Unjuk Rasa Merebak di Tiongkok Setelah Kebakaran Besar yang Merenggut Banyak Nyawa Warga di Kota Urumqi

 oleh Yu Ting

Pemerintah Tiongkok telah mengunci Kota Urumqi, ibu kota Xinjiang selama lebih dari 3 bulan. Pada Kamis 24 November, sebuah kebakaran hebat telah menyulut kemarahan warga masyarakat, sampai-sampai penduduk setempat memberanikan diri untuk turun ke jalanan untuk memprotes otoritas. Pada saat yang sama, unjuk rasa juga terjadi di banyak tempat di seluruh negeri, termasuk para mahasiswa Universitas Peking dan banyak universitas lainnya.

Warga Xinjiang meneriakkan slogan : “Buka pemblokiran ! Buka pemblokiran !”

Blokade ekstrem pemerintah Tiongkok menyebabkan kebakaran yang terjadi di Urumqi pada 24 November merenggut banyak nyawa korban. Penduduk tidak bisa keluar dari ruangan karena blokade, yang juga mempersulit masuknya bantuan para penyelamatan. Pihak berwenang mengklaim bahwa 10 orang tewas dalam insiden tersebut, namun data sebenarnya tidak diketahui. Setelah tragedi tersebut, yakni pada 25 November, massa yang marah di Xinjiang melakukan unjuk rasa besar-besaran.

Untuk “meredakan amarah masyarakat”, pihak berwenang pada 26 November mengeluarkan pengumuman yang menyebutkan bahwa pelonggaran blokade secara bertahap akan dilakukan terhadap area-area yang berisiko rendah, karena kebijakan Nol Kasus sudah terwujud. Namun kejadian “demo berhasil memaksa otoritas berubah sikap” jelas menjadi tiruan warga berbagai daerah, sehingga gelombang protes muncul di mana-mana. Termasuk banyak mahasiswa yang menjadi berani untuk keluar dari asrama mereka untuk bersuara bagi para korban, di saat yang sama mereka menyerukan : ” Ingin kebebasan !”.

Siswa Akademi Seni Rupa di Kota Xi’an mengatakan : “Ganyang lockdown ekstrem ! Ganyang formalisme !”

Kertas bertuliskan kata-kata : “Ingin kebebasan !” muncul dalam kampus Universitas Peking, banyak mahasiswa berkumpul untuk memperjuangkan hak-hak mereka.

Siswa dari perguruan tinggi di Kota Nanjing menyalakan lampu flash ponsel mereka untuk berbelasungkawa terhadap para korban kebakaran.

Salah seorang mahasiswa : “Hidup rakyat, beristirahatlah dalam damai bagi para korban !”

Dosen Institut Komunikasi Nanjing mengatakan : “Kalian sangat menarik, banyak dari kalian tampaknya tidak mengerti banyak hal tentang negara …”

Mahasiswa Institut Komunikasi Nanjing menjawab : “Anda mengerti betul, apakah Anda adalah satu dari 27 orang di dalam mobil di Guizhou ?”

Dekan Institut Komunikasi Nanjing mengeluarkan pengeras suara, mengancam para mahasiswa : ikut berunjuk rasa harus membayar dengan harga yang mahal.

Cao Guosheng, kepala eksekutif Institut Komunikasi Nanjing mengatakan : “Suatu hari nanti kalian harus membayar harga yang mahal terhadap apa yang kalian perbuat hari ini, setiap orang harus membayar harga untuk apa yang telah mereka lakukan”.

Mahasiswa Institut Komunikasi Nanjing mengatakan : “Anda juga harus (bertanggung jawab) atas apa yang Anda lakukan, bahkan negara ini harus membayar harganya !”

Selain mahasiswa, warga sipil di seluruh negeri juga turun ke jalan untuk memprotes otoritas atas kebijakan pencegahan epidemi yang tidak manusiawi. Penduduk di Kota Lanzhou mengobrak-abrik tempat untuk tes asam nukleat. Warga sipil di Kota Wuhan turun dari apartemen tempat tinggal mereka untuk menuntut pembebasan blokade.

Seorang warga Wuhan mengatakan : “Buka pemblokiran ! Kami ingin makan ! Kami ingin hidup !”

Warga sipil Kota Shanghai : “Tolak kediktatoran, kita menuntut demokrasi !”

Warga sipil Kota Shanghai mendatangi Jalan Urumqi untuk berkumpul. Sejumlah besar petugas polisi di sana langsung memberlakukan darurat militer dan melakukan penangkapan terhadap banyak warga dengan cara yang kejam.

Penduduk Shanghai berteriak : “Tolong ! Tolong !”

Penduduk Shanghai lainnya berkata : “Jangan bertindak kasar, jangan bertindak kasar, apa alasan Anda bertindak kasar terhadap rakyat !”

Penduduk Shanghai mengatakan : “Rakyat adalah orang-orang yang ditindas oleh kalian, bukan ? Polisi rakyat seharusnya melayani rakyat dan menyumbangkan kemampuan untuk negara, bukannya berdiri di sini untuk mengepung rakyatnya sendiri !”

Warga Shanghai mengatakan : “Bubarkan Partai Komunis Tiongkok !”

Pada Sabtu (26 November), otoritas secara resmi melaporkan jumlah kasus terkonfirmasi yang kembali memecahkan rekor (34.909 kasus infeksi lokal), meskipun angka sebenarnya yang biasanya lebih besar tidak diketahui. Hal mana menunjukkan bahwa kebijakan Nol Kasus PKT tampaknya gagal total. (sin)