Status Siaga Tinggi di Israel, Sistem Pertahanan Rudal “Iron Dome” Kerja Lembur Mencegat Roket Hamas
Li Zhaoxi
Konflik Hamas-Israel terus memanas. Pada Selasa (11/5/2021) malam, kelompok milisi Hamas terus meluncurkan sejumlah besar roket dari Jalur Gaza ke Israel. Sistem pertahanan, Iron Dome Israel bekerja lembur untuk mencegat roket.
Menurut data dari sistem peringatan dini roket Israel “Red Alerts-Cumta”, memperingatkan tentang serangkaian serangan roket terbaru yang menargetkan sebagian besar wilayah pantai barat Israel.
Sebuah video yang dirilis oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menunjukkan, sistem pertahanan “Iron Dome” Israel bekerja keras untuk mencegah roket yang menembaki pemukiman dan kota warga sipil.
Serangan terbaru, juga menargetkan daerah dekat Bandara Ben Gurion di Tel Aviv, bandara internasional terbesar Israel. Menurut Greek City Times, penerbangan ke Israel terpaksa harus melalui Yunani dan Siprus. Pengiriman terpaksa ditangguhkan.
Di atas pusat kota Tel Aviv, sistem pertahanan “Iron Dome” mencegat lusinan roket yang diluncurkan dari Gaza.
Sistem pertahanan “Iron Dome” juga mencegat roket di kota Ashkelon di Israel selatan.
Juru bicara kepolisian Israel, Mickey Rosenfeld mengatakan, serangan roket di Tel Aviv adalah salah satu serangan paling intensif. Selain itu, sebagai serangan terburuk dan terbesar di pusat jantung Israel selama bertahun-tahun. Dia mengatakan, keamanan berada pada status siaga tertinggi.
Laporan The Jerusalem Post menyebutkan, seorang wanita tewas di pusat kota Rishon Lezion dan seorang lainnya terluka akibat serangan roket. Di Holon, empat orang terluka dan seorang sopir bus terkena roket. Menurut laporan media, tiga orang di Holon “terluka sedang”, termasuk seorang anak berusia 5 tahun.
Sebagai respon atas serangan Hamas, Israel melancarkan serangan udara. Pada konferensi pers pada (11/5) selasa malam, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan, sekali lagi menegaskan kembali komitmen Israel untuk membela diri dari serangan teroris. Ia memperingatkan, Hamas dan kelompok ekstremis “berperilaku untuk tindakan agresi dan akan membayar harga yang sangat mahal.”
Keterangan Foto : Pada 10 Mei 2021, Israel melancarkan serangan udara mematikan di Jalur Gaza. (MAHMUD HAMS/AFP melalui Getty Images)
Netanyahu menyatakan, IDF sudah menyerang ratusan fasilitas Hamas dan ekstremis di Jalur Gaza. Menurut Netanyahu, pihaknya berhasil melenyapkan puluhan teroris, termasuk komandan tingkat tinggi mereka. Pihaknya juga berhasil mengebom pusat komando Hamas, Gedung-gedung yang melayani organisasi teroris juga telah dirobohkan. Israel menyatakan, akan terus menyerang dengan seluruh kekuatan mereka.
Netanyahu menyerukan kepada Warga Israel agar bersatu melawan musuh yang terkutuk. Warga Israel bersedih untuk mereka yang terbunuh, dan berdoa agar mereka yang terluka segera pulih.
Menteri Pertahanan Israel, Benny Gantz melanjutkan kata-kata perdana menteri: “Ini baru permulaan. Ini adalah yang pertama dari serangkaian tindakan panjang yang kami rencanakan.” (hui)
Media Prancis : Hasil Sensus Kependudukan Tiongkok Tahun 2020 Memupuskan Harapan Xi Jinping
oleh Li Yun
Pada (11/5/2021), pemerintah komunis Tiongkok mengumumkan hasil Sensus Kependudukan ke-7, yakni : Total penduduk berjumlah 1 miliar 411 juta jiwa. Diantaranya, penduduk berusia 0 – 14 tahun berjumlah 253,38 juta jiwa, merupakan 17,95% dari total penduduk. Dan, penduduk berusia 60 tahun ke atas berjumlah 264,02 juta, menyita 18,70% dari total penduduk Tiongkok.
Media Tiongkok yang menangani penampungan data mempertanyakan soal banyaknya inkonsistensi yang muncul dalam sensus. Selain itu, jumlah kelahiran dan kematian juga sangat kontroversial. Terutama di bawah epidemi tahun lalu, populasi kelahiran baru justru meningkat 1,5 kali lipat dibandingkan dengan tahun 2019. Penduduk berusia 65 tahun juga melonjak sebesar 60%. Aneh bukan ? Entah dari mana datangnya “lansia hantu” berjumlah 14,61 juta jiwa ini ditambahkan ?
Laporan tersebut menggunakan istilah mengejutkan dan mencengangkan langit dan bumi, tak lain untuk menggambarkan “hasil sensus” yang sepenuhnya tidak sesuai dengan hukum pertumbuhan penduduk.
Mulai tahun 2000, populasi kelahiran baru secara nasional telah menurun hingga dibawah 10 juta jiwa, dan pada tahun 2010 terus turun menjadi 6,41 juta jiwa. Pada 2019, hanya tersisa 4,67 juta jiwa. Namun, setelah mengalami epidemi komunis Tiongkok (COVID-19) tahun lalu, populasi baru ini aneh bin ajaib meningkat sebesar 15,12%, hal ini jelas tidak sesuai dengan akal sehat.
Yi Fuxian, seorang ahli demografi dari Universitas Wisconsin-Madison di Amerika Serikat mengatakan bahwa, ini adalah laporan hasil sensus penduduk nasional paling buruk dalam sejarah Tiongkok, jelas banyak kandungan manipulasi di dalamnya.
Dia menyimpulkan bahwa populasi Tiongkok sudah mulai menurun sejak tahun 2018, dan populasi Tiongkok mungkin tidak melebihi 1 miliar 280 juta jiwa pada tahun 2020.
Penurunan populasi mematahkan ambisi hegemoni global Komunis Tiongkok
Media Prancis ‘L’Express’ melaporkan bahwa, meskipun pemimpin komunis Tiongkok Xi Jinping menjanjikan “kebangkitan besar” bagi Republik Rakyat Tiongkok kepada rakyatnya, namun penurunan populasi Tiongkok jelas bertolak belakang dengan impian nasionalis Xi Jinping.
Mampukah rezim komunis Tiongkok menghindari jebakan penurunan populasi ? Menurut ‘L’Express’, bahwa yang pasti pada saat ini muka komunis Tiongkok bisa diselamatkan dengan angka yang dimanipulasi itu, seperti mengumumkan bahwa populasinya terus bertambah.
Namun demikian, jika dibandingkan dengan tahun 2010, laju pertumbuhan penduduk ini terbatas pada angka 5,38%. Ini merupakan level terendah sejak komunis Tiongkok mengadakan sensus penduduk pada tahun 1953.
Laporan tersebut mengatakan bahwa komunis Tiongkok, bukanlah negara pertama yang mengalami fenomena seperti ini : di Asia, seperti Korea Selatan dan Jepang, mereka telah lama menyadari tentang hal ini. Tetapi, yang cukup mengganggu adalah bahwa angka-angka ini justru mengirimkan sinyal negatif pada saat komunis Tiongkok sedang ngotot-ngototnya bersaing dengan Amerika Serikt untuk menjadi pemimpin dunia.
Bagi komunis Tiongkok, populasi negaranya yang besar merupakan keunggulan dalam bersaing dengan negara lain. Ketika ia ingin menekan mitra ekonominya, seperti Uni Eropa, pihaknya tidak segan-segan menggunakan potensi pasar internalnya yang sangat besar untuk menekan perusahaan-perusahaan yang tertarik.
Dan ketika menghadapi India, pesaing terbesarnya di Asia, komunis Tiongkok masih bisa menghibur diri karena merasa ia adalah negara terpadat di Asia. Namun, menurut proyeksi Perserikatan Bangsa-Bangsa, pada tahun 2030, populasi India diperkirakan akan melebihi populasi Tiongkok.
Kekhawatiran Beijing diyakini terutama adalah pada ekonomi : Penurunan populasi Tiongkok akan menggagalkan rencananya untuk menggantikan kedudukan Amerika Serikat sebagai kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Dalam 40 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi komunis Tiongkok sebagian besar digantungkan pada kekuatan dari tenaga kerjanya yang murah.
Riset : Penduduk Tiongkok tinggal 732 juta jiwa pada tahun 2100
Dengan terus menyusutnya penduduk Tiongkok. Sebuah hasil riset yang dimuat ‘The Lancet’ pada September 2020 menyebutkan, bahwa jumlah penduduk Tiongkok akan menurun menjadi 732 juta jiwa pada tahun 2100.
Menurut ‘Capital Economics’, perusahaan di London yang menangani analisis, prediksi dan konsultasi tentang ekonomi, bahwa jumlah populasi Tiongkok akan terus menurun 0,5% setiap tahun hingga tahun 2030. Hal ini selain akan berdampak sama terhadap PDB negaranya. Juga, menjadi penghalang bagi komunis Tiongkok dalam upayanya untuk mencapai tujuan mengejar ketertinggalan ekonomi dari pesaing kuatnya Amerika Serikat. Dan jelas, akan berdampak pada status global komunis Tiongkok.
‘L’Express’ melaporkan bahwa, penurunan populasi mungkin juga memiliki efek menyengat lainnya. Penasihat Asia dari Montaigne Institute mengatakan dengan penuh makna : “Tiongkok tidak mungkin menjadi pabrik dunia tanpa batas waktu”.
Pertanyaannya sekarang adalah, apakah komunis Tiongkok masih dapat meningkatkan produktivitas dan memasuki pasar kelas atas karena modal kekuatannya yakni tenaga kerjanya terus menurun.
Salah satu keputusan yang dianggap solusi bagi komunis Tiongkok dalam menangani masalah ini adalah, rencana untuk memperpanjang usia pensiun. Tetapi, pada saat yang sama mereka juga terbentur dengan konsekuensi untuk menangani populasi yang menua.
Laporan tersebut menyebutkan bahwa antara tahun 2010 hingga 2020, jumlah penduduk berusia di atas 65 tahun telah meningkat dari 8,87% menjadi 13,5%. Ini bagaikan bom waktu yang belum meledak, yang mana sedang mengancam sistem pensiun negara panda tersebut.
Bank Sentral Tiongkok pada pertengahan bulan April menerbitkan sebuah artikel yang isinya, mengakui bahwa situasi kependudukan Tiongkok sedang tidak sejalan dengan rencana laju penurunan populasi yang melampaui imajinasi. Oleh karena itu, menyarankan kepada pemerintah agar tidak lagi ragu-ragu untuk memberlakukan liberalisasi dan mendorong persalinan.
Pakar Tiongkok menyarankan agar pemerintah memberlakukan kebijakan nyata yang mampu benar-benar meningkatkan jumlah kelahiran. Di antara mereka, Liang Jianzhang, seorang ekonom populasi Tiongkok dan profesor di Sekolah Manajemen Guanghua Universitas Peking. Ia menyarankan agar pemerintah menghadiahi setiap keluarga yang melahirkan seorang anak dengan uang sebesar RMB. 1 juta.
Dong Yuzheng dari Departemen Pengembangan Populasi Universitas Guangzhou College of China, melalui media resmi Partai Komunis Tiongkok mengungkapkan bahwa jika pihak berwenang tidak juga mengambil tindakan penyelamatan, maka jumlah kelahiran di Tiongkok bahkan akan terus turun sampai di bawah ambang batas yang hanya beberapa juta jiwa saja mulai tahun depan.
Feinian Chen dari Departemen Sosiologi di University of Maryland yang mempelajari perkembangan populasi mengatakan bahwa, jika tingkat kelahiran Tiongkok terus menurun, sedangkan tekanan dari penuaan populasi terus meningkat. Maka selain perekonomian Tiongkok akan terpengaruh, anggaran untuk membiayai perawatan terhadap penduduk lansianya, serta penanganan sejumlah masalah sosial lainnya akan melonjak. Walaupun pemerintah sekarang berniat untuk melakukan penyelamatan terhadap angka kelahiran, tampaknya hasil yang diperoleh tak lain adalah sia-sia. (sin)
Joe Biden Mendukung Hak Israel untuk Membela Diri dari Serangan Rudal Hamas
Janita Kan
Presiden Amerika Serikat, Joe Biden berbicara dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu pada Sabtu (15/5/2021) ketika konflik antara Israel dan kelompok teroris Hamas berlanjut hingga hari ketujuh.
Biden selama pembicaraan lewat sambungan telepon menegaskan kembali dukungan kuatnya terhadap hak Israel untuk membela diri dari serangan rudal Hamas, yang didukung oleh Teheran, dan kelompok teroris lainnya. Hamas, Jihad Islam, dan kelompok militan lainnya sudah menembakkan sekitar 2.300 roket dari jalur Gaza ke Israel sejak Senin (10/5/2021), kata Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Sabtu 15 Mei.
Disebutkan sebanyak 1.000 roket berhasil dicegat oleh sistem pertahanan Israel, akan tetapi 380 misil lainnya yang ditembakkan dan masuk ke Jalur Gaza hingga menambah angka kematian serta korban cedera dari warga sipil di jalur Gaza.
Israel juga meluncurkan lebih dari 1.000 serangan udara dan artileri presisi yang ditujukan ke Hamas dan target militan lainnya, yang mana kerap dibangun di dekat kawasan sipil di jalur pantai yang padat penduduk.
Baku tembak turut menewaskan setidaknya 149 orang di jalur Gaza, termasuk 41 anak-anak, dan 10 orang di Israel, termasuk dua anak-anak.
Menurut percakapan panggilan telepon antara dua pemimpin itu, Biden mengutuk “serangan tanpa pandang bulu” oleh kelompok teroris di Israel dan menyatakan keprihatinannya tentang “kekerasan antar komunal” yang dilaporkan di komunitas Yahudi-Arab Israel.
“Presiden menyuarakan keprihatinannya tentang konfrontasi kekerasan di Tepi Barat. Dia menyatakan dukungannya memungkinkan rakyat Palestina menikmati martabat, keamanan, kebebasan, peluang ekonomi yang pantas mereka dapatkan dan menegaskan dukungannya untuk solusi dua negara,” kata pernyataan Gedung Putih.
Biden juga menyuarakan keprihatinan tentang keselamatan dan keamanan jurnalis yang meliput situasi di daerah tersebut. Komentar disampaikan menyusul penghancuran yang ditargetkan dari sebuah gedung dengan 12 lantai di Kota Gaza pada Sabtu 15 Mei 2021. Bangunan bertingkat tersebut bagi Israel “berisi aset militer milik kantor intelijen organisasi teror Hamas.”
Gedung tersebut juga menampung aktivitas sipil, termasuk kantor berita Amerika Serikat, Associated Press dan Al Jazeera yang berbasis di Qatar, sebagai kantor dan apartemen lainnya. Semua orang-orang langsung dievakuasi setelah pemilik gedung menerima peringatan lanjutan tentang serangan dari Israel.
IDF mengatakan, mereka memberitahukan kepada warga sipil melalui telepon, SMS, dan menjatuhkan bom “pengetuk atap” untuk memperingatkan mereka tentang operasi Israel.
Pasukan Pertahanan Israel menyatakan, operasi dilakukan terhadap gedung sipil yang sudah disulap menjadi pertahanan militer oleh Hamas. Gedung tersebut digunakan untuk keperluan militer seperti pengumpulan info intelijen, perencanaan serangan, pusat komando dan kendali, dan komunikasi.
“Bangunan itu berisi kantor media sipil, yang Hamas sembunyikan dan sengaja digunakan sebagai tameng manusia,” kata IDF dalam pernyataan mereka.
Kantor berita Associated Press mengutuk serangan itu, menuntut Israel memberikan laporan intelijennya sebagai bukti terkait Hamas yang turut beroperasi di gedung tersebut.
“Biro AP berada di gedung ini selama 15 tahun,” kata Lauren Easton, Direktur Hubungan Media Associated Press dalam sebuah pernyataan.
“Kami tidak memiliki indikasi Hamas berada di dalam gedung atau aktif di dalam gedung. Ini adalah sesuatu yang kami periksa secara aktif dengan kemampuan terbaik kami. Kami tak akan pernah secara sadar membahayakan jurnalis kami,” ujarnya.
Sejak itu, para komentator menunjuk kepada artikel Tahun 2014 oleh mantan laporan Associated Press, Matti Friedman, yang menulis tentang pejuang Hamas sebelumnya “menerobos AP biro Gaza” yang tak akan dilaporkan AP karena ancaman. Staf AP juga menyaksikan “peluncuran roket Hamas tepat di samping kantor [Gaza] mereka”.
Hamas mengatakan serangan roketnya pada Senin (10/5), sebagai respon atas ketegangan berminggu-minggu terkait kasus untuk mengusir sejumlah keluarga Palestina di Yerusalem Timur, serta pembalasan terhadap polisi Israel karena menindak para perusuh Palestina yang menurut kantor Perdana Menteri Netanyahu, merencanakan kerusuhan di kota dekat Masjid Al-Aqsa, tempat suci ketiga bagi Umat Islam, pada 10 Mei selama Ramadhan.
Netanyahu dalam konferensi pers pada Sabtu, bersumpah menanggapi dengan kekerasan atas serangan Hamas di Israel, yang dikatakannya “tak beralasan.”
“Sejumlah warga Israel terbunuh. Lebih banyak lagi yang terluka. Anda tahu dan saya tahu, tidak ada negara yang akan mentolerir ini. Israel tak akan mentolerirnya, Kami akan terus merespons dengan keras sampai keamanan orang-orang kami seperti keadaan semula,” katanya.
Israel dan Hamas sudah mengobarkan banyak konflik sejak kelompok teroris itu menguasai jalur Gaza pada Tahun 2007. Serangan udara Israel sebagai balasan atas serangan roket dari kelompok teroris di jalur Gaza, bukan perkara yang jarang terjadi.
Biden turut berbicara dengan Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas “untuk menyampaikan komitmen AS memperkuat kemitraan AS-Palestina,” demikian menurut Gedung Putih.
Presiden “membahas ketegangan saat ini di Yerusalem dan Tepi Barat dan menyatakan keinginan bersama agar Yerusalem menjadi tempat hidup yang berdampingan secara damai bagi orang-orang dari semua agama dan latar belakang,” menurut pembacaan panggilan telepon tersebut. Biden juga menekankan perlunya Hamas menghentikan menembakkan roket ke Israel.
Dewan Keamanan PBB dijadwalkan bertemu untuk membahas wabah terburuk kekerasan Israel-Palestina dalam beberapa tahun terakhir. (asr)
Mimi Nguyen-Ly dan Reuters berkontribusi pada laporan ini.
Berturut-turut Selama 22 Hari India Catat 300.000 Kasus Baru, Tahapan Pemulihan Pembatasan Akibat Epidemi di Inggris Dimulai Akan Tetapi …
oleh Jiang Ziyang – NTD Asia Pasifik
Epidemi virus Komunis Tiongkok atau COVID-19 terus berkecamuk di India. Hingga 15 Mei, lebih dari 300.000 penambahan kasus baru selama 22 hari berturut-turut. Perdana Menteri India, Narendra Modi mengungkapkan empati atas rasa sakit rekan senegaranya.
Narendra Modi berkata : “Begitu banyak orang melalui rasa sakit ini, dan saya benar-benar berempati dengan mereka.”
Kini, situasi epidemi di India masih meningkat, dengan total 24.372.907 kasus yang dikonfirmasi dan 266.207 kasus kematian. Selain itu, lebih dari 300.000 kasus baru ditambahkan selama 22 hari berturut-turut.
Perdana Menteri India, Narendra Modi mengumumkan, akan mengerahkan tentara untuk membantu memerangi epidemi. Ia tidak mengumumkan lockdown India secara nasional. Hanya New Delhi dan sejumlah negara bagian yang mengumumkan lockdown atas keinginan mereka sendiri.
India kini dilanda kekurangan sumber daya medis. Lebih dari 3.000 orang meninggal dunia setiap hari di Mei ini. Bahkan, tempat krematorium pun kewalahan. Ratusan jenazah mengapung di Sungai Gangga. Orang-orang khawatir, mungkin virus masih bisa menyebar dari jenazah tersebut yang menimbulkan kekhawatiran dari warga.
Wabah virus varian India juga ditemukan di Inggris. Akan tetapi, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson tetap mengumumkan, tahapan ketiga pembukaan pemblokiran pada 17 Mei akan berlanjut sesuai rencana.
Meski demikian, Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson menjelaskan kepada warganya, bahwa virus varian baru ini dapat menyebabkan gangguan serius. Sehingga, memungkinkan proses menuju tahapan ke empat, yakni membuka blokir sepenuhnya pada Juni mendatang bisa lebih sulit. “
Ahli virologi dan penyakit menular Eropa, Dr. Dong Yuhong menunjukkan, meskipun berbagai tindakan medis seperti vaksinasi yang mana tampaknya dapat mengendalikan epidemi, pada kenyataannya, data spesifik menunjukkan, epidemi kembali menyerang. Itu berlangsung setiap tiga atau empat bulan. Bahkan, setiap gelombang epidemi, lebih serius dari gelombang sebelumnya.
Dr. Dong Yuhong mengatakan, ketika gelombang epidemi Virus Corona baru belum mereda, kemudian timbul lagi gelombang baru. Hampir setiap gelombang, naik berdasarkan gelombang epidemi sebelumnya. Ini menunjukkan, masih belum benar-benar turun ke titik nol dari gelombang demi gelombang epidemi. Ia menjelaskan, gelombang epidemi masih tinggi, terutama sekarang ini gelombang ke empat sudah mencapai puncaknya. “
Dr. Dong Yuhong percaya, banyak orang sekarang mengkhawatirkan arah epidemi di masa depan. Faktanya, kondisi fisik dan tekanan psikologis mereka sendirilah yang paling dapat dikendalikan.
Dr. Dong Yuhong meminta semua orang untuk mulai melakukan pekerjaannya dengan baik, meningkatkan standar moral mereka, dan meningkatkan ketahanan mereka agar dapat menghadapi tantangan epidemi dengan lebih baik. (hui)
India Nekat Gunakan Obat Antiparasit Melawan COVID-19 karena Rumah Sakit Penuh Sesak
oleh Li Zhaoxi – NTDTV.com
Hingga Kamis (13/5/2021), India telah 2 hari berturut-turut melaporkan tentang jumlah kematian yang mencapai lebih dari 4.000 orang dalam sehari akibat terinfeksi virus komunis Tiongkok (COVID-19). Menghadapi ruang gawat darurat di semua rumah sakit yang dipenuhi oleh pasien kritis, negara bagian terpaksa mengabaikan peringatan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Mereka tetap merekomendasikan penggunaan obat antiparasit, Ivermectin untuk memerangi epidemi yang terus memburuk.
Ivermectin adalah obat antiparasit yang murah, aman dan efektif dalam mengobati parasit usus dan kudis. Ivermectin dapat dioleskan ke kulit atau diminum, tetapi kontak dengan mata harus dihindari. Efek samping yang umum terjadi seperti mata merah dan gatal, kulit kering serta sensasi terbakar.
Lalu apakah ivermectin dapat digunakan untuk mengobati virus komunis Tiongkok?
WHO dalam pernyataan yang disampaikan pada akhir Maret tahun ini menyebutkan bahwa bukti penggunaan ivermectin untuk mengobati pasien terinfeksi virus komunis Tiongkok masih belum ada kepastian. WHO memperingatkan agar obat tersebut hanya digunakan dalam ruang lingkup uji klinis.
Merck & Co., produsen ivermectin Amerika Serikat juga menyatakan bahwa belum ada data penunjang yang mendukung obat ini digunakan untuk mengatasi virus komunis Tiongkok.
Meski WHO dan organisasi lain memperingatkan agar tidak mengambil tindakan tersebut, namun setidaknya ada dua negara bagian di India, yaitu Uttarakhand bagian utara dan Goa telah merencanakan suntikan obat antiparasit ini kepada masyarakat dalam upaya mencegah penyebaran virus komunis Tiongkok yang semakin parah.
Goa yang menjadi negara bagian paling sedikit penduduknya di India, belakangan ini mengalami lonjakan kasus terinfeksi virus komunis Tiongkok.
Laporan resmi pada Selasa, 11 Mei menyebutkan bahwa jumlah penderita COVID-19 telah mencapai 3.124 orang dengan total kematian 75 orang.
Minggu ini, pihak berwenang di negara bagian ini berencana untuk memberikan obat minum ivermectin kepada semua warga yang berusia di atas 18 tahun.
Uttarakhand di India utara pada Rabu 12 Mei juga mengumumkan bahwa mereka berencana untuk mendistribusikan ivermectin kepada seluruh warga berusia di atas 2 tahun kecuali wanita hamil dan yang menyusui.
Om Prakash, kepala sekretaris Uttarakhand kepada Reuters mengatakan bahwa tim medis ahli telah menyarankan agar hal ini dilakukan.
“Kami sedang menunggu bahannya sampai, dan begitu sampai, kami akan mendistribusikan obat ini,” kata Om Prakash.
Menteri Kesehatan Goa Vishwajit Rane mengatakan bahwa tim ahli yang berbasis di Eropa menemukan bahwa ivermectin dapat mempersingkat waktu pemulihan pasien yang terinfeksi virus komunis Tiongkok dan mengurangi risiko kematian, tetapi tidak dilengkapi dengan rincian spesifik.
Ketika epidemi menyebar luas sampai ke daerah pedesaan, rumah sakit India penuh sesak dan para staf medis pun kewalahan dalam mengatasi keluhan penderita. Jenazah di krematorium dan kamar mayat menumpuk seperti gunung.
Menurut data Kementerian Kesehatan India pada Kamis (13/5), India pada sehari sebelumnya telah mendapat tambahan sebanyak 362.727 kasus baru pasien terinfeksi virus komunis Tiongkok dan 4.120 kasus kematian. Dengan demikian jumlah totalnya hingga saat ini adalah 23,7 juta orang positif terinfeksi, dan jumlah 258.317 orang meninggal dunia. (sin)
Filipina Kembalikan Vaksin Sinopharm, Dubes Tiongkok Klaim Hanya Fiksi
Zhu Ying
Duta Besar Komunis Tiongkok untuk Filipina, Huang Xilian pada (9/5/2021) diwawancarai oleh juru bicara Komunis Tiongkok program khusus Voice of Tiongkok “Great Power Diplomacy”. Ia mengklaim bahwa pada akhir Februari tahun ini, Tiongkok membantu pengiriman Batch pertama vaksin virus Komunis Tiongkok kepada Filipina. Ia menyebutkan, Filipina menerima atau membeli 5 juta dosis vaksin Tiongkok, terhitung 90% dari vaksin yang diperoleh di Filipina.
Huang selanjutnya mengklaim, laporan bahwa Duterte mengembalikan vaksin ke Tiongkok adalah “murni fiktif dan palsu”. Dia bersikeras: “Faktanya, Filipina tidak hanya tidak mengembalikan vaksin Tiongkok, tetapi mereka juga menghargai vaksin Tiongkok dan berharap untuk membeli lebih banyak vaksin Tiongkok.”
Setelah Kedutaan Besar Komunis Tiongkok di Filipina merilis konten wawancara ini pada tanggal 9, beberapa media Taiwan segera menunjukkan faktanya. Ketika Huangxi diwawancarai oleh media resmi Komunis Tiongkok, ia terus memuji bagaimana “vaksin Tiongkok” dikenali oleh orang-orang Filipina. Ia sengaja menggabungkan vaksin Kexing dengan vaksin Sinopharm. Memainkan permainan kata-kata dan menolak untuk mengakui bahwa Filipina mengembalikan vaksin Sinopharm.
Faktanya, menurut Philippine News Agency, media resmi Filipina, Badan Pengawas Obat dan Makanan Filipina (FDA) telah menyetujui vaksin Tiongkok Coxing untuk penggunaan darurat. Sedangkan vaksin China National Pharmaceutical Group belum secara resmi diizinkan untuk digunakan di negara tersebut.
Menurut informasi publik, jajak pendapat yang dilakukan di Filipina dari Februari hingga Maret tahun ini, menunjukkan bahwa 6 dari 10 warga Filipina enggan melakukan vaksinasi karena khawatir dengan vaksin yang tidak aman.
Filipina saat ini memiliki lebih dari 1 juta kasus pneumonia Komunis Tiongkok yang dikonfirmasi dan hampir 18.000 kasus kematian. Filipina merupakan negara Asia Tenggara dengan epidemi terparah setelah Indonesia.
BBC melaporkan pada 6 Mei, Duterte dikritik oleh publik domestik karena divaksin dengan China Sinopharm Group dan disiarkan secara langsung di TV. Pasalnya, vaksin tersebut masih belum disetujui.
Duterte secara terbuka meminta maaf atas masalah tersebut. Ia menjelaskan, bahwa dirinya divaksinasi dengan vaksin Sinopharm atas anjuran dokter. Sehingga diberikan keleluasaan dan tak melanggar hukum. Namun demikian, dia mengimbau masyarakat untuk tidak belajar darinya. Duterte memutuskan untuk mengembalikan kepada Kedutaan Besar Tiongkok 1.000 dosis vaksin yang semula disumbangkan ke Filipina.
“Ini sangat berbahaya, karena belum diteliti dan mungkin tidak baik untuk tubuh. Kami mengembalikan(vaksin), jadi tidak ada masalah lagi,” ujar Duterte.
Kantor Berita Filipina juga melaporkan, permintaan Duterte untuk mengembalikan vaksin Sinopharm. Menurut laporan tersebut, juru bicara pemerintah menyatakan bahwa Duterte telah memutuskan untuk mengembalikan vaksin Sinopharm kecuali jika vaksin tersebut disetujui untuk penggunaan darurat. (hui)
AS, Jepang, Prancis dan Australia Gelar Latihan Militer Gabungan di Laut China Timur
Zhang Qiling – NTD
Jepang, Amerika Serikat, dan Prancis memulai latihan militer bersama pertama mereka di Jepang mulai Selasa 11 Mei 2021. Menteri Pertahanan Jepang, Kishi Nobuo menyatakan bahwa Jepang akan semakin memperdalam kerja sama pertahanan dengan para sekutu
Mulai 11-17 Mei 2021, Jepang, Amerika Serikat, dan Prancis akan mengadakan latihan militer gabungan berbasis darat di Kyushu, Jepang. Latihan ini adalah pertama kalinya tentara AS, Jepang, dan Prancis melakukan pelatihan komprehensif di Jepang.
Pada saat yang sama, Pasukan Bela Diri Maritim Jepang menggelar latihan militer gabungan di Laut China Timur dengan angkatan laut AS, Prancis, dan Australia.
Menteri Pertahanan Jepang, Kishi Nobuo mengatakan, Pasukan Bela Diri Maritim akan berada di Laut Cina Timur dari 11 Mei hingga 17 Mei, bersama dengan Angkatan Laut Prancis, Angkatan Laut AS, dan Angkatan Laut Australia. Kapal perang dan pesawat tempur dari keempat negara akan melakukan latihan di atas kapal. Selain itu, pesawat tempur F2 dari Pasukan Bela Diri Jepang akan berpartisipasi dalam latihan pertahanan udara. “
Kedutaan Besar Prancis di Jepang memposting foto di Twitter, menunjukkan bahwa kapal amfibi Angkatan Laut Prancis Tonnerre dan fregat Surcouf memasuki pelabuhan Sasebo di Perfektur Nagasaki pada 9 Mei.
Nobuo Kishi juga me-retweet cuitan ini. Ia mengatakan bahwa pelatihan bersama ini “diharapkan untuk melaksanakan pelatihan pendaratan darat dan laut, latihan pertempuran darat, latihan pertahanan udara dan perang anti-kapal selam. Tujuannya adalah untuk meningkatkan keterampilan taktis yang berkaitan dengan kepulauan. Militer Jepang akan memperdalam dan kerjasama pertahanan negara-negara sekutu dengan visi “kawasan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka”.
Selain itu, menurut sumber media asing, Komandan Indo-Pasifik AS yang baru John Aquilino akan mengunjungi Jepang pada akhir Mei ini. Ia akan bertemu dengan Menhan Jepang Nobuo Kishi.
Menyusul Konferensi Keamanan Asia pada 4 dan 5 Juni 2021, Kyodo News melaporkan Nobuo Kishi berencana mengadakan pembicaraan dengan Menhan AS Lloyd Austin. Menurut Kyodo News, dua pertemuan tersebut mungkin akan membahas meningkatnya tekanan militer Komunis Tiongkok di Taiwan. (hui)