di Berbagai Wilayah Tiongkok Mencerminkan Warga Sipil Semakin Berani Melawan PKT

0

oleh Luo Tingting

Baru-baru ini, aksi protes warga sipil terus terjadi di berbagai bagian Tiongkok. Menyusul kejadian protes karyawan Foxconn di Zhengzhou, dan insiden masyarakat menentang lockdown di Urumqi, Xinjiang, protes kelompok warga sipil juga terus bermunculan di Beijing, Shanghai, Sichuan, Tianjin, dan tempat lainnya. Warga sipil Shanghai bahkan secara terbuka meneriakkan motto “Partai Komunis Tiongkok mundur !” yang menggemparkan masyarakat dalam dan luar negeri. Menurut analisis, rakyat Tiongkok sudah tidak lagi takut terhadap PKT, bisa jadi gelombang perlawanan yang lebih besar terhadap rezim penguasa akan melanda Tiongkok dalam waktu dekat.

“Warga sipil Tiongkok tidak lagi takut PKT”

Baru-baru ini, protes kelompok masyarakat kerap terjadi di berbagai bagian Tiongkok, dan satu demi satu protes menunjukkan keberhasilan. Misalnya, puluhan ribu karyawan Foxconn di Zhengzhou memaksa polisi khusus, polisi bersenjata untuk mundur, dan berhasil mendapatkan kompensasi yang mereka tuntut. Berbondong-bondong warga sipil Kota Urumqi yang turun ke jalan untuk berunjuk rasa, bahkan berhasil mengatasi halangan untuk menerobos masuk dalam kompleks pemerintah, memaksa pemerintah setempat mengubah ucapan dan mengumumkan pembatalan lockdown malam hari itu juga.

https://www.youtube.com/watch?v=3hyIID-jmXY

Yue Shan, komentator urusan politik kepada NTDTV pada Minggu (27/11) mengatakan : “Lebih tepat dikatakan bahwa semakin banyak warga sipil Tiongkok tidak lagi takut pada rezim penguasa karena mereka tidak lagi tahan terhadap kebijakan pemerintah komunis Tiongkok yang semakin kacau balau”.

Ia berpendapat bahwa ini tidak kalah pentingnya dengan munculnya beberapa orang pencerah seperti “Saudara super berani di Chongqing” yang berorasi di depan warga komunitas dan meneriakkan kalimat : “Tanpa kebebasan lebih baik saya mati”. Keberaniannya mengagumkan setiap orang. Orang seperti ini selalu ada dan mereka lebih berani tampil pada saat kritis seperti sekarang.

Insiden di Urumqi memiliki signifikansi demonstrasi

Pengguna Twitter “@xzzzjpl” memperkirakan bahwa insiden Urumqi bagi komunis Tiongkok jauh lebih serius daripada insiden karyawan Foxconn. Dia mengemukakan 4 poin analisis :

Satu adalah insiden Foxconn yang hanya “berbau” ekonomi sehingga lebih mudah diatasi. Target utamanya adalah pabrik. Tetapi protes masyarakat Urumqi adalah menentang kebijakan nasional yakni pencegahan epidemi yang ekstrem, dan targetnya adalah pemerintah Urumqi yang memiliki signifikansi politik.

Yang kedua adalah hanya 20.000 atau 30.000 orang karyawan Foxconn yang terlibat dalam protes, sehingga dari skalanya, tidak terlalu sulit untuk mengendalikan situasi. Tetapi jumlah peserta unjuk rasa di Urumqi bahkan lebih besar, jangan-jangan di belakangnya ada dukungan dari seluruh rakyat Xinjiang.

Yang ketiga adalah Urumqi yang terletak di daerah sensitif Xinjiang, dikhawatirkan akan lebih mudah menyulut konflik etnis.

Keempat adalah soal memiliki signifikansi demonstrasi. karena situasi Foxconn lebih khusus sehingga signifikansi demonstrasinya terbatas. Tetapi insiden di Urumqi telah menjadi sorotan masyarakat dalam negeri. Inilah sebabnya pemerintah Urumqi mengumumkan bahwa lockdown dibebaskan karena kebijakan Nol Kasus telah tercapai, meskipun itu pengumuman yang terpaksa. Tetapi mereka enggan menunjukkan bahwa lockdown dicabut karena didemo. Singkatnya, insiden di Urumqi oleh rezim PKT dianggap lebih penting, lebih serius.

Tanggapi “AlexFFor” di Twitter : “Insiden Urumqi hanyalah sebuah pencetus, dan masih harus dilihat bagaimana perkembangan situasinya di masa depan. Satu peristiwa dapat memicu peristiwa lainnya. Biasanya konsekuensi dari peristiwa yang menyusul akan lebih sulit diperkirakan daripada yang sebelumnya. Misalnya : Suasana Foxconn, tidak pernah terpikirkan akan berkembang dari versi 1.0 yang pelarian karyawan berubah menjadi versi 2.0 yang bentrokan antara karyawan dengan petugas keamanan”.

Warga Shanghai Meneriakan Motto : PKT Turun ! Xi Jinping Turun !

Saat ini, efek samping dari protes warga sipil Urumqi sedang meluas secara berangsur-angsur. Di Kota Guangzhou, terjadi adegan pertempuran sengit di mana warga membawa alat-alat seadanya sebagai senjata untuk melawan petugas keamanan yang menghadang. Penduduk di sekitar Jalan Tiantai di Kota Tianjin turun ke jalan untuk memblokir jalan, memprotes otoritas membangun rumah sakit darurat untuk menampung suspek COVID-19.

Di beberapa tempat di Kota Chengdu, dan Chongqing, warga sipil mulai menolak melakukan tes asam nukleat, mereka secara sukarela dan spontan membongkar fasilitas isolasi dan membongkar pemblokiran yang dibangun otoritas. Bahkan warga dari beberapa komunitas sengaja memblokir pintu akses dengan memarkirkan kendaraan pribadi mereka di tengah jalan guna mencegah pihak berwenang mendatangkan bus untuk membawa paksa warga pergi ke tempat isolasi terpusat.

Pada 26 November, para mahasiswa di Beijing, Sichuan, Wuhan, dan Shanghai mengadakan acara berkabung terhadap para korban kebakaran, meminta pemerintah mencabut kebijakan Nol Kasus. Hal yang mengejutkan para reporter media asing adalah para pengunjuk rasa di Shanghai meneriakkan motto : “Tolak tes asam nukleat, tuntut kebebasan !” “Partai Komunis Tiongkok mundur ! Xi Jinping mundur !”

Ren Meiluo, seorang koresponden dari media Belanda “Trouw” untuk Tiongkok dalam pesannya di Twitter pada 26 November menyebutkan : “Saya hanya ingin menambahkan, betapa sulit untuk mempercayai bahwa pemandangan ini terjadi di Shanghai. Saya telah meliput berita Tiongkok selama 10 tahun, dan saya belum pernah melihat adegan seperti itu. Ada begitu banyaknya kemarahan yang meletus saat itu. Sampai saya ingin tahu apa yang bisa terjadi selanjutnya”.

Malam itu, Ren Meiluo mengambil gambar protes sejumlah besar warga yang berkumpul di Jalan Urumqi Tengah, Shanghai. Banyak pengunjuk rasa yang dibawa paksa oleh polisi.

Tang Jingyuan, komentator politik mengatakan kepada NTDTV bahwa dari insiden protes karyawan Foxconn sampai protes masyarakat Urumqi terutama karena tragedi kebakaran besar di Urumqi, akan menjadi penyulut keberanian untuk melawan bagi rakyat Tiongkok dan bahkan menolak pemberlakuan lockdown.

Tang Jiyuan menjelaskan,“Kami sekarang melihat massa di banyak kota besar secara spontan turun ke jalan untuk membongkar sendiri pemblokiran, menuntut pembebasan. Ini merupakan efek signifikansi demokrasi insiden Urumqi. Pada saat yang sama, dari sisi lain juga memperlihatkan bahwa setelah 3 tahun kebijakan Nol Kasus diterapkan, daya tahan dan kesabaran rakyat Tiongkok telah mencapai titik kritis”. Jika rezim Beijing enggan menginjak pedal rem dan segera mengubah kebijakan tersebut, ia percaya bahwa gelombang protes yang lebih besar akan melanda daratan Tiongkok. 

Yue Shan percaya bahwa meskipun PKT mengendalikan sarana propaganda dan mesin, untuk bertindak dengan kekerasan yang akan mempersulit bagi rakyat Tiongkok untuk melawan pemerintah, tetapi suatu hari nanti rakyat serempak bergerak untuk menentang penganiayaan pasti akan tiba.

Bagi Yue Shan, Karakteristik PKT telah menentukan bahwa ia akan bertindak tirani, sehingga tidak terhindar kekacauan dapat terus terjadi. Tampaknya tidak mungkin bagi PKT untuk membatalkan kebijakan yang bersifat penganiayaan. Namun pada akhirnya, rakyat pasti akan sadar lalu melakukan perlawanan.” (sin)

Ribuan Mahasiswa Berunjuk Rasa Depan Kedubes Tiongkok di London dan Meneriakkan : PKT Mundur !

oleh Xi Jian

Sejumlah besar warga etnis Tionghoa di London yang sebagian besar merupakan mahasiswa asal Tiongkok bergegas menuju ke seberang gedung kedutaan besar Tiongkok di London untuk berunjuk rasa pada 27 November malam. Mereka memprotes kebijakan “Nol Kasus” ekstrem yang diterapkan pemerintah Tiongkok, sekaligus mengadakan kegiatan berkabung terhadap korban kebakaran besar di Urumqi. Slogan-slogan yang diteriakkan oleh para pengunjuk rasa malam itu adalah “Xi Jinping turun !” dan “Partai Komunis Tiongkok mundur !”.

Menurut rekaman video dan foto yang dikirm oleh peserta unjuk rasa, terlihat bahwa para pengunjuk rasa yang berjumlah setidaknya ribuan orang telah memenuhi jalan di depan gedung kedubes Tiongkok di London. Mereka menyalakan lilin dan meletakkan bunga sebagai ungkapan ikut berbelasungkawa terhadap para korban yang meninggal akibat insiden kebakaran besar di Urumqi, Xinjiang. Bahkan ada pendemo yang mengangkat kertas kosong, dan ada pula orang yang mengangkat kertas bertuliskan “Jalan Urumqi Tengah”. Beberapa orang mengarahkan teriak ke kedutaan Tiongkok : ​​”Maukah gerbang kalian juga kami blokir, kami paku mati ?” Serempak massa berteriak : “Xi Jinping turun !” dan “Partai Komunis Tiongkok mundur !”

Sejumlah besar mahasiswa asal Tiongkok di London bergegas menuju ke seberang gedung kedutaan besar Tiongkok di London pada 27 November untuk memprotes kebijakan “Nol Kasus” ekstrem PKT. (sumber foto : Steven Leung)

Pada 27 November, ribuan mahasiswa Tiongkok datang ke kedutaan di London untuk menyerukan agar Partai Komunis Tiongkok mundur ! (Sumber foto : Ma Jian)

Gambar menunjukkan Ma Jian yang ikut berpartisipasi dalam protes pada 27 November malam di London. (sumber foto : Ma Jian)

Ma Jian, seorang penulis asal Tiongkok yang sudah hijrah ke Inggris, juga hadir dalam unjuk rasa malam itu. Dia mengatakan kepada reporter “Epoch Times” di Inggris bahwa para pengunjuk rasa yang berjumlah ribuan orang ini sebagian besar adalah mahasiswa asal Tiongkok, sebagian lagi adalah para warga Inggris etnis Tionghoa yang tinggal di sekitar sini.

Ma Jian yang pernah mengalami peristiwa Lapangan Tiananmen pada tahun 1989, mengatakan bahwa dirinya merasa kagum melihat begitu banyak anak-anak dari daratan Tiongkok yang berdiri di sini malam ini. Setelah 3 tahun wabah berjangkit, kehidupan dari baik kerabat, anggota keluarga, maupun teman mereka di Tiongkok telah dihancurkan oleh penguasa, dan sekarang mereka juga merasakan sudah tidak memiliki apa-apa, semuanya telah menjadi nol”.

“Hal yang paling mengagumkan adalah hari ini mereka melampiaskan jeritan sanubari mereka : Ganyang Partai Komunis Tiongkok. Ganyang Xi Jinping”, katanya.

Pekan lalu warga Urumqi tewas dalam kebakaran besar, yang memicu protes di seluruh Tiongkok. Warga sipil di beberapa kota besar dan para mahasiswa dari banyak perguruan tinggi dan universitas melakukan perlawanan kelompok. Para pengunjuk rasa yang marah berteriak di depan polisi, minta kebebasan !, atau tidak ada kebebasan lebih baik mati ! dan slogan-slogan lainnya.

Pada 26 November, pengunjuk rasa di Shanghai yang pertama kali meneriakkan slogan-slogan seperti “Partai Komunis Tiongkok mundur !”, yang dianggap sangat simbolis oleh dunia luar. Tampaknya rakyat Tiongkok telah memasuki era kebangkitan baru. (sin)

Beijing Tak Akan Serang Taiwan dalam Waktu Dekat, Jenderal Tertinggi AS Bongkar Kelemahan Militer Tiongkok

Xu Jian dan Shen Zhou

Jenderal militer tertinggi AS Mark Milley pada Rabu (17/11) lalu menyatakan, dalam waktu dekat militer RRT (Republik Rakyat Tiongkok) tidak akan menginvasi Taiwan, jika dalam waktu dekat dilakukan penyerangan, Xi Jinping mungkin akan segera mendapatkan kesimpulan bahwa itu adalah bencana.

PKT Tidak Akan Invasi Taiwan Dalam Waktu Dekat

Ketua Kepala Staf Gabungan Militer AS Mark Milley dalam rapat arahan di Pentagon memperingatkan, Partai Komunis Tiongkok (PKT) menyerang Taiwan akan menjadi “suatu aksi militer yang sangat sulit untuk dilaksanakan, saya menilai militer RRT masih butuh waktu, barulah memiliki kemampuan militer dan melakukan persiapan”.

PKT menyerang Taiwan akan menjadi kesalahan strategis seperti Rusia menyerang Ukraina, Milley memperingatkan, “Menurut saya hal ini sangat tidak bijaksana, akan menjadi suatu kesalahan politik, kesalahan geopolitik, dan kesalahan strategis, yang menyerupai kesalahan strategis yang dilakukan Putin dengan menginvasi Ukraina.”

Milley menyatakan, kepala negara RRT Xi Jinping juga sangat memahami hal ini, ia menilai Xi Jinping “akan mengevaluasi hal ini berdasarkan biaya, manfaat, dan risikonya, menurut saya ia akan membuat kesimpulan begini — melakukan invasi terhadap Taiwan dalam waktu dekat risikonya terlalu tinggi, akhirnya akan mengakibatkan keruntuhan strategi pada tubuh militer RRT.”

Pada Senin (14/11) lalu, Presiden AS Biden bertemu dengan kepala negara RRT Xi Jinping di Pulau Bali, masalah Taiwan merupakan salah satu topik pembicaraan dalam pertemuan tersebut. Dalam konferensi pers Biden telah memecahkan berbagai dugaan dari kalangan media massa mengenai niat Beijing menyerang Taiwan, Biden berkata, “Saya tidak merasa pihak Beijing memiliki niat yang mendesak untuk menyerang Taiwan.”

Suatu Permainan Yang Berbahaya

Milley menyatakan, bagi PKT, menyerang Taiwan akan menjadi suatu “permainan yang berbahaya”, karena pasukan RRT kekurangan pengalaman bertempur.

Dia menganalisa, walaupun pasukan RRT bisa menggunakan bom dan rudal untuk melakukan serangan terhadap Taiwan, tetapi untuk menduduki sebuah pulau kecil dengan banyak gunung dan penduduk yang padat adalah suatu “misi militer yang sangat sulit”.

Sejak Perang Vietnam 1979 pasukan militer RRT sudah tidak pernah lagi berperang, jika harus menyeberangi Selat Taiwan untuk menyerang Taiwan, maka ini akan menjadi suatu aksi militer yang “amat sangat berbahaya”, “Mereka tidak memiliki pengalaman dan latar belakang untuk melakukan masalah ini, juga tidak pernah mendapatkan pelatihan semacam ini.” Tegasnya.

 “Yang sedang dipahami masyarakat adalah: Berbicara soal perang di atas kertas dengan perang yang sesungguhnya adalah dua hal yang sangat berbeda, ketika darah mulai menetes, nyawa mulai berguguran, dan kendaraan tank dihancurkan, itu adalah hal yang sangat berbeda.” Komentar Milley senada dengan pernyataannya sebelumnya, walaupun PKT mungkin berharap mempersiapkan diri untuk melakukan invasi pada 2027, tetapi pasukan militernya belum melakukan persiapan dengan baik.

 Ia berkata, walaupun PKT sangat berambisi, namun militer AS merupakan negara militer terkuat di dunia, “Mereka (PKT) ingin menjadi negara terbesar pada 2049, tapi kami (AS) tidak akan membiarkan mereka menjadi nomor 1. Dalam 5 tahun, 10 tahun, dan 50 tahun ke depan, kami akan tetap menjadi nomor 1.”

Milley juga mengungkapkan bahwa  “Kami telah membuat persiapan militer yang matang, salah satu yang krusial sekarang adalah memastikan Taiwan mampu membela diri, dari perang Ukraina ini kami telah menyerap banyak pelajaran.”

 AL Amerika Hanya Menyisakan Satu Unit Kapal Induk di Samudera Pasifik

Pada 5 Juni tahun ini, armada kapal induk USS Reagan (CVN 76), USS Lincoln (CVN 72), dan USS Tripoli (LHA 7) berkumpul di Laut Filipina di timur Taiwan, mengikuti latihan bersama Perisai Gagah-berani (Valiant Shield 2022). Pesawat bomber B-1B juga ditempatkan di depan yakni di Pulau Guam; skuadron pesawat tempur F-22 yang bermarkas di Hawaii telah dimajukan penempatannya hingga Okinawa, Jepang, dan telah tampak di Latu Timur; dan pesawat tempur siluman F-35A ditempatkan hingga pangkalan militer AS di Iwakuni, dan latihan perang bersama di palau yang berdekatan dengan Guam dalam “Valiant Shield”.

Waktu itu, untuk mencegah PKT memanfaatkan celah dalam perang Rusia-Ukraina, dan berusaha memancing di air keruh menyerang Taiwan, pihak militer AS telah memperlihatkan modus pertempuran dalam perang membela diri Taiwan, untuk mencegah PKT mengambil risiko. Boleh dibilang militer AS mengeluarkan seluruh kekuatannya, tiga kapal induk ringan sampai berat dikerahkan berbarengan dengan pesawat tempur generasi kelima, kapal selam pun kerap menampakkan diri, namun belum memastikan PKT akan segera bertindak, hanya untuk membuat PKT mengurungkan niat jahatnya.

Usai latihan, armada USS Lincoln (CVN 72) berlayar menuju Hawaii untuk ikut ambil bagian dalam latihan perang Rim of the Pacific (RIMPAC), yakni kembali ke wilayah AS. Di pesisir barat AS ada kapal induk lain yang bersiaga, tapi belum dikirim kapal induk baru untuk menggantikan posisinya, sedangkan di sisi barat Samudera Pasifik hanya ditinggalkan kapal induk USS Reagan untuk berjaga.

Latihan perang di sekitar Taiwan oleh RRT pada Agustus lalu telah menciptakan ketegangan, militer AS tetap tidak menambah kapal induk ke barat Samudera Pasifik, tapi kapal serbu amfibi yakni USS Tripoli (LHA 7) dan USS America (LHA 6) berada di lokasi. 

Pihak militer AS menggantikan sementara kapal induk berat dengan kapal induk ringan mulai terlihat jelas. Sejak beberapa bulan terakhir USS Reagan berlayar dari Laut Filipina ke Laut Tiongkok Selatan, lalu berlayar ke utara menuju perairan Semenanjung Korea, melakukan patroli berskala besar di kawasan barat Samudera Pasifik, militer AS tetap tidak menambah armada kapal induk yang lain, seharusnya dikarenakan tidak melihat tanda-tanda PKT akan angkat senjata.

 Memang kecil kemungkinan PKT akan melakukan agresi militer sebelum dan sesudah Kongres Nasional ke-20. Kapal serbu amfibi USS Tripoli (LHA 7) beberapa hari lalu meninggalkan barat Samudera Pasifik, berlayar menuju Australia. Kapal serbu amfibi lebih banyak mengemban tugas kapal induk, juga berpatroli di Laut Tiongkok Selatan, Laut Filipina, Laut Timur dan lain-lain, menunjukkan niat tempur sebenarnya pasukan AS.

Kapal Serbu Amfibi AS Turut Serta Dalam Urusan Perang Garis Pertama

Begitu PKT mulai nekad menyerang, kapal induk AS sangat mungkin harus mundur terlebih dahulu, mundur ke luar dari batas jangkauan rudal DF-21 dan DF-17 milik RRT, menunggu sampai serangan udara AS menghancurkan pangkalan rudal mereka. Kekuatan utama pesawat tempur yang diangkut kapal induk AS adalah Boeing F/A-18E/F Super Hornet, yang terutama digunakan dalam serangan terhadap darat dan laut sekaligus untuk pertahanan, tidak akan dikerahkan untuk terlibat dalam perang udara di Selat Taiwan, diperkirakan akan absen dalam serangan balasan putaran pertama; tapi sangat besar kemungkinan akan terlibat dalam perang di lautan, untuk menghadapi armada samudera jauh PKT.

 Kapal induk USS Reagan belum dipadukan dengan pesawat tempur F-35C, kapal induk lain juga hanya dipadukan dengan satu skuadron F-35C; jika dibandingkan, kapal serbu amfibi yang dipadukan dengan pesawat tempur F-35B besar kemungkinannya akan diturunkan dalam serangan balasan putaran pertama. Jarak terbang F-35B tidak sejauh F-35C, namun dapat lepas landas dan mendarat secara vertikal, dapat dioperasikan secara leluasa antar kapal serbu amfibi, juga dapat bertugas bergantian dengan F-35B yang ditempatkan di Jepang. Militer AS memiliki banyak pesawat pengisian bahan bakar di udara, F-35B tidak perlu khawatir masalah jarak terbang, dapat langsung diterjunkan dalam perang di Selat Taiwan maupun di Laut Timur, untuk merebut superioritas udara, bahkan dapat langsung melakukan serangan udara putaran pertama.

Kapal serbu amfibi AS juga dapat membuat roket RRT mengalami dilema, jika menggunakan rudal DF-21 dan DF-17 melakukan serangan jenuh terhadap kapal amfibi, begitu kapal induk AS datang, dikhawatirkan tidak ada lagi sisa rudal yang bisa digunakan. Begitu rudal PKT tidak mampu menembus jejaring pertahanan udara Aegis milik AS, kapal amfibi AS aman tak tersentuh, lebih banyak kapal induk AS akan berdatangan memberikan bantuan tanpa risau, dan ikut dalam penyerbuan. Jika RRT tidak menyerang kapal amfibi AS, maka hanya akan bisa melihat F-35B menguasai keunggulan di udara.

USS Tripoli (LHA 7) dan USS America (LHA 6) saat ini kerap berada di barat Samudera Pasifik, setelah berubah menjadi kapal induk ringan, maksimal mampu mengangkut 40 unit pesawat tempur F-35B, jika masing-masing ditempatkan di utara dan selatan Taiwan, maka pesawat tempur RRT akan sulit berperan maksimal. Dua unit kapal induk helikopter kelas Izumo milik AL Jepang, bisa dijadikan sebagai landasan pendaratan cadangan bagi F-35B.

F-22 dan F-35A milik AU Amerika akan melakukan serangan secara bergantian dari Jepang dan Guam, menguasai superioritas udara secara kuat, memastikan serangan udara dan serangan balasan dapat dilancarkan tanpa hambatan.

 Kombinasi Serangan Udara Bomber B-1B dan Pesawat Serbu A-10

Militer AS seharusnya tidak menemukan tanda-tanda PKT akan mengobarkan perang, AL Amerika tidak ditempatkan berlebihan di barat Samudera Pasifik, tapi AU Amerika selalu melakukan latihan perang berdasarkan kondisi perang sesungguhnya.

 Pesawat bomber B-1B dan pesawat serbu A-10 ditempatkan bersamaan di Guam, memperlihatkan kepada PKT kombinasi serangan udara tinggi dan rendah. Bomber B-1B adalah pesawat bomber dengan daya angkut amunisi terbesar, mencapai 57 ton, walaupun sama seperti B-2 dan B-52 sebagai pesawat bomber strategis, tapi telah mundur dari skuadron senjata nuklir strategis, dan khusus digunakan dalam serangan udara konvensional.

 Korea Utara yang terus melakukan provokasi militer, maka AS dengan cepat akan menempatkan 4 unit bomber B-1B di Guam, bertujuan untuk mendeterensi Korea Utara, sekaligus mendeterensi PKT. Bomber B-1B mampu mengangkut 24-30 rudal anti kapal AGM-158 atau rudal serangan darat, jarak tembaknya hampir 1.000 km, dapat melancarkan serangan dari luar jejaring pertahanan udara PKT. 

Dengan mengerahkan 2 unit B-1B, dapat melumpuhkan keseluruhan armada laut RRT; jika 4 unit dikerahkan, maka dapat dipecah menjadi dua jalur masing-masing memblokir sisi utara dan selatan Selat Taiwan.

 Rudal anti kapal AGM-158 yang diluncurkan B-1B dapat melumpuhkan instalasi radar pada kapal perang RRT, membuat sistem pertahanan udaranya kehilangan fungsi; pesawat serbu A-10 milik AS dan pesawat yang diangkut kapal induk dapat melancarkan serangan udara dalam skala besar, menjatuhkan bom yang dipandu presisi, menenggelamkan kapal perang RRT. Pesawat serbu A-10 juga dapat membantu perang anti pendaratan.

 Kombinasi bomber B-1B dan pesawat serbu A-10, telah memperlihatkan modus serangan balasan yang mungkin akan diterapkan AS dalam perang di Selat Taiwan. Pesawat tempur generasi kelima AS dapat berfokus dalam perang udara. Setelah bomber B-1B menghancurkan armada perang RRT, gelombang kedua akan dibawa rudal serangan darat jarak jauh AGM-158, langsung menyerang pangkalan militer RRT di sepanjang pesisir timur Tiongkok. (sud)

Ekonomi Biden Membunuh Industri Truk

Antonio Graceffo

Selama pandemi, ongkos angkutan meroket, seperti halnya peningkatan permintaan konsumen, yang mana memikat ribuan perusahaan baru ke dalam industri truk.  Kini, penurunan ekonomi secara umum mengurangi permintaan konsumen, sementara itu biaya operasional menjadi lebih tinggi. Hal ini memaksa operator hengkang dari bisnis.

Para pakar di AS percaya negara itu sedang menuju ke kehancuran pasar truk yang disebabkan oleh kelebihan kapasitas, inflasi, harga gas yang lebih tinggi, biaya yang lebih tinggi untuk truk bekas, dan rendahnya permintaan konsumen. Pada tahun 2021, jumlah perusahaan truk baru hampir mencapai rekor, yaitu 109.340 dibuka untuk bisnis. Angka itu adalah 50.202 lebih banyak perusahaan truk baru daripada tahun 2020.

Permintaan perusahaan truk terkait dengan volume kontainer yang tiba di pelabuhan AS. Menggunakan data dari Pelabuhan Los Angeles sebagai contoh, ketika lockdown COVID-19 dimulai pada Februari 2020, volume peti kemas turun 22,87 persen dibandingkan 2019, dan pada Maret turun 30,94. “Para pengemudi truk melakukan sangat sedikit pada waktu itu,” jelas Erik Larson dari Sage Live, seorang broker pengiriman dan ahli logistik yang berkecimpung lebih dari 20 tahun dalam industri ini. Banyak pengemudi dan operator gulung tikar atau tak mampu mengemudi karena harga pengiriman di bawah biaya operasional truk.

Ada lebih sedikit pekerjaan yang harus dilakukan, dan mereka yang bekerja mendapat penghasilan lebih sedikit karena harga pengiriman turun berdasarkan permintaan. “Tapi kemudian, ketika Tiongkok membuka dan mulai mengirim lagi, volume kapal kontainer melonjak,” kata Larson.

Pada Februari 2021, volume peti kemas naik 46 persen, dan pada Maret naik 113 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Bagi para pakar industri disebut sebagai bullwhip effect. Ini adalah saat volume menurun tajam dan menurunkan harga pengiriman di tengah kelebihan kapasitas. Kemudian, ketika hambatan dalam rantai pasokan dilancarkan, terjadi lonjakan pengiriman baru, dan bullwhip mencapai puncaknya.

Bagian dari alasan peningkatan besar dalam peti kemas adalah karena Tiongkok mengejar pesanan sebelumnya, yang telah ditahan di pabrik dan pelabuhan di negara itu selama lockdown. Alasan lainnya adalah perubahan kebiasaan belanja konsumen Amerika Serikat. Memiliki begitu banyak orang yang bekerja dari rumah meningkatkan permintaan akan produk seperti layar komputer, headset, dan peralatan olahraga di rumah. Larson juga berspekulasi bahwa banyak orang-orang Amerika menggunakan cek stimulus mereka untuk pengeluaran kompensasi karena mereka terjebak di rumah. Semua permintaan yang meningkat ini mendorong harga pengiriman ke tingkat yang lebih tinggi.

Pada awal 2021, permintaan melebihi kapasitas, dan ada kekurangan pengemudi, yang menaikkan upah. Dan, banyak orang yang belum pernah berkecimpung di industri ini sebelumnya melihat peluang untuk menghasilkan banyak uang. Menurut Larson, “orang menggunakan pinjaman pemerintah gratis untuk mendapatkan SIM komersial mereka, atau jika mereka sudah memiliki SIM, mereka menggunakan pinjaman untuk membeli truk. Dan mereka mendapat penghasilan 3-4 kali lipat dari tarif normal.” Program dan pendanaan pemerintah mendorong lebih banyak pemain baru ke dalam industri atau mendorong pengemudi perusahaan untuk membeli truk dan memulai bisnis mereka sendiri. Untuk sementara waktu, semua perusahaan truk baru ini dapat menghasilkan banyak uang.

Namun demikian,  mulai berubah pada tahun 2022. Ekonomi yang buruk, inflasi yang tinggi, dan kepercayaan konsumen yang rendah telah menghalangi orang-orang untuk terus berbelanja. Sementara itu, kenaikan suku bunga dan perlambatan umum menekan proyek konstruksi. Aktivitas industri mengakibatkan permintaan konsumen dan volume pengirim lebih rendahnya dari sebelumnya. 

Volume peti kemas Agustus di Pelabuhan Los Angeles turun 15,62 persen dibandingkan tahun 2021, dan September turun 21,46 persen. Oktober, November, dan Desember biasanya menunjukkan volume pengiriman yang tinggi karena musim belanja Natal, tetapi Larson memperkirakan angka untuk kuartal terakhir tahun ini bahkan lebih buruk.

Volume angkut yang lebih rendah di bulan mendatang dapat diprediksi berdasarkan tingkat penolakan tender, yaitu jumlah muatan per 100 yang harus ditolak perusahaan karena sudah mencapai kapasitas maksimal. Pada Juni 2020, tingkat penolakan tender mencapai puncaknya sekitar 28 per 100, yang berarti permintaan truk melebihi pasokan sekitar 28 persen. Tarifnya harus meningkat sepanjang tahun ini. Kini, justru menurun. Pada bulan Oktober, angkanya hanya di atas 4 per seratus, dan trennya menurun.

Kejatuhan  Perusahaan Truk dalam Perekonomian Biden

Perusahaan truk sama seperti bisnis lainnya. Perusahaan harus memperoleh laba yang dapat diterima  atas biayanya agar bertahan dalam bisnis. 

Di masa-masa sulit, mungkin tidak menghasilkan keuntungan, tetapi akan terus beroperasi selama pendapatan sesuai atau di atas biaya operasional. Saat menghitung biaya operasional pada tahun 2019, sebuah perusahaan mungkin telah membeli truk bekas seharga $50.000. Mempertimbangkan nilai diamortisasi truk ditambah bunga pinjaman (tidak termasuk bahan bakar), biaya operasional truk menjadi $0,15 per mil. Dalam perekonomian Biden, biaya per mil adalah $0,23.

Tentu saja, harga gas naik dua kali lipat, begitu pula harga semua biaya variabel lainnya untuk mengoperasikan truk. Pengemudi pada tahun 2019 berharga $0,47 per mil, sedangkan pada tahun 2022, biayanya adalah $0,62 per mil—meningkat $0,15 per mil. Asuransi naik $0,02/mil, perawatan naik $0,06/mil, dan peralatan naik $0,08/mil. Secara total, biaya variabel naik sebesar $0,31/mil ditambah biaya bahan bakar.

Volume pengiriman yang lebih rendah menurunkan tarif, dan biaya yang lebih tinggi mempersulit operator untuk menghasilkan keuntungan. Pakar industri memperkirakan kenaikan tajam dalam kebangkrutan selama beberapa bulan mendatang. (asr)

Belasan Orang Tewas dan Terluka Akibat Kebakaran, Aksi Protes Besar-besaran Meledak di Tiongkok

0

Ruili – NTD

Mari kita fokus kepada pengendalian epidemi Partai Komunis Tiongkok. Saat ini, banyak provinsi di Tiongkok berada di bawah berbagai tingkat penguncian. Orang-orang yang tak tertahankan telah memprotes dalam skala besar .”

Orang-orang di Urumqi: “Buka blokir, buka blokir, buka blokir, buka blokir!”

Pada malam hari 24 November, penduduk “Komunitas Lianxing” dari Korps ke-104 di Urumqi, Xinjiang, berkumpul bersama untuk menyerukan diakhirinya penguncian dan bentrok sengit dengan polisi. Seorang netizen mengunggah video di Twitter, mengatakan bahwa sejumlah besar mobil polisi dan polisi khusus bergegas untuk menekan insiden tersebut.

Warga di Urumqi : “Ada terlalu banyak mobil polisi, semuanya bergegas masuk, mobil polisi ini!”

Penyebab utama aksi protes adalah staf Komunitas Lianxing dari Korps 104 di Urumqi, Xinjiang, memukuli orang. Massa pergi ke Biro Keamanan Umum untuk meminta penjelasan, dan kemudian bergerak untuk menuntut agar para penyerang diserahkan.

Warga di komunitas: “ada yang memukul orang, ada yang memukul orang!”

Dikarenakan pemimpin tidak menjawab telepon, massa yang marah berkumpul di pusat layanan masyarakat, berteriak untuk membuka blokir dan berdebat dengan Dabai di depan pintu.

Orang-orang di Urumqi: “Buka blokir, buka blokir, buka blokir, buka blokir!”

Insiden pemukulan itu memicu serangkaian efek berantai. Warga Komunitas Yihe di dekatnya membalikkan pagar pembatas dan menuntut agar blokade dicabut.

Orang-orang di komunitas: “Buka blokir, buka blokir, buka blokir, buka blokir!”

Protes segera meluas dari komunitas Lianxing ke seluruh kota. Setelah itu, orang-orang dari berbagai distrik di Kota Urumqi turun ke jalan untuk memprotes. Ribuan orang berbaris menuntut pihak berwenang mencabut blokade.

Protes segera meluas dari komunitas Lianxing ke seluruh kota. Setelah itu, orang-orang dari berbagai distrik di Kota Urumqi turun ke jalan untuk memprotes. Ribuan orang berbaris menuntut pihak berwenang mencabut blokade.

Di depan gedung pemerintah di Urumqi, wakil sekretaris Komite Partai Kota Urumqi terpaksa keluar untuk berbicara dengan masyarakat.

Seorang Pria: “Epidemi tiga tahun tidak akan hilang selama tiga tahun, kan?”

Ma Zhijun, wakil sekretaris Komite Partai Kota Urumqi: “Tidak ada artinya jika penguncian dicabut…ini semua demi keselamatan semua orang.”

Wanita Urumqi: “Covid sembuh dalam lima hari. Setelah isolasi lebih dari empat bulan, saya semua dari 20 orang yang terjangkit virus Covid telah pulih .”

Pria: “Epidemi tiga tahun tidak akan hilang apakah isolasi tidak akan dibuka selama tiga tahun?”

Pada malam hari yang sama, kebakaran terjadi di Taman Jixiang di Distrik Tianshan, Urumqi.

Seorang penduduk Jixiangyuan di Distrik Tianshan berkata : “Apinya belum padam, rumah sebelah dan rumah di atasnya semuanya sudah terbakar.”

Api dengan cepat menyebar ke atas dan membakar seperti naga api. Warga tak bisa melarikan diri karena pintu gedung diblokir, dan truk pemadam kebakaran diblokir di luar komunitas selama sekitar dua jam.

Seorang penduduk Jixiangyuan, Distrik Tianshan berkata : “Gerbang ini terlalu kecil, dan mobil ini tidak bisa masuk. Sudah ada 4 mobil di sini, dan tidak ada satupun yang bisa masuk. Api semakin membesar. Sekarang, apa yang dilakukan orang-orang ini?”

Mobil pemadam kebakaran harus berhenti di jalanan luar pemukiman untuk menyemprotkan air ke gedung-gedung tinggi, tetapi jaraknya terlalu jauh, dan air sama sekali tidak dapat mencapai titik api. Warga sekitar hanya bisa menyaksikan api membakar  satu rumah ke rumah lainnya.

Akhirnya api membakar selama 3 jam penuh, laporan resmi menyebutkan bahwa kebakaran tersebut menewaskan 10 warga dan melukai 9 lainnya. Adapun berapa sebenarnya korbannya tak diketahui.

“Berita kebakaran di gedung tempat tinggal bertingkat tinggi di Xinjiang menewaskan 10 orang” dengan cepat menjadi trending topik di Weibo.

Beberapa netizen berkata: “Urumqi, Xinjiang telah dikunci selama 109 hari. Komunitas ini telah ditutup, mobil pemadam api diblokir, mobil pribadi tidak dapat menyala karena padamnya listrik, dan truk pemadam kebakaran tidak dapat masuk untuk memadamkan kebakaran. Itu sebabnya ada banyak korban. “

Hingga berita ini diturunkan, belum ada kabar bahwa “kebakaran” itu terkait dengan “protes kolektif”. Efek berantai juga terjadi di Zhengzhou Foxconn

Setelah aksi protes para karyawan dipadamkan, karyawan Zhengzhou Foxconn kembali melancarkan protes di titik isolasi di Kaifeng Tongxu, para pengunjuk rasa semuanya adalah pekerja baru yang menunggu untuk melamar masuk kerja.

Tak puas dengan subsidi yang kecil, para buruh bentrok dengan polisi di pintu gerbang gedung pemerintah, orang-orang berteriak, “Polisi memukuli saya,” dan polisi menggunakan semprotan merica untuk membubarkan massa. Ada juga video yang memperlihatkan para pekerja menghancurkan meja, kursi, kaca, dan lain-lainnya di hotel yang terisolasi itu.

Jurnalis sudah beberapa kali menelepon pihak Zhengzhou Foxconn, tetapi tidak ada yang menjawab.

Pada hari yang sama, di Tianjin, Guangzhou, dan kota-kota lain, aksi protes meletus karena ketidakpuasan terhadap pihak berwenang yang membangun “tempat penampungan isolasi” di dekat komunitas mereka.

Kini, aksi protes kelompok dengan berbagai tingkatan sedang terjadi di berbagai kota di Tiongkok. Jurnalis kami akan terus memperhatikan situasi yang berkembang. (hui)

Pergantian Personel Tingkat Menteri dan Provinsi di Tiongkok Dimulai, Pejabat Dipenuhi dengan ‘Pasukan’ Xi

0

Shang Yan/Chang Chun/Chen Jianming

Setelah Kongres Nasional ke-20 Partai Komunis Tiongkok, pihak berwenang secara berturut-turut mengumumkan penempatan “pemimpin puncak” di provinsi dan kota penting seperti Shanghai, Guangdong, Fujian dan Beijing.  Dilaporkan  dua kota lainnya langsung di bawah pemerintahan pusat yakni Chongqing dan Tianjin, juga dikabarkan bahwa “pemimpin puncak” akan dipegang oleh pasukan keluarga Xi.

“Sing Tao Daily” Hong Kong melaporkan pada 14 November bahwa Yuan Jiajun, anggota baru Biro Politik Komite Sentral dan sekretaris Komite Partai Provinsi Zhejiang, akan menggantikan Chen Min’er sebagai sekretaris Komite Partai Kota Chongqing.  Chen Min’er diperkirakan akan menggantikan Li Hongzhong sebagai sekretaris Tianjin.

Yuan Jiajun (60) adalah panglima tertinggi pesawat luar angkasa Shenzhou dan presiden Akademi Teknologi Antariksa  dari China Aerospace Science and Technology Corporation. Menurut laporan tersebut, Zhejiang adalah provinsi yang pernah diperintah oleh Xi Jinping. Selama pemerintahannya di Zhejiang, Yuan Jiajun memimpin dalam mengeksplorasi jalan menuju “kemakmuran bersama” dan dipromosikan ke Biro Politik Komite Pusat di Kongres Nasional ke-20 Partai Komunis Tiongkok.

Chen Miner yang berusia 62 tahun diakui sebagai anggota penting dari “Tentara Keluarga Xi”. Ketika Xi Jinping memimpin Zhejiang, Chen Miner bertanggung jawab atas pekerjaan propaganda di Zhejiang. Pada saat itu, Xi Jinping menerbitkan serangkaian artikel di kolom “Zhijiang Xinyu” di “Zhejiang Daily”. Setelah Xi Jinping menjadi sekretaris jenderal Partai Komunis  pada 2012, Chen Miner mulai bangkit. Dia diangkat menjadi Gubernur Provinsi Guizhou pada tahun berikutnya. Beberapa tahun kemudian, dia menjabat sebagai sekretaris Komite Partai Kota Chongqing, dan menjadi anggota Komite Pusat Partai Komunis Tiongkok ke-19 dan ke-20.

Selain itu, karena Sekretaris Partai Kota Shanghai asli Li Qiang, Sekretaris Partai Kota Beijing Cai Qi, dan Sekretaris Partai Provinsi Guangdong Li Xi semuanya adalah “pejabat” di Kongres Nasional ke-20, baru-baru ini “pemimpin puncak” di Beijing, Shanghai dan Guangdong semua telah diganti .

Chen Jining, mantan walikota Beijing, dipindahkan menjadi sekretaris Komite Kota Shanghai dari Partai Komunis Tiongkok. Chen Jining adalah seorang jenderal di bawah Chen Xi, kepala Komite Sentral departemen lama Xi Jinping.

Yin Li, anggota baru Biro Politik Komite Pusat dan mantan sekretaris Komite Partai Provinsi Fujian, akan menggantikan Cai Qi sebagai sekretaris Komite Partai Kota Beijing. Xi Jinping telah bekerja di Fujian selama 17 tahun, dan beberapa sekretaris Fujian Sun Chunlan, You Quan, dan Yin Li semuanya telah dipromosikan menjadi pemimpin pusat.

Huang Kunming, mantan ketua Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok, diturunkan sebagai Sekretaris Komite Partai Provinsi Guangdong. Dia dulunya adalah kementerian lama Xi Jinping di Zhejiang.

Kader yang terkait erat dengan Xi Jinping tidak hanya dipilih untuk jabatan tetap, tetapi juga menjabat sebagai pejabat tinggi setempat. Orang-orang di daratan menggambarkan ini sebagai “tentara keluarga Xi” di seluruh dinasti

Pengusaha Tiongkok Wang Yan berkata : “Sejujurnya, pendapat saya adalah bahwa tentara Xi sekarang memegang kendali penuh. Tidak ada faksi anti-Xi atau orang lama yang ikut campur dalam politik. Tidak ada yang tersisa. Masa depan Tiongkok adalah kembali ke jalan Mao tua.”

Hu Ping, pemimpin redaksi kehormatan Beijing Spring, menunjukkan bahwa meskipun kepala negara dari negara demokratis juga akan membentuk kabinet sesuai dengan niat pemerintahannya sendiri setelah menjabat, ini sama sekali berbeda dari kroni PKT. 

Hu Ping berkata : “Presiden Amerika Serikat, perdana menteri negara demokratis mengatur kabinet. Pertama, mereka terbatas pada departemen administrasi mereka sendiri, karena departemen administrasi membutuhkan sistem tanggung jawab utama, jadi tentu saja Anda memiliki hak untuk membiarkan orang yang dapat dipercaya untuk mengambil posisi ini.Tetapi di negara demokrasi, kekuasaan dipisahkan, sehingga cabang legislatif dan cabang yudikatif sepenuhnya berada di luar kendali presiden. Karena Anda tidak memiliki tiga kekuatan di Tiongkok, tidak ada pemisahan dan check and balances kekuasaan, jadi Anda telah menciptakan kediktatoran total.”

Seluruh Dinasti  Dipenuhi “Pasukan Keluarga Xi”,  Apakah Tak Akan Ada Hambatan Faksi dalam Pemerintahan Xi Jinping?

Hu Ping mengatakan : “Di masa lalu, semua faksi itu dikecualikan, dan mereka tidak memiliki tempat di kekuasaan tertinggi. Mereka semua menjadi Tentara Keluarga Xi. Tapi kalian Tentara Keluarga Xi, kalian memiliki beberapa lingkaran kecil milik kalian dalam pekerjaan khusus, dan siapa yang mengikuti siapa yang lebih dekat, jadi masih akan ada beberapa perbedaan, beberapa faksi kecil.”

Voice of America juga mengutip Gao Wenqian, seorang ahli sejarah Partai Komunis Tiongkok dan penulis “Zhou Enlai in His Later Years,” yang mengatakan, “Akal sehat sejarah menunjukkan bahwa tentara keluarga Xi, yang semuanya berseragam, akan segera berpisah, bersaing untuk mendukung satu sama lain, dan berjuang secara internal untuk menggantikan faksi-faksi partai sebelumnya.” Sebagai contoh, Mao Zedong mengandalkan dua faksi yang melancarkan Revolusi Kebudayaan—geng militer yang dipimpin oleh Lin Biao dan faksi Revolusi Kebudayaan yang dipimpin oleh Jiang. Keinginan bertarung satu sama lain, dan pertempuran internal menjadi semakin sengit, yang akhirnya berubah menjadi Insiden Lushan pada tahun 1970. (hui)

‘PKT Mundur! Xi Jinping Turun!’: Aksi Protes Meletus di Seluruh Tiongkok Melawan Pembatasan COVID-19

0

Dorothy Li dan Sophia Lam

Aksi protes meletus di Shanghai dan di kampus-kampus  di seluruh Tiongkok selama akhir pekan, dengan kerumunan massa menyerukan Partai Komunis Tiongkok (PKT) dan pemimpin utamanya agar mundur, sebuah insiden perbedaan pendapat publik yang jarang terjadi di negara itu dalam beberapa dekade. 

Gelombang kemarahan terbaru meluas, dari ibu kota Beijing ke kota selatan Nanjing, meletus setelah aksi protes secara besar-besaran meledak di wilayah barat jauh Xinjiang, di mana pembatasan ketat COVID-19 disalahkan  atas tewasnya belasan orang dan lainnya terluka karena kebakaran apartemen di Urumqi, ibu kota wilayah tersebut. Pemerintah setempat membantah tuduhan itu.

Di Shanghai, kerumunan demonstran berkumpul untuk berjaga-jaga di Wulumuqi Middle Road, sebuah jalan yang dinamai Urumqi, pada 26 November malam, menurut video online dan peserta.

“Menuntut kebebasan!” Orang-orang dapat terdengar berteriak di beberapa video, yang beredar luas di media sosial wilayah itu sebelum diturunkan.

“Xi Jinping,” teriak seorang pria dalam sebuah video. “Turun!” yang diikuti lebih banyak massa.

“Partai Komunis,” teriak beberapa orang; “Mundur!” yang lainnya menanggapi. Mereka mengulangi nyanyian sementara orang-orang terlihat memegang kertas putih kosong atau merekam adegan dengan telepon mereka di rekaman itu.

Eva Rammeloo, seorang reporter untuk surat kabar Belanda Fidelity yang berada di lokasi protes, mengatakan bahwa dia “belum pernah melihat yang seperti ini” dalam 10 tahun pelaporannya di Tiongkok. Dia memperkirakan ada lebih dari 1.000 pengunjuk rasa di pagi hari pada 27 November.

Polisi mulai menangkap pengunjuk rasa. Beberapa pengunjuk rasa terdengar berteriak: “Jangan gunakan kekerasan!” Seorang pria berkata kepada polisi: “Anda adalah polisi rakyat, Anda harus melayani rakyat!”

Rammeloo bertanya kepada seorang petugas polisi apakah dia setuju dengan para pengunjuk rasa. “Dia tersenyum dengan keheningan yang sangat lama. ‘Kami tidak bisa berbuat apa-apa. Mei banfa,’” tulis Rammeloo di Twitter.

Rekaman video menunjukkan bahwa polisi mendorong pengunjuk rasa ke dalam kendaraan polisi. The Epoch Times tidak dapat segera memverifikasi keaslian klip video tersebut.

Jalan Tengah Wulumuqi telah dibarikade, tetapi ada aksi protes di sepanjang jalan, menurut Rammeloo.

Model kemarahan secara nasional ini belum pernah terlihat di Tiongkok selama beberapa dekade. PKT tanpa henti menekan suara-suara kritis, terutama selama pandemi. Sejumlah jurnalis warga dan warga yang berusaha mendokumentasikan jumlah korban awal COVID-19 telah dipenjara.

Sejak wabah COVID-19 pertama dilaporkan di Wuhan, rezim Tiongkok telah melawan virus tersebut dengan langkah-langkah kontrol sosial yang keras dalam upaya untuk menghilangkan setiap infeksi di antara komunitas. Lockdown mendadak, pengetesan berulang, pengawasan massal, dan karantina wajib bagi siapa pun yang mereka anggap berisiko adalah beberapa metode yang diambil pejabat PKT untuk menerapkan kebijakan “nol-COVID” mereka.

Tiga tahun kemudian, banyak yang sempat memperkirakan rezim komunis akan beralih dari pendekatan keras yang merampas pendapatan  penduduk yang di-lockdown dan menyebabkan tragedi tak terhitung jumlahnya yang melibatkan pasien non-COVID dikarenakan tertundanya perawatan medis.

“Tidak ada yang menyukai PKT atau Xi Jinping,” teriak seorang warga Shanghai bermarga Wang  kepada The Epoch Times. Dia menambahkan bahwa orang-orang Tiongkok “muak” atas kebijakan nol-COVID yang kejam.

“Semua sektor menderita. Kita perlu memberi makan diri kita sendiri, untuk menghidupi keluarga kita. Tanpa penghasilan, bagaimana kami bisa bertahan?” kata pria itu dalam sebuah wawancara telepon pada 27 November.

Warga Shanghai lainnya mengatakan kepada The Epoch Times bahwa pihak berwenang telah memblokir akun yang menyebarkan video aksi protes akhir pekan. 

Namun demikian, rekaman yang membanjiri media sosial menunjukkan aksi protes melanda beberapa universitas terkemuka di seluruh negeri pada 27 November.

Di Universitas Tsinghua, kampus paling bergengsi di Beijing, sejumlah orang mengadakan protes terhadap pembatasan COVID, di mana mereka menyanyikan lagu PKT, menurut gambar dan video yang diposting di media sosial.

Dalam satu video, seorang mahasiswa universitas Tsinghua menyerukan kerumunan yang bersorak untuk bersuara.

“Kalau kita tidak berani angkat bicara karena takut dicoreng, rakyat kita akan kecewa dengan kita. Sebagai mahasiswa universitas Tsinghua, saya akan menyesalinya seumur hidup saya,” The Epoch Times tidak dapat segera memverifikasi video tersebut.

Terlepas dari kemarahan publik  membara, People’s Daily, surat kabar andalan PKT, sekali lagi meminta negara itu agar tetap berpegang pada kebijakan nol-COVID.

Pendekatan nol-COVID,  kini telah menjadi kebijakan khas Xi, harus dipahami sebagai kampanye politik PKT, menurut Rory Truex, asisten profesor politik dan urusan internasional di Universitas Princeton.

Namun demikian, ketidakpuasan secara nasional dan pendekatan keras tampaknya menimbulkan tantangan terbesar bagi Xi. Pada bulan lalu, Xi menganugerahi dirinya sendiri masa jabatan ketiga yang memecahkan rekor selama Kongres Partai ke-20. Dengan menempatkan sekutunya di badan pembuat keputusan tertinggi Partai, Xi sekarang menjadi pemimpin paling kuat di negara itu sejak penguasa pertama, Mao Zedong.

Feng Chongyi, seorang profesor studi Tiongkok di University of Technology Sydney, memandang aksi protes sebagai titik balik dalam politik Tiongkok.

“Perubahan besar politik di Tiongkok membutuhkan proses tiga langkah, dari pemberontakan sipil hingga pemberontakan hingga kudeta. Jika polisi tidak mau menindas rakyat, seniornya akan memaksa mereka untuk menindas orang atau bahkan mengirim polisi dari tempat lain untuk menindas pengunjuk rasa, yang mana dapat menyebabkan pemberontakan. Ini telah menyebabkan reaksi berantai nasional, dan tirani PKT dapat berakhir dengan cara ini.” (asr)

Luo Ya dan Reuters berkontribusi pada laporan ini.

Apple Merespon Insiden Protes Karyawan Foxconn Zhengzhou yang Mempengaruhi Produksi iPhone

oleh Xia Yu

Para karyawan yang bekerja di lingkungan tertutup pabrik Foxconn yang menghasilkan produksi iPhone terbesar di dunia mengadakan protes berskala besar yang akhirnya berkembang menjadi konfrontasi antara karyawan dengan pihak keamanan pada Selasa 23 November. Insiden tersebut menarik perhatian internasional. Perusahaan Apple dalam sebuah pernyataannya pada hari Rabu menyebutkan bahwa pihaknya sedang berusaha keras untuk memastikan keluhan para karyawan Foxconn dapat ditangani.

Analis percaya bahwa hal ini akan berdampak terhadap kapasitas produksi iPhone, terutama iPhone 14. Sedangkan pakar urusan Tiongkok menyerukan agar perusahaan asing segera meninggalkan daratan Tiongkok.

Sudah lebih sebulan epidemi COVID-19 merebak dalam taman industrial Foxconn di Kota Zhengzhou. Pada Selasa (22 November) malam, para karyawan baru yang direkrut dari provinsi lain marah lantaran pabrik menunda pembayaran remunerasi dan mengeluh soal kondisi pabrik yang buruk. Protes berskala besar kemudian pecah, dan pihak berwenang langsung mendatangkan sejumlah besar polisi dan petugas yang berpakaian APD untuk menghadapi karyawan.

Perusahaan Apple melalui sebuah pernyataan menyebutkan bahwa Apple memiliki karyawan di pabrik Zhengzhou yang sedang bekerja sama dengan Foxconn untuk memastikan kekhawatiran karyawan dapat ditangani secara baik.

Pihak Foxconn mengatakan pada hari Kamis bahwa, akibat terjadi kesalahan data yang diinput ke sistem komputer selama proses onboarding karyawan, mengakibatkan karyawan baru menerima kontrak yang ditujukan untuk karyawan lama. Perusahaan mengatakan bahwa pihaknya menjamin bahwa karyawan baru akan menerima remunerasi sesuai yang sudah disepakati bersama. Karyawan yang keluar juga akan menerima “subsidi” dalam jumlah tertentu, tetapi angkanya tidak disebutkan. Foxconn telah berjanji akan memberikan dukungan sepenuhnya kepada karyawan yang bersedia tinggal.

Seorang karyawan Foxconn menunjukkan pesan SMS dari Bagian SDM Foxconn kepada reporter Wall Street Journal yang berbunyi : Perusahaan menawarkan RMB. 10.000,- (setara USD. 1.400) kepada karyawan baru yang ingin meninggalkan perusahaan.

Rekaman video menunjukkan banyak karyawan menerima tawaran tersebut dan mengantri panjang dengan bagasi bawaan mereka sebelum naik bus untuk meninggalkan pabrik pada hari Kamis pagi. Seorang karyawan memberitahu reporter Wall Street Journal bahwa dia adalah salah satu dari rombongan karyawan yang sudah 1 jam lebih menunggu bus untuk diantarkan ke stasiun KA. Ia mengaku sudah menerima pembayaran tahap pertama sesuai kesepakatan.

Keterangan Foto : Hari Selasa (23 November), bentrokan antara para karyawan Foxconn dengan pihak keamanan telah menarik perhatian internasional. (AFPTV Teams/ESN/Still Salty/AFP)

Epidemi dan protes massal berdampak besar terhadap kapasitas produksi iPhone

Foxconn terus kehilangan karyawannya setelah COVID-19 menyebar di pabrik, hal tersebut jelas mengganggu jadwal produksi iPhone 14. Sampai-sampai perusahaan Apple terpaksa mengumumkan bahwa jumlah pengiriman ponsel iPhone kelas atas akan lebih rendah dari yang diharapkan karena produksi terganggu oleh wabah COVID-19 baru-baru ini.

Foxconn di Kota Zhengzhou memiliki lebih dari 200.000 orang karyawan yang memproduksi perangkat Apple termasuk iPhone 14 Pro dan Pro Max, dan menyumbang 70% dari pengiriman iPhone global.

Ming-Chi Kuo, seorang analis di TF Securities yang berfokus pada rantai pasokan Apple, mengatakan bahwa bahkan sebelum timbul protes karyawan minggu ini, epidemi yang merebak ke pabrik baru-baru ini telah menyebabkan kekurangan karyawan yang sudah mempengaruhi kapasitas produksi iPhone global sekitar 10%. Demikian Wall Street Journal melaporkan.

Beberapa aktivis pemegang saham mengatakan kepada Reuters bahwa protes tersebut menunjukkan bahwa perusahaan Apple sedang menanggung risiko karena menggantungkan produksinya di Tiongkok. Reuters mengutip Christina O’Connell, manajer senior lembaga petisi konsumen yang berbasis di Brooklyn, “SumOfUs.org” yang mengatakan : “Ketergantungan yang tinggi dari perusahaan Apple terhadap Tiongkok, baik sebagai pasar konsumen maupun sebagai salah satu basis manufaktur utamanya, menurut kami itu adalah membahayakan”.

Reuters pada bulan lalu telah melaporkan bahwa produksi iPhone pada bulan November dapat turun hingga 30%. Sumber Foxconn yang mengetahui masalah tersebut mengatakan tidak jelas seberapa besar protes pekerja dapat mempengaruhi produksi bulan November. Itu mungkin akan memakan waktu berhari-hari untuk mengatasinya karena skup yang harus dipertimbangkan cukup besar.

Sumber lain mengatakan kerusuhan telah memastikan bahwa pabrik tidak dapat melanjutkan produksi penuh sebelum akhir bulan.

Keterangan Foto : Hari Selasa 23 November, bentrokan antara para karyawan Foxconn dengan pihak keamanan telah menarik perhatian internasional. (AFPTV Teams/ESN/Still Salty/AFP)

Gordon Chang : Perusahaan asing harus secepat mungkin meninggalkan Tiongkok

Tahun ini, banyak pabrik tidak dapat berproduksi penuh akibat kebijakan pencegahan epidemi ekstrem PKT. Hal mana juga mendorong Apple untuk meningkatkan kapasitas produksi di luar Tiongkok, terutama di India dan Vietnam.

Gordon Chang, seorang pakar masalah Tiongkok dalam pesan tweet-nya tentang kerusuhan di pabrik Foxconn Zhengzhou yang terjadi pada 23 November menyebutkan : Perusahaan (asing) harus secepat mungkin meninggalkan Tiongkok. Kerusuhan di pabrik Foxconn Zhengzhou dapat menyebar ke seluruh negeri.

Sekarang juga meninggalkan Tiongkok, selagi kesempatan masih ada. tulisnya.

Gordon Chang juga menulis : PKT yang tidak berkemampuan telah gagal dalam menjaga ketertiban (peristiwa yang terjadi) di pabrik terpenting Tiongkok — pabrik iPhone Foxconn — mencerminkan bahwa rezim ini (PKT) sedang berjalan menuju kegagalan.

Kerusuhan ini terjadi ketika serangan balik epidemi mencapai klimaks lainnya. pemerintah Tiongkok pada hari Kamis melaporkan bahwa jumlah infeksi baru di seluruh Tiongkok yang tercatat mencapai 31.656 kasus, meningkat 10% dari hari sebelumnya (jumlah sebenarnya akan lebih tinggi karena PKT secara konsisten menyembuhkan jumlah sebenarnya). Kota Zhengzhou yang berpenduduk 13 juta, pada Kamis, sekitar 6,6 juta penduduknya di 8 distrik diperintahkan untuk stay at home selama 5 hari. 9sin)