Kucing yang Tersesat Memohon Sedikit Belas Kasih di Restoran dan Pemilik Meresponnya
Kucing adalah makhluk berbulu yang manis yang memiliki kepribadian yang sangat kuat. Terlepas dari keberadaan banyak organisasi dan yayasan yang menjaga kesejahteraan mereka, setiap hari, kita melihat masih banyak orang memutuskan untuk meninggalkan mereka.
Untungnya, beberapa orang memilih untuk bertindak dengan memberi mereka kesempatan kedua dengan menawarkan kepada mereka rumah yang penuh dengan cinta.

Ini adalah apa yang dilakukan oleh restoran Denny di Oregon, AS, tempat ini tidak hanya untuk makanannya yang lezat tetapi untuk sepenuhnya mengubah kehidupan kucing jalanan. Ketika Anda sampai di tempat itu hal pertama yang Anda akan lihat adalah hal-hal kucing yang mereka sebut Denny’s atau Denns.

Anak kucing itu berwarna oranye, biasanya ditemukan tidur siang di tempat tidur yang telah mereka rancang untuknya. Mereka telah meletakkannya di tempat yang strategis di mana tidak mungkin bagi pelanggan untuk tidak memperhatikan keberadaannya, menunjukkan bahwa itu adalah maskot tempat dan menempati tempat khusus di restoran.

Namun, kehidupan kucing yang manis ini tidak selalu baik. Ketika Denns tiba di restoran dia sangat takut, bingung, dan sangat kurus. Karyawan restoran, berpikir bahwa dia tersesat, memutuskan untuk memberinya makanan dan air, tetapi seiring waktu berlalu, mereka mengkonfirmasi bahwa dia telah ditinggalkan di dekat restoran.

Beberapa orang mencoba membawanya pergi tetapi kucing yang menggemaskan itu enggan, jadi Restoran Denn’y menjadi rumah barunya. Baik karyawan dan beberapa pelanggan telah melakukan yang terbaik untuk memberikan dia semua kenyamanan yang layak dia dapatkan.
Banyak pelanggan restoran sudah tahu kucing yang menggemaskan, yang berbulu mendekati mereka untuk memberi atau menerima sedikit kasih sayang.

Laura Leader adalah pelanggan tetap restoran, dalam hal ini dia mengatakan:
“Denns begitu lembut sehingga dia telah menaklukkan ratusan hati, banyak orang mengizinkannya tidak hanya dengan memanjakan tetapi dengan hal-hal yang dia butuhkan, mereka membawanya selimut, dia memiliki lampu pemanas sendiri untuk musim dingin, mereka secara teratur membawanya ke dokter hewan, tetapi di atas semua itu , dia dikelilingi oleh orang-orang yang mencintainya tanpa batas.”

Laura Leader juga membuat akun di GoFundMe untuk membantu anak kucing.

Untungnya, Denns dalam kondisi sehat meskipun dia sudah tua. Laura mengatakan bahwa sekarang semakin banyak orang yang sadar jika mereka perlu campur tangan dan karena usia mereka sesuatu yang menit terakhir datang. Pada akhirnya, Denns hanya ingin tempat untuk beristirahat dan telah menemukan yang terbaik dari semuanya.(yn)
Sumber: zoorprendente
Video Rekomendasi:
Teknologi Kamp Penjara Ala Huawei Merajalela di Seluruh Dunia
Oleh James Gorrie
Anda mungkin ingat kepemimpinan Huawei dituduh melanggar sanksi Amerika Serikat terhadap Iran, yang menyebabkan penangkapan Kepala Staf Keuangan Huawei Meng Wanzhou di Kanada pada bulan Desember 2018 silam, di mana ia tetap dalam tahanan.
Huawei dikutuk oleh Amerika Serikat dan negara-negara lainnya karena Huawei membangun alat mata-mata ke dalam perangkat keras Huawei dan pintu belakang lainnya untuk pengumpulan dan pencurian data dari pengguna jaringan.
Penggunaan peralatan jaringan Huawei 5G di antara sekutu Amerika Serikat, seperti Inggris, telah menjadi subyek perdebatan.
Oleh karena itu, pihak berwenang Amerika Serikat memperingatkan para sekutu yang melanjutkan instalasi peralatan Huawei akan mengarah pada pengurangan berbagi informasi sensitif dan keamanan.
Secara khusus, Amerika Serikat meminta Inggris untuk tidak menggunakan Huawei untuk peningkatan jaringan 5G Inggris, mengingat risiko keamanan.
Sebagai akibatnya, selama tiga tahun terakhir, kampanye Amerika Serikat terhadap Huawei telah merugikan pendapatan Huawei yang kehilangan miliaran dolar.
Tetapi informasi baru mengungkapkan kampanye Amerika Serikat terhadap Huawei hanya menjelekkan reputasi Huawei yang terkenal buruk.
Dalam artikel terbaru, media Forbes dari Amerika Serikat mengidentifikasi Huawei memainkan peran integral dalam aparat negara pengawasan Orwellian Tiongkok yang tersebar luas.
Di sebuah paparan, kontributor Forbes, Zak Dorfman menjelaskan bagaimana teknologi pengawasan dan pelacakan Huawei yang canggih adalah sangat penting bagi penindasan, penahanan, dan penyiksaan oleh Partai Komunis Tiongkok terhadap jutaan orang Uighur di Provinsi Xinjiang, barat Tiongkok.
Zak Dorfman memaparkan, “Penggunaan luas teknologi (Huawei) untuk mendukung semua ini adalah sebuah tema menyeluruh yang konsisten. Ini mencakup pengawasan berbasis kecerdasan buatan, mengganggu pengumpulan data serta pemantauan telepon pintar dan komunikasi umum. Salah langkah apa pun tampaknya berisiko menimbulkan pengasingan. Dan sekali ditahan, hanya pemikiran dan perilaku yang dimodifikasi tampaknya akan mengamankan pembebasan seseorang.”
Lebih lanjut, artikel itu mengutip Konsorsium Investigasi Wartawan Internasional, yang menerbitkan Kabel Tiongkok, memaparkan informasi yang disadap terhadap manual operasi dan laporan status untuk ekosistem pengawasan dan kamp penahanan Xinjiang.
Kebijakan dan prosedur yang terkandung dalam manual tersebut ditunjukkan telah disetujui secara pribadi oleh pihak berwenang keamanan Xinjiang.
Fakta-fakta ini telah dipastikan oleh Institut Kebijakan Strategi Australia, yang memimpin penyelidikan sendiri ke dalam klaim Kabel Tiongkok.
Laporan Institut Kebijakan Strategi Australia menyimpulkan bahwa, pekerjaan Huawei di Xinjiang luas dan termasuk bekerja secara langsung dengan biro keamanan masyarakat pemerintah Tiongkok di wilayah Xinjiang. Kegiatan Huawei di Xinjiang harus dipertimbangkan selama debat mengenai Huawei dan teknologi 5G.
Tentu saja, Huawei tidak menyangkal bahwa teknologinya digunakan oleh orang lain di Xinjiang, tetapi menegaskan bahwa hal itu tidak ada hubungannya dengan bagaimana teknologi tersebut digunakan.
Huawei juga membantah keterlibatannya dalam mendukung dan meningkatkan kampanye Partai Komunis Tiongkok terhadap populasi Uighur di Tiongkok, penahanan populasi massal terbesar di dunia sejak Perang Dunia II, atau populasi lainnya.
Tetapi laporan Institut Kebijakan Strategi Australia bertentangan dengan pernyataan Huawei, yang menyimpulkan bahwa, pekerjaan Huawei di Xinjiang adalah luas dan termasuk bekerja secara langsung dengan biro keamanan masyarakat pemerintah Tiongkok di wilayah Xinjiang.
Kenyataannya adalah bahwa di Tiongkok, teknologi pengawasan dan pemantauan Huawei adalah alat negara polisi komprehensif Partai Komunis Tiongkok.
Teknologi pengawasan dan pemantauan Huawei juga memungkinkan dan mendukung penganiayaan, pemenjaraan, dan kebijakan pendidikan ulang terhadap populasi Uighur oleh Partai Komunis Tiongkok.
Namun, sangat disayangkan, teknologi pengawasan dan pemantauan Huawei tidak terbatas pada Tiongkok dan Partai Komunis Tiongkok.
Seperti yang dilaporkan Pusat Studi Strategis dan Internasional tercatat pada bulan November 2019, Huawei berperan penting dalam kebijakan “ekspor otoritarianisme” oleh Tiongkok.
Berkas teknologi dan prosedur pengawasan kota yang komprehensif oleh Huawei dikemas dengan kait pemasaran lunak, teknologi “kota aman”, eufemisme yang menyembunyikan tujuan sebenarnya dari teknologi yang memungkinkan negara untuk melakukan pengawasan, dan secara efisien mengendalikan dan menindas warganya.
Sebagian besar dunia mengikuti jejak Tiongkok, khususnya di Asia dan Afrika. Negara-negara ini cenderung kurang bebas dan kurang terbuka dibandingkan dengan masyarakat Barat dan terperangkap dalam kekayaan kelas-miskin atau kelas-menengah.
Tetap saja, tren negara-negara ini menggunakan teknologi Huawei untuk membantu menciptakan “masyarakat yang aman dan cerdas” ala masing-masing negara adalah sesuatu yang meresahkan. Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan bahwa 90 persen pertumbuhan populasi dunia akan terjadi di Asia dan Afrika. Terlebih lagi, teknologi Huawei tidak diragukan lagi akan memberikan informasi kepada Beijing, serta pengguna negara tuan rumah.
Pada bulan April 2019 silam, lebih dari 230 kota tuan rumah menggunakan teknologi pengawasan “kota aman” Huawei, sebagian besar di Asia Tengah dan Afrika, beberapa kota di Amerika Latin serta tempat lain. Dengan asumsi bahwa Tiongkok sedang mengakses data dari kota-kota dan negara-negara ini, menjadikan Beijing dalam posisi yang kuat sebagai milik “Jagoan” Orwellian untuk sebagian besar dunia.
Implikasinya adalah sulit dilebih-lebihkan.
Pertumbuhan dan perluasan teknologi “kota aman” Huawei di seluruh dunia mengancam penyebaran dan bahkan kelanjutan gagasan liberal dan demokratis Barat, dan membantu penyebaran otoritarianisme.
Bagi negara diktator dan negara-negara non-demokratis, yakni Tiongkok itu sendiri, teknologi tersebut memberikan kemampuan untuk mengidentifikasi dan menahan gerakan dan pemimpin yang demokratis sebelum gerakan dan pemimpin itu dapat menjadi faktor pembebasan yang efektif di negara klien Huawei, di mana pun gerakan dan pemimpin itu berada.
Tujuan Tiongkok, tentu saja, adalah untuk menghilangkan pengaruh Amerika di dunia dan membuat dunia kembali dalam citra totaliter ala Tiongkok. Hal tersebut mungkin berhasil.
Gagasan liberal peradaban Barat akan cepat luntur menjadi ketidakjelasan jika dunia tidak pernah mendengar mengenai gagasan liberal tersebut.
Keterangan Gambar:Tampilan untuk pengenalan wajah dan kecerdasan buatan pada monitor di kampus Bantian Huawei di Shenzhen, Cina, pada 26 April 2019. (Kevin Frayer / Getty Images)
vivi/rp
Video Rekomendasi
Kisah Seorang Pengacara Wanita Menghadapi Rezim Komunis Tiongkok dan Gereja Katolik
Theepochtimes.com- Pada tanggal 2 Juni 2020, Liz Yore mengajukan tiga pengajuan ke pelapor-pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai kebebasan berkeyakinan dan beragama. Pengajuan pertama merincikan pelanggaran hak berkeyakinan dan beragama bagi anak-anak Tiongkok, sedangkan pengajuan yang kedua menguraikan dua uskup Katolik yang dipenjara oleh Komunis Tiongkok, di mana salah satu uskup tersebut telah ditahan selama 25 tahun, yang keberadaannya tidak diketahui.
Pengajuan yang ketiga, kata Liz Yore, mengingatkan pelapor-pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa akan perjanjian bulan September 2018 antara Vatikan dengan Tiongkok, di mana Vatikan “apakah secara sadar atau tidak…membantu dan bersekongkol dengan kampanye Tiongkok untuk menghapus agama dari peta Tiongkok.”
Pelapor-pelapor khusus adalah para ahli hak asasi manusia yang independen yang tidak dibayar dan ditunjuk oleh Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Di antara mandat lain, pelapor-pelapor khusus ini menyelidiki dan menilai pengaduan dari berbagai penyalahgunaan dan pelanggaran hak asasi manusia, yang mencakup hal-hal yang mempengaruhi kebebasan berkeyakinan dan beragama.
Melarang Anak-Anak dan Remaja Dari Layanan Keagamaan
Sementara Komunis Tiongkok menandatangani sendiri U.N. Convention on the Rights of the Child (UNCRC) atau Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Hak Asasi Anak pada tahun 1992, Liz Yore menunjukkan bahwa meskipun demikian, Partai Komunis Tiongkok memberlakukan hukum untuk melarang anak atau remaja di bawah usia 18 tahun, untuk menghadiri atau berpartisipasi dalam layanan keagamaan dari agama apa pun, bahkan agama yang paling dekat dengan Asia.
“Peraturan agama yang direvisi…melarang anak di bawah usia 18 tahun berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan dan pendidikan agama,” demikian pernyataan laporan Kementerian Luar Negeri AS pada tahun 2019 mengenai Kebebasan Beragama Internasional: Tiongkok.
“Hukum tersebut mengamanatkan pengajaran ateisme di sekolah, dan arahan Partai Komunis Tiongkok memberikan panduan kepada universitas mengenai cara mencegah dakwah asing terhadap mahasiswa,” demikian bunyi laporan tersebut.
Sebagaimana digarisbawahi oleh pengajuan Liz Yore ke pelapor-pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa, Pasal 14 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Hak Asasi Anak secara khusus membahas hak-hak agama bagi anak-anak.
“Para pihak, seharusnya menghormati hak anak atas kebebasan berpikir, hati nurani, dan beragama,” kata laporan tersebut.
Pasal 14 juga mengabadikan “hak dan kewajiban orang tua” untuk “menyediakan arahan kepada anak dalam menjalankan haknya” untuk kebebasan berpikir, hati nurani, dan beragama.
Namun, ada suatu keberatan di konvensi tersebut. “Kebebasan untuk memanifestasikan agama atau kepercayaan seseorang mungkin hanya tunduk pada pembatasan semacam itu sebagaimana ditentukan oleh hukum dan diperlukan untuk melindungi keselamatan, ketertiban, kesehatan atau moral masyarakat, atau hak-hak dasar dan kebebasan orang lain.”
Komunis Tiongkok sering menggunakan celah semacam itu untuk membenarkan penindasannya atas segala jenis hak asasi manusia adalah untuk ‘keselamatan masyarakat,’ yang atas nama “keamanan nasional” atau “stabilitas.”
Namun, Pasal 14 bukan satu-satunya klausul Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Hak Asasi Anak yang membahas hak anak dalam hal yang non-duniawi. Konvensi tersebut juga melindungi hak-hak spiritual bagi anak-anak, dalam empat artikel berikutnya.
Untuk kesejahteraan spiritual dan perkembangan anak-anak, para penandatangan harus “memastikan bahwa anak memiliki akses ke informasi dan materi dari suatu keanekaragaman sumber nasional dan internasional.”
Dalam klausul lain, hak-hak anak-anak cacat, yang mencakup pengembangan “spiritual” mereka, diabadikan dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Hak Asasi Anak.
Dan Pasal 27 mengakui “hak setiap anak untuk standar hidup yang memadai untuk perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak.”
Akhirnya, Pasal 32 “mengakui hak anak untuk dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan dilindungi dari melakukan pekerjaan apa pun yang cenderung berbahaya atau mengganggu pendidikan anak, atau membahayakan kesehatan atau perkembangan fisik, mental, spiritual, moral atau sosial anak.”
Namun, terlepas dari janji-janji ini, sebagai hasil undang-undang baru Tiongkok, “300 juta anak-anak Tiongkok tidak diizinkan pergi ke rumah ibadat,” kata Liz Yore.
Ini “adalah akhir praktik keagamaan di Tiongkok selama satu generasi.” “Suara-suara semacam itu tidak akan terdengar di Tiongkok,” kata Liz Yore.
Vatikan, Tiongkok, dan Uskup
Liz Yore juga prihatin dengan keadaan agama di Tiongkok secara keseluruhan. Sebagai seorang Katolik, Liz Yore sangat terkejut dengan perjanjian bulan September 2018 yang ditandatangani oleh Vatikan dan Tiongkok. Sebuah perjanjian umum pertama antara Vatikan dan Tiongkok sejak Partai Komunis Tiongkok mengambil alih Tiongkok pada tahun 1949.
Liz Yore mengatakan bahwa “perjanjian tersebut bukan hanya bencana bagi umat Katolik tetapi juga bencana untuk semua agama.”
Perjanjian tersebut, meskipun rinciannya pasti dirahasiakan, Liz Yore berkata, memungkinkan Partai Komunis Tiongkok untuk memilih uskup untuk gereja di Tiongkok, meskipun Paus Francis mengatakan dalam laporan terpisah bahwa keputusan akhir akan menjadi miliknya.
Yang paling kontroversial, laporan tersebut mengatakan bahwa Vatikan akan menerima sebagai tujuh uskup Tiongkok yang sah ditahbiskan oleh pejabat rezim Tiongkok di Asosiasi Patriotik Katolik, dan dengan demikian tujuh uskup Tiongkok tersebut telah dipertimbangkan, sampai sekarang, sebagai uskup “tidak sah.”
Liz Yore mengatakan bahwa hak-hak keagamaan di seluruh papan di Tiongkok kini telah dikompromikan. Kini Tiongkok dapat “menantang” bahwa Paus Francis setuju untuk duduk dan bernegosiasi dengan Tiongkok.” Liz Yore mengatakan Paus Francis telah “mengkhianati gereja.”
Sementara itu, nasib Uskup Su Zhimin dan Cui Tai, keduanya dengan mantap menolak untuk meninggalkan Roma dan menolak menerima Gereja Katolik Partai Komunis Tiongkok, sedang dipertanyakan.
Beberapa percaya bahwa Uskup Su Zhimin mungkin tidak lagi hidup, sementara Uskup Cui Tai “dibawa pergi oleh polisi” pada tanggal 19 Juni, setelah dibebaskan pada bulan Januari, menurut laporan Asia News.
Para anggota Gereja di dalam keuskupan Uskup Cui Tai mengatakan keberadaan Uskup Cui Tai tidak diketahui.
Sementara itu, “jumlah yang tidak diketahui” uskup, imam, dan umat awam Katolik tetap berada di penjara, aktivis hak asasi manusia Benedict Rogers melaporkan di Majalah Standpoint pada bulan Januari.
Liz Yore berkata Kardinal Joseph Zen dari Hong Kong “memohon agar Paus tidak untuk menandatangani perjanjian ini, dan berusaha untuk mendidik Paus mengenai apa itu Partai Komunis Tiongkok.”
Kardinal Joseph Zen terbang dari Hong Kong ke Roma tanpa membuat janji, untuk melihat apakah ia dapat membujuk Paus agar tidak melanjutkan perjanjian tersebut.

Perjanjian tersebut telah dikritik “hampir serempak” oleh LSM hak asasi manusia seperti Amnesty International, Human Rights Watch, dan Open Doors, serta oleh Komisi Kebebasan Beragama Internasional Amerika Serikat, kata Liz Yore.
“Mereka telah memohon kepada Vatikan untuk mengungkapkan persyaratan tersebut,” kata Liz Yore. Akan tetapi “baru-baru ini kami mendengar bahwa [Vatikan dan Tiongkok] akan melakukan negosiasi ulang perjanjian tersebut, yang muncul untuk pembaruan pada bulan September 2020.
Latar Belakang Seorang Aktivis
Liz Yore sebelumnya bekerja di National Center for Missing and Exploited Children, serta “Pengacara Anak Oprah Winfrey, keduanya dengan Oprah Winfrey Show dan di Afrika Selatan di Oprah Winfrey Leadership Academy untuk Anak Perempuan,” menurut biografi situs web Liz Yore.
“Saya memiliki kewajiban untuk mendorong upaya hukum apa yang ada di luar sana. Saya telah bekerja cukup lama di bidang ini untuk melihat mukjizat terjadi, untuk melihat keadilan, dan untuk melihat kemustahilan menjadi mungkin,” kata Liz Yore, saat ditanya mengenai kecenderungan pengajuannya kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa akan membuahkan hasil.

“Saya telah terlibat dalam masalah anak-anak sepanjang hidup saya. Saya mengikuti naluri saya. Telah terjadi pembongkaran penghancuran gereja, menutup massa, menutup ziarah dan situs ziarah,” kata Liz Yore.
Liz Yore berkata mengenai orang-orang yang hilang di Tiongkok karena menjalankan keyakinan dan agamanya : “Mengapa kita tidak membela wajah semua orang-orang yang hilang di sana?”
Liz Yore menegaskan : “Saya tidak tahu apakah ada daftar di Vatikan. Kita harus melakukan ini sebagai cara untuk menjaga kasus-kasus ini tetap segar, dan untuk menjaga agar kasus-kasus ini tetap panas bagi Partai Komunis Tiongkok. Semua warga Uighur… mengapa kita tidak memiliki foto mereka? Menurut saya ini adalah sesuatu yang dibenci Tiongkok. Mengapa kita tidak mempromosikan hal tersebut? Orang-orang yang hilang dan ada satu juta orang ditahan di kamp — mari kita lacak mereka, mari kita menuntut pembebasan mereka,”
“Saya berharap pengajuan [pelapor khusus] ini memberi harapan kepada orang-orang di Tiongkok.”
Keterangan Gambar: Pilar gereja Katolik yang dihancurkan terlihat di Puyang, di provinsi Henan Cina bagian tengah pada 13 Agustus 2018. Gereja itu dihancurkan setelah jemaat menolak untuk menyumbangkan gedung itu kepada pemerintah daerah. (Greg Baker / AFP / Getty Images)
(Vivi/asr)
Video Rekomendasi
Saling Gelar Latihan Militer, Picu Ketegangan Tiongkok dan Amerika Serikat Soal Laut China Selatan
Theepochtimes.com- Tiongkok dan Amerika Serikat saling menuduh telah memicu ketegangan di perairan yang strategis pada saat hubungan tegang sejak pandemi virus Komunis TIongkok atau Covid-19, juga tentang perang dagang hingga masalah Hong Kong.
Dua kapal induk Amerika Serikat melakukan latihan di Laut Tiongkok Selatan yang dipersengketakan pada hari Sabtu 4 Juli 2020 lalu. Sementara Angkatan Laut Tiongkok mengatakan, saat ini Tiongkok juga melakukan latihan militer yang telah dikritik oleh Pentagon dan negara-negara tetangga Tiongkok.
Angkatan Laut Amerika Serikat dalam sebuah pernyataan, mengatakan bahwa dua kapal induk Amerika Serikat yakni USS Nimitz dan USS Ronald Reagan sedang melakukan operasi dan latihan di Laut China Selatan untuk mendukung Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka.
Tidak disebutkan secara persis dimana latihan dilakukan di kawasan Laut China Selatan, yang membentang sekitar 900 mil atau sekitar 1.500 kilometer. 90 persen Laut China Selatan diklaim oleh Tiongkok sebagai wilayahnya, meskipun menuai protes dari negara-negara tetangganya.
“Tujuannya adalah untuk menunjukkan sinyal yang jelas kepada mitra dan sekutu Amerika Serikat bahwa Amerika Serikat berkomitmen untuk keamanan dan stabilitas regional,” kata Laksamana Muda, George M. Wikoff seperti dikutip oleh The Wall Street Journal, media yang pertama melaporkan latihan tersebut.
George Wikoff, komandan kelompok pemogokan yang dipimpin oleh Ronald Reagan, mengatakan latihan-latihan itu bukanlah suatu tanggapan terhadap yang dilakukan oleh Tiongkok, yang mana pada minggu ini Pentagon mengkritik sebagai kontra-produktif terhadap upaya pelonggaran ketegangan dan menjaga stabilitas.
Tiongkok menolak kritik Amerika Serikat atas latihan Tiongkok pada hari Jumat 3 Juli 2020 lalu dan menyatakan Amerika Serikat yang harus disalahkan karena meningkatnya ketegangan.
Menurut Angkatan Laut Amerika Serikat, kapal induk Amerika Serikat sudah lama melakukan latihan di Pasifik Barat, yang mencakup Laut China Selatan. Pada satu titik baru-baru ini, Amerika Serikat memiliki tiga kapal induk di wilayah tersebut.
Minggu lalu, Tiongkok mengumumkan bahwa pihaknya merencanakan latihan selama lima hari mulai tanggal 1 Juli dekat Kepulauan Paracel, yang diklaim oleh Vietnam dan Tiongkok.
Vietnam dan Filipina juga mengkritik rencana latihan Tiongkok tersebut, yang memperingatkan Vietnam dan Filipina dapat membuat ketegangan di kawasan itu dan berdampak pada hubungan Beijing dengan negara-negara tetangganya.
Amerika Serikat menuduh Tiongkok berusaha mengintimidasi negara-negara Asia tetangganya yang mungkin ingin mengeksploitasi cadangan minyak dan gasnya.. Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam juga mengklaim bagian Laut China Selatan, yang setiap tahun dilewati perdagangan bernilai sekitar usd 3 triliun.
Pernyataan Amerika Serikat mengatakan bahwa latihan angkatan laut memberi fleksibilitas dan kemampuan pada komandan yang hanya dapat diperintahkan oleh Angkatan Laut Amerika Serikat.
Keterangan gambar: Kapal induk USS Ronald Reagan dan penghancur rudal USS Milius (C) melakukan latihan foto dengan kapal-kapal Pasukan Bela Diri Maritim Jepang. (Foto Angkatan Laut AS oleh Spesialis Komunikasi Massal Kelas 2 Kaila V. Peters / Dirilis)
vivi/rp
Video Rekomendasi
38 Anjing Tak Bernyawa Ditemukan di Pesawat
Penemuan setidaknya 38 ekor anjing yang mati dalam pesawat milik maskapai Ukraina International Airlines yang melakukan perjalanan dari Kiev, Ukraina ke Toronto, Kanada, telah mengejukan.
Dalam penerbangan antara Ukraina dan Kanada, 500 hewan telah bepergian yang dipindahkan secara ilegal.

Menurut sebuah surat kabar Inggris, ketika pesawat tiba di Toronto, pejabat setempat memverifikasi bahwa ada 500 ekor anak anjing Bulldog Perancis di dalamnya.
Dari anak-anak anjing ini, 38 tidak memiliki nyawa, sebagian besar hewan menunjukkan tanda-tanda dehidrasi dan penyakit lainnya. Itu adalah pemandangan yang memilukan dan memalukan, itu adalah operasi perdagangan hewan.

Abby Lorenzen, seorang pejabat bandara, memposting di Facebook-nya beberapa foto kondisi yang menyedihkan dai anjing-anjing itu. Ratusan hewan benar-benar penuh sesak, dalam beberapa kasus dua anjing ditempatkan di satu kotak dan dipenuhi oleh kotoran mereka.
Aktivis hak-hak hewan berbicara dengan ngeri dan marah mengecam pasar gelap untuk anjing di Kanada.
Menurut informasi dari Badan Inspeksi Makanan Kanada (CFIA), penyelidikan dibuka untuk menemukan penyebab 38 anak anjing yang tak bernyawa itu. CFIA mengkonfirmasi bahwa anjing-anjing itu tiba di Bandara Internasional Toronto Pearson.

Sebagai tanggung jawabnya, pihak maskapai telah menyatakan belangsungkawa atas kematian beberapa hewan itu. Dalam postingan di Facebooknya, mereka menulis:
“Semua orang di UIA menyampaikan belasungkawa atas hilangnya kehidupan hewan yang tragis dalam penerbangan kami. UIA bekerja sama dengan pihak berwenang setempat untuk menentukan apa yang terjadi dan untuk membuat perubahan yang diperlukan untuk mencegah situasi seperti itu terjadi lagi.”

“Aku benar-benar berharap ini adalah kebangkitan untuk semua orang! Menyedihkan dan disayangkan melihat situasi yang tragis seperti ini. Hewan-hewan ini adalah yang paling menderita. Keheningan mereka yang polos dan murni akhirnya menemukan suara manusia untuk berbicara bagi mereka! ”Dia menulis.
“Selama bertahun-tahun, ini telah menjadi masalah yang berkelanjutan. Dengan impor besar-besaran anak anjing untuk dijual kembali, banyak hewan yang sakit tidak menerima apa-apa selain kelalaian manusia dan ambisi mereka untuk mendapatkan uang, ” tambahnya.
Saksi mata atas insiden tersebut mencurigai adanya ketidakberesan sebelum pesawat lepas landas. Mereka bahkan merekam gambar-gambar pria yang membawa kotak-kotak anjing dalam perjalanan ke Toronto.

Ada banyak yang harus dilakukan untuk memperjuangkan hak-hak hewan, patut dicela bahwa peristiwa seperti ini terus terjadi. Tidak adil jika industri yang mengerikan dan kejam mengambil keuntungan dari penderitaan makhluk-makhluk yang paling tidak bersalah, mereka tidak dapat membela diri, jadi kita harus menjadi suara mereka.(yn)
Sumber: zoorprendente
Video Rekomendasi:
UPDATE : Bertambah 1.268 Kasus, Total 66.226 Positif Corona, 30.785 Sembuh dan 3.309 Meninggal Dunia
ETIndonesia- Kasus positif Corona per Selasa (07/07/2020), pukul 12.00 WIB berjumlah 1.268 kasus. Selain kasus positif, lebih dari tiga belas ribu orang masuk dalam kategori pasien dalam pengawasan atau PDP. Ini menjadi indikator kepada masyarakat untuk terus meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi penularan virus.
Secara total kasus positif 66.226 dengan 30,785 sembuh dan 3,309 meninggal dunia. Total penambahan kasus sembuh 866.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto mengatakan bahwa beberapa provinsi memiliki kecenderungan kasus positif meningkat. Ia mengimbau peran serta masyarakat dalam pengendalian penyebaran corona.
“Peran serta masyarakat menjadi faktor penentu di dalam pengendalian ini,” ujar Yurianto dalam konferensi pers di Media Center Gugus Tugas Nasional, Jakarta, Selasa (7/7).
Di samping pengendalian untuk memutus penularan virus, Yurianto juga mengatakan pengendalian dapat membantu untuk mengurangi beban rumah sakit rujukan COVID-19.
“Kita sadari sekarang bahwa rawatan penderita COVID tidak murah dan tidak mudah. Beban yang berlebihan bagi satu rumah sakit untuk merawat COVID-19 ini akan berdampak pada kerugian yang besar,” lanjutnya.
Dalam setiap kesempatan, Yurianto mengajak semua pihak untuk menjalankan protokol dengan baik.

“Kita yang bisa menghentikan sebaran ini. Tetap gunakan masker dengan cara yang benar, jaga jarak setidak-tidaknya lebih dari 1 meter, dan rajin mencuci tangan. Ini satu-satunya cara yang bisa kita lakukan. Peran saudara-saudara sekalian menjadi penentu di dalam memutuskan rantai penularan COVID-19 ini,” tekannya.
Sementara itu, Achmad Yurianto menyampaikan bahwa penularan COVID-19 tersebar di 456 wilayah administrasi kabupaten dan kota. Pihaknya memonitor potensi penularan pada orang dalam pemantauan (ODP) yang berjumlah 38.702 orang dan pengawasan yang ketat pada pasien dalam pengawasan (PDP) sebanyak 13.471 orang.
Sedangkan pemeriksaan spesimen yang dilakukan periode kemarin sampai dengan hari ini (7/7), sebanyak 17.816 spesimen. Total yang telah diperiksa berjumlah 946.054 spesimen.
“Kalau kita perhatikan sebaran penambahan kasus tersebut, di antaranya adalah dari Jawa Timur melaporkan 280 kasus baru dan 118 sembuh. Kemudian, yang kedua adalah Sulawesi Selatan dengan 218 kasus, dan 45 sembuh. DKI Jakarta, melaporkan 190 kasus baru dan 241 sembuh. Jawa Tengah 140 kasus baru dan 50 sembuh. Serta, Jawa Barat, 79 kasus baru, dengan 45 sembuh,” jelas Yurianto dalam rilis Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional
Di sisi lain, jumlah pengujian secara nasional baru mencapai 3.394 uji per satu juta penduduk. Angka tersebut merupakan angka rata-rata nasional, namun ada lima provinsi yang angka pengujian cukup tinggi.
Lima provinsi dengan pengujian tinggi yakni DKI Jakarta 26.527 tes per satu juta penduduk, selanjutnya Sumatera Barat 9.124, Bali 8.870, Sulawesi Selatan 6.288 dan Papua 5.440. (asr)
Video Rekomendasi :