Epochtimes.id- Jaksa Myanmar mengajukan tuntutan pada Rabu (10/1/2018) menjerat dua jurnalis Reuters di bawah Undang-Undang Kerahasiaan yang mengenakan ancaman hukuman kurungan maksimal 14 tahun penjara.
Wa Lone (31) dan Kyaw Soe Oo (27) ditahan pada 12 Desember setelah mereka diundang untuk menemui petugas polisi saat makan malam.
Anggota keluarga mengatakan keduanya ditangkap setelah diberi beberapa dokumen oleh petugas yang mereka temui.
Keduanya telah bekerja dalam liputan Reuters tentang krisis di negara bagian Rakhine, di mana – menurut perkiraan PBB- sekitar 655.000 Muslim Rohingya telah melarikan diri dari tindakan keras militer terhadap kelompok militan.
Baca : Dituduh Memperoleh Informasi Secara Ilegal, Dua Jurnalis Reuters Ditangkap Militer Myanmar
“Mereka menangkap kami dan mengambil tindakan terhadap karena kami mencoba untuk mengungkapkan kebenaran,” kata Wa Lone kepada wartawan saat dia dan Kyaw Soe Oo dibawa keluar dari pengadilan dan kembali ke penjara Insein Yangon setelah mendengarkan dakwaan 30 menit.
Khin Maung Zaw, seorang pengacara yang mewakili kedua wartawan tersebut, mengatakan bahwa tuntutan yang diajukan dilakukan berdasarkan Bagian 3.1 (c) Undang-Undang Rahasia era kolonial Inggris.
UU tersebut diberlakukan pada 1923, ketika Burma, yang juga dikenal sebagai Myanmar, adalah sebuah provinsi di British India.
Baca : Pengadilan Myanmar Memperpanjang Penahanan Dua Jurnalis Reuters
Bagian ketiga mencakup memasuki tempat terlarang, mengambil gambar atau menangani dokumen resmi rahasia yang “boleh atau memang dimaksudkan, secara langsung atau tidak langsung, berguna untuk musuh.”
Kementerian Informasi sebelumnya mengutip polisi yang mengatakan bahwa mereka “ditangkap karena memiliki dokumen pemerintah penting dan rahasia yang berkaitan dengan Negara Bagian dan pasukan keamanan Rakhine.”
Kementerian Myanmar ini mengatakan kedua jurnalis dituding “memperoleh informasi secara ilegal dengan maksud untuk membagikannya dengan media asing”.
Jaksa mengajukan keberatan atas permohonan jaminan seperti dituturkan pengacara kedua wartawan ini, Khin Maung Zaw. Pengadilan akan membuat pertimbangan dan memutuskan pada sidang berikutnya pada 23 Januari mendatang.
Pemerintah mengatakan dua petugas polisi juga ditangkap karena penyelidikan setelah dicurigai telah melanggar Undang-Undang Rahasia Negara. Namun demikian, tak memberikan informasi lebih lanjut mengenai aparat polisi yang ditangkap.
Sekitar 30 jurnalis berada di luar pengadilan, kebanyakan mengenakan kostum hitam sebagai pesan protes terhadap penangkapan kedua jurnalis ini. Beberapa jurnalis mengenakan pesan “Journalism is not a crime” atau “release the arrested journalists now” di kaos mereka.
Diborgol
Di pengadilan, Kyaw Soe Oo memeluk istrinya dan menggendong putrinya selama beberapa menit.
Putrinya mulai menangis saat dia dikawal dan dia harus menyerahkannya kembali ke anggota keluarga lainnya.
Istri Wa Lone memberinya beberapa kue kecil yang dia bawa.
“Saya berusaha kuat dalam segala hal. Saya tidak pernah membuat kesalahan; Saya tidak pernah melakukan kesalahan,” kata Wa Lone sebelum meninggalkan pengadilan.
Kedua wartawan tersebut tiba dan meninggalkan pengadilan dengan diborgol.
Kerabat yang putus asa dari Kyaw Soe Oo menangis dan mengulurkan tangan untuk meraihnya saat kedua wartawan itu dihalau dari kerumunan wartawan setelah persidangan.
Presiden Reuters dan Pemimpin Redaksi Stephen J. Adler mengatakan sangat kecewa karena pihak berwenang berusaha untuk menuntut mereka berdua.
“Kami memandang ini sebagai serangan yang sepenuhnya tidak beralasan dan terang-terangan terhadap kebebasan pers. Rekan kami harus diizinkan kembali ke pekerjaan mereka untuk melaporkan kejadian di Myanmar. Kami terus menyerukan pembebasan Wa Lone dan Kyaw Soe Oo,” katanya.
Juru bicara pemerintah Zaw Htay menolak untuk mengomentari dakwaan. Namun demikian mengatakan keduanya memiliki hak mereka di bawah sistem peradilan independen.
“Hakim akan memutuskan apakah mereka bersalah atau tidak menurut hukum,” katanya kepada Reuters.
Seorang juru bicara militer tidak bersedia memberikan komentar.
Amerika Serikat Kecewa
Pejabat pemerintah dari beberapa negara besar di dunia, termasuk Amerika Serikat, Inggris dan Kanada, serta pejabat tinggi PBB telah menyerukan pembebasan kepada para wartawan.
Pengamat dari PBB dan beberapa kedutaan besar, termasuk Belanda, Australia dan Inggris berada di pengadilan.
Kedubes Amerika Serikat mengatakan pihaknya “sangat kecewa” dengan keputusan untuk mengajukan tuntutan.
“Agar demokrasi berhasil dan berkembang, wartawan harus bisa melakukan pekerjaan mereka. Kami menyerukan agar segera dibebaskan,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Kementerian Luar Negeri Prancis menyerukan sebuah pernyataan untuk segera dibebaskan kedua wartawan yang ditangkap. Prancis menyerukan media diberikan secara bebas ke Negara Bagian Rakhine. Pihak berwenang sebagian besar melarang media ke zona konflik.
Mantan Presiden AS Bill Clinton mendesak agar mereka segera dibebaskan, mengatakan di Twitter pada Senin bahwa pers bebas sangat penting bagi masyarakat bebas dan penahanan jurnalis di manapun tidak dapat diterima.
A free press is critical to a free society—the detention of journalists anywhere is unacceptable. The Reuters journalists being held in Myanmar should be released immediately.
— Bill Clinton (@BillClinton) 9 Januari 2018
Clinton adalah presiden Amerika Serikat untuk sebagian besar pada tahun 1990an ketika Amerika Serikat mendesak penguasa militer Myanmar untuk membebaskan Aung San Suu Kyi dari tahanan rumah selama bertahun-tahun.
Jepang ingin mengangkat masalah kedua jurnalis ini dengan pemerintah Myanmar pada kesempatan yang tepat, termasuk kunjungan Menteri Luar Negeri Jepang Taro Kono pada Minggu ini seperti disampaikan Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga di Tokyo.
Pemerintah telah membantah bahwa penangkapan kedua jurnalis ini sebagai serangan terhadap kebebasan pers. Suu Kyi tidak memberikan komentar publik mengenai penahanan kedua wartawan Reuters ini. (asr)
Oleh Antoni Slodkowski dan Simon Lewis/Reuters via The Epochtimes