Home Blog Page 1846

Strategi Anti Terorisme seperti di Xinjiang untuk Padamkan Protes Hong Kong Dinilai Akan Gagal

0

The Epochtimes

Aksi protes Hong Kong terus berlanjut selama empat bulan hingga saat ini. Tak ada tanda-tanda yang menunjukkan aksi protes bakal mereda. 

Malah semakin banyak penduduk lokal bergabung dalam aksi protes, di tengah meningkatnya kebrutalan polisi.

Simon Lau, seorang profesional media senior dan mantan konsultan Unit Kebijakan Pusat Hong Kong, menunjukkan bahwa polisi Hong Kong telah mengubah metode mereka dalam menghadapi para pengunjuk rasa. Itu sejak demonstrasi “anti-otoritarianisme” digelar di seluruh dunia pada 29 September. Kini telah beralih ke strategi anti terorisme untuk mengintimidasi publik.

Ketika Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengklaim, bahwa ia akan mendengarkan keprihatinan warga, bahkan bakal menggelar dialog pada akhir September lalu, polisi Hong Kong meningkatkan penggunaan kekuatan sejak 1 Oktober. Hari itu bertepatan peringatan ke-70 memerintahnya rezim Komunis Tiongkok.

Pada hari itu, polisi menembakkan sebanyak 1.407 selongsong gas air mata, 923 peluru karet, 230 granat spons, 192 beanbag round yang berisi butiran peluru, dan enam butir peluru tajam secara langsung. Dua remaja terluka karena tembakan.

Dalam sebuah wawancara dengan Epoch Times edisi Hong Kong pada 10 Oktober, Simon Lau mencatat bahwa peningkatan penggunaan kekuatan polisi sebenarnya dimulai pada 29 September lalu. Ketika itu, para demonstran dan pendukung mereka di seluruh dunia mengadakan demonstrasi multi-kota “anti-otoritarianisme” dan parade massa.

Menurut Lau, Polisi Hong Kong menembakkan gas air mata dengan panik. Bahkan sebelum parade dimulai. Itu menunjukkan mereka telah mengubah taktik mereka untuk memadamkan aksi protes.

Strategi polisi tersebut adalah metode paling ekstrem untuk menyerang orang yang paling lemah, untuk mencapai efek intimidasi.

Dengan kata lain, polisi tidak lagi khawatir bahwa kekerasan ekstrem mereka akan disorot oleh media. Sebaliknya, mereka ingin media sosial dan stasiun TV menyebarkan rekaman itu. Sehingga masyarakat akan takut untuk melanjutkan aksi protes.

Simon Lau mengatakan, pada masa lalu, pemerintah akan berusaha menyembunyikan insiden tidak manusiawi itu. Seperti polisi menyerang gadis-gadis remaja, karena khawatir akan kehilangan dukungan rakyat jika rekaman diedarkan. Coba pikirkan, mengapa ada lebih banyak rekaman polisi yang menyerang demonstran muda setelah tanggal 29 September?

Hukum Darurat Lebih Serius daripada Larangan Masker

Kepala Eksekutif Hong Kong mengumumkan pada 4 Oktober, bahwa ia akan meminta undang-undang darurat era kolonial untuk melarang penggunaan masker. Tujuannya, untuk memadamkan aksi protes massa selama berbulan-bulan. Para pengunjuk rasa segera mengorganisir pawai yang menentang larangan itu.

Namun, Simon Lau percaya bahwa masalah utamanya adalah bahwa Lam meminta pemberlakuan Undang-Undang Darurat.

Simon Lau menjelaskan, hal demikian sama saja dengan menyatakan bahwa Hong Kong telah memasuki keadaan darurat. Dengan menerapkannya, pemerintah Hong Kong tidak perlu lagi melakukan apa pun atas nama darurat militer. Bahkan, tidak perlu meminta pengerahan Tentara Pembebasan Rakyat. Dikarenakan, hukum darurat militer atau pengerahan militer akan dikenai sanksi internasional. Akibatnya, menyebabkan krisis kepercayaan diri. Akhirnya, akan memicu pelarian modal dalam skala besar.

Oleh karena itu, Beijing dapat mencapai tujuannya melalui Hukum Darurat, tanpa harus membayar harga mahal untuk memberlakukan darurat militer.

Hong Kong Bisa Menjadi Xinjiang Selanjutnya

Pada awal lima tahun lalu, ketika Gerakan Payung masih dalam tahap perencanaan, pejabat dari Biro Keamanan Hong Kong dan polisi Hong Kong pergi ke wilayah Xinjiang, Tiongkok setiap tahun. Mereka belajar tentang strategi anti-kerusuhan dan anti-teror dari polisi Komunis Tiongkok.

Xinjiang adalah rumah bagi banyak minoritas Muslim, termasuk Uyghur dan Kazakh.

Rezim Tiongkok Komunis telah membuat stempel etnis Muslim minoritas ini sebagai ancaman teror. Alasannya, untuk membenarkan penindasan secara brutal. Kelompok hak asasi internasional memperkirakan, bahwa sekitar satu juta etnis Uyghur dan minoritas Muslim ditahan di kamp-kamp pengasingan.

Simon Lau meramalkan dua tahun lalu, bahwa taktik anti-kerusuhan Xinjiang akan digunakan di Hong Kong. Termasuk metode teknologi tinggi seperti pengenalan wajah, Big data dan pengawasan CCTV.

Selain itu, pasukan polisi anti huru hara khusus dinilai sedang bekerja dengan polisi Hong Kong dalam menangani para pengunjuk rasa.

Simon Lau mengatakan, di lokasi demonstrasi, jika orang-orang mengamati dengan seksama, maka akan melihat bahwa beberapa polisi membawa pistol Glock 17 atau Glock 10 buatan Austria. Hal demikian menunjukkan, mereka bukan polisi dari Departemen Investigasi Kriminal.

Pastinya, Pistol ini berbeda dari yang digunakan oleh polisi umumnya. Ketika polisi menembakkan peluru secara langsung ke Victoria Park, seseorang menemukan sebuah peluru di air mancur taman. Temuan menunjukkan, bahwa peluruh itu berjenis kaliber besar.

Taktik Penanggulangan Teror Gagal

Polisi Hong Kong telah menangkap lebih dari 2.100 pemrotes sejak Juni lalu. Akan tetapi para demonstran terus bertahan. Fakta itu menunjukkan taktik anti-terorisme Xinjiang tidak akan berhasil di Hong Kong.

Simon lau mengatakan, Kelompok teroris adalah organisasi bawah tanah dengan kontrol ketat. Sehingga sangat sulit bagi kelompok semacam itu untuk merekrut anggota baru. Karena itu, ketika pihak berwenang menargetkan kelompok teroris, jumlah anggota hanya akan berkurang. Namun demikian, untuk gerakan pro-demokrasi Hong Kong yang merupakan gerakan sipil, penindasan dengan kekerasan hanya akan mengundang lebih banyak warga sipil untuk bergabung dalam aksi protes.

Pengunjuk Rasa Hong Kong Menargetkan Komunis Tiongkok

Para pengunjuk rasa Hong Kong sekarang mengalihkan kemarahan mereka kepada Komunis Tiongkok. 

Spanduk bertuliskan, Tian Mie Zhong Gong (dibaca: Dièn Miè Cung Kung”) Langit akan memusnahkan Partai Komunis Tiongkok,” dapat dilihat di banyak tempat.

Simon Lau mengatakan bahwa karena Lam dipandang sebagai pemimpin boneka, wajar saja jika para pengunjuk rasa sekarang menargetkan Komunis Tiongkok.

Selama empat bulan, warga Hong Kong merasa kuat bahwa pemerintah Hong Kong tidak melayani rakyat Hong Kong. Dikarenakan, dikuasai oleh rezim komunis Tiongkok sebagai kekuatan asing. Sedangkan kekuatan asing tersebut menganiaya warga setempat.

Dia menambahkan, bahwa kaum muda di Hong Kong rela mengorbankan studi mereka, masa depan, dan bahkan kehidupan mereka sendiri. Dikarenakan, mereka telah mengalami penindasan dan penderitaan bersama saat berjuang untuk kebebasan.

Orang-orang akan mengerti perasaan mereka, jika bertemu dengan prajurit yang telah bertarung di garis depan. Itu adalah perasaan sedih dan marah. Para pengunjuk rasa benar-benar rela berkorban untuk Hong Kong.

Ketika pihak berwenang menekan mereka, maka warga semakin akan melawan. Pihak berwenang mengira bahwa mereka mengintimidasi para pengunjuk rasa. Akan tetapi pada kenyataannya, justru memiliki efek sebaliknya. Meskipun penangkapan dan luka-luka yang dialami oleh pengunjuk rasa, mereka tidak akan pernah mundur. Jika pemerintah memilih untuk terus menggunakan kekuatan, maka akan berubah menjadi lingkaran setan.

Simon Lau memperingatkan kepada para pemimpin Komunis tiongkok tentang bahaya mengubah Hong Kong menjadi Xinjiang kedua. Otoritas pusat Komunis Tiongkok tidak akan mendapatkan apa pun jika warga Hongkong menderita. (asr)

Investigasi Temukan Ada Universitas Australia Membantu Rezim Komunis Tiongkok dalam Upaya Mata-Mata Global

0

oleh HENRY JOM

Universitas-universitas papan atas Australia diungkap telah berkolaborasi dengan perusahaan-perusahaan yang terkait dengan Komunis Tiongkok. Kolaborasi tersebut terkait pengembangan teknologi pengawasan massal dan militer. 

Investigasi itu ditemukan oleh sebuah penyelidikan bersama yang dilakukan oleh Four Corners & Background Briefing  seperti dilaporkan oleh media Australia, ABC. 

Penyelidikan menemukan setidaknya, ada 30 contoh kolaborasi antara Australian National University (ANU) dan Universitas Pertahanan Tiongkok, serta kolaborasi antara University of Technology Sydney, University of Adelaide, dan University of Sydney.

Setidaknya dua dari perusahaan Tiongkok itu telah dimasukkan dalam daftar hitam oleh Amerika Serikat dalam sepekan terakhir. Hal demikian di tengah-tengah laporan bahwa teknologi mereka telah digunakan untuk mengawasi etnis Uighur dan minoritas Muslim di wilayah Xinjiang, Tiongkok.  

Uighur adalah di antara kelompok-kelompok agama yang menghadapi penganiayaan berat di dalam pemerintahan Komunis Tiongkok karena keyakinan mereka.

Dan Tehan, menteri Pendidikan Australia, kepada Four Corners mengatakan, semuanya berurusan dengan ancaman yang terjadi. Ancaman tersebut yang telah mencapai tingkat proporsi yang belum pernah terjadi sebelumnya. 

Ia mengatakan, pihaknya memastikan dengan sangat jelas tentang tanggung jawab universitas ketika berkolaborasi dengan pemerintah mana pun. Dikarenakan sangat penting baginya untuk memastikan kolaborasi itu  benar dan demi kepentingan Australia.

Perusahaan Berkaitan dengan Tiongkok Menargetkan Universitas-Universitas Australia dan Penelitiannya

Global Tone Communication -GTCOM- sebuah perusahaan penambangan data global yang mayoritas dimiliki oleh rezim Komunis Tiongkok, baru-baru ini menandatangani Nota Kesepahaman dengan Universitas New South Wales (UNSW) untuk menguji teknologinya.

GTCOM menawarkan kemampuannya untuk menambang data dalam 65 bahasa dengan kecepatan 16.000 kata per detik dari situs web dan media sosial.

Samantha Hoffman, seorang analis di The Australian Strategic Policy Institute –ASPI–  sebuah lembaga Kebijakan Strategis Australia mengatakan kepada Four Corners, bahwa meskipun Global Tone Communication tampaknya merupakan penyedia layanan terjemahan, perusahaan tersebut mengumpulkan data yang mendukung keamanan negara Tiongkok. Data-data itu, ditenggari kemudian berubah menjadi informasi yang dapat digunakan dalam berbagai konteks, apakah itu sistem kredit sosial Tiongkok. Langkah itu sebagai upaya terkait fusi sipil militer,  terkait pengumpulan intelijen militer.

Seorang juru bicara Universitas New South Wales  mengatakan kepada Four Corners, bahwa Global Tone Communication “tidak memiliki pengaruh pada program-program Universitas New South Wales.”

Juru bicara itu seperti dilaporkan The Epochtimes, pihak kampus tertarik untuk mengejar transparansi yang lebih besar serta meningkatkan dengan kolaborasi Pemerintah Australia. Hal demikian, untuk memastikan operasinya selalu sejalan dengan kepentingan nasional. 

Ternyata hasil investigasi, GTCOM juga berbagi informasi dengan Huawei.  Yang mana, baru-baru ini juga masuk daftar hitam oleh Amerika Serikat dan dilarang dari jaringan 5G Australia.

Selain itu, Global Tone Communication juga bermitra dengan Haiyun Data, perusahaan Tiongkok lainnya yang menyediakan teknologi pengawasan untuk memantau etnis Uighur di Xinjiang.

Haiyun Data mengumumkan pada bulan Januari bersama laboratorium kecerdasan buatan dengan Universitas Teknologi Sydney atau UTS. 

UTS mengkonfirmasi kepada Four Corners, bahwa ia memiliki proyek penelitian dengan Haiyun untuk mengembangkan teknologi untuk pengenalan tulisan tangan.

Namun, Universitas Teknologi Sydney  mengatakan bahwa tidak ada laboratorium bersama dan bahwa laporan Tiongkok pada pengumuman Januari adalah “Penyampaian yang Keliru.”

Analis ASPI Samantha Hoffman juga mengatakan, bahwa Haiyun memiliki perjanjian lain yang ditandatangani dengan universitas, seperti pusat penelitian yang didanai oleh perusahaan BUMN militer Komunis Tiongkok, China Electronics Technology Corporation (CETC). 

Penelitian tersebut bernilai 10 juta dolar Australia. CETC juga terlibat dalam pemantauan massal etnis Uighur, yang mana Universitas Teknologi Sydney  membantah terlibat.

Universitas-universitas Australia lainnya yang telah berkolaborasi dengan perusahaan-perusahaan yang terkait dengan Komunis Tiongkok, seperti yang dilaporkan oleh Four Corners, termasuk: University of Adelaide dengan Megvii, sebuah perusahaan yang baru-baru ini masuk daftar hitam yang dikenal dengan teknologi pengenalan wajah. 

University of Sydney dan SenseTime, perusahaan lain yang masuk daftar hitam Amerika yang melacak objek bergerak melalui pengawasan video.  

Australian National University  dengan China’s National University of Defense Technology yang mempelajari komunikasi rahasia, di antara banyak penelitian lain.

Seorang juru bicara University of Adelaide mengatakan, bahwa proyek Megvii bukanlah kolaborasi formal. Sementara itu, Sydney University mengatakan bahwa kolaborasi SenseTime sedang ditinjau ulang.

Wakil rektor Australian National University , Profesor Brian Schmidt mengatakan bahwa dia tidak mengetahui penelitian tersebut. Akan tetapi mengatakan kepada Four Corners bahwa “jika ada bidang penelitian tertentu yang merusak kepentingan nasional, kita perlu melihatnya.”

Alastair MacGibbon, mantan kepala Pusat Keamanan Siber Australia, Direktorat Sinyal Australia mengatakan kepada Four Corners:  bahwa Australia perlu memahami bahwa teknologi dapat disalahgunakan dan dalam masyarakat di mana teknologi ada di mana-mana dan sekarang ada di masyarakat Australia.  Maka selanjutunya, Australia harus mengajukan pertanyaan tentang apakah mereka berkontribusi pada sesuatu yang pada akhirnya akan menjadi hal sangat menindas bagi negara sendiri dan orang lain. 

Satgas Khusus Ditetapkan untuk Menanggulangi Gangguan Asing di Universitas

Menteri Pendidikan Dan Tehan telah mengumumkan pada 28 Agustus lalu bahwa satuan tugas dibentuk untuk menindak upaya pemerintah asing untuk ikut campur dalam universitas-universitas Australia.

Seperti dilaporkan The Epochtimes, Langkah itu dilihat sebagai tanggapan untuk mengekang pengaruh Komunis Tiongkok di Universitas Australia. Itu setelah insiden demonstran pro-Komunis Tiongkok yang terlibat bentrok dengan demonstran pro-Hong Kong.

Selain itu, pada 22 Agustus, Departemen Pendidikan New South Wales mengumumkan pembatalan Institusi Konfusius yang terkait dengan Komunis Tiongkok di sekolah-sekolah negeri NSW setelah tinjauan selama setahun.

Tehan dalam sebuah pernyataan mengatakan, Pemerintah mengambil tindakan untuk memberikan kejelasan di persimpangan keamanan nasional, penelitian, kolaborasi, dan otonomi universitas. 

Profesor etika Universitas Charles Sturt, Clive Hamilton mengatakan, “Beberapa universitas mulai menerima pesannya.”

Menurut Hamilton, banyak universitas menutup telinganya, mereka tidak dapat mendengar semacam peringatan. Oleh karena itu, Tidak ada alasan lagi. Mungkin tiga dari empat tahun lalu wakil rektor universitas bisa berkata, “Oh, ya, kami tidak tahu.” Kini, hal demikian  bukan lagi sebagai alasan. Hal yang Naif tidak bisa lagi menjadi alasan. 

Richard Szabo, Mimi Nguyen-Ly, dan The Associated Press berkontribusi pada laporan ini.

Ini Foto Resmi Presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin yang Dirilis Kemensetneg RI

0

ETindonesia – Kementerian Sekretariat Negara RI (Kemensetneg) telah menerbitkan secara resmi foto resmi Presiden dan Wakil Presiden Rl periode 2019-2024.

Penerbitan foto melalui Surat Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Nomor B-117/M.Sesneg/Set/TU.00.03/10/2019 perihal Foto Resmi Presiden dan Wakil Presiden RI Periode 2019-2024 tertanggal 15 Oktober 2019.

“Dengan hormat kami sampaikan sehubungan dengan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Rl periode 2019-2024 yang akan dilaksanakan pada tanggal 20 Oktober 2019, Kami sampaikan bahwa Kementerian Sekretariat Negara telah menerbitkan foto resmi Presiden dan Wakil Presiden Rl periode 2019 s.d. 2024,” demikian isi surat itu dikutip dari laman Setneg.go.id, Kamis (17/10).

“Foto resmi tersebut dapat diunduh melalui website Kementerian Sekretariat Negara (www.setneg.go.id) penggunaan foto resmi dimaksud agar dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” demikian bunyi surat itu.

Surat Edaran tersebut ditujukan kepada: Para Pimpinan Lembaga Negara; Para Menteri Kabinet Kerja; Gubernur Bank Indonesia; Jaksa Agung;  Panglima Tentara Nasional Indonesia dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Surat itu juga ditujukan kepada Para Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Kementerian; Para Pimpinan Lembaga Non Struktural; Para Gubernur Provinsi di Seluruh Indonesia; Para Bupati dan Wali Kota di Seluruh Indonesia; Para Kepala Perwakilan RI di Luar Negeri melalui Menteri Luar Negeri.

Joko Widodo dan KH. Maruf Amin akan dilantik secara resmi, Minggu (20/10/2019) sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2019-2024 di Gedung MPR/DPR RI di Jakarta. (asr)

Otoritas Vietnam Tarik Film ‘Abominable’ karena Terkait Propaganda Tersembunyi Komunis Tiongkok

0

The Epochtimes

Vietnam telah menarik film animasi “Abominable” dari bioskop di negara itu. Dikarenakan, terselip sebuah adegan yang menggambarkan karakter utama berdiri di depan peta yang menunjukkan “garis sembilan” rezim Komunis Tiongkok di Laut China Selatan.

Film tersebut diproduksi bersama oleh Pearl Studio yang berbasis di Shanghai dan DreamWorks Animation yang dimiliki Comcast.

Pulau-pulau, terumbu karang, dan bebatuan di Laut Cina Selatan diklaim oleh sejumlah negara di kawasan itu, termasuk Tiongkok, Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Taiwan.

Untuk menegaskan klaimnya di wilayah yang disengketakan, Komunis Tiongkok telah menggunakan “garis sembilan” untuk menyatakan kedaulatannya atas 90 persen Laut Cina Selatan. Meskipun ketika penilaian hukum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2016 telah membantah klaim Beijing.

Rezim Komunis Tiongkok telah menolak untuk menerima keputusan PBB. Bahkan, sebaliknya telah meningkatkan kehadiran militernya di sana, termasuk di sekitar pulau Spratly dan Paracel. Komunis Tiongkok telah membangun pulau-pulau buatan yang dilengkapi dengan pangkalan angkatan laut dan udara.

Nguyen Thu Ha, Direktur Departemen Sinema dari kementerian kebudayaan Vietnam, mengatakan dia bertanggung jawab karena tidak memperhatikan peta. 

Ia juga telah berkoordinasi dengan CJ CGV Vietnam, sebuah jaringan bioskop yang menjadi distributor resmi “Abominable” di negara itu. Koordinasi tersebut untuk berhenti memutar film tersebut seperti dilaporkan. 

Kementerian kebudayaan Vietnam adalah lembaga yang bertanggung jawab atas perizinan dan menyensor film-film asing.

Ta Quang Dong, wakil menteri kebudayaan, mengatakan lisensi film itu akan dicabut, menurut surat kabar Vietnam Thanh Nien.

Sementara itu, Nguyen Hoang Hai, direktur distribusi untuk CJ CGV Vietnam, mengatakan kepada surat kabar harian setempat Tuoi Tre bahwa pembatalan pemutaran film disebabkan “kurangnya penonton.”

“Abominable” dikenal di Vietnam sebagai “Everest Nguoi Tuyet Be Nho”, adalah tentang seorang gadis muda bernama Yi yang melakukan perjalanan 2.000 mil dengan yeti — manusia salju— bernama Everest.

 Film tersebut diluncurkan pada akhir September di Amerika Serikat dan Kanada. Film mulai ditayangkan di bioskop Vietnam pada 4 Oktober.

Pearl Studio dimiliki oleh China Media Capital (CMC), ekuitas swasta dan perusahaan modal ventura yang berbasis di Shanghai. 

Chairman CMC, Li Ruigang, adalah mantan pejabat pemerintah Komunis Tiongkok. Ia adalah wakil sekretaris jenderal dan kepala staf pemerintah kota Shanghai dari 2011 hingga 2012. Dari 2010 hingga 2011, ia juga presiden dari Grup Media Shanghai milik pemerintahan Komunis Tiongkok.

Tran Duc Cuong, presiden Asosiasi Ilmu Pengetahuan Sejarah Vietnam mengatakan bahwa menunjukkan “garis sembilan”, bahkan selama beberapa detik, tidak dapat diterima karena itu merupakan pelanggaran kedaulatan Vietnam, menurut laporan Thanh Nien pada 14 Oktober lalu. 

Nguyen Quang Ngoc, wakil ketua Asosiasi Ilmu Pengetahuan Sejarah Vietnam, mengatakan bahwa “garis sembilan” adalah penemuan Tiongkok yang tidak memiliki dasar sejarah.

Pihak berwenang Vietnam sebelumnya telah menarik film Tiongkok karena adegan yang berhubungan dengan perairan disengketakan.

Pada bulan Maret 2018, film perang Komunis Tiongkok, “Operation Red Sea,” juga ditarik dari bioskop, setelah salah satu adegan mengisyaratkan bahwa Laut Cina Selatan milik Tiongkok, menurut surat kabar lokal VnExpress. 

Adegan itu menunjukkan sekelompok kapal perang Tiongkok yang mengelilingi sebuah kapal asing. Kemudian memerintahkannya untuk pergi, setelah mengklaim bahwa daerah itu — Laut China Selatan — adalah perairan teritorial Tiongkok.

Ketegangan antara Vietnam dan Komunis Tiongkok dalam beberapa bulan terakhir, melanda kapal-kapal dari daratan Tiongkok yang beroperasi di perairan yang disengketakan. Keberadaan kapal-kapal tersebut dalam zona ekonomi eksklusif Vietnam.

Pada akhir Agustus, Pentagon mengecam Beijing pada “taktik intimidasi” untuk mengoperasikan kapal survei di dekat garis pantai Vietnam. (asr)

“Faktor Ukraina” Hentikan Sementara Perang Dagang AS-Tiongkok

0

He Qinglian

Pada 11 Oktober 2019 lalu, Amerika Serikat dengan Tiongkok mengumumkan telah mencapai “kesepakatan tahap pertama yang realistis”, akan menyelesaikan masalah hak kekayaan intelektual dan layanan finansial.

Dari pihak Beijing menyatakan akan membeli produk pertanian Amerika Serikat senilai USD 40 hingga 50 milyar atau 708 triliun rupiah, dengan syarat bagi Washington adalah menghentikan sementara kenaikan tarif.

Walaupun Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan, masih akan melangsungkan lebih banyak perundingan. Namun bagi pihak Amerika Serikat dan Tiongkok, kesepakatan tahap pertama itu sangat membantu meredakan kesulitan.

Berikut berita selengkapnya.

Dilihat dari sikap Trump, kesepakatan itu membantunya menstabilkan lumbung suara dari negara bagian yang mayoritasnya adalah petani. Sesegera mungkin menarik diri dari perang dagang, kesepakatan bersifat bertahap itu akan semakin menguntungkan.

Sedangkan bagi Beijing, ajang “pengorbanan” itu sepertinya hanya melukai diri sendiri. Lalu, apa yang menyebabkan Beijing bersedia menandatangani kesepakatan bertahap itu?

Tiongkok memang sedang menghadapi berbagai masalah. Yang terlihat jelas oleh dunia adalah aksi anti-ekstradisi di Hongkong masih terus berlanjut. Walaupun Beijing telah memberikan tekanan memaksa empat keluarga taipan properti Hong Kong menyerahkan sebagian lahannya, namun aksi unjuk rasa secepat kilat di jalanan oleh kaum pemberani masih terus berlangsung,

Kongres Amerika Serikat meloloskan “Resolusi Demokrasi dan Hak Asasi Manusia – HAM untuk Hong Kong” yang tengah dalam persiapan diluncurkan. Setelah Beijing menyetujui untuk menandatangani kesepakatan bertahap itu, terlontar pernyataan dari penguasa Gedung Putih bahwa  “masalah Hong Kong akan selesai dengan sendirinya” (take care of itself).

Pernyataan itu diinterpretasikan bahwa untuk sementara Amerika Serikat tidak akan mengintervensi “urusan dalam negeri Hong Kong” dari Tiongkok. Untuk sementara Beijing telah berhasil menyingkirkan tekanan luar negeri atas masalah Hong Kong.

Bertambah besarnya tekanan ekonomi dalam negeri Tiongkok, berasal dari beberapa aspek:

Pertama. Wabah flu babi Afrika yang melanda Tiongkok saat ini, adalah akibat kebijakan embargo daging babi dari Amerika Serikat dan strategi melemahkan kacang kedelai produk pertanian yang merupakan lumbung suara bagi Trump. Akibatnya justru telah berubah menjadi tragedi yang melukai diri sendiri. Hal itu berdampak serius terhadap kepercayaan warga Tiongkok terhadap cara pemerintah merespon masalah.

Kedua. Investasi asing terus hengkang dari Tiongkok, restrukturisasi rantai industri seluruh dunia menjadi tren yang tak terelakkan.

Ketiga. Merosotnya ekonomi Tiongkok telah mutlak terjadi. Biro Statistik Nasional Tiongkok baru-baru ini merilis data statistik teranyar yang menunjukkan, dari Januari hingga Agustus tahun ini, di seluruh negeri rasio profit perusahaan industri di atas skala telah turun 1,7%. Hanya pada bulan  Agustus 2019 saja rasio profit industri di atas skala telah turun 2%.

Keuntungan atau profit perusahaan industri di wilayah ekonomi makmur Tiongkok merosot drastic. Di Beijing telah turun 14,4%; di Hebei turun 11,2%; di Shandong telah turun 13%, dan sebagai pusat finansial, dagang dan pusat logistik Tiongkok, Shanghai telah turun 19,6%.

Pada September 2019 lalu indeks PMI (Purchase Management Index) hanya 49,8% (di bawah batas aman. Kedua kumpulan data itu telah menunjukkan bahwa perekonomian Tiongkok tengah terperosok ke dalam kemerosotan besar yang belum pernah terjadi selama 30 tahun terakhir.

Dengan berbagai faktor di atas, telah diperkirakan dalam “pukulan pengorbanan” yang dilakukan Beijing untuk mengulur waktu menantikan perubahan.

Faktor krusial yang mendorong Beijing mengubah pendiriannya adalah perubahan politik di dalam negeri Amerika. Beijing melihat harapan mengulur waktu menantikan perubahan itu tengah pupus.

Produk Turunan “Phone Gate” Ukraina: Rumor Keluarga Biden Memanas

Bintang baru maupun senior dari Partai Demokrat Amerika Serikat yang mencalonkan diri mencapai lebih dari 20 orang. Akan tapi yang pada akhirnya mencapai peringkat tiga besar adalah Joe Biden, Elizabeth Warren dan Bernie Sanders.

Baik Warren maupun Sanders berinisiatif mengenakan pajak tinggi terhadap orang kaya. Itu sebabnya para pemilik uang di Wall Street yang selama ini mendukung Partai Demokrat ramai-ramai menyatakan, jika kedua orang itu menjadi capres, mereka tidak akan mendukung Partai Demokrat lagi.

Ditinggalkan oleh para pemilik uang, bagi Partai Demokrat bukan pukulan paling keras, yang paling serius adalah digerogoti dari dalam. Para calon pada dasarnya adalah kaum radikal ekstrim kiri, hak penentuan capres pada Perwakilan Khusus Partai Demokrat telah dibatalkan oleh Rapat Besar Perwakilan Nasional Partai Demokrat Chicago pada 2018. Kaum pendiri tidak mampu lagi mengendalikan kaum radikal. Calon dari kaum radikal ditakdirkan akan kehilangan warga pemilih tengah (median voter).

Situasi itu membuat kaum pendiri Partai Demokrat terpaksa harus menumpukan harapan kemenangan Pilpres 2020 pada Biden yang memiliki daya tarik tertentu bagi warga tengah (median tengah) itu.

Karena pertimbangan di atas, Partai Demokrat mengerahkan berbagai cara mengalahkan Trump, berharap ia akan kehilangan kualifikasi pencalonan dirinya pada Pilpres 2020 mendatang. Setelah gagal memakzulkan Trump dengan “Russia Gate” Robert Mueller, kembali dilakukan pemakzulan dengan kasus “Phone Gate” Ukraina. Dasarnya adalah seorang pejabat intelijen yang tidak ingin diungkap identitasnya mengatakan, mereka menyadap dialog Trump dengan Presiden Ukraina Zelensky.

Dalam pembicaraan telepon itu, Trump sendiri memanfaaatkan bantuan militer sebagai kartu kunci, yakni menuntut agar Zelensky mengerahkan badan intelijen dan mata-mata Ukraina, menyelidiki tindakan ilegal Hunter Biden putra capres dari Partai Demokrat Joe Biden.

Kasus pemakzulan “Russia Gate” kali ini berbeda dengan investigasi Mueller, bahkan Nancy Pelosi saat diwawancara oleh media massa juga menyatakan, hasilnya mungkin ada dua macam.

Pertama, jika ada bukti yang kuat, Trump akan dimakzulkan dengan berbagai tuduhan berat antara lain mengkhianati negaranya, sehingga akan mengakhiri lebih awal karirnya sebagai presiden.

Kedua, jika bukti tidak cukup kuat, sebaliknya akan membantu Trump terpilih kembali.

Tapi pemakzulan itu seyogyanya memang ditujukan sebagai perang opini, sasarannya adalah membentuk pergelutan politik yang tidak menguntungkan bagi Trump. Pada awal terungkapnya “Russia Gate”, memang menimbulkan dampak yang signifikan. Riset terbaru oleh Reuters dan Ipsos menunjukkan, seiring akan semakin banyaknya informasi dalam yang terus terungkap seiring kasus “Russia Gate”, warga Amerika Serikat yang diwawancarai yang merasa Presiden Trump seharusnya dimakzulkan semakin banyak.

Survei itu digelar antara tanggal 26 hingga 30 September 2019. Sebanyak 45% warga dewasa Amerika Serikat   percaya Trump “harus dimakzulkan”. Angka itu, naik sebesar 8% dibandingkan minggu sebelumnya yakni 37%, melebihi kelompok masyarakat yang merasa tidak harus dimakzulkan sebesar 41%. Bahkan warga pemilih Partai Republik pun sebanyak 13% mendukung agar Trump dimakzulkan, atau naik 3% dibandingkan minggu sebelumnya.

Tapi sebuah dialog terbuka oleh Jaksa Agung Ukraina pada 4 Oktober 2019, telah menyebabkan terjadi perubahan drastis 180 derajat terhadap situasi itu. Pada hari itu, Jaksa Agung Ukraina yakni Ruslan Ryaboshapka secara terbuka mengungkap kepada media massa dalam suatu konferensi pers, bahwa putra Joe Biden yakni Hunter Biden mungkin terlibat setidaknya dalam 15 kasus pidana pembunuhan yang melibatkan perusahaan gas alam Ukraina yakni Burisma. Angka itu bahkan bukan angka final, karena investigasi masih terus berlanjut.

Walaupun beberapa media massa arus utama Amerika Serikat yang pro pada Partai Demokrat sementara belum memuat berita itu, namun berita oleh Sputnik Radio Network ini justru telah mematahkan niat Tiongkok. Paham jalan Biden ke Gedung Putih telah terputus, karena walau seorang warga Amerika Serikat membenci Trump sekalipun, mungkin juga tak akan bisa menerima seseorang yang melindungi tindakan kriminal putranya menjadi presiden.

“Strategi kacang kedelai” Tiongkok dalam perang dagang Amerika Serikat dengan Tiongkok untuk menyerang lumbung suara Trump dalam pilpres, serta strategi “mengulur waktu menantikan perubahan”, pada akhirnya menambatkan harapan pada Joe Biden yang secara terbuka mengaku bukan musuh Tiongkok, menjadi presiden Amerika Serikat.

Kini, angan Biden menjadi presiden Amerika Serikat telah sirna. “Pukulan pengorbanan” yang terus diulur pun menjadi kehilangan maknanya. Oleh karena itu Tiongkok memutuskan melupakan “strategi kacang kedelai” yang membuatnya membayar berbagai pengorbanan. Selain itu, Tiongkok juga bersedia menandatangani kesepakatan tahap pertama yang sesuai dengan selera Trump, yakni menaikkan order produk pertanian yang semula USD 20 milyar meningkat sampai mencapai USD 40-50 milyar.

Segala sesuatu yang terjadi di era globalisasi, juga secara tragis memiliki makna global. Kupu-kupu dari negara kecil seperti Ukraina mengepakkan sayapnya perlahan saja, cukup menimbulkan gejolak di dua negara besar Amerika Serikat dan Tiongkok.

Bahkan seorang pelopor pemakzulan yang cerdik dan senior, yang merupakan sesepuh Partai Demokrat, juga sebagai ketua Dewan Perwakilan Rakyat  Amerika Serikat pun tidak pernah terpikir bahwa niatnya menyerang Trump dengan “Phone Gate” Ukraina, tak disangka malah menghancurkan masa depan menjadi presiden seorang rekan seperjuangannya, Biden.

SUD/whs

Pensiunan Jenderal Bongkar Bagaimana Perang Siluman Komunis Tiongkok Melawan AS

0

Rezim komunis Tiongkok telah meluncurkan perang siluman terhadap Barat. Bahkan, mengerahkan semua lapisan masyarakat dalam rencananya untuk menggantikan Amerika Serikat sebagai pemimpin global.

Hal demikian diungkapkan oleh pensiunan Jenderal Angkatan Udara Amerika Serikat, Brigadir Jenderal Robert Spalding dalam buku terbarunya.

Bukunya menyingkap, Perang yang tersembunyi di depan mata dan memiliki banyak sisi. Perang siluman itu menargetkan ekonomi, militer, diplomasi AS, teknologi, pendidikan, dan infrastruktur AS.

Semuanya tercantum dalam bukunya berjudul “Stealth War : How China Took Over While America’s Elite Slept” atau Perang Siluman: Bagaimana Tiongkok Mengambil Alih, Sementara Elite Amerika Tidur.”

Ia mengatakan, elit Amerika Serikat justru telah membiarkan serangan tersebut tidak terkendali.

Spalding dalam wawancaranya baru-baru ini dalam program American Thought Leaders oleh The Epochtimes Edisi Amerika Serikat juga mengungkapkan, penjaga kebebasan, elit komunitas keuangan, komunitas perusahaan dan akademisi AS, kenyataan politik — para elite pada dasarnya sudah dibeli.

Permainan Tipu Daya

Spalding, mantan kepala ahli strategi Tiongkok untuk ketua Kepala Staf Gabungan di Kantor Pentagon, mengatakan pengalamannya sebagai mantan pilot Angkatan Udara Roh B-2 Spirit, juga dikenal sebagai pembom siluman, membantunya membongkar strategi rezim yang bergantung dengan jurus bernama kebingungan.

Mantan perencana strategis senior untuk Gedung Putih di Dewan Keamanan Nasional itu juga membeberkan, strategi utama Komunis tiongkok adalah benar-benar menyembunyikan segala sesuatu yang mereka lakukan.

Dalam buku itu, Spalding merinci bagaimana, selama 40 tahun terakhir, Komunis Tiongkok telah melakukan permainan “canggih namun sederhana.”

Spalding membeberkan, hal demikian adalah kompetisi untuk mendapatkan kontrol dan pengaruh di seluruh planet ini. Sedangkan untuk mencapai hasilnya tanpa menggunakan keterlibatan militer. Komunis Tiongkok juga “telah mempersenjatai seluruh masyarakat pada dasarnya untuk bekerja demi keuntungannya sendiri.

Taktiknya luas, termasuk “mendapatkan teknologi tanpa membayar sepeser pun untuk mengembangkannya. Secara berhati-hati mengendalikan bisnis pelayaran dunia, menyusup ke perusahaan dan laboratorium sains. Tak hanya itu,  selanjutnya menggunakan dolar investor Amerika untuk mengambangkan biaya pabriknya sendiri dan perusahaan. Kemudian bersikeras agar uang-uang tersebut tetap berada di Tiongkok.

Bagi Spalding, proses mewujudkan sifat dan ruang lingkup yang sebenarnya dari ancaman Komunis Tiongkok, adalah proses yang bertahap dan percobaan satu-satu.

Dia jatuh cinta kepada negara ketika belajar di Shanghai dari tahun 2002 hingga 2004. Seperti banyak orang sebelum dirinya, Spalding sangat menghargai hal-hal yang dikatakan oleh teman-teman dan rekan-rekannya di Tiongkok. Namun, tidak menyadari bahwa poin pembicaraan itu adalah narasi yang ditanamkan oleh Komunis Tiongkok dalam tahun-tahun indoktrinasi yang cermat.

Spalding dalam program The Epochtimes bahasa Inggris, mengungkapkan, dirinya berulang kali mendengar bagaimana orang-orang Tiongkok tidak bisa menangani demokrasi.

Spalding akan berpikir pada saat itu, jika dirinya mengatakan sesuatu seperti demikian maka akan menjadi sangat rasis. Seperti seseorang yang tidak memiliki kapasitas untuk memahami demokrasi dan benar-benar mengadopsi kebebasan, yang diyakini sebagai hak asasi manusia yang universal.

Fakta itu merupakan bukti kekuatan sensor rezim Komunis Tiongkok. Spalding menambahkan, tak hanya “memperdaya AS, tetapi memperolok-olok orang-orang Tiongkok.”

Spalding menjelaskan, cara itu benar-benar kemampuan dari Komunis Tiongkok untuk mengambil alih narasi tentang Tiongkok dan rakyat Tiongkok. Serta menciptakan narasi, bahkan orang-orang Tiongkok mulai mengadopsi dan kemudian menerapkannya sebagai milik mereka.

Tidak sampai bertahun-tahun kemudian, ketika Spalding akhirnya memutuskan untuk memahami apa sebenarnya Komunis Tiongkok itu. Upayanya melibatkan meneliti ribuan halaman dokumen Komunis Tiongkok. 

Spalding mengatakan, alasan dirinya berjuang dengan gigih dikarenakan semua kolega dan rekan kerja serta mentornya telah meyakinkan kepada dirinya.  

Ia menceritakan bagaimana ia terus-menerus diberi poin pembicaraan soal Komunis Tiongkok, dalam menanggapi pertanyaan-pertanyaan sulit mengenai praktik rezim Tiongkok. Seperti perlakuannya terhadap Muslim Uyghur di wilayah Xinjiang, dan pengambilan organ dari tahanan hati nurani demi keuntungan semata.

‘Pembohong Profesional’”

Komunis Tiongkok adalah pembohong profesional yang telah menjalani pelatihan yang sangat baik seperti diungkapkan oleh Spalding dalam bukunya.

Jenderal purnawirawan itu, secara pribadi mengalaminya ketika berhadapan dengan rekan-rekan di Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok atau PLA.  Ketika itu terjadi selama masa jabatannya sebagai ahli strategi Tiongkok di Pentagon.

Spalding bercerita, tentang Mereka yang berbicara bahasa Inggris tanpa cela. Bahkan mengetahui semua argumen pertanyaan dari orang lainnya. 

Para petugas PLA itu tidak hanya dilatih, tetapi juga dinilai seberapa baik jawaban mereka memenuhi “mandat  Komunis Tiongkok serta seberapa loyalitas mereka. 

Petugas PLA ini mengetahui lebih baik daripada pihak lain. Mereka juga mengetahui kata pendahulu Anda termasuk apa yang dikatakan para pendahulu-pendahulu Anda. Kesimpulannya, petugas PLA Ini adalah “koreografi sempurna setiap saat. Intinya, mereka melakukannya tanpa berhenti berdetak.

Mendanai Perang Tiongkok

Bagian dari perang rahasia rezim Komunis Tiongkok adalah di bidang ekonomi. Melalui dana pensiun dan dana pensiun publik, investor AS telah memasok miliaran dolar ke perusahaan-perusahaan Tiongkok. Padahal tak tunduk kepada kewajiban pengungkapan keuangan yang sama dengan perusahaan AS. 

Sekali lagi, nama permainannya adalah strategi kebingungan. Rezim Komunis Tiongkok saat ini memblokir regulator di luar negeri, seperti Komisi Sekuritas dan Bursa AS dan Dewan Pengawas Akuntansi Perusahaan Publik, agar memeriksa laporan audit secara penuh perusahaan yang diperdagangkan di publik yang mana berkantor pusat di Hong Kong dan Tiongkok. Laporan itu mengutip dari keamanan nasional dan kerahasiaan negara.

Bahkan dana pensiun untuk pegawai pemerintah federal, termasuk personil militer A.S. — Federal Investment Thrift Investment Board — ditetapkan untuk berinvestasi di perusahaan-perusahaan Tiongkok yang memajukan ambisi militer rezim Komunis Tiongkok. 

Hal demikian termasuk AviChina Industry & Technology Ltd, yang terdaftar di Hong Kong. Yang mana, merupakan perusahaan terdaftar untuk Aviation Industry Corp of China (AVIC) milik BUMN Tiongkok. 

AVIC dan anak perusahaannya mengembangkan sistem pesawat terbang dan senjata untuk militer Tiongkok.

Spalding mengatakan, ketika uang pensiun militer Amerika, selaku anggota yang menjaga negeri Paman SAM itu, uang mereka akan diambil dan diberikan kepada musuh potensial seperti AVIC untuk membuat senjata yang mungkin harus mereka bela dalam beberapa konflik di masa depan. 

Hal demikian sungguh mengejukan. Dengan investasi asing, rezim Komunis Tiongkok kemudian menggunakan uang-uang itu untuk berinvestasi dan mengakuisisi perusahaan Amerika Serikat. Yang mana perusahaan AS memiliki teknologi inovatif.

Mereka kemudian membawa teknologi ini kembali ke daratan Tiongkok. Selanjutnya memberikan subsidi terhadap produksinya. Misalnya memberikan listrik gratis kepada pemilik pabrik.

Kemudian, produk-produk murah dibuang di pasar AS, tempat mereka dapat memotong bisnis Amerika, sehingga menghancurkan persaingan.

Selain itu, rezim Komunis Tiongkok mencuri kekayaan intelektual Amerika Serikat, melalui berbagai saluran, termasuk peretasan siber dan sumber daya manusia. Misalnya, warga negara Tiongkok atau etnis Tionghoa yang bekerja di perusahaan atau laboratorium penelitian AS, kemudian membawa rahasia dagang itu kembali ke Tiongkok.

Spalding menguraikan, mereka biasanya membawa kekayaan intelektual itu kembali ke daratan dengan baik. Kemudian memulai perusahaan mereka sendiri. Tujuannya, untuk menjadi kaya atau untuk memberikannya kepada perusahaan lain tempat mereka bekerja. Tentu saja, semua perusahaan berada di bawah wewenang penguasa tunggal di Tiongkok, yakni Komunis Tiongkok.

Berinvestasi kepada Rakyat AS

Untuk menjaga dan melawan upaya Komunis Tiongkok, Spalding mengatakan Amerika Serikat perlu melakukan tiga hal.

Buku pedomannya adalah: “Mendidik dan mengadvokasi, mulai membela diri dan kemudian menjadi lebih proaktif yakni berinvestasi di negara sendiri  serta berinvestasi kepada rakyat AS. 

Jenderal purnawirawan menilai, bahwa Washington telah membuat kemajuan dalam dua bidang pertama. Akan tetapi yang ketiga, tidak terjadi dan harus benar-benar terjadi, adalah AS harus berinvestasi kepada rakyatnya sendiri. Seperti berinvestasi di infrastruktur negeri itu dalam banyak hal. Contohnya di bidang manufaktur, penelitian, pengembangan serta sains, teknologi, teknik, dan matematika. 

Spalding percaya, Amerika Serikat memiliki jalan keluar dari kesulitan tersebut. Tentunya, dengan memegang teguh prinsip-prinsip pendiriannya sebagaimana tertanam dalam Konstitusi negeri PAMAN Sam itu. (asr) 

Pemerintah Taiwan: Larang Penindas Falun Gong dan Perusak Tembok Lennon Masuk Wilayah Taiwan

0

Reporter Epochtimes.com,  Zhong Yuan & Chang Chun, melaporkan dari Taipei

Biro Masuk dan Keluar Negeri pada Dirjen Imigrasi Taiwan pada 2 Oktober 2019 lalu saat dipertanyakan anggota Dewan Legislatif Wang Dingyu di hadapan Dewan Legislatif menyatakan, bagi yang pernah menindas Falun Gong, atau pernah melanggar hukum dan undang-undang Taiwan, maka mereka semuanya akan dilarang masuk wilayah Taiwan.

Berikut berita selengkapnya

Juru bicara tim pengacara Hak Asasi Manusia – HAM Falun Gong Taiwan, Zhu Wan-qi pada Jumat 4 Oktober 2019 saat diwawancara mengatakan, “Terhadap pernyataan sikap Dirjen Imigrasi di forum tanya jawab dengan Dewan Legislatif yang mengatakan pemerintah Taiwan melarang penindas Falun Gong masuk ke wilayah Taiwan, kami sangat mendukungnya.”

Zhu Wan-qi menegaskan bahwa  pihaknya telah menyerahkan daftar nama 100.000 lebih nama pelaku penindasan Falun Gong yang berhasil dikumpulkan oleh World Organization to Investigate the Persecution of Falun Gong – WOIPFG atau badan investigasi internasional terhadap penindasan Falun Gong selama bertahun-tahun.

Daftar itu diserahkan kepada Komisi Hubungan Tiongkok atau Mainland Affairs Council. Mereka berharap pemerintah melarang setiap penindas HAM dalam daftar itu masuk ke Taiwan. Demokrasi Taiwan tidak akan menyambut kedatangan para penjahat HAM.

Menurut Zhu Wanqi, Komunis Tiongkok telah menganiaya Falun Gong selama 20 tahun. Dari ruang lingkup penganiayaan itu, selain dilakukan di seluruh Tiongkok, telah merambah sampai ke Taiwan, Hong Kong dan negara lain yang terdapat praktisi Falun Gong.

Di luar negeri, Komunis Tiongkok selain memanfaatkan konsulat jendral untuk mengumpulkan data pribadi para praktisi Falun Gong berikut kerabatnya dan informasi kegiatan mereka di luar negeri, juga berkonspirasi dengan media massa luar negeri yang pro- Komunis Tiongkok.

Konspirasi itu bertujuan untuk memfitnah Falun Gong, menyuap kelompok gengster menyerang praktisi Falun Gong dan merusak kegiatan praktisi Falun Gong juga menentang penindasan. Selain itu, juga memanfaatkan kelompok preman untuk menyerang praktisi yang melakukan klarifikasi fakta di Hong Kong, Amerika Serikat dan juga Taiwan.

Zhu Wanqi menyatakan, “Kami berharap pemerintah Taiwan memperhatikan kekuatan pro- Komunis Tiongkok di dalam negeri yang mencoba menghasut kebencian, serta menyerang praktisi Falun Gong dan semua tokoh yang beda pendapat dengan Komunis Tiongkok dalam hal perlindungan hukum”.

Zhu Wanqi  menilai terhadap penjahat HAM yang menindas Falun Gong di Tiongkok dan kaum pro- Komunis Tiongkok yang anti-demokrasi dan menantang hukum serta undang-undang di Taiwan, pemerintah harus melakukan dua arah sekaligus, menyidik dan menindak tegas.  

Komisi Diplomatik dan Pertahanan pada Dewan Legislatif Taiwan pada 2 Oktober 2019 lalu mengundang Biro Keamanan Nasional, Dirjen Imigrasi dan lain-lain untuk memberikan laporan dan tanya jawab.

Wang Dingyu mempertanyakan Dirjen Imigrasi mengijinkan tokoh berlatar belakang partai, politik dan militer Komunis Tiongkok masuk ke Taiwan.

Lalu dalam kondisi seperti apa, Dirjen Imigrasi tidak akan membiarkan orang yang berstatus partai, politik dan militer Komunis Tiongkok untuk masuk ke wilayah Taiwan?”

Kepala Biro Masuk dan Keluar Negeri pada Dirjen Imigrasi yakni Ge Guangwei menegaskan bahwa pembatasan tidak boleh masuk wilayah Taiwan bagi orang-orang yang berlatar belakang partai, politik dan militer Komunis Tiongkok. Hal itu diberlakukan, apabila yang bersangkutan pernah melakukan penindasan Falun Gong, atau pernah melanggar hukum dan undang-undang Taiwan.

Wang Dingyu mempertanyakan, terhadap pelajar Tiongkok di Taiwan, atau turis Tiongkok yang mengacau atau merusak Tembok demokrasi Lennon, bahkan menempelkan bendera lima bintang di Tembok Lennon dan memukuli para pelajar Hong Kong, menyiramkan teh di dalam restoran dan mencaci maki. Orang-orang seperti itu bila melaksanakan ideologi Komunis Tiongkok di Taiwan, apa bentuk sanksi terhadap mereka?

Dirjen Imigrasi Qiu Fengguang merespon dengan menyatakan bahwa orang yang melanggar hukum dan undang-undang seperti itu, setelah diperiksa oleh Forum Audit Bersama, maka tidak akan disetujui membiarkan mereka kembali masuk ke Taiwan.

Wang Dingyu menekankan, tindakan itu tidak hanya akan melindungi Taiwan dan pelajar Hong Kong, juga akan melindungi pelajar Tiongkok yang memang benar-benar menempuh studi di Taiwan.

Pelajar yang merusak Tembok Lennon, melanggar hukum dan undang-undang, semua orang yang melakukan pelanggaran hukum dan peraturan itu setelah keluar dari Taiwan, tidak akan dibiarkan masuk ke Taiwan lagi di kemudian hari. Mereka itu tersebar di I-Shou University dan Chinese Culture University, Shih Hsin University dan juga Soochow University. Selain itu, ada sepasang suami istri dari daratan Tiongkok yang merusak Tembok Lennon di National Sun Yat-Sen University.

Pihak imigrasi menyatakan, tanpa melihat latar belakang partai, politik dan militer Komunis Tiongkok, atau studi, atau turis, jika melanggar aturan dan hukum di Taiwan, Dirjen Imigrasi biasanya setelah melalui Forum Audit Bersama, akan menolak mereka untuk kembali memasuki Taiwan.

Pelanggaran hukum yang dimaksud, misalnya melakukan penindasan terhadap Falun Gong, atau menyerang demokrasi Taiwan, atau mengacaukan masyarakat Taiwan.

Wang Dingyu menekankan, “Ini adalah suatu deklarasi penting, adalah hal yang tidak pernah dinyatakan oleh departemen pemerintahan Taiwan mana pun, bahkan terhadap Komunis Tiongkok yang mengusik Falun Gong, baru Dirjen Imigrasi yang secara langsung menyebutkannya.”

“Pemerintah Taiwan secara resmi telah mendeklarasikan sikap di hadapan kongres. Wang Dingyu menilai, pemerintah Taiwan menyambut baik warga negara seluruh dunia datang ke Taiwan, tapi tidak mengijinkan Komunis Tiongkok memanfaatkan demokrasi di Taiwan, datang ke Taiwan dan menindas orang yang telah ditindasnya di Tiongkok.

“Taiwan sebagai sebuah negara demokrasi yang penting di Asia, kita seharusnya mengemban tanggung jawab melindungi kebebasan, melindungi masyarakat dan melindungi demokrasi,” kata Wang Dingyu.

Juru bicara Komisi Hubungan Tiongkok yakni Qiu Chuizheng pada 3 Oktober 2019 menyatakan, baru-baru ini pelajar dan turis Tiongkok jika memukul orang di Taiwan, merusak Tembok Lennon, terlibat pelanggaran hukum dan undang-undang, di masa mendatang tidak akan bisa datang ke Taiwan lagi.

Qiu Chuizheng lebih jauh menjelaskan, bahwa lewat konfirmasi pimpinan dan instansi, turis dan pelajar Tiongkok yang melanggar pasal ke-12 dalam “Peraturan Warga negara Republik Rakyat Tiongkok Masuk ke Taiwan” dan peraturan terkait lainnya, tidak akan diberikan ijin untuk datang ke Taiwan. Bagi yang telah diberikan ijin, akan dicabut atau dihapus ijinnya.

SUD/whs

FOTO : Anggota legislatif Taiwan bernama Wang Dingyu pada 2 Oktober lalu mempertanyakan pejabat imigrasi di hadapan Dewan Legislatif. Selanjutnya Dirjen Imigrasi menyatakan, bagi yang pernah menindas Falun Gong, atau pernah melanggar hukum dan undang-undang di Taiwan, semua dilarang masuk ke wilayah Taiwan. Foto adalah foto database Dirjen Imigrasi Taiwan. (Chen Bozhou/Epoch Times)

Sejumlah Besar Kendaraan Militer Tiongkok Bersiaga di Hong Kong Usai Dirilisnya Larangan Bermasker

0

Li Yun -NTDTV

Setelah pemerintah Hongkong meluncurkan larangan bermasker pada 4 Oktober 2019, para pengunjuk rasa melancarkan demonstrasi di 18 distrik di seluruh Hongkong. Memasuki tengah malam, suasana di tempat terjadi demonstrasi semakin memanas. Banyak pemrotes menduduki jalan-jalan dan menempatkan penghalang jalan. Pada saat yang sama, sejumlah besar kendaraan militer Tiongkok sarat dengan personil militer disiagakan di beberapa daerah pusat kota.

Berikut berita selengkapnya. 

Berita di Radio Free Asia dan media sosial Hongkong menyebutkan bahwa pada 4 Oktober 2019 sekitar pukul 15:00, Carrie Lam mengumumkan, setelah pemerintah Hongkong menerapkan larangan bermasker, sejumlah jalan di Hongkong menjadi macet. Ada truk-truk bermuatan pasukan dari Tiongkok berpatroli di Hong Kong dan Kowloon.

Menurut foto yang diambil oleh warga Hongkong, sejumlah kendaraan militer melintas melalui Terowongan Aberdeen.

Sebelum parade militer di Lapangan Tiananmen pada 1 Oktober 2019 lalu, ada orang yang mengaku sebagai petugas bea cukai mengungkapkan melalui platform sosial online di Hongkong bahwa ada 9 truk militer berwarna hijau mengangkut pasokan militer ke Hongkong pada 29 September 2019 lalu. 

Dari daftar kargo yang dibuat menunjukkan bahwa truk militer yang sama telah memasuki Hongkong sejak bulan Agustus 2019.

Masyarakat luar menduga bahwa komunis Tiongkok telah secara diam-diam mengirim sejumlah besar persenjataan dan personel untuk mempersiapkan penindasan terhadap demonstran Hongkong.

Pada 30 September 2019, Reuters mengutip informasi dari sejumlah sumber yang berkecimpung dalam komunitas diplomatik melaporkan bahwa jumlah pasukan komunis Tiongkok yang saat ini ditempatkan di Hongkong telah berlipat ganda sejak akhir bulan Agustus 2019 lalu.

Sementara itu, media resmi komunis Tiongkok pada 29 Agustus 2019 mengumumkan bahwa pasukan laut, darat, dan udara yang baru dikerahkan telah memasuki Hongkong. Pasukan itu, di antaranya termasuk kendaraan pengangkut personel, kendaraan lapis baja dan kapal patroli milik garnisun Hongkong.

Pejabat komunis Tiongkok mengatakan bahwa itu adalah kegiatan rotasi rutin terhadap pasukan yang ditempatkan di Hongkong, dan waktunya hampir sama dengan tahun-tahun sebelumnya.

Banyak media mengatakan bahwa militer Tiongkok yang ditempatkan di Hongkong pada akhir bulan Agustus 2019 itu bukan melakukan rotasi rutin, tetapi cenderung pada penambahan kekuatan.

Tujuh orang diplomat mengatakan kepada Reuters bahwa baik pada hari-hari sebelum maupun sesudah yang dikatakan rotasi pasukan, mereka tidak menemukan ada pasukan yang ditarik pulang ke daratan Tiongkok. 

Tiga orang dari mereka mengatakan bahwa sejak terjadi unjuk rasa di Hongkong, jumlah pasukan yang ditempatkan di Hongkong meningkat lebih dari dua kali lipat.

Mereka memperkirakan, jumlah pasukan Tiongkok yang ditempatkan di Hongkong telah meningkat dari antara 3.000 hingga 5.000 personil menjadi antara 10.000 hingga 12.000 personil. Menurut lima orang diplomat, pasukan yang baru didatangkan itu termasuk polisi bersenjata Tiongkok.

Pada 23 September 2019, media Amerika Serikat merilis foto yang diambil dari satelit, menunjukkan setidaknya 500 kendaraan militer dan 100.000 personil polisi bersenjata sedang berkumpul di Stadion Musim Semi Teluk Shenzhen. Fasilitas di dalam stadion itu dibongkar guna menampung lebih banyak kendaraan militer.

Pada 1 Oktober 2019, media Amerika Serikat lainnya mendapatkan gambar foto setidaknya puluhan kendaraan militer yang diparkir di luar stadion.

Dalam sebuah laporan Bloomberg pada bulan Agustus 2019 yang mengutip ucapan pejabat Amerika Serikat mengungkapkan bahwa militer Tiongkok sudah ditempatkan di perbatasan Hongkong. Gedung Putih menaruh perhatian tinggi karena khawatir dengan adanya peristiwa  penindasan terhadap warga Hongkong yang sedang melakukan unjuk rasa.

Pada saat itu, Radio France International menerbitkan artikel analisis yang menyebutkan bahwa konsekuensi dari pengiriman pasukan Tiongkok ke Hongkong adalah menghancurkan  kemakmuran yang telah dicapai Hongkong dan menjadikannya pelabuhan mati. 

Begitu Hongkong yang menjadi pusat keuangan dunia mengalami kehancuran, pasti akan menyebabkan bencana keuangan, bahkan akan memperburuk ekonomi Tiongkok yang sudah melemah. Itu juga menjadi kerugian besar bagi pejabat komunis Tiongkok yang memiliki kepentingan besar dengan Hongkong.

Selain itu, jika pembantaian mahasiswa di Lapangan Tiananmen kembali terulang di Hongkong, berarti pejabat Tiongkok sendiri yang menyalakan bom bunuh diri. 

Kesimpulan akhir menyatakan bahwa kecuali pemerintah Komunis Tiongkok sudah kehilangan akal sehat, militer mereka baru digunakan untuk melakukan penindasan di Hongkong. (Sin)

Mahkota Abad 18 yang Tak Ternilai Harganya Telah Disembunyikan Selama 21 tahun

0

Epochtimes.com

Pemerintah Belanda akan mengembalikan mahkota abad ke-18 yang sudah lama disimpan. Mahkota itu dilapisi tembaga dengan ukiran Yesus bersama keduabelas murid-Nya. 

Mahkota itu disimpan oleh seorang pengungsi Ethiopia yang sudah memiliki warga negara Belanda melalui proses naturalisasi. Ia bernama Sirak Asfaw. Menurut para ahli, mahkota itu merupakan salah satu kerajinan paling berharga.

Sirak Asfaw kini sebagai konsultan manajemen untuk pemerintah Belanda. Melansir dari BBC,  ia mengungkapkannya dalam wawancara di apartemennya di Rotterdam, tentang bagaimana ia menyimpan barang berharga tersebut.

Ia menceritakan bahwa, dirinya menetap di Belanda selama “Teror Merah” yang melakukan pembantaian di Ethiopia pada akhir tahun 1970-an. Ia juga telah membantu untuk mengungsikan banyak rekan senegaranya, termasuk pilot dan diplomat. Serta para pengungsi yang telah mengalami kesulitan di Ethiopia.

Pada bulan April 1998, ketika ia sedang mencari suatu dokumen, ia secara tidak sengaja menemukan sebuah koper berisi mahkota yang ditinggalkan oleh pengunjung. 

Sirak Asfaw kepada BBC mengatakan, setelah dirinya menemukan barang aneh itu, ia berkata kepada dirinya sendiri bahwa kurang baik, jangan-jangan dikira mencuri. Benda itu seharusnya  adalah harta nasional Ethiopia”.

Sirak Asfaw tidak mengungkap siapa pemilik koper tersebut. Ia hanya mengutarakan kepada pihak lainnya bahwa mahkota itu tidak dapat keluar dari kediamannya kecuali kembali ke Ethiopia.

Selama beberpa periode waktu, orang Etiopia yang mengetahui bahwa Sirak menyimpan harta nasional ini terus menekan dan memaksanya untuk mengembalikan mahkota tersebut ke tanah air. 

Lalu Sirak  mengatakan, jika dirinya melakukannya, maka harta nasional itu akan kembali hilang lagi. Dikarenakan, Ethiopia diperintah oleh satu partai diktator. Lalu Mahkota itu terpaksa ia sembunyikan di apartemennya selama 21 tahun.

Sampai tahun lalu Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed memimpin Ethiopia. Sirak  menemukan bahwa situasi politik dalam negeri telah berbeda dengan waktu sebelumnya, ia akhirnya mengembalikan harta nasional tersebut.

Sebelum mahkota dikembalikan ke Ethiopia, Sirak menemui Arthur Brand. Ia adalah seorang yang dijuluki detektif seni yang dikenal sebagai Indiana Jones di dunia seni.

Pemerintah Belanda juga memberikan konfirmasi bahwa Arthur Brand telah memberitahu pihak berwenang, tentang keberadaan mahkota itu. Otoritas belanda mengatakan, bahwa langkah selanjutnya untuk menentukan keaslian daripada mahkota tersebut. Lalu, dibutuhkan kerja sama dengan pihak Ethiopia.

Arthur Brand mengatakan, bahwa mahkota tersebut  telah disimpan di tempat yang aman. Dalam waktu dekat akan diserahkan kepada pihak Ethiopia.

Teks yang menghiasi mahkota dapat ditelusuri sampai tahun 1633 hingga 1634. Akan tetapi, asisten peneliti di Universitas Oxford, Jacopo Gnisci mengatakan, bahwa pembuatan mahkota itu mungkin terlambat satu abad. Mahkota itu disebut dibuat oleh salah satu panglima perang paling kuat di Ethiopia pada saat itu, yakni Welde Sellase.

Jacopo Gnisci mengatakan, bahwa sangat mungkin Sellase mendonasikan mahkota tersebut ke gereja di desa Cheleqot. Desa itu sangat dekat dengan kota di Ethiopia utara sekarang yang bernama Mekelle.

Ia mengatakan bahwa pada tahun 1933, seorang tokoh pernah berfoto dengan mahkota tersebut. Foto itu adalah penampilan publik terakhir dari harta nasional Ethiopia, sebelum ia dinyatakan hilang. 

Pada saat itu, penyelidikan dilakukan untuk mencari keberadaan mahkota, tetapi sampai sekarang pun belum menemukan siapa sebenarnya yang mencurinya. (Sin/asr)

Uni Eropa Terbitkan Peringatan Tentang Ancaman Keamanan 5G, Tak Menyebut Terang-terangan Nama Huawei

0

 Nick Gutteridge Spesial untuk The Epochtimes

Uni Eropa mengeluarkan peringatan keras pada 9 Oktober, bahwa perusahaan “yang didukung negara” dari negara “bermusuhan” dapat menyusup ke jaringan 5G untuk melumpuhkan benua itu. 

Laporan itu terkait referensi terselubung dengan raksasa telekomunikasi Komunis Tiongkok, Huawei.

Dalam penilaian ancaman bersama yang disusun oleh para pakar keamanan dari semua 28 negara blok, dinyatakan bahwa penyalahgunaan berbahaya teknologi baru akan memiliki “dampak negatif yang sangat parah dan luas.”

Peringatan tersebut menyoroti risiko penyedia “menjadi sasaran gangguan dari negara non-Uni Eropa.” Di mana ada “hubungan yang kuat antara pemasok dan pemerintah” yang dapat “melakukan segala bentuk tekanan” di atasnya.

Laporan yang dipublikasikan secara resmi itu, berhenti menyebutkan nama Huawei atau Tiongkok. Sedangkan para pejabat senior Uni Eropa  menyebutnya dalam upaya untuk “menjaga pendekatan netral.”

Namun demikian, ketentuan di mana risiko keamanan diuraikan, menjadikan terang benderang  bahwa negara-negara Uni Eropa memiliki nama raksasa telekomunikasi yang didukung Beijing dalam pikiran.

Dokumen tersebut menyatakan, bahwa pemasok yang berbasis di negara-negara “di mana tidak ada pemeriksaan dan keseimbangan legislatif atau demokratis.” Dokumen tersebut juga menyebut “tidak adanya perjanjian keamanan atau perlindungan data” dengan Uni Eropa yang mana menghadirkan risiko tertinggi.

Laporan itu memperingatkan, bahwa aktor yang bermusuhan dapat menggunakan “kelemahan keamanan utama, seperti yang berasal dari proses pengembangan perangkat lunak yang buruk di dalam pemasok peralatan.  

Cara itu, dengan jahat memasukkan Backdoor secara disengaja ke dalam produk mereka. Kemudian dapat digunakan untuk meretas sejumlah perangkat yang akan terhubung ke jaringan 5G, dari pengiriman dan sensor ke telepon pintar atau bahkan peralatan rumah tangga. Tujuannya, untuk “menyerang jaringan” dan membuatnya Overload. 

Sir Julian King, komisaris keamanan Uni Eropa, mengatakan laporan itu “sudah menjadi sinyal ke pasar” bahwa ancaman seperti itu, akan direspon dengan serius. Sedangkan pengadaan 5G “tidak seperti membeli mobil, tapi seperti bergabung dengan sebuah klub.

Sir Julian King yang dikutip The Epochtimes mengungkapkan, 5G akan menjadi saluran digital masyarakat Eropa. Teknologi itu akan membawa informasi yang sangat sensitif. Termasuk, mendukung banyak aspek tidak hanya bagaimana menjalankan ekonomi semata. Lebih jauh bagaimana menjalani kehidupan.

King membela keputusan Uni Eropa yang tidak menyebutkan nama Tiongkok atau Huawei dalam laporan itu. Ia mengatakan dengan bahwa Blok Eropa  tidak ingin melakukan sesuatu dengan urutan yang keliru. Tetapi mengatakannya, tidak dapat dituduh sebagai upaya menghindar dari permasalahan.

Langkah Uni Eropa, tidak seperti Pendekatan AS yang telah melarang Huawei dari jaringan 5G-nya. AS juga telah meluncurkan serangkaian laporan hitam tentang Huawei.

Huawei juga telah dimasukkan dalam daftar hitam oleh Amerika Serikat. Negeri Paman SAM itu telah meminta Uni Eropa untuk mengikuti jejaknya. Itu setelah menyebut Huawei sebagai ancaman keamanan. 

Namun demikian, para pejabat Eropa menyarankan bahwa blok itu akan mengambil pendekatan berbeda dengan Huawei.

Huawei telah berulang kali membantah menggunakan backdoors dalam teknologinya untuk memata-matai pelanggan. 

Meski demikian, Pada bulan Mei, surat kabar Belanda, Volkskrant melaporkan, bahwa pihak berwenang di Den Haag sedang menyelidiki sebuah perusahaan dengan alasan tersebut. (asr)

Senator AS Surati Microsoft Soal Ancaman Nyata dan Mendesak dari Huawei

0

The Epochtimes

Lima senator AS menulis surat kepada Microsoft pada 7 Oktober lalu. Isinya tentang ancaman “nyata dan mendesak” yang disebabkan oleh Huawei.

Surat itu dalam menanggapi Presiden Microsoft Brad Smith, juga kepada Kepala hukum pengembangan perangkat lunak AS. Yang mana dalam wawancara dengan Bloomberg Businessweek mengatakan, bahwa regulator Amerika Serikat harus memberikan lebih banyak bukti untuk mendukung alasan memasukkan Huawei dalam daftar hitam. 

Pada bulan Mei lalu, Departemen Perdagangan AS menempatkan Huawei dan 68 anak perusahaan dalam “daftar entitas” dengan alasan keamanan nasional. Maka secara efektif melarangnya melakukan bisnis dengan perusahaan-perusahaan AS. Kecuali jika berlaku untuk lisensi khusus. Sejak saat itu, otoritas AS memasukkan lebih banyak anak perusahaan Huawei dalam daftar.

Presiden Microsoft Brad Smith mengatakan kepada Bloomberg, ketika memberitahukan kepada perusahaan teknologi bahwa mereka dapat menjual produk, tetapi tidak membeli sistem operasi atau chip, Brad Smith menuturkan sama saja seperti sebuah perusahaan hotel. Yang mana, mereka dapat membuka pintunya, tetapi tidak meletakkan tempat tidur di kamar hotelnya atau makanan di restorannya. 

Para senator AS  yang mengirim surat tersebut adalah Senator Tom Cotton, Marco Rubio, Rick Scott, Mike Braun dan Josh Hawley, dicontohkan terdaftar spionase siber dan pencurian teknologi Huawei.

Surat itu berbunyi, para Senator AS menyatakan menghargai komunikasi Microsoft dengan kantor senator dan pemahaman Microsoft tentang ancaman yang ditimbulkan oleh Huawei. Mereka juga menyampaikan, memahami bahwa banyak perusahaan Amerika yang melakukan bisnis atas itikad baik dengan Huawei dan perusahaan telekomunikasi Tiongkok lainnya.

Para Senator AS tersebut kemudian menyampaikan, mereka percaya bahwa tinjauan terhadap bukti yang tersedia untuk umum, menunjukkan bahwa masalah keamanan tentang Huawei adalah nyata dan mendesak.

Para senator AS juga mengutip pernyataan Menteri Pertahanan AS Mark Esper. Ia memperingatkan sekutu Eropa terhadap ancaman keamanan Komunis Tiongkok. Pernyataan itu disampaikannya dalam pidato pada September lalu.

Ketika itu, Esper menyatakan, Huawei adalah sarana yang digunakan Tiongkok untuk masuk ke dalam jaringan dan sistem AS. Esper juga mengungkapkan, Huawei  berupaya mengekstraksi informasi atau merusaknya, atau merusak apa yang AS coba lakukan.

Senator Cotton dalam cuitannya pada 7 Oktober menyebutkan, “Huawei merupakan ancaman besar bagi keamanan nasional AS.” 

Kekhawatiran Tentang Huawei

Huawei adalah pelanggan utama Microsoft. Perusahaan itu menggunakan perangkat lunak Microsoft untuk perangkatnya.

Pejabat dan pakar AS sebelumnya telah membunyikan alarm atas perusahaan itu. Sejumlah pakar mengatakan produknya dapat digunakan oleh rezim komunis Tiongkok untuk memata-matai atau untuk mengganggu jaringan komunikasi.  Dikarenakan, hubungannya yang dekat dengan militer Komunis Tiongkok. 

Sejumlah kritikus juga mengemukakan bahwa Undang-Undang Tiongkok memaksa perusahaan di negara itu, untuk bekerja sama dengan badan intelijen ketika ditanyai.

Meskipun Huawei mengklaim tidak memiliki hubungan dengan rezim Komunis Tiongkok, pendiri perusahaan yang bernama Ren Zhengfei, adalah seorang perwira di Kementerian Keamanan Tiongkok. Lembaga itu adalah agen spionase terkemuka di Tiongkok. 

Sun Yafang, yang menjabat sebagai CEO Huawei dari tahun 1998 hingga 2018, juga bekerja untuk agensi yang sama.

Melansir dari The epochtimes, sebuah studi pada Juli oleh Christopher Balding, seorang profesor di Universitas Fulbright Vietnam, menganalisis riwayat hidup ribuan karyawan Huawei yang bocor ke publik. Isinya menemukan bahwa sekitar 100 anggota staf memiliki hubungan dengan militer Komunis Tiongkok atau badan-badan intelijen.

Surat senator AS mengingatkan, bahwa komunis Tiongkok memiliki ruang kantor dan pengingat di dalam markas besar Huawei di Shenzhen. 

Menurut sebuah biografi yang diterbitkan oleh publikasi pemerintah yang dikelola Universitas Sains dan Teknologi Huazhong, militer Komunis Tiongkok adalah pelanggan utama Huawei selama tahun 1990-an.

China Development Bank, sebuah lembaga keuangan di bawah Dewan Negara yang mirip kabinet, telah “bekerja sama erat dengan Huawei sejak 1998 silam. Keduanya menandatangani perjanjian kerja sama dengan Huawei pada 2009 dengan mengucurkan pinjaman bunga rendah sebesar 30 miliar dolar AS. Laporan itu menurut sebuah laporan Tahun 2009 dalam media pemerintah Komunis Tiongkok,  Xinhua.

Pencurian Perdagangan dan Spionase

Perusahaan Tiongkok saat ini didakwa dalam dua kasus di AS. Perusahaan itu dituduh melakukan penipuan bank dan melanggar sanksi AS terhadap Iran.  Perusahan itu diduga melakukan kesalahan representasi kepada bank-bank yang berbasis di AS, yang mana hubungannya dengan anak perusahaan yang melakukan bisnis di negara tersebut. 

Dalam dakwaan terpisah, Huawei didakwa mencuri rahasia dagang dari operator seluler AS T-mobile. Kasus itu berkaitan dengan robot pengujian ponsel.

Jaksa federal juga dilaporkan, menyelidiki perusahaan Tiongkok tersebut atas kasus-kasus lain yang diduga terlibat pencurian kekayaan intelektual.

Pada Januari lalu, otoritas Polandia menangkap seorang direktur penjualan Huawei yang sebelumnya bekerja di konsulat Tiongkok di ibukota Polandia. Penangkapan atas tuduhan mata-mata. Huawei kemudian menyatakan, memecat karyawan tersebut tiga hari kemudian.

Pada bulan Juni lalu, penelitian dari perusahaan cybersecurity Finite State juga menemukan, perangkat Huawei jauh lebih rentan daripada para peretas untuk melakukan praktek peretasan. 

Pengujian menunjukkan, lebih dari 55 persen dari 550 perangkat Huawei yang diuji memiliki setidaknya satu backdoor atau pintu belakang bepotensial. Tujuannya, bisa menjadi pintu gerbang untuk serangan berbahaya. Pada 25 September, Senat AS mengeluarkan Resolusi 331 yang membuat Huawei masuk dalam daftar entitas.

Sebelumnya pada bulan yang sama, Presiden AS Donald Trump menyebut bahwa Huawei dalam perhatian besar militer dan badan intelijen AS. Trump menegaskan kembali, bahwa AS “tidak melakukan bisnis dengan Huawei.” (asr)

FOTO : Logo Huawei Technologies Co. Ltd. terlihat di luar markasnya di Shenzhen, Tiongkok, pada 17 April 2012. (Reuters // Tyrone Siu / File Photo)

Pejabat Senior Hong Kong: Pemerintah Mungkin Bakal Melarang Internet untuk Memadamkan Aksi Protes

0

The Epochtimes

Seorang pejabat tinggi Hong Kong mengatakan pada sebuah program radio lokal pada Senin 7 Oktober, bahwa pemerintah sangat terbuka terhadap usulan pelarangan orang-orang mengakses internet, jika aksi protes terus berlanjut.

Hong Kong adalah bekas koloni Inggris, yang kembali ke pemerintahan Komunis Tiongkok pada tahun 1997 silam. Ketika itu, dengan janji-janji  Otonomi Hong Kong tetap dipertahankan. 

Akan tetapi, Hong Kong kini berada di tengah-tengah krisis politik. Ketika aksi demonstrasi menentang meluasnya pengaruh Beijing atas urusan Hong Kong. Aksi telah memasuki minggu ke-18 secara berturut-turut.

Seperti ditulis oleh The Epochtimes, baru-baru ini sebagai upaya untuk memadamkan aksi protes, pemerintah kota Hong Kong baru-baru ini melewati legislatif dan memberlakukan undang-undang anti-masker. 

Regulasi baru itu diterapkan dengan memanfaatkan Undang-Undang Peraturan Darurat era kolonial. 

Aturan itu memberikan kepada pemimpin Hong Kong wewenang luas untuk memberlakukan peraturan, menunda komunikasi, dan melakukan penangkapan. 

Larangan penggunaan masker menargetkan para pengunjuk rasa. Banyak di antara mereka mengenakan penutup wajah untuk melindungi identitas mereka. Dikarenakan, khawatir atas pembalasan dari otoritas Hong Kong atau Komunis Tiongkok. 

Banyak juga demonstran yang mengenakan topeng anti gas untuk melindungi diri mereka. Hal demikian ketika polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan kerumunan massa. Komentar pejabat tersebut menarik perhatian kalangan warga Hongkong. 

Menurut peringkat aplikasi yang diunduh teratas di Hong Kong yang disusun oleh situs berita game, Game Apps, NordVPN, adalah aplikasi jaringan pribadi virtual yang memungkinkan pengguna internet untuk secara anonim muncul di mana saja. Aplikasi itu menjadi yang paling banyak diunduh pada 7 Oktober lalu. 

Penerapan Undang-undang anti-masker, malah memicu lebih banyak aksi protes berskala besar selama akhir pekan di Hong Kong. Ketika itu, ribuan warga Hong Kong menentang larangan terbaru itu. Warga berbaris di jalan-jalan untuk menentang undang-undang baru itu, sambil mengenakan masker dan topeng.

Dua pengunjuk rasa yakni seorang mahasiswa berusia 18 tahun dan seorang wanita berusia 38 tahun ditangkap. Mereka berdua adalah yang  pertama kalinya didakwa karena melanggar larangan masker. Mereka hadir di pengadilan pada Selasa 8 Oktober dan diberikan jaminan.

Keduanya ditangkap karena melanggar larangan penggunaan masker, saat ikut dalam pertemuan yang dinilai aparat melanggar hukum pada dini hari 5 Oktober lalu di Distrik Kwun Tong di daerah Kowloon.

Sementara itu, anggota parlemen dari kubu pro-demokrasi Hong Kong, telah mengajukan gugatan hukum kepada Pengadilan Tinggi setempat. Sidang dijadwalkan digelar pada paruh kedua bulan ini.

Radio Komersial Hong Kong mengundang dua pejabat Hong Kong, Ip Kwok-him dan James To Kun-su. Mereka ketika itu berbincang dalam program pagi hari dengan tema “Mulailah pada Hari yang Cerah.” Mereka berbicara tentang dampak larangan penggunaan masker.

Ip Kwok-him  adalah anggota tidak resmi Dewan Eksekutif Hong Kong, sebuah organisasi mirip kabinet yang terdiri dari 16 anggota resmi dan 16 anggota tidak resmi yang menasihati pemimpin Hong Kong. Ia adalah delegasi lokal ke legislatif stempel rezim komunis Tiongkok, Kongres Rakyat Nasional.

Sedangkan, James To Kun-su adalah seorang anggota parlemen dan pengacara pro-demokrasi lokal. 

Memperhatikan larangan itu tidak menghalangi pengunjuk rasa turun ke jalan-jalan. James To Kun-su sempat bertanya kepada Ip Kwok-him, apakah Dewan Eksekutif mengevaluasi apa yang akan menjadi dampak hukum Undang-Undang Anti Masker. 

Kala itu, Ip Kwok-him, menjawab bahwa pemerintah “benar-benar tidak setuju atau menerima” tuntutan pengunjuk rasa untuk mencabut undang-undang anti-masker. Ia mengatakan, pemerintah akan menggunakan semua energinya untuk melakukan apa pun untuk mengendalikan situasi.

Politikus itu menambahkan, bahwa pemerintah terbuka terhadap langkah-langkah lain untuk menghentikan aksi protes. 

Kemudian penyiar bertanya kepada  Ip Kwok-him, apakah pemerintah Hong Kong akan mempertimbangkan untuk menerapkan larangan internet.

Saat itu, Ip Kwok-him menjawab, Jika perlu, mereka akan melakukannya. Ia berdalih, solusi apa pun yang dapat menghentikan kerusuhan dan memiliki kedudukan hukum, maka akan dilakukan.

Ip Kwok-him tidak memberikan perincian lebih lanjut mengenai pernyataannya. 

Di media sosial, banyak warga Hongkong menyatakan, bahwa larangan masker hanya memperparah keadaan. Justru, semakin membuat pengunjuk rasa tak menerimanya,  yang sudah kesal dengan tindakan pemerintah.

Chris Patten, gubernur Inggris Hong Kong terakhir sebelum penyerahan ke Beijing,  mengatakan kepada media Inggris Sky News pada 7 Oktober, bahwa larangan itu keliru dan dapat memicu peningkatan ketegangan.

Chris Patten mengatakan, ide bahwa dengan peraturan ketertiban umum Anda mengirim pasukan polisi turun dengan amunisi  tidak masuk akal. Tak lama lagi, kecuali sangat beruntung, orang-orang akan terbunuh dan ditembak. 

Khawatir tentang lebih banyaknya terjadi korban, Patten menyerukan kepada pemimpin kota Carrie Lam untuk menyelesaikan krisis dengan benar-benar mendengarkan rakyat Hong Kong. Yang mana disertai mengedepankan pentingnya dialog.  (asr)

Menkopolhukam Wiranto Ditusuk di Pandeglang Usai Resmikan Gedung Kampus UNMA

0

EtIndonesia. Menkopolhukam Wiranto ditusuk di Pandeglang, Banten, Kamis (10/10/2019). Penusukan terjadi di Pintu Gerbang Lapangan Alun-alun Menes, Desa Purwaraja, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten.

Berdasarkan video yang beredar, menunjukkan penusukan terjadi usai Wiranto keluar dari kenderaannya. Tiba-tiba seorang pria menghujamkan senjata tajamnya, hingga kemudian terlihat Wiranto sempat tersungkur.

Sejurus kemudian, sejumlah aparat dan orang-orang yang ada di sekitar Wiranto langsung meringkus si pelaku.

Informasi yang dihimpun, seorang pelaku wanita juga turut beraksi. Akan tetapi berhasil dicegah oleh Kapolsek Menes, Kompol Dariyanto. Akibatnya ia mengalami tusukan di bagian punggung. Seorang warga, H.Fuad juga terkena tusukan di bagian dada sebelah kiri atas.

Wiranto kemudian langsung dilarikan ke RSUD Berkah Pandeglang.  Kemudian, Wiranto dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta.

Laporan menyebutkan, pelaku penusukan dilakukan oleh dua orang tersebut. Mereka adalah SA alias Abu Rara dan FA. Kedua tersangka langsung diamankan di Mako Polsek Menes, Polres Pandeglang.

Mantan Panglima ABRI itu datang ke Pandeglang, Banten untuk meresmikan Gedung Kuliah Bersama  gedung baru di Kampus Universitas Mathla’ul Anwar (UNMA) Banten. (asr)

4 Sinyal atas Kunjungan Xi Jinping ke Mausoleum Mao Zedong Jelang Hari Jadi RRT

0

oleh Zhong Jingming – NTDTV

Sehari menjelang peringatan 70 tahun berdirinya Republik Rakyat Tiongkok, Xi Jinping memimpin semua anggota Komite Tetap Politbiro untuk mengunjungi Mausoleum Mao Zedong. Itu adalah untuk kali pertama, para pemimpin Partai Komunis Tiongkok mengunjungi Mausoleum Mao pada peringatan hari jadinya Tiongkok. Media Hongkong menyebutkan bahwa ada 4 sinyal yang dilepas dari kejadian ini.

Berikut berita selengkapnya. 

Pada 30 September 2019 pagi hari, Xi Jinping dan anggota Komite Tetap Politbiro Partai Komunis Tiongkok mengunjungi Mausoleum Mao Zedong di Lapangan Tiananmen. Menurut pemberitaan Xinhua, Xi Jinping melakukan penghormatan dengan 3 kali membungkuk badan di depan patung Mao Zedong yang duduk di kursi dan menatap wajah patung Mao yang tersenyum. 

Selanjutnya, semua anggota Komite Tetap Politbiro menghadiri upacara untuk memperingati jasa para pahlawan di depan monumen yang terletak di Lapangan Tiananmen itu.

Itu adalah kali kedua, Xi Jinping memimpin Komite Tetap Politbiro untuk mengunjungi Mausoleum Mao Zedong. 

Sebelumnya, para pemimpin Partai Komunis Tiongkok seperti Deng Xiaoping, Hu Yaobang, Jiang Zemin dan Hu Jintao semua mengunjungi mausoleum pada saat peringatan hari ulang tahun Mao Zedong. 

Xi Jinping adalah orang pertama yang membelot dari kebiasaan. Ia mengunjungi mausoleum terakhir adalah saat peringatan 120 tahun hari kelahiran Mao Zedong pada tahun 2013.

Ada media Hongkong yang menyebutkan bahwa Xi Jinping memilih untuk mengunjungi mausoleum 1 hari menjelang peringatan 70 tahun komunis Tiongkok merebut kekuasaan melepas 4 sinyal penting.

Sinyal pertama, adalah untuk menyoroti posisi utama Mao Zedong di dalam partai. 

Kedua adalah untuk menunjukkan bahwa ia akan mewarisi politik Mao Zedong. 

Ketiga adalah untuk memberi tekanan pada apa yang disebut legitimasi berkuasa dari Partai Komunis Tiongkok. 

Keempat untuk menegaskan kembali bahwa pemerintah tidak akan mengganti bendera merah dengan 5 bintang.

Radio Free Asia memberitakan bahwa kunjungan Xi Jinping ke Mausoleum Mao Zedong adalah karena kebutuhan politik. Generasi Merah Kedua Partai Komunis Tiongkok mengatakan bahwa sangat mengerikan jika pihak berwenang berniat untuk memulihkan garis politik Mao Zedong. Tampaknya dalam tubuh partai pun memiliki keberatan terhadap hal itu.

Belum lama ini, Xi Jinping dengan ditemani oleh Wang Huning telah mengunjungi kantor Mao yang berada di Xiangshan dan menyinggung soal “Empat Keyakinan Diri” dan dan “Perjuangan yang Keras.”

Empat keyakinan diri itu adalah yakin terhadap jalan sosialisme khas Tiongkok, yakin terhadap ideologi sosialis, yakin terhadap institusional dan yakin terhadap budaya sendiri.

Sementara “Perjuangan yang Keras” adalah bahwa untuk merealisasikan impian besar Tiongkok, perlu ada perjuangan yang keras.

Sebelum berkunjung ke mausoleum, Xi Jinping pada 25 September 2019 lalu memberikan penghargaan kepada 278 warga yang dinobatkan sebagai ‘pejuang paling berjasa’ di berbagai bidang bagi Tiongkok. Pejuang itu, termasuk Zhang Zhixin yang menjadi korban Revolusi Kebudayaan. Dia mengalami lehernya digorok dan ditembak mati karena ragu terhadap ideologi Mao Zedong. 

Zhang Zhixin sebelumnya telah mendapat rehabilitasi dari komunis Tiongkok. Media Hongkong mengutip berita yang mengatakan bahwa pujian terhadap Zhang Zhixin terkait erat juga dengan istilah perjuangan yang sampai 56 kali disebutkan oleh Xi Jinping dalam pidatonya pada 3 September 2019 lalu.

Dalam situasi yang terjepit, komunis Tiongkok tampaknya berusaha untuk melintasi krisis kiamat dengan mendorong garis politik yang “belok kiri”, termasuk kembali ke sistem “ekonomi yang terencana”. 

Namun, dunia luar percaya bahwa langkah tersebut justru dapat mempercepat kepunahan Partai Komunis Tiongkok.

sin

Gambar menunjukkan seluruh anggota Komite Tetap Politbiro Partai Komunis Tiongkok pada 30 September mengunjungi mausoleum Mao Zedong untuk memberikan penghormatan kemudian ke monumen pahlawan bangsa yang berada di Lapangan Tiananmen untuk mengikuti upacara. (Mark Schiefelbein – Pool / Getty Images)

80 Ribu Warga Amerika Serikat, Terbunuh oleh Fentanil Komunis Tiongkok dalam Kurun Waktu 3 Tahun

0

Oleh Long Languang -EpochWeekly

Sulit untuk mengalahkan Amerika dalam perang dagang, Hongkong sedang kacau karena rakyat protes revisi undang-undang ekstradisi. Ideologi komunis mengalami pengepungan global, pertumbuhan ekonomi daratan Tiongkok merosot, inflasi membuat kehidupan rakyat Tiongkok tertekan.

Menjelang peringatan tahun ke-70 keberhasilan dalam merebut kekuasaan dari tangan Chiang Kai-shek dan mendirikan Republik Rakyat Tiongkok, sekarang negara tirai bambu ini sedang terperangkap oleh sejumlah besar masalah dalam dan luar negeri, disintegrasi sudah di depan mata. 

Namun komunis Tiongkok pun tak segan-segan untuk menyerang negara kuat, Amerika Serikat melalui bahan kimia — fentanil, berusaha membunuh lebih banyak orang Amerika Serikat dengan cara kecanduan.

Kedutaan Besar Amerika Serikat di Beijing mengungkapkan bahwa Kellyanne Conway, penasihat senior Presiden Amerika Serikat. Donald  Trump. baru-baru ini memperingatkan bahwa hanya dalam tahun lalu, agen federal Amerika Serikat berhasil menyita fentanil yang jumlahnya cukup untuk membunuh semua pria, wanita, dan anak-anak Amerika sebanyak 4 kali. 

Meskipun jumlah korban meninggal karena mengkonsumsi narkoba telah menurun untuk pertama kalinya dalam 30 tahun terakhir, namun sejumlah besar fentanil yang sangat mematikan itu sedang merajalela di Amerika Serikat. 

Menurut pemberitaan Radio France Internationale pada 31 Agustus 2019, Biro Investigasi Federal -FBI mengumumkan bahwa sekelompok penyelundup narkoba di beberapa negara bagian di Amerika Serikat telah berhasil ditangkap di Virginia dan menyita 30 kg fentanil yang diselundupkan dari Tiongkok. 

Jumlah itu cukup untuk meracuni hingga mati 14 juta orang Amerika. Jaksa Distrik Timur Victoria Tweedig mengatakan bahwa ke-39 orang yang tertangkap itu telah didakwa. Salah satunya memesan fentanil dari Shanghai dan dikirim ke Newport News di Victoria melalui United States Postal Service – USPS. 

Menurut Radio France Internationale, lebih dari 95% fentanil Amerika Serikat berasal dari daratan Tiongkok, biasanya masuk Amerika  melalui kurir pos atau dari perbatasan Meksiko – Amerika Serikat. 

Awalnya  opioid ini digunakan sebagai analgesia dan anestesi. Obat opioid ini dapat mengaktifkan reseptor opioid tubuh untuk menghasilkan kesenangan, tetapi pada saat yang sama menghasilkan rasa kecanduan atau ketergantungan. Bagi mereka yang mengkonsumsinya  pada akhirnya akan mati karena sulit bernapas. 

Racun fentanil mencapai 50 hingga 100 kali lebih besar daripada heroin, tetapi harganya lebih murah dan lebih mudah diangkut daripada heroin. Dia kemudian menjadi generasi baru “raja narkoba”.

Mantan wakil gubernur negara bagian New York, Betsy McCaughey menerbitkan sebuah artikel yang berjudul ‘China’s chemical war on America’ di New York Post pada 26 Agustus 2019. 

Betsy McCaughey mengungkapkan fentanil buatan Tiongkok dan sintesis serupa opioid telah menewaskan sekitar 79.000 orang Amerika dalam 3 tahun. Para korban kebanyakan adalah anak-anak muda, melebihi dari jumlah tentara Amerika  yang gugur di medan perang Vietnam, Irak dan Afghanistan.

Menurut Betsy McCaughey, komunis Tiongkok bahkan menolak untuk bekerja sama dengan agen penegak hukum Amerika, menolak untuk mengekstradisi ketiga orang warga negaranya yang telah dituduh FBI sebagai pengedar fentanil dan menjual bahan bakunya ke Amerika Serikat melalui internet. Selain itu, membiarkan mereka bebas berkeliaran dan memperdagangkan narkoba.

Menurut data yang dikeluarkan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit  – Centers for Disease Control and Prevention. CDC Amerika Serikat, obat-obatan terlarang asal Tiongkok telah muncul di jalan-jalan di Amerika Serikat. 

Jumlah kematian akibat penggunaan berlebihan terus meningkat setiap tahunnya, tetapi pemerintahan Obama tidak pernah menghentikan serangan yang mematikan itu. Baru pada tahun 2018 Kongres meloloskan Rancangan Undang Undang – RUU yang mewajibkan setiap paket dari Tiongkok dilabeli dengan konten dan sumber. Namun, hanya sekitar 100 dari 1,3 juta paket internasional yang diterima setiap harinya yang dikenakan pemeriksaan petugas pabean.

Sebagian fentanil buatan Tiongkok dikirim dulu ke Meksiko kemudian masuk ke Amerika Serikat melalui perbatasan dengan cara penyelundupan. Sebuah laporan kongres pernah mengatakan bahwa memeriksa paket di perbatasan itu ibarat mencari jarum di tumpukan jerami. 

Betsy McCaughey menegaskan bahwa untuk mencegah obat-obatan terlarang masuk ke Amerika Serikat, lebih mudah melalui diblokir sebelum dikirim dari Tiongkok ketimbang memblokirnya di perbatasan. Itulah alasan mengapa Trump akan mengambil sikap keras terhadap komunis Tiongkok dalam masalah narkoba melalui perjanjian perdagangan.

Presiden Trump pada bulan Oktober 2017 silam, mengumumkan bahwa Amerika Serikat  memasuki tanggap darurat nasional untuk krisis narkoba.

Trump dalam rapat kabinet pada 20 Agustus 2018 mengatakan bahwa fentanil dari daratan Tiongkok hampir merupakan sebuah bentuk peperangan. 

“Obat-obatan terlarang itu sedang membunuh rakyat kita. Dalam hal ini saya bersikap sangat tegas. Ini adalah tindakan yang memalukan, yang seharusnya kita hentikan,” kata Trump.

Pada tahun 2018, Trump menandatangani RUU untuk memerangi krisis obat-obatan terlarang yang memungkinkan layanan pos Amerika Serikat untuk melakukan penyaringan terhadap paket kiriman dari luar negeri yang mungkin berisikan fentanil atau bahannya. 

Trump menugaskan Kementerian Keamanan Dalam Negeri dan Bea Cukai serta Perlindungan Perbatasan Federal untuk melakukan pengawasan. Pada 23 Agustus 2019, Trump mengeluarkan pesan tweet yang meminta semua perusahaan ekspedisi termasuk kantor pos, untuk mencari dan menolak pengiriman semua paket fentanil dari Tiongkok.

Sementara itu, dalam pertemuannya dengan Presiden Trump di Osaka Jepang, Presiden Tiongkok Xi Jinping pernah menjanjikan untuk mengendalikan pengiriman fentanil ke Amerika Serikat. Tetapi media partai ‘People’s Daily’ baru-baru ini malahan memberitakan bahwa tanggung jawab penyalahgunaan fentanil bukan di pihak Tiongkok tetapi Amerika Serikat.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Geng Shuang pada konferensi pers reguler 26 Agustus 2019 mengatakan bahwa permintaan dan penawaran biasanya jalan berbarengan. Oleh karena itu tidak perlu hanya berbicara soal siapa pemasoknya. Pernyataan itu mengejutkan banyak kalangan dan dianggap sebagai komunis Tiongkok ingin melepas tanggung jawab.

Terhadap ucapan Geng Shung yang tidak masuk akal itu dunia luar menginteprestasikannya sebagai rezim Komunis Tiongkok sudah mengalami perpecahan. Xi Jinping berjanji terhadap Trump, tetapi komunis Tiongkok ingin meracuni warga Amerika untuk menyerang Trump. Hal itu membuat perintah Xi Jinping tidak bisa keluar dari Zhongnanhai.

Pada 27 April 2019, Kementerian Keuangan Amerika Serikat mengumumkan sanksi terhadap seorang warga Tiongkok yang dituduh sebagai otak pengedaran sejumlah besar fentanil ke Amerika  beserta 4 orang kaki tangannya. Kementerian Kehakiman menggugat 10 orang pengedar narkoba, termasuk 4 orang warga asal Tiongkok.

Zhang Jian, warga asal Tiongkok pada bulan Oktober 2018 lalu dituduh oleh Kehakiman Amerika Serikat terlibat langsung dalam penjualan fentanil dan zat yang mengandung fentanil kepada penyelundup obat-obatan terlarang dan individu di Amerika melalui Internet, dan kemudian mengirimnya ke Amerika Serikat melalui ekspedisi pengiriman paket. 

Yang bersangkutan saat ini sedang buron. Dan seorang pria lain asal Tiongkok bernama Yan Xiaobing, usia 40 tahun juga terkena dakwaan.

Wakil Menteri Kehakiman Rod Rosenstein dalam sebuah pernyataannya menyebutkan bahwa itu adalah pertama kalinya Amerika Serikat menuntut para pedagang obat-obatan terlarang Tiongkok.

Menurut Undang-Undang ‘Foreign Narcotics Kingpin Designation Act’, lembaga penegak hukum dapat menuntut penyitaan kekayaan dan kepentingan di seluruh dunia yang dimiliki oleh Zhang Jian yang terbukti sebagai kepala kelompok pengedar narkoba di Amerika Serikat. 

Jaksa Agung Jeff Sessions dalam pidatonya di North Dakota menyebutkan bahwa Zhang Jian adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap kematian seorang warga Amerika berusia 18 tahun, Bailey Henke pada tahun 2015. 

Amerika Serikat dalam pelacakannya menemukan bahwa Zhang Jian memiliki pabrik di Shanghai yang bernama Zaron Bio-Tech (Asia) Ltd, terdaftar di Hongkong sebagai perusahaan yang memproduksi aditif makanan atau bahan tambahan makanan. 

Penyelidik percaya bahwa fentanil yang membunuh Bailey Henke  itu dikirim dari pabrik tersebut. Perusahaan itu juga dikenai sanksi oleh Amerika Serikat yang berarti bahwa asetnya di Amerika  atau aset yang dimiliki oleh perusahaan tersebut di Amerika harus dibekukan dan dilaporkan kepada otoritas federal.

Zhang Jian juga mengoperasikan pabrik kimia di Vietnam, Thailand dan Singapura. Keempat orang kaki tangannya masing-masing bernama Na Chu, Yeyou Chu, Cuiying Liu, dan Keping Zhang.

Jeff Sessions menilai bahwa pada tahun 2016, zat-zat fentanil dan zat sejenis fentanil adalah obat-obatan terlarang yang paling banyak menyebabkan kematian orang Amerika, dan sebagian besar fentanil ilegal berasal dari Tiongkok. 

Para terdakwa dalam kasus itu, yang mendatangkan fentanil dari Tiongkok kemudian mendistribusikannya ke pengedar di 11 negara bagian Amerika Serikat. Mereka menggunakan Internet, menggunakan sekitar 30 nama palsu, cryptocurrency, rekening bank luar negeri, dan komunikasi terenkripsi. Mereka juga melakukan kerja sama dengan pihak ketiga untuk mencuci uang di berbagai negara.

Hingga saat ini, pemerintah federal Amerika Serikat telah mengajukan gugatan terhadap 32 orang yang menjadi anggota sebuah organisasi yang mengoperasikan jaringan distribusi besar fentanil ke Amerika Serikat dan Kanada. 

Badan Layanan Perbatasan Kanada atau Canada Border Services Agency – CBSA telah berhasil menangkap 156 kasus penyelundupan fentanil melalui  perbatasan sejak bulan Juni 2016 silam. 

Royal Canadian Mounted Police (RCMP) telah melakukan lebih dari 20 investigasi terhadap puluhan pemasok luar negeri yang terlibat. Yves Goupil, kepala investigasi dari RCMP mengatakan bahwa hasil investigasi sampai saat ini  menunjukkan, daratan Tiongkok adalah satu-satunya sumber penyelundupan fentanil.

Menurut laporan majalah Amerika Serikat ‘The Atlantic’ pada 18 Agustus 2019 lalu, perusahaan Yuancheng yang berkedudukan di kota Wuhan, Provinsi Hubei Tiongkok, menjual puluhan ribu bahan kimia yang berbeda. Bahan kimia itu  termasuk bahan tambahan makanan, bahan-bahan farmasi, kolagen, pestisida, steroid sintetis, dan bahan baku yang dapat digunakan untuk menghasilkan obat-obatan seperti fentanil. Perusahaan Yuancheng didirikan pada tahun 2001 dengan mempekerjakan sekitar 700 orang karyawan dan memiliki cabang di banyak tempat di Tiongkok, 

Pakar yang kompeten menunjukkan bahwa NPP dan 4-ANPP adalah dua bahan kimia prekursor fentanil yang paling umum digunakan, yakni menjadi bahan baku untuk memproduksi fentanil.

Ben Westhoff, reporter dari majalah tersebut menghabiskan waktu satu tahun untuk menyamar sebagai pelanggan yang bersedia membeli fentanil, kemudian menghubungi 17 orang bagian sales dari perusahaan Yuancheng. 

Westhoff bertanya tentang bagaimana mengirim NPP dan 4-ANPP mereka ke Amerika Serikat. Seorang direktur cabang perusahaan tersebut di Shenzhen memberitahunya bahwa pembelian yang di bawah 10 kg dapat dikirim via pos atau  paket kilat. Jika lebih dari 10 kg dapat dikirim via kargo udara. Mereka mengatakan bahwa produk mereka yang dijual ke Meksiko lebih banyak daripada yang dijual ke Amerika Serikat.

Diduga bahwa raja obat bius Meksiko telah membeli sejumlah besar bahan kimia prekursor untuk fentanil dari perusahaan Tiongkok kemudian diproduksi menjadi fentanil.

Seorang tenaga penjual wanita memberitahu Westhoff bahwa perusahaan memiliki pabrik sendiri yang memproduksi bahan kimia, menjual secara terbuka bahan tambahan makanan, juga menjual steroid, NPP dan 4-ANPP secara pribadi. Sedangkan pihak berwenang Tiongkok telah mengeluarkan larangan penjualan zat-zat itu pada akhir tahun 2017 yang berlaku mulai bulan Februari 2018.

Westhoff pada bulan Januari 2018 diizinkan untuk mengunjungi kantor pusat perusahaan untuk melakukan peninjauan. Di sana ia melihat sekitar dua hingga tiga ratus orang petugas penjualan berada dalam 2 lantai ruang kantor. Mereka sedang sibuk menghubungi pelanggan potensial melalui berbagai platform seperti aplikasi. Mereka terlihat seperti lulusan perguruan tinggi.

Pada bulan Februari 2018, Westhoff menelepon Ye Chuanfa, boss perusahaan Yuancheng. Ye Chuanfa mengatakan bahwa jika pemerintah melarang penjualan maka perusahaan tidak akan menjual. Namun ia tidak membantah penjualan bahan kimia prekursor untuk fentanil.

Menurut Ye Chuanfa, mereka memproduksi bahan baku, bukan produk akhir, dan tidak jelas untuk apa pelanggan membeli bahan kimia itu. 

Ye Chuanfa terdiam, ketika Westhoff bertanya apakah agar tidak muncul kecurigaan dari pihak bea cukai sehingga perusahaan menggunakan label yang tidak sesuai dengan bahan kimia itu pada kemasan luarnya.

Menurut surat kabar Inggris ‘The Guardian’, orang yang menganalisis Weiku.com, salah satu situs e-commerce terbesar di Tiongkok, selalu dapat menemukan penjual yang bersedia mengirimkan fentanil dan obat-obatan lainnya. Ada juga orang yang menjual Bromadol di Weiku. Kekuatan obat ini diperkirakan lima kali lipat dari fentanil.

Penjual di situs web Tiongkok juga menjual Pentobarbital yang bekerja cepat, yang dapat menyebabkan kematian pada dosis tinggi. Itu digunakan di Belanda dalam program eutanasia  dan untuk eksekusi mati beberapa penjara di negara bagian Amerika Serikat, seperti Texas. Seorang penjual secara langsung mengiklankan produk-produk itu sebagai produk untuk “mati secara damai.”

Ketika penyelidik mendekat, seorang penjual Tiongkok mengatakan : “Bubuk fentanil kami sangat murni … kami dapat mengirimkannya ke Inggris dengan aman. Pengiriman akan dilakukan melalui UPS atau FedEx.”

Kantor pusat Weiku di kota Hangzhou, Tiongkok, salah satu perwakilan mereka kepada ‘The Guardian’ mengakui bahwa penjual dan pembeli memang menciptakan metode perdagangan baru di situs web Weiku, dan Weiku tidak dapat menemukan hal ini dalam waktu singkat.

“Weiku perlu memastikan bahwa semua informasi itu legal, tetapi kami tidak bertanggung jawab terhadap transaksi perdagangannya,” katanya.

Sementara itu, jumlah kematian akibat konsumsi fentanil di Inggris dan Wales, menurut Biro Statistik Nasional Inggris meningkat sebesar 29% dari tahun 2017.

Direktur National Crime Agency (NCA) mengatakan bahwa sebagian besar opium sintetis yang masuk ke Inggris berasal dari Tiongkok. 

Vincent O’Brien, kepala bagian ancaman narkoba dan senjata di NCA mengatakan, “Dari sudut pandang global, sumber utamanya adalah Tiongkok. Menurut Vincent O’Brien, obat tersebut terutama dijual di jaringan gelap dan kemudian dikirim melalui kantor pos. Jaringan gelap adalah bagian dari Internet dan hanya dapat diakses dengan mengakses browser tertentu.

Pihak berwenang Beijing baru mulai mengatur keempat obat yang masuk jenis fentanil, termasuk carfentanil. Akan tetapi baru pada tahun ini mereka mulai membatasi 2 bahan yang paling umum, terlambat satu dekade dari Amerika Serikat.

Dalam perkembangannya, Kedutaan Besar Amerika Serikat  untuk Tiongkok pada 24 Agustus 2019 mengumumkan bahwa Gedung Putih akan memperkuat pembagian informasi dengan sektor swasta untuk melindungi Amerika Serikat dari bahaya fentanil.

Gedung Putih melalui Office of National Drug Control Policy (ONDCP) telah menerbitkan serangkaian laporan untuk membantu Amerika Serikat dan perusahaan dalam dan luar negeri melindungi diri mereka sendiri dan rantai pasokan, dan untuk mencegah peredaran obatan-obatan yang mematikan itu. 

Direktur ONDCP, Jim. Carroll mengatakan bahwa pihaknya berupaya dalam memerangi penyelundupan narkoba lebih besar dari sebelumnya. ONDCP mengambil langkah-langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya yakni bekerja sama dengan komunitas bisnis untuk menghentikan produksi, penjualan dan pengiriman obat-obatan yang mematikan itu.

Demikian  informasi China Focus kali ini.  Jika anda mempunyai kritik dan saran silakan tulis di bawah ini. Saya, Sarah Fitri undur diri. Terima kasih dan sampai jumpa. 

sin

FOTO : Komunis Tiongkok melancarkan serangan melalui fentanil dalam upaya untuk membunuh lebih banyak orang Amerika. Pada 23 Agustus, Presiden Trump memerintahkan semua operator transportasi termasuk Kantor Pos untuk mencari dan menolak pengiriman semua paket fentanil dari Tiongkok. (Getty Images)