Home Blog Page 1844

Apa Sasaran Resolusi Hong Kong Yang Sudah Diloloskan Senat/Kongres AS?

0

Wang He

Setelah seluruh anggota senat Amerika Serikat tanpa adanya keberatan meloloskan “Resolusi Hak Asasi Manusia dan  Demokrasi Hong Kong” pada Selasa 19 November 2019 lalu waktu Amerika pesisir timur. Keesokan harinya pada Rabu, 20 November 2019 Dewan Perwakilan Rakyat dengan suara 417:1 menyetujui diloloskannya resolusi itu.

“Resolusi Hak Asasi Manusia dan  Demokrasi Hong Kong” memicu protes keras berkelanjutan dari Komunis Tiongkok. Situs media “China Digital Times” telah merangkum reaksi dari Komunis Tiongkok — “Protes keras! ‘Lima semburan’, ‘tujuh semburan’, dan ‘dua belas semburan’ dari penguasa Komunis Tiongkok”, yakni:

Pada 20 November 2019 di pagi hari, akun publik WeChat kantor berita Xinhua “lima semburan, mewakili lima instansi besar secara bersamaan mempublikasikan pernyataan resmi dari Kementerian Luar Negeri, Kongres Rakyat, Komisi   Konsultatif Politik, Kantor Urusan Hong Kong & Makau, serta Kantor Penghubung Hong Kong.

Pada 20 November 2019 sore hari, Kantor Perwakilan Kementerian Luar Negeri   Tiongkok di Hong Kong dan pemerintahan wilayah eksekutif Hong Kong bergabung dalam “respon bersama” ini, serta membentuk yang disebut “tujuh semburan bersamaan”;

Pada 21 November pagi hari, jaringan berita Komunis Tiongkok secara serempak kembali merespon keras, kecaman ditingkatkan menjadi “dua belas semburan.” Semburan ditambahkan dengan semburan ke-8 “komentar pakar”, semburan ke-9 “tokoh berbagai kalangan di Hong Kong”, semburan ke-10 “komentar surat kabar ‘Peoples Daily’”, semburan ke-11 adalah “ulasan kantor berita Xinhua”, dan semburan ke-12 adalah “kritik tajam internasional CCTV”.

Komunis Tiongkok begitu memfokuskan “kecaman keras” seperti itu, adalah hal yang jarang terjadi.

Satu peristiwa terdahulu yang sebanding dengan kejadian ini adalah, pada bulan Mei tahun ini, Komunis Tiongkok tiba-tiba membatalkan begitu saja sejumlah kesepakatan yang telah dicapai dalam perundingan Amerika Serikat dengan  Tiongkok sebelumnya, sehingga Trump menaikkan tarif masuk.

Sebaliknya justru mengecam Amerika Serikat, dari 14 Mei 2019 hingga 22 Mei 2019 surat kabar “People’s Daily” justru membuat beruntun sembilan artikel yang mengkritik hubungan Amerika –  Tiongkok dengan gaya “posisi yang sama, konten yang sama, dan tanda tangan yang sama”.

Apa akibatnya? Komunis Tiongkok tetap dipaksa untuk berunding dengan Trump akhir Juni lalu di Konferensi Tingkat TInggi – KTT G20 di Osaka, Jepang. Lagi-lagi harus mengalah, agar mendapat kesempatan berunding kembali dengan Amerika, sampai dengan hari ini. Komunis Tiongkok bersikap keras di luar tapi sebetulnya lembek di dalam, semakin memperlihatkan karakter aslinya, sehingga menjadi bahan tertawaan.

Sekarang Komunis Tiongkok  tidak mengingat aib sebelumnya, kembali mengulangi kesalahannya, kritik sosial pada surat kabar “People’s Daily” bahkan memaki resolusi Hong Kong sebagai “selembar kertas buangan”. Caci maki adalah keahlian Komunis Tiongkok, tapi kemudian akan selalu berujung mempermalukan diri sendiri. Sifat premanismenya itu tidak hirau terhadap penambahan satu lelucon lagi.

Namun, resolusi Hong Kong kali ini, telah menjadi pukulan telak bagi Komunis Tiongkok. Dampaknya di bidang politik, ekonomi dan diplomatik. Dampak diplomatik seperti mendukung gerakan perlawanan demokrasi warga Hong Kong, mendukung ‘satu negara dua sistem’ di Hong Kong, mendukung HAM dan nilai universal, memperluas aliansi internasional mengepung Komunis Tiongkok dan lain-lain.

Dampak di bidang ekonomi seperti tarif masuk antara Amerika dengan Tiongkok, perang dagang mungkin akan meningkat di sektor teknologi dan moneter dan resolusi Hong Kong, bisa dikatakan merupakan senjata baru bagi Amerika untuk menyerang Komunis Tiongkok di sektor moneter dan teknologi. Semua itu sangat penting dan telah banyak diungkapkan. Tapi yang paling penting resolusi Hong Kong itu masih memiliki dampak jera, yakni menarget secara akurat para pelaku kejahatan. Resolusi menetapkan sanksi bagi para pejabat penindas HAM dan penindas otonomi Hong Kong agar dilarang masuk ke wilayah Amerika, juga dibekukan asset milik mereka yang berada di Amerika Serikat.

Komunis Tiongkok adalah suatu sistem yang dieliminasi secara terbalik, orang yang semakin kejam akan semakin dihargai di dalam internal Komunis Tiongkok. Kejahatan Komunis Tiongkok jelas bersifat institusi, tapi pelaksanaan kekerasannya tak terlepas dari setiap individu di dalamnya, khususnya, kekejaman pada setiap pribadi itu telah menerapkan kejahatan dari institusi ini menjadi semakin kejam dan brutal.

Akan tetapi pada saat dimintai pertanggung-jawabannya, institusi justru menjadi tameng pelindung diri, pelaku kejahatan hanya melepaskannya begitu saja, walaupun tak terhindarkan akan ada sejumlah korban. Itulah yang disebut karakter “kompak dan maju terus” yang dianut Komunis Tiongkok.

Di satu sisi Komunis Tiongkok menggunakan “imbalan besar” untuk mencari “sang pemberani” yang akan melakukan kejahatan untuknya. Di sisi lain Komunis Tiongkok menggunakan “kekejaman sistem” untuk menutupinya, memaksa, membiarkan, dan mendukung “kejahatan pribadi”, kebijakan yang sudah biasa ini diterapkan berulang kali. Kali ini di Hong Kong juga dilakukan hal yang sama secara terang-terangan.

Hikmah dari sejarah memberitahu kita, mengadili kejahatan Komunis Tiongkok, harus mengadili setiap individu yang telah melakukan kejahatan. Karena pembunuhan atas motif apa pun, pasti harus ada seseorang yang menarik pelatuknya. Orang-orang yang menarik pelatuk itu harus ditangkap. Tidak adanya pengampunan masyarakat internasional bagi penjahat Nazi adalah contoh tipikal. Resolusi Hong Kong, adalah penangkap pelaku yang menarik pelatuk itu.

Jurus ini, mencabut akar permasalahannya, bertindak dari aspek penuntutan kejahatan perorangan, telah memenggal mekanisme pelaksanaan penindasan Komunis Tiongkok, bagaimana mungkin Komunis Tiongkok tidak akan ketakutan?

Faktanya, “Magnitsky Act” yang telah berlaku sejak Desember 2016 adalah undang-undang untuk masalah ini. Pada 21 Desember 2017, pemerintah Amerika Serikat pertama kalinya mengumumkan sanksi terhadap 13 orang pejabat asing yang menindas HAM dan terlibat korupsi. Selain itu ada pula 39 orang lainnya yang berkaitan dengan ke-13 orang ini, juga ikut dikenakan sanksi. Di antaranya termasuk Kepala Kantor Wilayah Keamanan Publik Partai Komunis Tiongkok Distrik Chaoyang kota Beijing yang bernama Gao Yan.

Tidak hanya itu saja, pada 20 September 2018 lalu, berdasarkan “Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act” yang telah diloloskan tahun 2017, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat untuk pertama kalinya mengumumkan sanksi terhadap Divisi Pengembangan Perlengkapan Komisi Militer Pusat Partai Komunis Tiongkok beserta kepala divisinya yakni Letnan Jenderal Li Shangfu.

Di tengah kepulan asap akibat perbuatan Komunis Tiongkok mengendalikan pemerintah dan polisi Hong Kong, dan secara terus menerus secara sistematis dalam skala besar menganiaya warga Hong Kong yang berunjuk rasa, resolusi Hong Kong yang diloloskan oleh Kongres dan  Senat AMerika Serikat ini, dipastikan akan menjadi pondasi hukum yang kuat dalam menuntut setiap pelaku dalam “kekerasan pemerintah” Komunis Tiongkok. Dalam hal ini menimbulkan dampak sangat besar terhadap perkembangan situasi di Hong Kong dan perlawanan terhadap Komunis Tiongkok.

Kapan lagi Komunis Tiongkok bisa merajalela kalau bukan sekarang? Akan tetapi jika terus menerus merajalela, tidak akan lebih seperti bola yang ditusuk bocor,   menunggu dicampakkan ke tempat sampah. (Sud/WHS/asr)

Taiwan Dinilai Layak untuk Dimasukkan dalam Sistem Perubahan Iklim Global

0

Erabaru.net- Perubahan iklim global adalah masalah serius yang akan dihadapi dan mempengaruhi semua orang di dunia ini. Ini juga merupakan kewajiban setiap orang dan setiap negara untuk melakukan perbaikan dalam tindakan mereka. 

Namun demikian, karena faktor politik internasional, Taiwan tidak dapat menjadi bagian dalam kontrak UNFCCC.  Tetapi Taiwan memiliki kemauan dan kemampuan nyata untuk memerangi perubahan iklim dengan negara lain di dalam kerangka UNFCCC.

Chang Tzi-chin, Menteri Perlindungan Lingkungan Taiwan, secara khusus menulis artikel tentang topik ini, memperkenalkan upaya Taiwan dalam memerangi perubahan iklim, dan menyerukan menyerukan negara-negara lain untuk mendukung partisipasi Taiwan dalam UNFCCC, dan untuk menyertakan Taiwan ke dalam mekanisme pengurangan karbon global, negosiasi dan perjanjian Paris untuk perubahan iklim serta aktivitas terkait lainnya.

Representative Taipei Economic and Trade Office (TETO) John Chen juga menyatakan bahwa Konferensi UNFCCC ke-25 (COP 25) akan diadakan di Spanyol pada bulan Desember tahun ini. Karena faktor politik internasional, Taiwan hanya dapat menghadiri pertemuan tersebut sebagai pengamat Organisasi Non Pemerintah (LSM).

Bagi Taiwan dan dunia, ini adalah kerugian besar untuk melawan perubahan iklim. Representative John Chen mengimbau Indonesia dan negara-negara lain untuk tidak membatasi pandangan mereka pada pertimbangan politik, dan mendukung partisipasi Taiwan untuk berkontribusi secara profesional, pragmatis di UNFCCC, untuk bersama-sama memerangi perubahan iklim.

Chang Tzi-chin, Menteri Perlindungan Lingkungan Taiwan mengatakan bahwa Taiwan telah mengesahkan “Undang-Undang Pengelolaan dan Pengurangan Gas Rumah Kaca”, menyelesaikan “Jaringan Aksi Nasional untuk Perubahan Iklim”, “Skema Upaya Pengurangan Gas Rumah Kaca”, dan merumuskan ” Rencana Aksi Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca” dan lainnya. 

Pada tahun 2025, Taiwan diperkirakan akan mencapai tujuan 20 GW untuk pembangkit listrik tenaga surya dan 6,9 GW untuk pembangkit listrik tenaga angin.  Taiwan juga telah memperkuat insentif keuangannya untuk mendukung pengembangan industri teknologi energi hijau dan secara aktif mempromosikan “Rencana Pelaksanaan Finansial Hijau”.

Menteri Chang menyebutkan, satelit FORMOSAT-3 yang diluncurkan oleh Taiwan pada tahun 2006, telah mengumpulkan lebih dari 10 juta data meteorologi sejauh ini, menyediakan penelitian ilmiah gratis kepada para sarjana dari berbagai negara. 

Satelit FORMOSAT-7 yang diluncurkan tahun ini, akan lebih efektif meningkatkan keakuratan prakiraan cuaca ekstrim, dan memberikan kontribusi positif bagi prakiraan cuaca global serta perubahan iklim.

Menteri Chang juga mengatakan bahwa Taiwan telah merumuskan “Rencana Upaya Adaptasi Perubahan Iklim Nasional” untuk membangun sistim ketahanan dalam menanggapi perubahan iklim dari delapan aspek seperti bencana, infrasruktur kelangsungan hidup, sumber daya air, keamanan pertanahan, pesisir pantai, energi dan industri, pertanian, dan kesehatan.

Menteri Chang mengatakan, sangat tidak adil bagi Taiwan untuk dikeluarkan dari organisasi internasional karena prasangka politik dari Tiongkok. Tidak hanya bertentangan dengan semangat UNFCCC yang menyerukan semua negara untuk bekerja sama secara luas dalam perubahan iklim global, juga mengabaikan Perjanjian Paris yang menekankan “Keadilan Iklim” dan  menyerukan pentingnya tindakan iklim oleh negara-negara, bahkan juga bertentangan dengan tujuan Piagam PBB, dan itu juga melemahkan struktur internasional dan membahayakan dunia. 

Dalam menghadapi masyarakat internasional, Taiwan adalah teman yang tulus yang bertanggung jawab dan mau berkontribusi. Taiwan berusaha untuk membuat dunia menjadi lebih baik. Taiwan benar-benar layak untuk dimasukkan dalam sistem perubahan iklim global.

Representative Taipei Economic and Trade Office (TETO) John Chen juga mengatakan bahwa sesuai dengan semangat UNFCCC, Taiwan secara aktif membantu negara-negara berkembang dalam rencana mitigasi dan adaptasi jangka panjang untuk memerangi perubahan iklim, serta menunjukkan tekad kami untuk berkontribusi kepada dunia.

Misalnya, Taiwan membantu Belize dan Honduras dalam pengurangan bencana dan peringatan pencegahan bencana, membantu Kepulauan Marshall mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 992 ton setiap tahun.

Taiwan sangat terpengaruh oleh perubahan iklim, dan telah mengembangkan banyak teknologi yang sesuai, dan bersedia untuk berbagi dengan negara lain. Namun, oleh karena faktor politik internasional, Taiwan hanya dapat menghadiri pertemuan tersebut sebagai pengamat LSM, dan tidak dapat menyerahkan Nationally Determined Contribution (NDC) Taiwan kepada Sekretariat UNFCCC.

Seperti negara lainnya, Taiwan seharusnya memiliki peluang yang sama untuk bergabung dengan mekanisme pengurangan karbon global, menegosiasikan kegiatan terkait dengan Perjanjian Paris, dan bekerja sama untuk memberikan kontribusi usaha maksimal bagi lingkungan dan generasi mendatang.

Representative John Chen sekali lagi, mengimbau negara-negara lain, bahwa perubahan cuaca telah terjadi, dan telah mempengaruhi negara lain. Negara-negara lain diharapkan, tidak mengesampingkan Taiwan hanya karena masalah politik, Taiwan bersedia bekerja sama dengan anggota masyarakat internasional untuk menjaga dan melindungi dunia. (asr)

Mata-mata Komunis Tiongkok yang Membelot Mengungkap Kejahatan Komunis Tiongkok

0

Zhang Lin

Jaringan mata-mata Komunis Tiongkok yang telah menggurita di seluruh dunia, beberapa hari lalu kembali mengalami kebocoran. Mata-mata Komunis Tiongkok bernama Wang Liqiang yang selama ini ditempatkan untuk memata-matai segala aktivitas di Hong Kong dan Taiwan, telah melarikan diri ke Australia. Ia akhirnya mengungkap segala aktivitas mata-mata komunis Tiongkok di Hong Kong dan Taiwan.

Wang Liqiang tadinya adalah seorang mahasiswa Fakultas Seni di Anhui University of Finance & Economics yang mengkhususkan diri melukis cat minyak.  

Penulis artikel ini Zhang Lin untuk Epochtimes.com,  pernah beberapa kali berkunjung ke perguruan tinggi yang berada di kampung halamannya itu. Akan tetapi, tak pernah terbayang di tempat itui juga ajang untuk mendidik mata-mata.

Lulus dari perguruan tinggi, Wang Liqiang langsung direkrut ke Hong Kong untuk bergabung dan bekerja pada sebuah perusahaan teknologi. 

Perusahaan itu berada di bawah naungan Divisi Intelijen pada Departemen Staf Umum People’s Liberation Army atau PLA. Ini menunjukkan bahwa sejak awal Wang Liqiang telah mendapatkan pelatihan yang sistematis dari badan intelijen terkait.

Wang Liqiang ikut terlibat dalam banyak aktivitas mata-mata, bahkan turut serta dalam aksi penculikan dengan menyandera 5 orang dari toko buku Causeway Bay Hong Kong. Mereka yang diculik dan kini masih dipenjara di daratan Tiongkok. Ini juga membuktikan bahwa Divisi Intelijen Departemen Staf Umum PLA sangat aktif beraksi di luar negeri.

Terdapat belasan sistem Komunis Tiongkok yang ditempatkan untuk melindungi badan intelijen, umumnya yang dianggap paling kuat adalah badan intelijen dari Departemen Keamanan Nasional dan Departemen Staf umum. Selain Departemen Staf Umum, setiap angkatan pada pasukan PLA Partai Komunis Tiongkok  juga memiliki badan intelijen independen masing-masing.

Seperti Yao Cheng yang pernah bertugas merangkap di badan intelijen pasukan udara Angkatan Laut, pernah memimpin kesatuan mata-mata yang sekaligus membawahi beberapa badan intelijen, yang beraktivitas dalam jangka panjang di wilayah Asia Tenggara.

Dengan menempuh risiko ancaman keselamatannya Wang Liqiang melarikan diri ke Australia, ia menyerahkan rahasia intelijen dalam jumlah besar kepada Biro Anti-Intelijen Australia yakni ASIO. Diyakini pihak Amerika, Inggris, Kanada juga akan mendapatkan informasi rahasia ini, sehingga negara Barat akan semakin memahami skala aktivitas mata-mata Komunis tiongkok.

Menurut Wang Liqiang, atasannya bernama Xiang Xin, adalah seorang kepala senior pada badan intelijen Departemen Staf Umum, yang bertanggung jawab atas segala aktivitas komunikasi dan koordinasi bagi semua bagian dari Departemen Staf Umum di Hong Kong.

Wang Liqiang juga mengungkap capres Taiwan dari Partai Kuo Min Tang bernama Han Kuo-Yu yang mendapat dukungan dana dari Komunis Tiongkok.  Informasi tersebut menimbulkan gejolak di Taiwan, membuat dukungan bagi Han Kuo-Yu terus merosot tajam. Ia berada dalam kondisi kebuntuan.

 Sejak 26 April lalu, media massa Taiwan telah mengungkap bahwa sejak tahun lalu, Wu Den-Yih telah memberikan dana pemilu sebesar 40 juta dolar Taiwan atau 18,5 miliar rupiah bagi Han Kuo-Yu. Dan Han Kuo-Yu sendiri pernah “bersumpah” menyangkal hal itu. Lalu darimana asalnya uang sebesar 40 dolar  juta dolar Taiwan itu? Dan bagaimana uang itu diberikan kepada Han Kuo-Yu, hal ini masih menjadi misteri.

Wu Den-Yih juga mengakui dana ini bukan secara langsung ditransfer melalui dirinya. Sekarang pemaparan oleh Wang Liqiang membuat masyarakat tersadarkan bahwa mata-mata yang diutus Komunis Tiongkok bisa memberikan dana dalam bentuk tunai!

 Waktu itu Han Kuo-Yu pernah menyatakan: barang siapa yang bisa membuktikan dirinya menerima uang dari Komunis Tiongkok, maka dirinya akan segera mengundurkan diri dari jabatan sebagai Walikota Kaohsiung! 

Kini, sepertinya Han Kuo-Yu tidak hanya harus mundur dari jabatan walikota, dikhawatirkan juga harus mundur dari pencalonan dirinya dalam pilpres Taiwan. Warga kota Kaohsiung telah mengumpulkan petisi 300.000 tanda tangan untuk melengserkan Walikota Han Kuo-Yu yang hendak meloloskan diri.

Han Kuo-Yu pernah studi di Beijing University, dan menjalin hubungan baik dengan sejumlah pejabat penting Komunis Tiongkok. Menurut kebiasaan kegiatan mata-mata Komunis tiongkok, orang-orang seperti ini sejak awal karir mereka telah diatur sedemikian rupa oleh Komunis Tiongkok.

Wang Liqiang adalah orang provinsi Fujian, bisa berbahasa Min-nan atau Indonesia dikenal sebagai dialek Hokkian dengan fasih. Tapi beberapa tahun di luar negeri, membuatnya berkesempatan merasakan dunia bebas. Membandingkan kedua dunia itu, yang akhirnya membuat Wang memutuskan untuk meninggalkan kegelapan mencari kebenaran.

Membelotnya mata-mata Komunis Tiongkok bernama Wang Liqiang dan pemaparan secara terbuka. Khususnya kepada tiga stasiun TV Australia secara serempak memberitakan peristiwa ini. Semuanya untuk menyadarkan dunia bebas, bahwa Komunis Tiongkok  tidak hanya bermusuhan dengan dunia bebas, tapi juga kegiatan mata-matanya sangat menggila. Mulai dari mengendalikan media massa, intervensi pemilu, sampai mencuri informasi teknologi tinggi juga penyanderaan. Tidak ada hal buruk yang tidak dilakukannya.

Khususnya bagi kalangan oposisi Taiwan yang merasa terancam, pasti bisa menyadari: Apabila hendak membela kebebasan Taiwan, maka mata-mata Komunis Tiongkok harus segera disingkirkan, jika tidak, akan sangat berbahaya. (SUD/WHS/asr)

Bungkamnya Media Pemerintahan Komunis Tiongkok Pasca Kubu Pro Demokrasi Menang Telak di Pemilu Hong Kong

0

Eva Pu – The Epochtimes

Setelah kubu pro-demokrasi Hong Kong mencetak kemenangan telak dalam pemilu pada Minggu 24 November, media pemerintahan komunis Tiongkok sebagian besar memilih bungkam. Bahkan mengabaikan berita tentang hasil pemilu dalam laporannya.

Respons media daratan sangat bertolakan dengan kampanye propagandanya yang berat menjelang pemilu. Laporan media-media tersebut cenderung memperingatkan warga Hongkong agar tidak memilih dan mendukung kelompok-kelompok pro-demokrasi.

Akan tetapi, pada faktanya warga Hong Kong dengan tingkat partisipasi tertinggi  memberikan suaranya dengan kemenangan besar kepada partai-partai pro-demokrasi dalam pemilihan dewan distrik. 

Kandidat demokratik memenangkan 388 dari 452 kursi distrik, dengan lebih dari 260 kursi  ke kubu pro-demokrasi.

Lebih dari 2,94 juta warga Hongkong memberikan suara, dengan tingkat partisipasi pemilih mencapai 71,23 persen. Jumlah pemiih yang tinggi menghasilkan antrian berjam-jam dari TPS. 

Pemungutan suara secara luas dilihat sebagai referendum tentang gerakan protes yang sedang berlangsung terhadap pengaruh pemerintahan Komunis Tiongkok. 

Pemimpin Hong Kong Carrie Lam telah menolak untuk sepenuhnya menyetujui tuntutan demonstran selama hampir enam bulan protes pro-demokrasi. Walaupun ia pernah mengatakan, bahwa pemerintah akan “mendengarkan pendapat anggota masyarakat dengan rendah hati dan secara serius merefleksikannya.”

Sejak Juni lalu, para pemrotes telah mengajukan sejumlah tuntutan, termasuk hak pilih universal dan penyelidikan independen terhadap dugaan kebrutalan polisi terhadap para pemrotes.

Setelah pemilu, sejumlah netizen daratan Tiongkok menunjukkan perbedaan antara hasil pemilu dan apa yang telah digambarkan oleh mesin propaganda Komunis Tiongkok.

“Sungguh tamparan di wajah, ‘mayoritas bungkam’ Hong Kong pada 2019 telah menjadi lelucon terbesar,” tulis seorang pengguna medsos Weibo. Sindiran netizen itu merujuk pada istilah yang sering digunakan oleh media yang dikelola pemerintah untuk menggambarkan para pengunjuk rasa sebagai persentase kecil dari penduduk Hong Kong.

“Siapa yang mayoritas dan siapa yang minoritas sudah terlalu jelas,” demikian komentar netizen lainnya.

Hasil Pemilu Disensor

Berita tentang hasil pemilu tidak dilaporkan oleh media daratan Tiongkok, yang membatasi liputan mereka tentang agenda tersebut.

Outlet pemerintahan Xinhua melaporkan kesimpulan pemilu pada 25 November, yang kemudian diterbitkan ulang di beberapa outlet media besar Komunis tiongkok lainnya, termasuk Global Times, Sina, dan People’s Daily.

Laporan dari Hong Kong, menghilangkan berita tentang hasil pemilu, hanya mencatat ketika pemilu dibuka dan ditutup. Laporan juga menyebutkan bahwa anggota dewan dari 18 distrik  “semuanya telah hadir.” Laporan menambahkan bahwa “sentimen sosial yang tegang” “secara serius mengganggu proses pemilihan.”

Laporan media-media itu juga menyebutkan, “Memulai lagi ketertiban masih menjadi tugas yang paling mendesak bagi Hong Kong.”

Sekitar tengah malam pada hari yang sama, media pemerintahan Komunis tiongkok lainnya seperti Xinhua dan China Daily, memuat artikel yang mengecam Amerika Serikat karena meloloskan RUU HAM Hong Kong beberapa hari sebelumnya untuk mendukung demonstran Hong Kong.

China Daily dalam beberapa laporan pada 25 November dan 26 November, memilih untuk fokus pada reaksi dari pejabat Hong Kong dan Komunis Tiongkok terhadap pemilu tanpa melaprokan ke hasil pemilu. 

Hu Xijin, editor surat kabar milik pemerintahan Komunis Tiongkok Global Times, mengatakan dalam video 25 November bahwa mereka “harus mendorong partai pro-pemerintah untuk tidak berkecil hati.”

 Surat kabar itu dalam tajuk rencana pada 25 November juga melaporkan dengan narasi bahwa pemilihan distrik telah berlangsung dalam suasana “abnormal.” Media itu menambahkan bahwa pemilihan dilokalisasi dan dengan demikian memiliki pengaruh politik yang terbatas.

Editorial itu mengklaim dengan narasi, bahwa terlepas dari hasil pemilihan, mereka hanyalah pemilihan “di bawah pemerintahan Republik Rakyat Tiongkok.” Laporan tersebut hanya menambahkan bahwa” tanah dan langit Hong Kong selamanya akan menjadi milik Tiongkok. “

Memutarbalikkan Narasi

Menjelang pemilu, media pemerintah Komunis Tiongkok fokus kepada meluncurkan retorika terhadap pendukung demokrasi Hong Kong.

Penyiaran pemerintahan Komunis Tiongkok CCTV pada 23 November meminta orang-orang  “menggunakan suara untuk mengekang kekerasan,” memperingatkan bahwa warga Hongkong akan “mencicipi obat mereka sendiri” jika mereka “memberikan suara yang salah” dengan mendukung partai pro-demokrasi.

“Warga dapat menyelamatkan Hong Kong, mayoritas yang diam harus membalas,” demikian bunyi editorial tersebut.

Editorial lainnya di Xinhua juga menuduh dengan narasi bahwa kandidat pro-demokrasi “membingungkan hitam dan putih” dan menjadi “perusuh yang menggunakan intimidasi, penipuan, dan penculikan untuk menangkap ikan untuk surat suara.”

Organisasi pro-Komunis Tiongkok juga berusaha memprovokasi sentimen publik terhadap para pengunjuk rasa sebelum pemilu. 

Pada 20 November, tujuh dari 10 media cetak utama Hong Kong memuat advertorial di halaman depan yang menggambarkan pemrotes dengan narasi sebagai perusuh dan mendesak para pemilih untuk “menentang kerusuhan.”

Advertorial yang sama juga terbit di halaman depan. Setidaknya enam surat kabar pada 12 November, setelah pengepungan polisi terhadap kampus Hong Kong menjadi berita utama internasional.

Dalam sebuah wawancara setelah pemilu pada 24 November, artis dan aktivis Hong Kong Denise Ho mengatakan bahwa kampanye propaganda rezim Komunis Tiongkok terhadap para demonstran adalah “komprehensif dan menakutkan.”

“Informasi palsu dan kampanye kotor terjadi setiap hari,” demikian keterangan Denise Ho kepada The Epoch Times. Ia menambahkan bahwa dengan upaya dan kegigihan, kebenaran pada akhirnya akan menang. 

Denise Ho  menjelaskan : “Kita seharusnya tidak dengan mudah membiarkan informasi palsu menutupi kebenaran yang tidak dapat diubah.” (asr)

FOTO : Pada 24 November 2019, pemilihan Dewan Distrik Hong Kong 2019, tempat pemungutan suara Robinson Road, tempat pemungutan suara High Bishops College, pemilih di pagi hari untuk memberikan suaranya. (Yugang /Epochtimes)

Kembali Uji Coba Rudal, Korea Utara Luncurkan 2 Proyektil Jarak Pendek Tak Dikenal

0

ETIndonesia- Pejabat militer Korea Selatan menyatakan, Korea Utara kembali menembakkan dua proyektil jarak pendek pada Kamis 28 November. Kejadian itu dilaporkan oleh Yonhap News Agency yang dilansir oleh Associated Press, mengutip pernyataan Kepala Staf Gabungan Korea Selatan.

Laporan menyebutkan, Militer Korsel mengatakan proyektil itu ditembakkan dari Yeonpo di provinsi Hamgyong Selatan, Korea Utara. Proyektil tersebut mendarat di lepas pantai timur sekitar pukul 5 sore waktu setempat. 

Ditembakkan dalam interval 30 detik, kedua proyektil tak dikenal tersebut menempuh jarak hingga 380 km dan mencapai ketinggian 97 km. 

Menanggapi peluncuran proyektil tesebut, Menteri Pertahanan AS Mark Esper menggambarkan pengujian rudal Korea Utara sebagai “mengecewakan.” 

Esper mengatakan, dia tidak “menyesal mencoba mengambil jalan besar, jika Anda mau, dan menjaga pintu terbuka untuk perdamaian dan diplomasi.” Seperti dilaporkan oleh CNN.

 Militer Korea Selatan seperti dilaporkan kantor berita Yonhap, otoritas intelijen Korea Selatan dan Amerika Serikat, sedang menganalisis fitur tambahan. Pihak Korsel menyatakan sedang memantau situasi jika ada peluncuran tambahan. 

Para pejabat militer mengatakan pengujian rudal tidak akan meredakan ketegangan di Semenanjung Korea.

 Mayor Jenderal Jeon Dong-jin mengatakan kepada Yonhap mengatakan, Militer korsel menyatakan penyesalan atas tindakan tersebut dan mendesak Korea Utara untuk segera menghentikan tindakan seperti itu. 

Meskipun proyektil tidak mendarat di perairan teritorial Jepang, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengutuk peluncuran sebagai “tantangan serius” bagi Jepang dan masyarakat internasional. 

Dia mengatakan pemerintahnya akan “melakukan yang terbaik” untuk melindungi kehidupan dan aset rakyat Jepang.

Abe menyebut proyektil “rudal balistik.” Beberapa ahli mengatakan bahwa proyektil yang ditembakkan dari peluncur roket multipel “super-besar” sebenarnya adalah rudal atau senjata kelas rudal.

Menurut Yonhap, peluncuran itu akan menjadi yang keempat kalinya, ketika Korea Utara menggunakan sistem peluncuran roket super besar, yang diperkirakan berdiameter sekitar 24 inci.

Chang Young-keun, seorang ahli rudal di Korea Aerospace University, mengatakan uji coba Korea Utara berulang kali bertujuan untuk lebih meningkatkan senjata sebelum mengerahkannya untuk operasi. 

 Menurut dia, Korea Utara tampaknya meningkatkan sistemnya untuk penembakan yang berurutan, di antara kemampuan lainnya.

Negara komunis yang miskin itu dilarang di bawah resolusi Dewan Keamanan PBB dari uji coba rudal balistik.

Awal bulan ini, seorang pejabat Korea Utara mengatakan Amerika Serikat harus terlebih dahulu menghentikan “kebijakan bermusuhan” untuk memulai kembali perundingan denuklirisasi yang macet. (asr)

Konsulat Iran Dibakar Massa, Pasukan Irak Tembak Mati 45 Demonstran

0

Associated Press/Reuters

Setidaknya 45 pengunjuk rasa ditembak mati oleh pasukan keamanan Irak pada Kamis 28 November. Tembak mati tersebut terjadi setelah demonstran membakar konsulat Iran pada malam sebelumnya. Pembakaran terjadi di kota suci Syiah di Irak, Najaf. 

Pembakaran terjadi di tengah perlawanan dari rakyat Irak selama berbulan-bulan terhadap pemerintah yang didukung oleh Iran. Pembakaran tersebut digambarkan sebagai salah satu serangan terburuk yang menargetkan kepentingan Iran di negara itu, sejak aksi protes pertama kali meletus dua bulan lalu. 

Tidak ada staf Iran yang terluka dalam serangan itu, karena mereka berhasil melarikan diri dari pintu belakang.

Kementerian luar negeri Iran mengutuk serangan konsulat itu.  Pihak Iran menyerukan tanggapan “tanggung jawab” atas insiden dari pemerintah Irak seperti disampaikan oleh Abbas Mousavi, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, dalam pernyataan kepada kantor berita resmi IRNA Iran.

Aksi protes anti-pemerintah  telah mengguncang Irak sejak 1 Oktober lalu, ketika ribuan orang-orang turun ke jalan-jalan di Baghdad dan daerah selatan yang didominasi aliran Syiah. 

Gerakan yang sebagian besar tidak memiliki pemimpin itu, menuduh pemerintah Irak yang korup. Massa mengecam pengaruh rezim Iran yang semakin besar dalam urusan Irak.

Perdana menteri Irak, Adel Abdul Mahdi, sejauh ini menolak seruan untuk mundur. Itu terjadi setelah ia bertemu dengan politisi senior yang dihadiri oleh komandan Pasukan Pengawal Revolusi Iran Quds, unit elit yang mengarahkan sekutu milisinya ke luar negeri.

Pada Tahun 2007, Departemen Keuangan AS mengumumkan Pengawal Revolusi Iran Quds sebagai teroris dan menggambarkannya sebagai “lengan utama Iran untuk melaksanakan kebijakannya mendukung kelompok teroris dan pemberontak.”

Dalam sebuah pernyataan yang dirilis awal bulan ini oleh Amerika Serikat, sekretaris pers Gedung Putih Stephanie Grisham mengutuk serangan Irak terhadap pengunjuk rasa dan media.

 Grisham pada 11 November mengatakan, Amerika Serikat sangat prihatin dengan serangan secara terus-menerus terhadap demonstran, aktivis sipil, dan media, serta pembatasan akses internet, di Irak. 

 Grisham mengatakan, rakyat Irak tidak akan tinggal diam ketika rezim Iran menghabiskan sumber dayanya dan menggunakan kelompok-kelompok bersenjata serta sekutu politik untuk menghentikan mereka dari mengekspresikan pandangan mereka secara damai.

Sekretaris Gedung Putih itu mengatakan, meskipun menjadi sasaran  kekerasan mematikan dan menolak akses ke Internet, rakyat Irak telah membuat suara mereka didengar, menyerukan pemilu dan mereformasi pemilu.

Grisham menegaskan, Amerika Serikat bergabung dengan Misi Bantuan PBB ke Irak dalam menyerukan pemerintah Irak untuk menghentikan kekerasan terhadap pengunjuk rasa. Selain itu, memenuhi janji Presiden Salih untuk meluluskan reformasi pemilihan dan mengadakan pemilihan awal.

Stephanie Grisham menyerukan kepada seluruh komunitas internasional untuk bergabung dengan AS dalam mendukung masa depan yang lebih baik bagi rakyat Irak.

Saat itu, Pasukan keamanan Irak telah menewaskan sedikitnya 350 orang . Pasukan tersebut secara ruitn menggunakan amunisi tajam dan gas air mata untuk membubarkan kerumunan massa. Kadang-kadang menembak secara langsung pengunjuk rasa dengan tabung gas.

Pada 21 November lalu, Presiden Donald Trump mengutuk tindakan sensor yang diambil oleh rezim Iran terhadap rakyatnya sendiri.

Trump dalam cuitannya menyatakan,Iran menjadi sangat tidak stabil sehingga rezim tersebut telah mematikan seluruh Sistem Internet  sehingga orang-orang Iran yang hebat tidak dapat berbicara tentang kekerasan luar biasa yang terjadi di negara itu.

“Mereka menginginkan transparansi NOL, berpikir dunia tidak akan menemukan kematian dan tragedi yang disebabkan oleh Rezim Iran!” demikian cuitan Trump.

Rezim Syiah Iran dimulai dengan kombinasi subversi gaya Soviet dan pengaruh Sayyid Qutb — bapak pendiri Ikhwanul Muslimin — yang menggabungkan sosialisme dengan Islam untuk menciptakan ideologi sebagai inti dari teologi totaliter di seluruh dunia, menurut Zuhdi Jasser, presiden dan pendiri American Islamic Forum for Democracy.

Dalam sebuah pernyataan 6 November, Kedubes Amerika Serikat di Irak mengatakan pihaknya memiliki “minat kuat dan tetap pada Irak yang aman dan makmur yang mampu membela negara terhadap kelompok-kelompok ekstremis yang kejam dan mampu menghalangi mereka yang akan merusak kedaulatan dan demokrasi Irak.”

Kedubes Amerika Serikat di Irak menyatakan, Ketika dunia menyaksikan peristiwa di Irak semakin terbuka, semakin jelas bahwa Pemerintah Irak dan para pemimpin politik negara itu harus terlibat secara serius dan mendesak dengan warga Irak yang menuntut reformasi.

Pihak Kedubes AS menegaskan, tidak ada jalan progresif berdasarkan penindasan kehendak rakyat Irak.

“Kami menyesalkan pembunuhan dan penculikan demonstran yang tidak bersenjata, ancaman terhadap kebebasan berekspresi, dan siklus kekerasan yang terjadi. Rakyat Irak harus bebas untuk membuat pilihan sendiri tentang masa depan bangsanya,” demikian pernyataan Kedubes AS. (asr)

Buzzer Komunis Tiongkok Serang Perusahaan Tari Klasik Tiongkok Shen Yun Upaya untuk Mempengaruhi Opini Publik

0

Cathy He/Nicole Hao – The Epochtimes

Rezim komunis Tiongkok telah mengerahkan pasukan buzzer untuk mendiskreditkan perusahaan tari dan musik klasik Tiongkok, Shen Yun Performing Arts. Tindakan tersebut dilakukan sebagai upaya untuk mempengaruhi opini publik terhadap Shen Yun.

Leeshai Lemish, seorang pembawa acara Shen Yun Performing Arts dalam sebuah wawancara baru-baru ini dengan The Epoch Times mengatakan, Orang-orang anonim tersebut sedang bekerja untuk menimbun hasil pencarian Google dengan ulasan yang negatif tentang Shen Yun. 

Shen Yun Performing Arts adalah perusahaan tari Tiongkok klasik yang berbasis di New York. Perusahaan itu  telah melakukan tur keliling dunia sejak Tahun 2006 silam. 

Perusahaan tari itu dengan misi untuk menampilkan 5.000 tahun peradaban Tiongkok melalui kesenian.

Sementara perusahaan secara konsisten tampil di sejumlah tempat dengan tiket terjual habis di seluruh dunia, hal demikian memicu kemarahan rezim komunis Tiongkok. Dikarenakan, mempertunjukkan adegan-adegan yang menggambarkan penganiayaan berkelanjutan terhadap kelompok spiritual Falun Gong.

Falun Gong, juga dikenal sebagai Falun Dafa, adalah latihan meditasi yang mencakup serangkaian ajaran moral berdasarkan prinsip-prinsip Sejati-Baik-Sabar.

Latihan itu dilarang di Tiongkok setelah rezim Komunis Tiongkok menganggapnya sebagai ancaman karena popularitasnya yang sangat besar. Perkiraan resmi pada saat itu menyebutkan jumlah praktisi mencapai 70 juta hingga 100 juta orang.

Sejak itu, penganut praktik latihan itu di Tiongkok ditahan secara sewenang-wenang dan menjadi sasaran fitnah, ujaran kebencian, kabar Hoaks, kerja paksa, cuci otak, penyiksaan, dan pengambilan organ secara paksa. 

Lebih dari 4.300 praktisi dipastikan tewas dalam penganiayaan. Meskipun demikian jumlah sebenarnya dianggap jauh lebih tinggi.

Di luar Tiongkok, rezim komunis Tiongkok telah berusaha untuk menjelekkan dan membungkam upaya yang dilakukan untuk mengungkap penganiayaan tersebut. Termasuk mempengaruhi media Tionghoa di luar negeri. Hingga menyusup ke kelompok-kelompok masyarakat Tionghoa di luar negeri.

Komentator Buzzer Troll Internet Komunis Tiongkok

Berada di garis silang rezim Komunis Tiongkok, Shen Yun telah menghadapi rentetan upaya untuk menggagalkan atau mengganggu kinerja perusahaan tersebut, sejak memulai tur keliling dunia 13 tahun silam.

Selain banyak kasus konsulat Tiongkok atau kedutaan besar yang menekan gedung teater atau pemerintah untuk membatalkan pertunjukan, bus wisata perusahaan telah disabotase, anggota keluarga pemain di Tiongkok telah diintimidasi dan diancam oleh polisi setempat. 

Bahkan, situs web tiketnya telah diserang, terutama dalam menjelang pertunjukan terkemuka di kota-kota seperti New York seperti diungkapkan oleh Leeshai Lemish.

Semakin banyak upaya rezim Komunis Tiongkok telah bergeser ke online.  Leeshai Lemish menguraikan, ada upaya yang sangat strategis dan terpadu untuk mencemarkan nama baik Shenyun dengan cara apa pun yang mungkin, terutama di media dan online.

Dia mengatakan para agitator internet berusaha untuk menghasilkan publisitas negatif tentang Shen Yun, yang mana berperingkat lebih tinggi di pencarian internet daripada ulasan yang menguntungkan dari kinerja Shen Yun.

Lemish kepada  NTD, mencatat bahwa tiga ulasan yang muncul pada halaman pertama hasil dari pencarian Google” Shen Yun “adalah negatif. Ia mengatakan, tak peduli berapa banyak ulasan positif. Tapi tetap saja, di bagian paling atas peringkat Google adalah artikel-artikel negatif tersebut. 

Mengingat sebagian besar orang tidak menavigasi melewati halaman pertama hasil pencarian Google, troll tersebut “benar-benar bekerja sangat keras untuk mendapatkan ruang yang sama negatifnya dengan yang lain.

Selain kumpulan ulasan yang baik tentang kinerja yang ditemukan dalam liputan khusus The Epoch Times tentang Shen Yun, perusahaan tari itu telah menerima banyak surat selamat datang atau proklamasi oleh pejabat federal, negara bagian dan kota di Amerika Serikat serta negara-negara lainnya.

Dikenal sebagai “Tentara 50 sen atau wǔmáo dǎng, buzzer komentator troll internet Komunis Tiongkok dibiayai oleh rezim Komunis Tiongkok. Diduga dibayar 50 sen  untuk setiap postingan. Isinya postingan tersebut untuk menyiarkan propaganda atau membungkam perbedaan pandangan secara online, baik di dalam maupun di luar Tiongkok.

Sebuah studi pada tahun 2017 silam, yang diterbitkan oleh American Political Science Review  bahwa rezim Komunis Tiongkok telah mempekerjakan sebanyak 2 juta troll internet. Mereka memposting sekitar 488 juta pesan misinformasi dan disinformasi setiap tahun.

Lemish mengatakan, bahwa buzzer tersebut berupaya meningkatkan peringkat hasil pencarian publisitas negatif dengan mengomentari artikel-artikel itu. Mereka juga menautkannya dan mempostingnya di media sosial.

Misalnya, artikel tentang Shen Yun di situs web kedutaan dan konsulat Tiongkok muncul di beberapa halaman pertama hasil pencarian. Laporan tersebut bukan tampil di situs web yang sangat populer yang tak melakukan bisnis dan tidak memiliki pembaruan berita. Akan tetapi, peringkatnya sangat tinggi di Google. 

Pembawa acara itu menambahkan, “Anda pikir, siapa yang sebenarnya sangat termotivasi, dan memiliki waktu dan energi, siapa yang tidak digaji, untuk benar-benar  melakukan ini dalam skala besar?

Buzzer troll internet tersebut juga membanjiri media sosial dengan komentar negatif tentang Shen Yun termasuk di aplikasi Yelp, Facebook, YouTube, dan Instagram.

Hal demikian adalah taktik yang sangat umum. Selain itu, banyak komentar dalam “Chinglish,” mengacu pada bahasa Inggris yang terputus-putus yang digunakan oleh beberapa penutur asli Tiongkok.

Alexander M. Kehoe, pakar optimisasi mesin pencari dan co-founder dan direktur operasi di Caveni Digital Solutions, sebuah perusahaan SEO dan pemasaran digital, mengatakan kepada The Epoch Times, bahwa operasi troll Komunis Tiongkok di media sosial adalah berbeda karena para pengguna “memiliki masalah bertindak seperti orang Barat”

Kehoe mengatakan, Troll Komunis Tiongkok di media sosial sangat mencolok. Dikarenakan, mereka benar-benar mengikuti garis Partai dari Tiongkok. Selain itu,  Tidak ada orang seperti di Amerika yang benar-benar mengatakan sesuatu seperti yang mereka sebarkan. 

Kehoe mengatakan, Pemerintah Komunis Tiongkok akhirnya mengejar metode yang digunakan oleh Rusia dalam hal efektivitas.

Dia mengatakan buzzer yang didukung negara, menggunakan media sosial untuk mendorong konten naik dan turun dalam hasil mesin pencari. Misalnya, memposting komentar negatif atau kontroversial, tidak menyukai atau melaporkan postingan media sosial dapat menekan sebuah artikel. 

Menurut Kehoe, pada dasarnya apa yang dilakukan rezim Komunis Tiongkok untuk mendorong hal-hal di media sosial yang tidak mereka sukai di luar negeri. Dikarenakan mereka memiliki sumber daya untuk melakukannya.

Catatan Kehoe menyebutkan, sebuah Konten dapat bergerak lebih tinggi dalam hasil pencarian Google jika dihubungkan oleh banyak sumber otoritatif. Ketentuan tersebut dapat dimanipulasi oleh aktor negara dan orang lain yang ingin secara buatan meningkatkan hasil pencarian.

Kehoe menjelaskan, aktor negara  memiliki sumber daya untuk membuat situs palsu atau membuat begitu banyak situs web lainnya yang menautkannya sehingga tampaknya berwibawa. Meskipun hal demikian hanya rekayasa  yang bertentangan secara organik.

Dia mengatakan, rezim Komunis Tiongkok baru-baru ini mengadopsi metode seperti itu, sementara eksekusi tidak sebagus propaganda Rusia. 

Selain kampanye media sosial melawan perusahaan Shenyun, halaman Wikipedia Shen Yun menjadi sasaran pengubahan “setiap hari” untuk memasukkan materi negatif. 

Metode terkenal lainnya yang digunakan oleh rezim Komunis Tiongkok adalah melumuri kritiknya secara online.Tujuannya, menurut Lemish, adalah untuk mengubah persepsi publik tentang Shen Yun.

Lemish mengatakan, hal demikian membuat pihaknya bekerja lebih keras, karena hanya dengan cara yang lumrah orang menemukan sesuatu pada hari ini dengan  Google dan mendengarnya serta di media sosial. 

Lemish memaparkan, Pihak Komunis Tiongkok benar-benar berusaha keras untuk tidak mengizinkan mereka menggunakan saluran-saluran tersebut. Kemudian, menciptakan kesan negatif pada orang-orang untuk mempersulit penjualan tiket Shen Yun. 

Mempengaruhi Opini Secara Global

Taktik yang digunakan terhadap Shen Yun menyatu dengan upaya rezim Komunis Tiongkok yang berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Tujuannya untuk membentuk persepsi di seluruh dunia melalui operasi pengaruh global di media online dan media sosial. 

Awal tahun ini, Twitter, Facebook, dan YouTube menangguhkan ratusan akun yang dikaitkan dengan operasi informasi rezim Komunis Tiongkok yang berusaha untuk merusak gerakan aksi protes Hong Kong.

Sebelumnya, Sonny Lo, seorang profesor ilmu politik di Universitas Hong Kong kepada The Epoch Times mengatakan, rezim Komunis Tiongkok telah memanfaatkan media sosial Barat dengan klaim “memenangkan hati dan pikiran” orang-orang di luar daratan Tiongkok.

Penyelidikan pada bulan Oktober lalu oleh The Wall Street Journal menemukan bahwa “pasukan akun troll pro-Komunis Tiongkok” menyerang manajer umum Klub NBA Houston Rockets, Daryl Morey. Itu dilakukan setelah ia mencuit pada 4 Oktober untuk mendukung para pengunjuk rasa di Hong Kong.

Laporan tersebut menganalisa hampir 170.000 cuitan yang diarahkan ke Morey dalam seminggu setelah tweet awalnya. Laporan menemukan bahwa 22 persen berasal dari akun tanpa pengikut dan 50 persen berasal dari akun dengan kurang dari 13 pengikut. Tentunya, suatu sifat yang cenderung mengindikasikan operasi yang berafiliasi dengan sebuah negara. 

“Serangan troll” dimaksudkan untuk “memanipulasi pembicaraan tentang protes Hong Kong,” demikian bunyi laporan The Wall Street Journal .

Pekan lalu, seorang pria yang mengaku sebagai mata-mata Komunis Tiongkok, Wang Liqiang membelot dan langsung suaka ke Australia. Ia mengungkapkan bahwa dirinya terlibat dalam kampanye online untuk menyerang partai yang berkuasa di Taiwan. Cara itu dilakukan menjelang pemilu Taiwan  dalam sebuah upaya untuk mendukung partai pro Komunis Tiongkok.

Wang mengatakan kampanye itu memiliki lebih dari 200.000 akun media sosial. Sedangkan banyak halaman penggemar lainnya untuk mendukung upaya tersebut.

Serangan online yang diarahkan terhadap Shen Yun, mencerminkan keprihatinan yang lebih luas tentang penindasan rezim Komunis Tiongkok terhadap kebebasan berbicara di Barat.

Lemish mengatakan, jika seseorang online untuk meneliti apa yang ingin mereka tonton, dan apa yang mereka lihat secara online, maka “condong karena apa yang dapat dilakukan oleh Komunis Tiongkok, dengan triliunan dolar mereka. Komunis Tiongkok benar-benar memaksakan tentang apa yang bisa dan tidak bisa ditonton. 

Lemish bertanya : “Apakah kita memiliki kebebasan untuk memilih apa yang ingin kita tonton?,” (asr)

Seni Pertunjukan Shen Yun di Jones Hall for the Performing Arts, di Houston, pada 22 Desember 2017. (Larry Dye / The Epoch Times)

Mengapa Bahtera Nabi Nuh Tanpa Kemudi? (1)

0

Qin Shuntian

Banyak orang yang percaya pada Sang Penguasa, berdoa dan bersembahyang dengan sangat khusyuk, tapi selalu ingin menguasai arah/keadaan, mencemaskan ini, mengkhawatirkan itu, sebenarnya yang dipercayai adalah dirinya sendiri, ia bahkan mencemaskan pengaturan Tuhan.

“99,9% Bisa Dipastikan, Puing Yang Ditemukan Adalah Bahtera Nuh

Pada 28 April 2010, sebuah tim eksplorasi yang terbentuk dari orang-orang Hong Kong dan Turki mengumumkan di Beijing, telah menemukan puing-puing bahtera Nabi Nuh seperti dalam “Alkitab”, terletak pada ketinggian lebih dari 4.000 mdpl (meter di atas permukaan laut) di Gunung Ararat, sebelah timur Turki.

Saat diwawancara, salah seorang anggota tim eksplorasi mengatakan: 99.9% bisa dipastikan puing yang ditemukan itu adalah bahtera Nabi Nuh seperti tertera di dalam “Alkitab”.

Lokasinya tepat. Di dalam “Alkitab” tercatat, setelah air bah, bahtera Nabi Nuh terdampar di atas Gunung Ararat. Letak puing bahtera ini, persis seperti yang tertulis dalam “Alkitab”. Waktunya juga tepat.

Berdasarkan metode identifikasi elemen karbon, puing yang ditemukan kali ini dapat ditelusuri kembali hingga 4.800 tahun silam, ini sesuai dengan penjelasan pada “Alkitab” tentang masa keberadaan bahtera Nabi Nuh.

Tampak luar dan bagian dalamnya juga sesuai. Puing bahtera itu memiliki panjang sekitar 133,5 meter, lebar 22,3 meter dan tinggi 13,4 meter dan terbagi menjadi tiga tingkat, di dalamnya juga terdapat sejumlah ruangan yang disekat, salah satu ruangan itu terdapat pagar kayu dan seutas tali, di dalamnya terdapat benda tembikar, tali dan benda seperti biji tanaman. Tidak sedikit ruangan kecil yang memiliki balok kayu, yang jelas digunakan sebagai tempat bernaung bagi berbagai jenis hewan.

Hal ini juga sesuai dengan catatan dalam “Alkitab”, menurut “Alkitab”, Jehovah telah menentukan ukuran dan cara yang harus dipatuhi oleh Nabi Nuh untuk membuat bahtera itu: “Panjangnya harus mencapai 300 lengan, lebarnya 50 lengan dan tingginya 30 lengan. Pada bagian atas bahtera harus ada lubang cahaya, dengan tinggi 1 lengan. Pintu bahtera harus dibuat di kedua sisi. Bahtera terbagi menjadi tiga tingkat, yaitu atas, tengah, dan bawah.”

Satuan panjang 1 lengan adalah diukur dari siku tangan sampai ke ujung jari, atau sekitar 45 cm, jika dihitung dengan konversi ini, maka panjang bahtera Nabi Nuh adalah sekitar 130 meter.

Sebenarnya warga lokal setempat selama ini meyakini keberadaan “bahtera Nabi Nuh”, mereka menganggap Gunung Ararat sebagai tempat sakral, namun beberapa generasi tak ada satu pun yang bersedia mengungkap rahasia terkait gunung ini kepada pihak luar.

Penjelajah abad ke-13 yakni Marcopolo juga pernah sampai ke sini untuk melakukan penelitian, di dalam buku harian Marcopolo tertulis: Bahtera Nabi Nuh masih tertambat pada puncak sebuah gunung yang tinggi.

Apalagi generasi lokal membangun rumah dengan bata lumpur, pada ketinggian di atas 3.000 mdpl manusia tidak bisa membangun rumah dan hidup di sana, karena iklim yang sangat dingin, sangat jarang ada tumbuhan, bagaimana menjelaskan dari mana asalnya begitu banyak balok kayu pada bahtera itu?

Ribuan tahun silam dimana belum ada alat transportasi dan komunikasi, berbagai tempat di dunia hampir bersamaan beredar kisah yang serupa dengan bahtera Nabi Nuh, dan menurut cerita dalam catatan sejarah berbagai negara, hampir semuanya memiliki catatan tentang air bah.

Kini, banyak ahli geologi dan arkeologi dari berbagai negara Barat, juga penelusuran dengan satelit telah membuktikan, leluhur di zaman dahulu kala memang mengalami suatu bencana destruktif, yakni suatu air bah raksasa yang telah menenggelamkan seluruh bumi.

Jika bahtera Nabi Nuh dan air bah itu terbukti, maka cerita di dalam “Alkitab” sudah bukan lagi sekedar legenda, melainkan merupakan “kisah Tuhan”, dan manusia modern mau tidak mau harus mengakui fakta sejarah ini. (SUD/WHS)

Bersambung

Mesin Cetak Epoch Times di Hong Kong Dibakar, Tak Surutkan Beritakan Fakta Kebenaran

0

Yuan Bin

Di kalangan media massa Hong Kong, surat kabar “The Epoch Times” adalah sebuah surat kabar berbahasa Mandarin yang independen dengan jumlah oplahnya tidak banyak namun sangat berpengaruh dan tingkat pindah tangan sangat tinggi.

Sesuai kebiasaan, percetakan New Era yang mencetak surat kabar “The Epoch Times”, setiap hari sekitar pukul 3 dinihari, surat kabar yang telah dicetak pun dikirimkan dan diedarkan ke berbagai daerah. Akan tetapi, pada Selasa 19 November 2019 dini hari, telah terjadi suatu peristiwa yang sangat tidak lazim!

Menurut penjelasan penanggung jawab percetakan, waktu itu mereka tengah mempersiapkan surat kabar yang telah dicetak untuk diantarkan ke lapak Koran. Saat pintu percetakan dibuka, dan tumpukan koran baru dikeluarkan, tiba-tiba 4 orang ber-masker menerjang masuk. Orang-orang ber- masker itu  menghampiri para pekerja, dengan pentungan di tangan mereka berteriak, “Jangan bergerak!”

Rekaman CCTV percetakan menunjukkan, 2 orang penjahat berpakaian hitam mirip demonstran kelompok “Valiant Frontier yakni kelompok Berani Melawan/Yong-Wu Pai.” Setiap orang memegang tongkat pemukul sedangkan tangan lainnya membawa dua kaleng bensin, yang kemudian disiramkan ke mesin cetak dan tumpukan Koran.

Seorang penjahat berbaju hitam lainnya membawa alat pemantik api dan menyalakan api dimana-mana. Pabrik mulai terbakar.

Keseluruhan kejadian berlangsung sekitar 2 menit, sampai kemudian 4 orang penjahat ber- masker itu melarikan diri. Walaupun api segera dapat dipadamkan, tapi 4 unit mesin cetak dari percetakan mengalami kerusakan. Sejumlah koran dan kertas musnah terbakar, banyak kertas lainnya rusak akibat basah terguyur air.

Lalu, siapa gerangan keempat orang penjahat yang melakukan pembakaran itu?

Sekilas, mereka mengenakan pakaian hitam dan memakai masker. Penampilan yang mirip dengan para demonstran. Tapi apakah mungkin demonstran melakukan pembakaran? Jelas tidak mungkin.

Surat kabar “The Epoch Times” mendukung warga Hong Kong menentang tirani Partai Komunis Tiongkok, para demonstran baik dari kelompok “Peace Movement (Kelompok Damai-Rasional-Tanpa Kekerasan/He-Li-Fei)” maupun dari kelompok “Yong-Wu Pai”, tidak mungkin memusuhi pendukungnya sendiri.

Penjahat yang telah melakukan pembakaran itu hanya mungkin berasal dari Komunis Tiongkok yang sedang menindas protes anti Undang Undang ekstradisi dan para antek tukang pukulnya. Mereka merekayasa para pelaku menyamar sebagai pengunjuk rasa, tujuannya untuk mengelabuhi publik, agar menimpakan kejahatan itu pada demonstran. Namun orang yang cerdas langsung bisa mengenali trik usang itu!

Yang patut dicatat adalah, tak lama berselang setelah penjahat melakukan pembakaran tempat percetakan surat kabar “The Epoch Times”, seorang polisi yang mengenakan masker mengatakan pada wartawan yang meliput, “Percuma kalian merekam disini, seharusnya fotolah mereka (demonstran). Sebentar lagi mungkin akan dibuat hilang!”

Setelah rekaman video dari “Beauties of Life” tentang intimidasi itu beredar, warganet mengutuk: “Polisi Hong Kong sudah gila!” “Dasar pembunuh!” “Rahasia yang harus diungkap, sepertinya polisi dan mafia bekerjasama, hanya selama ini tidak pernah diungkapkan.”

Bicara dari permukaan, penjahat membakar percetakan “The Epoch Times” dan ancaman polisi melalui wartawan bahwa para pendemo akan dihilangkan. Kedua kejadian itu sepertinya tidak ada kaitannya, tapi logika di dalamnya adalah sejalan.

Pikirkan mengapa Komunis Tiongkok  mau membakar percetakan “The Epoch Times”? Mengapa polisi mengancam akan dihilangkan? Bukankah semua itu bertujuan untuk menindas media massa dan pendemo pendukung anti Undnag Undnag ekstradisi, agar dapat menutupi fakta penindasan Komunis Tiongkok terhadap aksi perlawanan tersebut?

Seperti diketahui, selama bertahun-tahun Komunis Tiongkok terus mengendalikan opini publik Hong Kong yakni dengan cara langsung membentuk perusahaan media massa atau secara tidak langsung   membeli media massa Hong Kong. Itu membuat hampir semua media massa di Hong Kong melakukan sensor sendiri akibat adanya tekanan, dengan sengaja menghindari memuat berita yang sensitif bagi Komunis Tiongkok.

Surat kabar “The Epoch Times” Hong Kong sejak didirikan pada 2001, tetap bertahan meliput berita yang justru diblokir oleh Komunis Tiongkok. Berita itu seperti wabah SARS tahun 2003, penindasan Falun Gong, aksi perjuangan HAM di Tiongkok, konflik internal rezim Komunis Tiongkok dan lain sebagainya. The Epoch Times, menyajikan berita penting dan analisa situasi politik bagi pembacanya.

Di saat yang sama, media ini sangat menyoroti kondisi masyarakat Hong Kong, secara aktif memberitakan aksi demokrasi warga Hong Kong yang memperjuangkan pemilu, menuntut otonomi, dan menentang Komunis Tiongkok. Khususnya dalam gejolak aksi menentang Undang Undang ekstradisi kali ini, surat kabar “The Epoch Times” Hong Kong bersama dengan seluruh warga Hong Kong berjuang bersama melindungi Hong Kong.

Secara menyeluruh memberitakan perlawanan warga Hong Kong yang memperjuangkan demokrasi dan anti pemerintahan tirani. Menampilkan foto perlawanan yang nyata, kaya, mendalam dan rinci, termasuk rekaman video dan berita, sehingga sangat membantu warga Hong Kong mendapat simpati dan dukungan internasional. Dalam hal itu sangat dipuji oleh pembacanya.

Terhadap media massa berhati nurani yang tidak takut pada kekuasaan, berani memberitakan fakta seperti itu, dengan sendirinya sangat dibenci oleh Komunis Tiongkok, yang akan melakukan apa saja untuk merusaknya.

Sebenarnya, sebelum ada kejadian pembakaran itu, surat kabar “The Epoch Times” telah berkali-kali diintimidasi oleh Komunis Tiongkok. Pelanggan iklan pada surat kabar “The Epoch Times” juga pernah diganggu dan diancam, bahkan ada mata-mata dan gangster suruhan Komunis Tiongkok mencuri koran yang sudah dicetak.

Tentu, selain “The Epoch Times”, media massa berhati nurani di seluruh dunia bisa dibilang juga fokus pada situasi di Hong Kong. Menyiarkan secara langsung adegan hebat perlawanan demonstran Hong Kong dalam menentang Komunis Tiongkok dan para anteknya. Bagaimana mungkin Komunis Tiongkok tidak berang dan mengerahkan polisi jahatnya untuk mengancam?

Akan tetapi, entah yang dihilangkan adalah pembakar percetakan atau wartawan yang diancam, tindakan Komunis Tiongkok menginjak-injak kebebasan pers di Hong Kong secara terang-terangan itu tidak akan pernah bisa menakuti surat kabar “The Epoch Times”, juga tidak akan pernah bisa menakuti media massa yang berhati nurani.

Pasca terjadinya pembakaran itu, penanggung jawab “The Epoch Times” secara tegas menyatakan bahwa kantor surat kabar The Epoch Times sama seperti warga Hong Kong, akan tetap mempertahankan fakta dan kebebasan. Tidak ada jalan mundur, mereka akan tetap bertahan mengungkap kejahatan Komunis Tiongkok. (SUD/whs)

Polisi Hong Kong Mengancam Pengulangan Peristiwa 4 Juni 1989

0

Zhou Xiaohui – Epochtimes.com

Selama hampir sepekan, kekejaman yang ditunjukkan oleh polisi Hong Kong yang dengan sengaja mengepung Universitas Mandarin Hong Kong dan Universitas Politeknik Hong Kong. Tragedi dalam kampus dan kegagahberanian para mahasiswa dalam kampus beserta warga yang menjaga kampus yang ditunjukkan ke publik, sekali lagi mengejutkan dunia.

Banyak orang telah menyerukan perhatian mendesak kepada dunia. Pada saat yang sama mencela perilaku keji Komunis Tiongkok. Hal itu semakin memperkuat keyakinan bahwa selama Komunis Tiongkok masih eksis, maka daratan Tiongkok tidak memiliki kedamaian, Hong Kong tidak memiliki hari hari tenang dan dunia juga tidak memiliki kedamaian.

Pada saat kekerasan dilakukan oleh polisi Tiongkok dan Hong Kong di beberapa kampus universitas, menurut laporan media di luar negeri, pada 17 November 2019 sekitar pukul 20:30, sejumlah besar bala bantuan polisi anti huru hara tiba di Jalan Taihe di Tai Po.

Ada sejumlah petugas polisi di atas jembatan yang saling memaki dengan warga di balkon perumahan. Pada saat itu ada polisi berteriak: “Anda jangan pergi, saya akan mengulangi insiden 4 Juni”

Insiden 4 Juni adalah peristiwa pembantaian terhadap para siswa dan warga sipil di Lapangan Tian An Men yang telah menelan ribuan korban jiwa tewas pada 1989 yang dilakukan oleh Komunis Tiongkok.

Petugas polisi itu kemungkinan besar adalah polisi khusus dari daratan Tiongkok yang menyamar menjadi polisi Hong Kong, karena mereka lebih mungkin telah menonton film penindasan 4 Juni terhadap siswa versi Partai Komunis Tiongkok. Mereka sejak lama dicuci otak oleh PKT.

Kata blak-blakan dari seorang polisi biasa yang menyampaikan pesan mengejutkan bahwa: Partai Komunis Tiongkok telah memutuskan secara internal bakal mengulang insiden 4 Juni, yaitu tidak segan-segan melakukan pembantaian di Hong Kong.

Lagi pula tidak perlu diragukan lagi bahwa informasi seperti itu telah disebar dengan jelas kepada personal polisi yang terlibat dalam penindasan, hingga kepada pasukan   Tiongkok yang ditempatkan di Hong Kong.

Polisi Hong Kong yang kini jauh lebih brutal dari masa lalu dan pasukan komunis yang ditempatkan di Hong Kong turun ke jalan tanpa seijin dari otoritas kota, semua   merupakan suatu pertanda.

Tidak ada orang yang meragukan bahwa sinyal seperti itu tiada hubungannya dengan pernyataan sikap keras Xi Jinping terhadap situasi di Hong Kong saat pertemuannya di Brasil pada 14 November 2019 lalu. Dalam pernyataan sikapnya, Xi Jinping mengedepankan “tiga serius”, “tiga dukungan tegas” dan “tiga tekad” yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Xi Jinping menyebutkan bahwa menghentikan dan mengendalikan kekacauan untuk memulihkan ketertiban di Hong Kong adalah tugas paling mendesak saat ini. Mendukung kepolisian Hong Kong melaksanakan penindasan terhadap masyarakat yang protes serta dengan keras menentang dukungan Amerika Serikat dan negara-negara lain terhadap warga pemrotes Hong Kong.

Pada 15 November 2019, juru bicara Kantor Urusan Dewan Negara Hong Kong dan Makau menyatakan bahwa pidato Xi  Jinping telah mengeluarkan suara terkuat dari pemerintah pusat tentang perang melawan kekerasan di Hong Kong dan harus dengan tegas mengimplementasikannya.

Pada 17 dan 18 November 2019, Harian Rakyat dan Kantor Berita Xinhua masing-masing menerbitkan artikel komentar yang memuji-muji pidato Xi Jinping. Artikel menyebutkan bahwa jangan salah memperkirakan niatan pemerintah Tiongkok. Komunis Tiongkok dengan intens mengasah pisaunya terhadap Hong Kong, bagaikan suasana angin kencang menerpa sebelum hujan badai menerjang.

Terlepas dari penilaian dan pertimbangan semacam apakah, sikap keras Xi Jinping  telah semakin memperburuk situasi di Hong Kong, sehingga pasca kepala eksekutif Hong Kong Carrie Lam bertemu muka dengan Xi Jinping dan Han Zheng. Kekerasan polisi Hong Kong telah meningkat dan memuncak ke taraf ketinggian baru.

Polisi mengubah Universitas Hong Kong dan Universitas Politeknik menjadi medan perang, dan gembar-gembor polisi membuktikan hal itu. Sebelumnya yakni pada 12 November 2019, akun dari Chang Anjian, anggota Komite Politik dan Hukum Partai Komunis Tiongkok, menyebutkan bahwa perusuh Hong Kong menyerang polisi dan merampas senjata. Pada saat itu, mereka tidak menembak, apa gunanya senjata dan apa gunanya polisi?

 Tidak diragukan sudah muncul gelagat, insiden 4 Juni membantai warga Hong Kong mungkin saja terulang kembali. Jika insiden 4 Juni benar-benar terulang di Hong Kong, akan ada berapa banyak siswa dan warga yang terbunuh secara kejam oleh Komunis Tiongkok? Siapa yang harus bertanggung jawab untuk ini?

Banyak orang yang berusia di atas 40 tahun masih segar dalam ingatan, kekejaman yang dilakukan oleh pasukan militer Komunis Tiongkok dalam membantai dengan menembaki para siswa dan warga sipil pemrotes yang tidak bersenjata di Lapangan Tiananmen, pada 30 tahun yang lalu.

Saat itu, sesungguhnya ada berapa banyak orang yang terbunuh dalam “Pembantaian Tiananmen”, dewasa ini belum ada kesimpulan akhir. Jumlah yang diterbitkan oleh pejabat Komunis Tiongkok adalah lebih dari 800 orang. Bao Tong sekretaris Perdana Menteri Zhao Ziyang yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis Tiongkok, pada tahun 2013 mengungkapkan bahwa menurut statistik Palang Merah pada saat itu, jumlah kematian peristiwaTiananmen mencapai 2.000 orang lebih.

Menurut arsip Uni Soviet yang dideklasifikasi di Rusia pada 2013 lalu mengatakan bahwa pembantaian 4 Juni menewaskan 3.000 orang. Sedangkan file rahasia Gedung Putih Amerika Serikat menunjukkan bahwa sebanyak 40.000 orang terbunuh atau terluka dalam insiden 4 Juni, diantaranya 10.454 orang terbunuh.

Setelah tragedi itu terjadi, kejahatan Komunis Tiongkok dikutuk oleh seluruh dunia. Menurut informasi dari semua pihak menjelaskan bahwa Deng Xiaoping, Li Peng dan Chen Xi-tong telah menjadi pendosa sejarah karena mereka memerintahkan untuk menembak atau karena menerima laporan kondisi militer yang salah dan telah menyetujui penindasan.

Mereka telah dicemooh oleh dunia selama 30 tahun. Untuk itu, tidak hanya keluarga Deng Xiaoping, tetapi juga Li Peng dan yang lainnya di tahun-tahun yang berikutnya menyangkal apa yang telah mereka perbuat, demi menghindari tanggung jawab atas pelanggaran hukum mereka.

Ketika peringatan 10 tahun kembalinya Hong Kong pada tahun 2007, Deng Lin putri sulung Deng Xiaoping pergi ke Hong Kong. Saat diwawancarai oleh media, dia mengatakan bahwa “Insiden 4 Juni” adalah keputusan kolektif para pemimpin saat itu, tidak seharusnya dikatakan pemimpin mana yang secara spesifik bertanggung jawab.

Namun, tidak peduli bagaimana keluarga Deng Xiaoping ingin merahabilitasi atau mengurangi peran Deng Xiaoping dalam pembantaian 4 Juni 1989, juga hampir tidak bermanfaat, karena pada saat itu hanya Deng Xiaoping-lah yang mampu membuat keputusan akhir.

Sedangkan dalam “‘Diary 4 Juni’ Li Peng” yang diterbitkan di Hong Kong pada 2010 lalu, selain merekam sikap keras Li Peng, bersamaan itu juga membuktikan bahwa Deng Xiaoping memang pelaku utamanya. Sedangkan tanggung jawab kesalahan Li Peng juga tidak ringan. Li Peng, yang meninggal belum lama ini, memikul tanggung jawab kesalahan itu  sampai dia mati, dan telah dikutuk oleh banyak orang.

Adapun Chen Xi-tong walikota Beijing saat itu, menerbitkan sebuah buku di Hong Kong pada 2012 dengan judul “Dikisahkan oleh Chen Xitong sendiri: Opini publik sulit untuk jujur”. Buku itu menyebutkan bahwa ia  pernah membuat “Laporan situasi tentang menghentikan kerusuhan dan meredakan kerusuhan Kontra-Revolusioner” kepada Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional, atas namanya selaku Walikota Beijing merangkap Anggota Komisi Dewan Negara. Menetapkan bahwa gerakan mahasiswa adalah “kerusuhan” dan  penindasan pihak berwenang adalah “meredakan kerusuhan”.

Laporan tersebut telah dicetak sebanyak 1 juta lembar untuk disebarkan ke daerah perkotaan dan pedesaan negara itu. Hal itu dianggap sebagai bukti posisi historis Chen Xitong sebagai pelaku utama pembantaian 4 Juni.

Soal itu, Chen menjelaskan: “Pemerintah pusat meminta saya untuk membuat laporan, saya tidak bisa tidak melakukan. Saya sama sekali tidak ikut serta dalam diskusi, satu tanda baca pun tidak berubah, tetapi sayalah penanggung jawabnya.”

Chen juga menyatakan bahwa  dirinya belum pernah sama sekali ke rumah Deng Xiaoping. Dia hanya seorang “boneka” dan  menyangkal bahwa ia adalah “Panglima Komando Situasi Darurat Beijing”.

Namun, menurut laporan Voice of America, beberapa individu yang secara pribadi berpartisipasi dalam insiden 4 Juni atau kehilangan orang-orang yang mereka cintai selama pembantaian, semua berpendapat bahwa Chen Xi-tong harus memikul tanggung jawab yang layak diterimanya. Ia bukan boneka tetapi adalah “Penanggung jawab utama”.

Keluarga Deng Xiaoping, Li Peng dan Chen Xi-tong, mereka membela diri dan merehabilitasi diri mereka sendiri karena mereka tahu bahwa pembantaian mahasiswa dan warga sipil pada 4 Juni 1989 itu tidak dapat dimaafkan.

Begitu banyak orang tewas secara mengenaskan dan arwah penasaran tanpa pemakaman yang layak, tidak hanya membuat mereka gelisah setiap saat selama sisa hidup mereka. Peran mereka sebagai orang berdosa dalam sejarah juga tidak dapat diubah.

Kemudian, setelah 30 tahun, siapa yang akan memikul tanggung jawab terbesar bagi polisi Tiongkok dan Hong Kong atau pasukan Komunis Tiongkok yang melancarkan pembunuhan di Hong Kong? Apakah Xi Jinping, yang mengeluarkan suara terkuat dari pemerintah pusat untuk menghentikan kerusuhan di Hong Kong? Apakah itu Han Zheng, yang secara langsung memberi perintah ke Hong Kong serta faksi Jiang yang ada di belakangnya? Atau kepala Kantor Urusan Hong Kong dan Makau ataukah Kepala Eksekutif Hong Kong?

Dari informasi yang dikirimkan oleh media resmi Partai Komunis Tiongkok ke dunia luar, begitu 4 Juni terulang lagi di Hong Kong, tak peduli itu didasarkan pada salah penilaian intelijen atau Xi Jinping yang berusaha melindungi kekuasaan lalu mendukung kepolisian Hong Kong, semuanya akan memikul tanggung jawab paling utama. Itu juga karena   ia akan menjadi pendosa sejarah, seiring dengan tercerai-berainya Komunis Tiongkok yang akan berakhir dengan menyedihkan.

Apakah itu benar-benar adalah kehendak Xi Jinping, yang selalu menyatakan bahwa “hati rakyat adalah politik terbesar”?

Jika tidak, maka kembalilah ke jalan yang benar, mungkin masih ada sebersit peluang hidup. (Lin/WHS)

Staf Konsulat Inggris di Hong Kong Ungkap Secara Detail Tentang Penangkapan dan Siksaan yang Dialaminya

0

Liputan reporter the Epoch Times, Ling Yun

Wenjie Zheng atau lebih dikenal sebagai Simon Cheng adalah staf perdagangan dan investasi di konsulat Inggris. Tugas khusus Cheng adalah membangkitkan minat berinvestasi di Skotlandia di antara komunitas bisnis Tiongkok. Karena pekerjaannya itu, sehingga mengharuskannya untuk sering bepergian ke daratan Tiongkok.

Wenjie Zheng atau lebih dikenal sebagai Simon Cheng, mantan staf Konsulat Inggris di Hong Kong, mengeluarkan pernyataan saat diwawancarai BBC. Cheng pernah ditahan oleh Komunis Tiongkok selama 15 hari di Shenzhen pada Agustus 2019 lalu. Cheng mengungkapkan siksaan yang dialaminya di Tiongkok dan pengalamannya menyaksikan para demonstran Hong Kong yang digiring ke daratan Tiongkok. 

Pernyataan Cheng sungguh mengejutkan, karena ada yang memublikasikan pernyataan Cheng dalam bahasa Inggris, diterjemahkan ke bahasa Mandarin.

Berikut ini adalah isi terjemahan yang dipublikasikan di Facebook Shifang Ma, host di Stasiun Radio Taiwan:

Sungguh mengejutkan setelah membaca penjelasan rinci dari 7 poin pernyataan Simon Cheng dalam bahasa Inggris yang diterjemahkan ke bahasa Mandarin oleh seorang teman yang meminta merahasiakan namanya.

Karena diizinkan, saya pun membagikan artikel terjemahan itu ke media sosial. Penerjemah yang fasih berbahasa Inggris itu dengan rendah hati mengatakan, “Ini adalah terjemahan gratis oleh seorang penduduk desa, pasti ada poin yang salah, jadi harap maklum. Misalnya, prosedur penulisan dokumen atau istilah tertentu dari sistem keamanan publik dan administrasi Tiongkok itu dipastikan tidak cukup akurat. Jika terdapat makna yang meragukan, direkomendasikan untuk membaca pernyataan Simon Cheng dalam bahasa Inggris.”

Berikut penjelasan dari tujuh poin pertama dari pernyataan Simon Cheng:

Secara pribadi, Cheng mendukung gerakan pan-demokrasi Hong Kong, ia pernah berpartisipasi dalam aksi protes 2019 itu, termasuk melindungi poster Lennon Wall atau dinding mosaik di Jordan Road, Kowloon, Hong Kong, tetapi tidak pernah ikut serta dalam kegiatan ilegal dan tidak pernah melakukan tindak kriminal.

Konsulat Jenderal Inggris di Hong Kong menginstruksikan karyawannya untuk mengumpulkan intelijen terkait aksi demo Hong Kong untuk mengevaluasi kapan peringatan perjalanan dikeluarkan dan apakah ada warga negara Inggris yang terlibat dalam aksi protes tersebut. 

Target pengumpulan intelijen meliputi komunitas Telegram, LIHKG forum yakni situs web forum multi-kategori yang berbasis di Hong Kong, dan liputan media, juga termasuk komunitas atau kelompok yang mendekati demonstran, mencari tahu target mereka.

Cheng mengenal beberapa orang Tiongkok yang terlibat dalam aksi protes tersebut. Ada yang pernah ditangkap di Hong Kong, kemudian dibebaskan dengan jaminan. Cheng juga pernah menyelenggarakan klub diskusi buku tentang isu-isu ilmu sosial yang berkaitan dengan masyarakat Tiongkok dan Hong Kong. 

Para pesertanya terdiri dari orang-orang Hong Kong dan orang-orang Tiongkok dengan latar belakang dari kalangan pemerintah, keuangan, hukum, dan sastra.

Pada 8 Agustus 2019, dengan email masih di teleponnya yang menghubungkannya dengan pekerjaan yang mengamati protes, ia dikirim oleh konsulat Inggris ke sebuah konferensi bisnis di kota Shenzhen, Tiongkok.  

Setelah itu, ia sempat ke panti pijat untuk rileks sejenak dan bertemu dengan keluarga teman Tiongkok-nya yang telah dibebaskan di Hong Kong dan bermaksud menyerahkan biaya hidup serta biaya hukum dari temannya. 

Cheng telah mendengar bahwa orang-orang Hong Kong akan diperiksa ponselnya ketika mereka memasuki Tiongkok, jadi ia telah sepakat dengan pacar dan keluarganya akan mengadakan kontak secara teratur untuk mengabarkan kondisinya.

Saat kembali ke Hong Kong, Cheng naik kereta berkecepatan tinggi dari Stasiun Kereta Api Futian Shenzhen, namun, setelah dicegat di Stasiun Kereta Api Berkecepatan Tinggi Kowloon Barat, Cheng dibawa ke Kantor Polisi di stasiun kereta Kowloon Barat. 

Polisi mengatakan bahwa Cheng dicegat atas instruksi dari atasan, tapi mereka tidak tahu alasan dan detailnya. Sikap polisi itu cukup baik, tidak memaksa Cheng untuk membuka kata sandi ponselnya.

Setelah itu, Cheng dibawa ke Kantor Polisi Futian di Shenzhen dengan kereta api berkecepatan tinggi dan diserahkan kepada polisi berpakaian preman. Belakangan, Cheng baru tahu mereka adalah agen keamanan nasional, dan sikap agen itu sangat kasar. 

Sebelum interogasi, Cheng di foto, sidik jarinya diambil, dan semua informasi biokimia seperti sampel darah dan urin. Polisi dari biro keamanan publik belum mendapatkan kata sandi ponsel pada saat itu. 

Cheng diikat ke kursi harimau selama interogasi dan tidak bisa bergerak, Cheng diinterogasi tentang peran Inggris dalam “kerusuhan” di Hong Kong, juga perannya sendiri, dan hubungannya dengan orang-orang Tiongkok yang terlibat dalam “kerusuhan”. 

Interogator itu mengatakan bahwa kata-kata dan tindakannya dalam aksi “anti-Tiongkok dan Partai” di Hong Kong dapat ditahan di Tiongkok karena Hong Kong adalah bagian dari Tiongkok.

Setelah interogasi sepanjang hari itu, kemudian Cheng dipindahkan ke Kantor Polisi Luohu, mungkin untuk memperpanjang waktu penahanan 24 jam lagi, atau mungkin dipindahkan bolak balik tanpa batas ke setiap kantor polisi. Itu membuatnya ditahan tanpa batas waktu. 

Sejak penahanan sampai dibebaskan, Cheng tidak diizinkan memakai kacamata, membuat pandangannya kabur dan kepalanya pusing berkunang-kunang.

Agen itu menyetel lagu Beyond yang berjudul “dadi –baca : Ta Ti – Bumi” di mobil penjara polisi. Polisi itu mengatakan ia dipindahkan dari Biro Keamanan Nasional, instruksi dari atas mengatakan akan mendakwanya atas “kejahatan kriminal dan pemberontakan bersenjata.”

Di Kantor Polisi Luohu, semua prosedur penahanan digelar lagi. Ada sepuluh petugas di ruang interogasi, setengah dari mereka berpakaian preman  atau agen khusus, dan setengahnya adalah petugas polisi berseragam. 

Cheng kembali menolak untuk memberikan kata sandi ponselnya. Agen Keamanan Nasional meminta polisi berpakaian preman untuk menginterogasi dan mendakwanya “meminta pelacur.” 

Jika kooperatif, dakwaan atas dirinya dapat dikurangi. Jika hanya penahanan administratif, tidak akan dimasukkan ke dalam catatan kriminal, kalau tidak akan ditahan seumur hidup atau didakwa atas kejahatan serius. Cheng tak punya pilihan selain terpaksa mengakui kesalahannya.

Selama interogasi, Cheng tidak diizinkan menghubungi keluarganya meski setelah ditangkap selama lebih dari 24 jam. Agen Tiongkok itu mengatakan bahwa kasusnya akan dikirim ke interpol dengan dokumen resmi, kemudian interpol akan memberitahu kepada polisi Hong Kong yang akan menghubungi keluarganya. 

Namun, kepolisian Hong Kong sedang sibuk menangani situasi di Hong Kong, sehingga tidak diketahui kapan Kepolisian Hong Kong akan diberitahu. Keluarga Cheng tidak menerima pemberitahuan resmi sama sekali ketika Cheng mengkonfirmasi hal itu dengan keluarganya setelah ia dibebaskan.

Karena penahanan administratif tidak memerlukan proses pengadilan normal, jadi Cheng tidak diizinkan mencari bantuan pengacara.

Setelah Cheng mengaku bersalah, agen rahasia itu dengan tenang meninggalkan ruang interogasi, dan Cheng dikembalikan ke selnya sambil menunggu dokumen “putusan hukuman administratif”. Cara menulis dokumen itu sepenuhnya ditentukan oleh polisi.

Di ruang tahanan, tersangka lain bertanya kepadanya bagaimana cara mendapatkan paspor Amerika Serikat melalui metode militer. Cheng merasa bahwa itu adalah agen yang menyamar, jadi ia hanya tersenyum dan menyapa sejenak sambil berlalu. Agen yang menyamar itu segera dibawa pergi oleh penjaga berseragam. 

Petugas polisi berseragam memintanya untuk menandatangani “dokumen penalti”, tetapi waktu penahanan termasuk tanggal mulai ditahan dan penangguhan, dalam dokumen itu sengaja dibiarkan kosong. Meskipun dokumen itu menyatakan bahwa itu adalah penahanan administratif selama lima belas hari, namun, tanggal mulai penahanan  dan penangguhan yang dibiarkan kosong itu memungkinkan polisi dan agen rahasia untuk sekehendaknya menjelaskan masa penahanannya. Polisi mengatakan bahwa keputusan itu berasal dari pejabat tinggi.

Cheng kemudian dikirim ke Pusat Penahanan Luohu, di mana ia diborgol, diikat dan mengenakan seragam napi untuk pertama kalinya, dikenakan pemeriksaan telanjang dan dipenjara. Agen Tiongkok itu mungkin tidak memberi tahu pada badan keamanan publik tentang identitasnya yang khusus. 

Pada hari pertama, ia dikurung di sel bersama puluhan tahanan lainnya. Napi lain diizinkan membeli buah-buahan atau makanan ringan, hanya Cheng yang tidak boleh. Karena Cheng tidak diizinkan menghubungi keluarganya, tersangka lain curiga Cheng ditangkap karena masalah politik, namun, ada orang yang mencatat nomor telepon rumah Cheng di Hong Kong, dan bersedia membantunya mengabarkan tentang dirinya kepada keluarganya setelah bebas nanti. Dia mengatakan ditangkap karena insiden Hong Kong, dan mewanti-wanti keluarganya jangan ke Tiongkok. 

Kemudian, Cheng dibawa keluar untuk diinterogasi atas dakwaan “kejahatan politik” dan mengajukan pertanyaan yang sama. Setelah kembali ke sel tahanan, tersangka lainnya akhirnya tahu Cheng adalah tahanan politik dan tidak berani berbicara dengannya lagi. 

Sejak hari kedua setelah ditahan di Pusat Penahanan Luohu, Cheng ditahan sendirian di sel isolasi. Tersangka penahanan administratif memiliki hak bertemu atau menelepon keluarga setidaknya seminggu sekali, dan jalan santai di dalam lingkungan penjara selama dua jam sehari, hanya Cheng yang tidak mendapatkan hak semacam itu.

Sejak itu, Cheng diinterogasi setiap hari dalam waktu yang lama, dia tidak tahu kepastian waktu pembebasannya, apalagi apakah benar-benar akan dibebaskan setelah apa yang disebut masa penahanan lima belas hari kemudian.

Agen Tiongkok memaksanya untuk menyerahkan kode sandi ponselnya di depan petugas penjara. Agen itu menarik rambutnya untuk membuka kunci ponsel dengan pengenalan wajahnya, dan menuding Cheng sebagai mata-mata dan agen Inggris. Setelah dipaksa oleh agen Tiongkok, Cheng akhirnya memberikan kata sandi ponselnya. Petugas pusat penahanan juga terkejut melihat tindakan kasar agen Tiongkok itu. 

Agen Tiongkok meminta petugas pusat penahanan memborgol Cheng ke kursi harimau, dan meski agak ragu, petugas penjara akhirnya melakukan seperti yang diperintahkan.

Cheng diborgol dan digantung pada penyangga besi berbentuk X. Para petugas menyuruhnya melakukan sikap atau posisi tubuh yang membuatnya pegal dan menyuruhnya mempertahankan posisi itu dalam waktu lama. 

Kedua tangannya digantung tinggi, sehingga darah tidak bisa mengalir ke lengannya. Itu benar-benar sangat menyiksa. Terkadang diminta melakukan “tes tekanan”, seperti berjongkok untuk waktu yang lama. Jika tidak bisa, agen Tiongkok akan memukulnya dengan tongkat runcing. Agen tersebut juga akan memukul bagian tubuh yang paling rapuh seperti lutut. Mata Cheng ditutup dan mengenakan penutup kepala selama proses itu.

Cheng diperbolehkan makan selama waktu istirahat dalam interogasi, tetapi dalam keadaan diborgol dan ditutup matanya, saat istirahat adalah waktu pencucian otak politik. Sebagai contoh, Tiongkok saat ini tidak cocok untuk menerapkan demokrasi secara menyeluruh. 

Sebagian besar masyarakat Tiongkok tidak mengecap pendidikan yang cukup memadai. Dibutuhkan keterampilan profesional yang tinggi dalam mengelola negara, dan hanya dapat diimplementasikan oleh sejumlah kecil orang-orang yang terpilih. 

Sistem demokrasi liberal yang memberdayakan massa adalah populisme yang memutarbalikkan fakta. Interogator mengambil contoh sejarah tentang tidak diterimanya teori Heliocentric Copernicus oleh Gereja Katolik Roma, menunjukkan mentalitas elit.

Penyiksaan berlanjut. Cheng  berdiri dalam waktu yang lama. Mata ditutup dan dikenakan tudung kepala dalam kondisi tangan diborgol. Tidak boleh bergerak atau tertidur, atau akan dihukum menyanyikan lagu kebangsaan Tiongkok. Penyiksaan non-fisik dengan cara melarangnya tidur. 

Ketika menerima hukuman seperti itu, Cheng tidak diizinkan untuk berkata sepatah kata pun. Agen Keamanan Nasional Tiongkok menyatakan bahwa Cheng harus terlebih dahulu mengatakan “Lapor Komandan” untuk mendapatkan izin berbicara, jika tidak ia akan ditampar atau mukanya dipukul dengan alat yang tidak diketahui apa namanya, mungkin sebuah tongkat runcing.

Salah satu interogator berbicara dengan aksen Hong Kong, menudingnya berani sekali  menjadi agen Inggris memata-matai Tiongkok. Sementara petugas lainnya berbicara dalam aksen Mandarin Tiongkok utara, mengaku sebagai bagian dari agen mata-mata, karena kedutaan dan konsulat Inggris dianggap sebagai organisasi mata-mata, dan Cheng sebagai bagian dari staf konsulat Inggris tentu saja dianggap sebagai bagian dari organisasi itu. 

Cheng ditanya apakah dia mengenal staf Dinas Intelijen Inggris dan Dinas Intelijen Asing, konfigurasi bangunan Konsulat Inggris di Hong Kong?  

Interogator tidak puas dengan metode tanya jawab itu dan meminta Cheng untuk mengaku bersalah. Yang paling penting baginya adalah bekerja sama dengan menuding Inggris terlibat dalam akis protes di Hong Kong. 

Interogator memaksanya mengakui, bahwa pemerintah Inggris menyediakan dana, logitsik dan peralatan untuk demonstran Hong kong. Memaksanya mengaku pernah memimpin gerakan protes, terlibat dalam aksi demonstrasi atau menghasut demonstrasi dengan kekerasan, memaksanya untuk mengakui menggunakan gaji yang diterima dari pemerintah Inggris untuk membayar jaminan bagi para demonstran Tiongkok yang ditangkap di Hong Kong.

Beberapa hari berikutnya ia dibawa ke “pusat investigasi kolektif”, disini polisi kembali menginterogasinya. Di pusat investigasi kolektif, Cheng diizinkan melepas penutup mata.  Cheng melihat agen Tiongkok sedang mengisi formulir aplikasi ruang interogasi, dan juga menulis kata “rahasia” pada file-nya. 

Cheng melihat sepuluh “tersangka” berusia muda sedang diselidiki, semuanya diborgol dan mengenakan seragam penjara warna oranye. Ketika Cheng berjalan melewati koridor, dia mendengar seseorang berteriak dari dalam ruang interogasi, “Angkat tanganmu tinggi sedikit, bukankah kalian mengangkat tangan dan mengibarkan bendera tinggi-tinggi ketika demonstrasi?” 

Cheng menduga mereka sedang menyiksa para demonstran Hong Kong.

Ruang interogasi Cheng disebut-sebut “bukan untuk membahas masalah inti, tetapi hanya sekadar mengobrol,” menyiratkannya untuk memilih mengaku bersalah atas pelanggaran ringan atau meminta pelacur dan menghindari tindak pidana kejahatan serius seperti pemberontakan bersenjata dan kerusuhan.

Cheng ditanya mengapa kekuatan para demonstran terus meningkat dan kekuatan the valiant semakin berkembang.

The valiant adalah organisasi politik lokal Hong Kong yang didirikan pada Juni 2014, mengadvokasi penggunaan pemberontakan dan revolusi untuk mencapai kemerdekaan Hong Kong.

Cheng mengatakan bahwa itu adalah langkah pertahanan diri bagi orang-orang Hong Kong dari serangan kawanan orang-orang berkaos putih di MTR Yuen Long pada 21 Juli 2019 lalu. Interogator sangat marah mendengarnya, mengatakan bahwa mereka tidak perlu menyewa geng untuk menyerang para demonstran, dan  bahwa preman dan patriot Tiongkok memang sudah sewajarnya, dan akan secara spontan melintasi perbatasan untuk menyerang demonstran.

Agen Tiongkok yang baru datang itu mencaci maki Cheng dalam bahasa Mandarin, “Dasar pengkhianat negara,” 

Agen itu mengutip teori “kediktatoran rakyat yang demokratis” Mao Zedong, mengatakan bahwa otoritas Tiongkok memperhatikan gerak gerik pan-demokrasi yang disebutkan Cheng. Tetapi Cheng seharusnya tahu bahwa Tiongkok memerintah sebagian besar rakyat Tiongkok secara demokratis, tetapi karena Cheng adalah “Musuh negara”, sehingga menggunakan cara otoriter untuk menghadapinya.

 Agen Tiongkok itu juga menjamin bahwa Cheng pasti akan dibebaskan lima belas hari kemudian. Menurut agen itu, Cheng setidaknya akan didakwa kembali dengan tuduhan “subversif”, dan mengatakan bahwa dia berani mempertaruhkan masa depannya, bahwa Cheng pasti akan terus ditahan.

Agen Tiongkok itu dengan jelas mengatakan bahwa Cheng masih bisa tegar di bawah siksaan seperti itu karena dia percaya akan dibebaskan 15 hari kemudian. Semangat Cheng untuk bertahan hidup sirna seketika setelah mendengarnya, dan mengatakan bahwa dia akan bunuh diri jika masih ditahan di penjara setelah lima belas hari kemudian. Agen Tiongkok itu mengatakan Cheng memang sudah seharusnya bunuh diri sebagai mata-mata yang gagal.

Sejak itu, Cheng pun tidak nafsu makan di ruang tahanan. Agen Tiongkok lainnya mengatakan, jika Cheng bersikap kooperatif, masih ada kemungkinan “hidup kembali atau dibebaskan” 15 hari kemudian, asalkan lebih banyak memberitahukan informasi intelijen tentang hubungan antara aksi protes dengan pemerintah Inggris. 

Cheng bersikeras bahwa dia hanyalah masyarakat marginal, tidak terlibat dalam aksi demo. Agen Tiongkok itu mengatakan, “Ada beberapa hal yang lebih mengerikan daripada kekerasan.” Karena latar belakang Cheng, pihak berwenang yakin bahwa Cheng memiliki ambisi politik, atau dengan kata lain Cheng mungkin adalah dalang di balik aksi protes dan boneka Inggris. 

Cheng kembali merasa tertekan dan menangis seketika, sambil mengatakan bahwa dia hanya ingin kembali ke Hong Kong untuk berkumpul kembali dengan pacar dan keluarganya. Cheng bahkan sampai berlutut memohon pada agen Tiongkok itu.

Ketika Cheng dibawa keluar dari ruang interogasi, ia melihat seorang gadis muda menjalani prosedur penahanan seperti diborgol, memakai seragam napi, dan pemeriksaan fisik. Agen Tiongkok yang bertanggung jawab atas kasus Cheng dengan sengaja mengatakan bahwa gadis itu hanyalah sampah masyarakat yang ditangkap dalam aksi protes, dan bertanya kepada Cheng apakah dia mengenal gadis itu. Cheng mengatakan tidak kenal sambil menggelengkan kepala.

Cheng dibawa kembali ke pusat penahanan dengan mobil khusus napi tanpa tanda sambil matanya ditutup. Agen Tiongkok meminta Cheng untuk secara jujur menjelaskan tentang pandangan orang-orang Hong Kong tentang Tiongkok. 

Cheng bertanya apakah dia akan dikirim ke “kamp konsentrasi” di Xinjiang, karena setidaknya masih bisa bergerak leluasa atau melakukan sesuatu yang berarti di dalam kamp konsentrasi, misalnya menanam pohon dan sebagainya. Itu lebih baik daripada membuang-buang waktu sendirian di dalam sel. 

Agen itu dengan kesal mengatakan bahwa “kamp konsentrasi hanya ada di bawah rezim Nazi.” Cheng beralasan bahwa dia mengetahui tentang Pusat Pendidikan dan Pelatihan Xinjiang dari CCTV, dan agen Tiongkok itu pun diam seketika.

Itu adalah terakhir kalinya Cheng dibawa keluar dari pusat penahanan untuk diinterogasi. Sejak hari kesebelas penahanannya, ia berada di pusat penahanan dan diinterogasi. Ssikap interogator disini relatif santun. 

Sebelum memasuki ruang interogasi, ada dokter yang melakukan pemeriksaan fisik, dan mengatakan bahwa itu adalah interogasi terakhir. Hanya ada satu polisi baru yang berpakaian preman di ruang interogasi, dan waktu interogasi juga sangat singkat. 

Polisi mengatakan bahwa ia ditahan murni karena ia “meminta pelacur” di Tiongkok. Kepolisian Tiongkok tidak memiliki yurisdiksi atas sikap dan perbuatan Cheng di Hong Kong, jadi tidak ada hubungannya dengan mereka. Cheng dibuat bingung, karena itu sama sekali berbeda dari apa yang didengarnya sejak hari pertama penangkapannya.

Polisi telah berulang kali menekankan bahwa pucuk pimpinan akan melihat sikap Cheng untuk memutuskan apakah dia akan dibebaskan setelah 15 hari penahanannya, dan mengeluarkan dua “dokumen putusan”.

Dokumen pertama adalah penahanan administratif 15 hari yang asli, dan lainnya adalah pendidikan ulang selama dua tahun. Polisi mengatakan bahwa mereka memiliki kuasa terakhir untuk memutuskan apakah dia akan terus dipenjara selama dua tahun. Dan Cheng baru tahu setelah dibebaskan, bahwa polisi Tiongkok memiliki hak untuk secara sepihak menangkap orang-orang menjalani “pendidikan ulang” selama dua tahun tanpa pengawasan pengadilan.

Polisi menanyakan pertanyaan pertama pada Cheng, apakah perlu memberi tahu keluarganya?

“ Ya” jawab Cheng spontan. 

Polisi itu mengeluarkan dokumen pendidikan ulang dua tahun dan memintanya untuk menandatangani. Cheng seketika paham bahwa polisi itu diam-diam mengancamnya, jadi dia meralat jawabannya tidak perlu memberi tahu keluarga. Polisi mengatakan bahwa Cheng menjawab dengan sangat baik. Itu adalah “sikap” yang benar, kata polisi.

Pertanyaan kedua: Mengapa tidak perlu memberi tahu keluarga? Karena kamu merasa malu? Cheng menjawab, “Ya.” 

Pertanyaan ketiga: Apakah Anda dipaksa untuk mengaku? Cheng menjawab “Tidak”. 

Pertanyaan keempat: apakah polisi bersikap baik pada mu? Cheng menjawab, “sangat baik.” 

Pertanyaan kelima: mengapa tidak mencari pengacara? Cheng menjawab, “Terlalu memalukan, jadi tidak berani menyewa pengacara.” 

Kemudian polisi menyiapkan kamera dan memintanya untuk mengakui kesalahan atas pernyataannya sendiri.

Polisi yang sebelumnya bertemu dengannya masuk ke ruangan dan memintanya untuk menandatangani tujuh “dokumen putusan.” Beberapa kolom tanggal dibiarkan kosong, dan karena menunjukkan “sikap kooperatif” , Cheng menandatangani semua dokumen itu. 

Cheng diminta untuk menggantungkan label nama tahanan di dadanya dan merekam pernyataan permintaan maaf karena “meminta pelacur.” Cheng diminta untuk membaca dua dokumen yang sudah disiapkan di depan kamera, satu tentang memanggil pelacur dan dokumen lainnya tentang “mengkhianati negara.” 

Setelah semua dokumen, pernyataan tertulis, dan rekaman pengakuan selesai, polisi Tiongkok menyatakan kepuasan dan mengatakan bahwa karena sikap kooperatifnya, ia akan dibebaskan 15 hari kemudian sesuai dengan rencana semula. 

Itu juga merupakan interogasi terakhir dan pertama kalinya Cheng mendengar masa penahanan yang jelas bahwa dirinya akan dibebaskan. Cheng membungkukkan badan menyatakan terima kasih kepada polisi. Dan untuk malam pertamanya Cheng bisa tidur dengan nyenyak.

Pada hari ketiga belas atau keempat belas, agen yang baru datang kembali melakukan interogasi babak baru terhadapnya. Kali ini berlangsung selama empat puluh delapan jam. Itu waktu interogasi terlama. 

Ada tiga interogator di ruang interogasi, dan lima petugas berada di kamar sebelah, siap menerima perintah. Dan untuk pertama kalinya Cheng merasa sikap petugas itu relatif lembut selama penahanannya. 

Kepala interogator menunjukkan sikap sebagai polisi yang baik, mencoba berbicara dengan Cheng dalam bahasa ibunya, dan mengatakan bahwa dia pernah bekerja di kota kelahiran Cheng selama tiga tahun dan mengenal kerabat serta orang tua Cheng di Tiongkok. 

Cheng merasa kata-kata kepala interogator itu menyiratkan ancaman bagi keluarganya di Tiongkok. Petugas itu juga mengatakan bahwa Cheng dianggap sebagai sahabat sekampung, dan pernah menjadi perantara di depan para pejabat tinggi dan sebagainya.

Petugas mencoba membuat Cheng berpikir dia adalah harapan terakhirnya untuk pembebasannya, dan mengatakan bahwa pucuk pimpinan menilai sikap kooperatif Cheng tidak cukup, atau dengan kata lain Cheng mungkin masih akan terus ditahan. 

Interogator itu berharap untuk menggali lebih banyak informasi dari Cheng. Sementara itu, interogator lain dengan pangkat lebih rendah yang bertanggung jawab mencatat BAP-Berita Acara Pemeriksaan itu mengatakan bahwa pihak berwenang telah menghapus semua perangkat lunak sosial dan telah mencadangkan semua data yang ada di ponselnya, termasuk email kerja yang relatif sensitif. 

Polisi mencetak semua email yang konsulat Inggris perintahkan kepada Cheng untuk mengumpulkan informasi terkait demonstrasi, serta daftar email orang-orang yang terlibat dalam pengumpulan intelijen. 

Cheng diminta untuk mengambil atau merekan gambar dokumen-dokumen itu “secara sukarela” dan diserahkan kepada polisi Tiongkok, dan mengancamnya untuk tidak mengungkapkan masalah tersebut, jika tidak akan dituntut oleh pemerintah Inggris karena “membocorkan informasi rahasia internal.”

Polisi meminta Cheng untuk memaparkan rahasia partisipasinya dalam demonstrasi tersebut, dan memintanya untuk menjelaskan perbedaan antara organisasi the valiant dan gerakan perdamaian Hong Kong. Polisi bertanya kepadanya apakah kelompok the valiant di saluran Telegram memiliki latar belakang militer Inggris. 

Polisi Tiongkok mengeluarkan banyak foto dan memintanya untuk mengidentifikasi, menuliskan nama-nama orang-orang yang dikenal dalam foto dan arah politik mereka, apakah mereka berafiliasi dengan the valiant dan gerakan perdamaian Hong Kong, dan kemudian menandatangani dan cap jempol. 

Menurut Otoritas Tiongkok, tidak ada perbedaan antara organisasi the valiant dengan gerakan perdamaian Hong Kong, karena mereka berkoordinasi satu sama lain, sehingga mereka semua dinyatakan bersalah.

Polisi dengan jelas menyatakan bahwa sejumlah besar pengunjuk rasa Hong Kong telah ditahan di Tiongkok, sehingga mereka dapat mengumpulkan dan membandingkan informasi dari berbagai sumber dan mereka yang ditangkap. 

Polisi memperlihatkan foto dan bertanya kepada Cheng apakah dia pernah ke lokasi Lennon Wall, dinding mosaik di Jordan Road, Kowloon, Hong Kong. Foto itu bukan diambil dari ponsel Cheng.

Cheng curiga otoritas Tiongkok terus mengirim orang untuk mencari dan mengumpulkan bukti di Hong Kong.

Polisi mempertanyakan hubungan Cheng dengan orang-orang Tiongkok yang ke Hong Kong dan berpartisipasi dalam aksi protes. Tujuan utamanya adalah mengaitkan bantuan Inggris, Cheng pribadi, dan teman Tiongkok-nya. Teman Tiongkok Cheng telah diciduk dan di tahan di Tiongkok pada 11 Agustus 2019, dan keberadaannya tidak diketahui hingga kini.

Naskah yang telah disiapkan Tiongkok adalah: Inggris merupakan salah satu kekuatan asing di balik protes di Hong Kong. Aksi protes mustahil tanpa dalangnya dan terorganisir. Cheng sendiri adalah salah satu dalangnya. Dia diperintahkan oleh Inggris untuk menghasut orang-orang Hong Kong berdemonstrasi, bahkan tokoh inti dari The Valian bekerjasama dengan orang-orang Tiongkok dari kubu liberal yang anti pemerintah Tiongkok. Mereka berencana meluncurkan “revolusi warna” di Tiongkok.

Cheng khawatir pihak berwenang Tiongkok akan terus menuduhnya atas kejahatan melakukan tindak pidana subversi, pemberontakan bersenjata dan kerusuhan, mata-mata, pengkhianat negara, dan kejahatan lainnya.

Agen Tiongkok itu bertanya kepada Cheng tentang hubungannya dengan tokoh-tokoh politik “anti-Tiongkok” yang terkenal, termasuk Christopher Francis Patten atau lebih dikenal Chris Patten (Gubernur ke-28 dan terakhir Hong Kong dari tahun 1992 -1997), Zhou Yongkang, dan Liang Tianqi. 

Pihak Tiongkok mengetahui Cheng pernah bertemu Liang Tianqi di London, dan mengatakan bahwa seorang dosen dari the London School of Economics – LSE Taiwan pernah memperkenalkan Liang Tianqi ke Cheng dan minum teh sore bersama. 

Polisi atau agen dari badan keamanan nasional Tiongkok bertanya kepada Cheng apakah cendekiawan Taiwan itu bermaksud memberi Liang kesempatan kerja di Taiwan, agar Liang tidak perlu kembali ke Hong Kong untuk diadili. 

Terlepas dari bagaimana Cheng mengklarifikasi, agen Tiongkok itu bersikeras agar Cheng mengaku secara tertulis atas pernyataannya, mengatakan bahwa cendekiawan Taiwan itu adalah mata-mata Taiwan yang mendukung Liang untuk terus melanjutkan gerakan separatis di Hong Kong dan Taiwan.

Agen Tiongkok itu juga bertanya kepada Cheng apakah ia memiliki identitas palsu lainnya dan apakah pernah mengambil foto di luar lembaga pemerintah selama dirinya berada di Tiongkok?

Setelah dibebaskan, Cheng baru mengetahui kasus Li Mengju, seorang konsultan di kota Kabupaten Pingtung, Taiwan, menghilang setelah memasuki Hong Kong dari Shenzhen pada 20 Agustus 2019 yang lalu. Cheng menduga Li Mengju ditangkap karena mengambil foto polisi bersenjata di perbatasan antara Shenzhen dan Hong Kong.

Polisi berseragam masuk dan membuat lagi dokumen pernyataan maaf terkait pemanggilan pelacuran, rekaman pernyataan bersalah, dan dokumenter. Agen dari badan keamanan nasional Tiongkok juga membuat lagi video, pernyataan maaf dan dokumen yang berkaitan dengan kejahatan “pengkhianat negara.” 

Polisi Tiongkok itu juga meminta Cheng merekam gambar dan menyanyikan lagu kebangsaan Tiongkok, kemudian mengirim film itu ke pucuk pimpinannya melalui ponsel. Polisi Tiongkok itu kemudian mengatakan bahwa atasannya sangat puas dengan kinerja Cheng, jadi dia menduga bisa dibebaskan sesuai jadwal.

Pada pukul 5:30 pagi, 24 Agustus 2019, Cheng dibawa keluar dari gerbang pusat penahanan. Tujuh polisi berpakaian sipil dan agen bertopeng serta dua taksi listrik Shenzhen menanti di luar pintu. Cheng tiba di tempat parkir Pelabuhan Luohu sekitar 30 menit setelah naik mobil, dan di sana sudah menunggu sepuluh petugas polisi berseragam dan polisi berpakaian preman. Selain itu juga ada petugas yang merekam proses pembebasan Cheng. 

Cheng berjalan melewati penjaga perbatasan ditemani sejumlah besar polisi dari badan keamanan publik Tiongkok. Para wisatawan yang menyaksikan pemandangan itu terkejut melihatnya. Petugas polisi baru berhenti ketika Cheng tiba di jembatan ke Hong Kong.

Belum lama ini, Cheng baru dapat menghubungi keluarganya. Dia pulang ke Kowloon melalui Jalur East Rail dan tinggal di hotel selama beberapa hari karena polisi Tiongkok tahu alamat rumah dan asramanya. Pejabat dari konsulat Inggris datang menjenguknya. Cheng kemudian diantar ke konsulat dengan kendaraan diplomatik, memintanya membuat laporan singkat kepada pejabat senior Inggris. Petugas keamanan kedutaan meminta Cheng untuk waspada agar tidak diikuti dan diawasi, terutama mereka yang memakai gelang.

Karena Cheng diancam oleh Tiongkok secara eksplisit untuk tidak mengungkapkan segala sesuatu yang dialaminya semasa penahanannya, konsulat Inggris memberinya cuti selama tujuh bulan, dan memintanya mengungsi ke negara ketiga.

Sebelum meninggalkan Hong Kong, Cheng harus ke kantor polisi Hong Kong terlebih dulu untuk mencabut kasus laporan orang hilang. Polisi Hong Kong menyatakan simpati dan mengatakan akan mengirim mobil pribadi untuk mengantar Cheng ke tempat yang ditentukan untuk menyelesaikan adminstrasi agar tidak dikerubuti awak media.

Ketika Cheng naik taksi ke lokasi yang ditentukan, dia melihat seorang pria yang mencurigakan mengenakan gelang tampak memandang kesana-kemari. Mobil Van pria itu diparkir di belakang mobil pribadi Polisi Hong Kong. Meskipun ketiga petugas polisi Hong Kong turun dari mobil dan menunjukkan kartu ID mereka, Cheng tetap menyatakan bahwa ia lebih suka naik bus sendirian ke Kantor Polisi Yau Ma Tei, Distrik Yau Tsim Mong, Semenanjung Kowloon, Hong Kong untuk mengurus administrasinya. 

Polisi Hong Kong setuju atas permintaannya. Ketika Cheng turun dari mobil di depan kantor polisi, dia kembali melihat pria tak dikenal dan mengenakan gelang di luar gerbang kantor polisi. Cheng menduga kedua orang yang mencurigakan itu adalah agen dari Tiongkok yang menyamar untuk mengawasinya. Tujuannya adalah memperingatkannya agar tidak mengungkapkan informasi apa pun kepada polisi Hong Kong, dengan begitu, polisi Hong Kong tidak akan meninggalkan catatan pada dokumen resmi. 

Sikap polisi Hong Kong sangat santun selama ia mengurus administrasi pencabutan laporan. Cheng hanya mengatakan bahwa ia “tidak bisa menjawab” segala sesuatu yang dialaminya setelah dinyatakan hilang dan akhirnya Cheng menarik laporan tentang kasus orang hilang dengan lancar.

Cheng kemudian meninggalkan Hong Kong menuju ke negara ketiga dan mulai mengkoordinasikan rencana pengunduran dirinya dengan pemerintah Inggris. Pemerintah Inggris memintanya untuk mengundurkan diri pada November 2019, mengakhiri pekerjaan dua tahun-nya di konsulat Inggris.

Cheng saat ini mencari peluang untuk mendapatkan hak tinggal, pekerjaan, dan melanjutkan studi. Ia berharap dunia luar, terutama masyarakat sipil, akan memberikan bantuan agar ia mendapatkan kembali kehidupan normalnya dan kembali ke pasar tenaga kerja. (jon)

Trump Tandatangani Undang-Undang HAM dan Demokrasi Hong Kong

0

The Epochtimes

Presiden Amerika Serikat Donald Trump resmi menandatangani dua undang-undang hak asasi manusia untuk mendukung para pengunjuk rasa di Hong Kong, pada Rabu 27 November waktu setempat. Kepastian itu dirilis oleh Gedung Putih dalam pernyataan resminya. 

Pekan lalu, baik Senat dan DPR AS mengesahkan Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong. 

Jika diberlakukan, Undang-Undang tersebut mengharuskan Amerika Serikat untuk meninjau setiap tahun hubungan perdagangan khusus Hong Kong. 

Undang-Undang tersebut membuka jalan sanksi terhadap pejabat Komunis Tiongkok dan Hong Kong yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM di Hong Kong. 

Kongres AS juga mengesahkan undang-undang yang akan melarang ekspor peralatan pengendalian massa ke polisi Hong Kong. Dikarenakan telah dituduh menggunakan kekerasan dan taktik berat untuk memadamkan aksi demonstrasi.

“Saya menandatangani Undang-Undang ini untuk menghormati Presiden Xi, Tiongkok, dan rakyat Hong Kong,” demikian pernyataan Trump dalam sebuah pernyataan. 

Pernyataan tersebut berharap para Pemimpin dan Perwakilan Tiongkok dan Hong Kong akan dapat menyelesaikan perbedaan mereka secara damai yang mengarah pada perdamaian jangka panjang dan kemakmuran bagi semua.

Di bawah Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong, Menlu AS diwajibkan untuk menyatakan setiap tahun apakah Hong Kong “cukup otonom.” Peninjauan tersebut untuk membenarkan status ekonomi khusus yang telah diberikan berdasarkan Undang-Undang Kebijakan Amerika Serikat-Hong Kong tahun 1992.

Undang-Undang Kebijakan telah memungkinkan Amerika Serikat untuk berurusan dengan Hong Kong secara terpisah dari daratan Tiongkok dalam hal perdagangan, investasi, dan imigrasi sejak kota itu kembali ke pemerintahan Tiongkok pada tahun 1997. 

Misalnya, kota ini tidak dikenakan tarif AS saat ini pada impor terkait perang dagang dengan Tiongkok. 

“Undang-undang itu menegaskan kembali dan mengubah Undang-Undang Kebijakan Amerika Serikat-Hong Kong tahun 1992, menetapkan kebijakan Amerika Serikat terhadap Hong Kong, dan penilaian langsung terhadap perkembangan politik di Hong Kong,” demikian pernyataan Trump pada kesempatan lainnya. .

Trump mengatakan bahwa “ketentuan tertentu dari Undang-Undang tersebut akan mengganggu pelaksanaan kewenangan konstitusional Presiden untuk menyatakan kebijakan luar negeri Amerika Serikat.” Selain itu, pemerintah AS akan “memperlakukan setiap ketentuan Undang-Undang secara konsisten dengan otoritas konstitusional Presiden sehubungan dengan hubungan luar negeri.”

Sedangkan pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menyatakan, “Pemerintah AS berulang kali kepada Partai Komunis Tiongkok harus menghormati janji kepada rakyat Hong Kong yang menginginkan kebebasan yang dijanjikan dalam Deklarasi Bersama Inggris-Tiongkok.” 

Hong Kong telah menyaksikan babak setelah hari yang damai pada 24 November, ketika kubu pro-demokrasi mencetak kemenangan telak yang menyingkirkan kubu pro-Komunis Tiongkok dalam pemilihan lokal. (asr)