EpochTimesId – Beberapa karyawan dan mantan karyawan Twitter mengaku bahwa perusahaan tersebut melakukan sensor terhadap materi konservatif dan ‘blokir bayangan’ (shadow bans), orang-orang yang mengekspresikan sudut pandang sayap kanan.
Pengakuan tersebut disampaikan dalam sebuah video yang diambil dari kamera tersembunyi oleh seseorang yang sedang menyamar, seperti dikutip dari The Epoch Times, Selasa (16/1/2018). Video tersebut diproduksi oleh tim investigasi dari Project Veritas.
Wawancara kamera tersembunyi dengan delapan karyawan dan mantan karyawan mengungkapkan bahwa Twitter menggunakan serangkaian alat untuk mengidentifikasi pengguna dengan pandangan konservatif, pro-Trump, pro-Amerika, atau bahkan pro-Tuhan. Mesin sensor Twitter pun menargetkan mereka untuk menjalani penyensoran.
“Anda mencari Trump, atau Amerika, atau sejenisnya, lima ribu, seperti, kata kunci untuk menggambarkan redneck,” kata Pranay Singh, seorang insinyur perpesanan langsung (direct messaging) di Twitter, yang sedang mendiskusikan program penyensoran.
Mo Norai, seorang mantan staf peninjau konten Twitter mengatakan kepada seorang reporter yang menyamar pada tanggal 16 Mei 2017, bahwa, “jika mereka mengatakan ini adalah ‘Pro-Trump,’ saya tidak menginginkannya karena hal itu menyinggung perasaan saya.”
Norai akan dapat secara manual melarang akun. Dia memastikan dalam wawancara kamera tersembunyi bahwa kelompok konservatif sangat ditargetkan.
Investigasi dengan menyamar ini juga mengungkapkan bahwa Twitter mungkin menggunakan metode kontroversial yang disebut ‘shadow banning’ untuk membungkam beberapa suara.
“Salah satu strateginya adalah membayangi larangan sehingga Anda memiliki kendali penuh,” ujar Abhinav Vadrevu, mantan insinyur perangkat lunak Twitter kepada reporter yang menyamar.
“Ide larangan bayangan ini adalah Anda melarang seseorang tapi mereka tidak tahu mereka telah dilarang. Karena mereka terus memasang status dan tidak ada yang melihat isinya. Jadi mereka hanya berpikir bahwa tidak ada yang terlibat dengan konten mereka padahal kenyataannya tidak ada yang melihatnya.”
Platform media sosial, yang mengiklankan dirinya sebagai ‘global town square’ itu, juga tampaknya menggunakan teknik ‘downrank’, terutama untuk pendukung konservatif, berdasarkan pandangan mereka.
Ketika ditanya apa yang dilakukan Twitter untuk membuat pengguna konservatif populer tidak muncul dalam umpan Twitter orang? Olinda Hassan, seorang manajer kebijakan untuk tim kepercayaan dan keamanan Twitter, mengatakan kepada seorang reporter yang menyamar bahwa perusahaan tersebut sedang mengerjakan pembuatan sistem ‘downranking’.
“Ya. Itu adalah sesuatu yang sedang kita kerjakan. Ini adalah sesuatu yang sedang kita kerjakan. Kami berusaha agar orang [umpamanya] tidak muncul,” kata Hassan. “Ini adalah produk yang sedang kita kerjakan sekarang.”
Pemberitahuan terbaru menjadi perhatian khusus karena tampaknya keputusan untuk menyensor pengguna individual dibuat secara manual oleh pegawai Twitter.
“mungkin sekitar 90% Anti-Trump, mungkin 99% Anti-Trump,” Norai, mantan karyawan di Twitter, pada saat dia bekerja di sana.
Berdasarkan pernyataan tersebut, penyensoran Twitter tampaknya sebagian besar condong melawan kaum konservatif. Bias semacam itu bukan bagian dari kebijakan publik Twitter. Namun Norai memberi tahu reporter yang menyamar untuk Project Veritas, bahwa banyak kebijakan semacam itu ada di balik pintu tertutup atau kebijakan tidak resmi.
Norai mengatakan beberapa peraturan untuk menyensor kaum konservatif tidak diumumkan secara terbuka.
“Banyak peraturan tak tertulis, dan karena kita berada di San Francisco, kita berada di California, sangat liberal, negara (bagian) yang sangat biru,” kata Norai. “Anda harus menjadi … Maksud saya sebagai perusahaan Anda tidak bisa mengatakannya karena itu akan membuat Anda terlihat buruk, tapi di balik pintu tertutup ada banyak peraturan.”
Laporan tersebut menyusul penyelidikan Veritas sebelumnya dimana seorang insinyur keamanan jaringan senior mengakui bahwa dia lebih dari senang untuk membantu Departemen Kehakiman dengan penyelidikan [Presiden Donald Trump] mereka yang kecil.
Twitter menanggapi kedua laporan tersebut dengan membantah bahwa mereka mempraktikkan pelarangan bayangan.
“Twitter tidak melakukan blokir tersembunyi,” kata Twitter dalam sebuah pernyataan. “Kami melakukan tindakan untuk menurunkan rangking akun yang kasar, dan menandainya sesuai dengan itu. Sehingga orang masih dapat meng-klik dan melihat Tweet semacam ini jika mereka memilihnya.”
“Kami menyesalkan taktik yang menipu dan curang dimana rekaman ini diperoleh dan diedit secara selektif agar sesuai dengan narasi yang telah ditentukan sebelumnya,” kata perusahaan tersebut dalam sebuah pernyataan kepada Fox News. “Twitter berkomitmen untuk menerapkan peraturan kami tanpa bias dan memberdayakan setiap suara di platform kami, sesuai dengan Aturan Twitter.” (Ivan Pentchoukov/The Epoch Times/waa)