Home Blog Page 1937

Bebas dari Penjara Pemimpin Oposisi Rusia Navalny Langsung Ditahan Kembali

0

EpochTimesId – Pemimpin oposisi Rusia, Alexei Navalny kembali ditahan, Senin (24/9/2018) atas tuduhan melakukan protes ilegal, kata rekan-rekannya. Mereka menambahkan bahwa langkah itu dimaksudkan untuk mencegah sang aktivis terlibat dalam aksi unjuk rasa dalam rangka meningkatnya ketidakpuasan sebagian rakyat atas reformasi pemerintah.

Penangkapan Navalny terjadi beberapa saat setelah dia bebas dari penjara di akhir masa penahanan kasus sebelumnya. Kementerian Dalam Negeri Rusia tidak segera membalas permintaan konfirmasi.

Rencana Kremlin untuk menaikkan usia pensiun telah menyebabkan ribuan orang Rusia turun ke jalan dalam beberapa pekan terakhir. Aksi ini menggerogoti sekitar 15 persen dari peringkat popularitas Presiden Rusia, Vladimir Putin.

Penahanan baru Navalny terjadi setelah 30 hari mendekam di penjara karena merencanakan demonstrasi tidak sah di ibukota Rusia pada Januari 2018. Kala itu, demonstran menyerukan boikot pemilihan presiden, karena akan menjadi pemilihan presiden yang dicurangi oleh Putin.

Dia mengatakan pada saat itu bahwa hukuman penjara dirancang oleh pihak berwenang untuk mencegah dia untuk memimpin protes nasional terhadap reformasi pensiun. Dalam aksi pada 9 September lalu tersebut, lebih dari 800 orang ditahan oleh otoritas setempat.

Leonid Volkov, rekan aktivis Navalny, menulis di Twitter pada Senin pagi bahwa Navalny telah dibawa kembali ke kantor polisi. Rekannya yang baru keluar dari penjara, kini sekali lagi dituduh melanggar undang-undang protes, kasus yang mirip dengan kasus sebelumnya.

Kasus Navalny akan disidang di pengadilan pada hari Senin waktu setempat. Dia terancam hukuman denda dan penjara maksimal hingga 20 hari, juru bicaranya, Kira Yarmysh menulis di Twitter.

Lyubov Sobol, seorang pengacara pada yayasan anti-korupsi Navalny, mengatakan dia menjadi sasaran oleh pihak berwenang karena protes reformasi pensiun. “Mereka mengisolasi seorang politisi dan pemimpin oposisi,” tulisnya di Twitter.

Reformasi pensiun yang diusulkan adalah kebijakan pemerintah yang paling tidak populer sejak tahun 2005. Reformasi itu akan menghapus manfaat pensiunan pegawai era Soviet. Putin sempat menunda dan meredam rencana tersebut setelah protes mulai muncul.

Navalny telah berulang kali dipenjara karena merencanakan demonstrasi, yang menurut pemerintah tidak sah. Walau demikian, dia berjanji bahwa dia tidak akan pernah menyerah untuk mencoba mengorganisir protes jalanan. (Reuters/The Epoch Times/waa)

Video Rekomendasi :

Video Pilihan :

https://www.youtube.com/watch?v=JGc59EiEYwQ

Kapal SAR Prancis Berusaha Selamatkan Pelaut India yang Terdampar di Barat Australia

0

EpochTimesId – Sebuah kapal penyelamat SAR Prancis bergerak menuju lokasi seorang pelaut India yang terluka dan terombang-ambing di Samudera Hindia, Senin (24/9/2018) waktu Eropa. Pelaut India, Abhilash Tomy, diterjang badai dalam kejuaraan mengelilingi dunia dengan kapal layar.

Abhilash Tomy meminta bantuan darurat pada 22 September 2018 setelah kapal layarnya rusak parah. Dia diterjang badai pada posisi sekitar 3.500 km di sebelah barat pantai Australia. Badai membuat dia mengalami cedera punggung yang parah.

Otoritas Keselamatan Maritim Australia, yang mengkoordinasi penyelamatan, mengatakan pihaknya memperkirakan kapal Prancis akan mencapai kapal pesiar pada pukul 5 sore waktu setempat, atau sekitar pagi hari pada Selasa (25/9/2018) waktu Indonesia.

“Semua Indikasi adalah kapal tegak dan mengambang di air. Tapi setiap saat, gelombang laut bisa saja mendorong salah satu tiang kapal yang rusak,” ujar Phil Gaden, seorang pejabat SAR Australia, kepada wartawan di Canberra, ibukota Australia.

Tiang itu menggantung di atas kapal pesiar dengan berbahaya. Sehingga memicu kekhawatiran bahwa tiang itu bisa copot dan merusak bagian badan kapal yang kedap air, yang selama ini membuat kapal tetap terapung.

Meskipun kapal Perancis sudah dekat, Gaden memperingatkan bahwa tim penyelamat mungkin tidak dapat mengevakuasi Tomy karena kerusakan kapal. Dalam hal ini, kapal angkatan laut Australia, yang posisinya lebih jauh, mungkin harus melakukan operasi penyelamatan.

Tomy dalam situs webnya mengatakan bahwa dia menjadi orang India pertama yang berhasil mengelilingi dunia pada tahun 2013. Dia sedang bertanding dalam kejuaraan ‘Golden Globe Race’ sejauh 30.000 mil (48.000 km).

Perlengkapan peserta, serupa dengan sarana berlayar yang biasanya digunakan 50 tahun yang lalu pada turnamen pertama. Para peserta yang berkeliling dunia, dilarang menggunakan teknologi modern, kecuali perlengkapan komunikasi. (Reuters/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://www.youtube.com/watch?v=JGc59EiEYwQ

Simak juga, Pengakuan Dokter yang Dipaksa Panen Organ Hidup :

https://youtu.be/0x2fRjqhmTA

Donald Trump Bicara Krisis Narkoba Global di PBB

0

EpochTimesId – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menyampaikan pidato tentang krisis narkoba di seluruh dunia di markas besar PBB, New York, AS. Trump mengatakan bahwa narkotika dan obat-obatan berbahaya mengancam nyawa dalam jumlah yang signifikan.

“Ancaman kecanduan obat masih terus mengambil terlalu banyak nyawa di Amerika Serikat dan di seluruh dunia,” kata Trump, Senin (24/9/2018) waktu setempat.

Sekitar 450.000 orang meninggal di dunia akibat penggunaan narkoba pada tahun 2015, menurut WHO. Di Amerika Serikat, lebih dari 71.500 orang Amerika meninggal karena overdosis obat pada tahun 2017, dengan setidaknya 68 persen dari kematian yang disebabkan oleh opioid.

Trump mengatakan Amerika Serikat mengambil tindakan agresif untuk mengatasi krisis narkoba. Target penanggulangan dalam aksi global adalah mengurangi permintaan, meningkatkan pengobatan atau rehabilitasi bagi pecandu, dan memberantas perdagangan narkoba.

“Jika kita mengambil langkah-langkah ini bersama, kita dapat menyelamatkan nyawa manusia yang tak terhitung jumlahnya di setiap sudut dunia. Dan ketika saya mengatakan tak terhitung jumlahnya, maksud saya adalah jutaan manusia,” lanjut Trump.

“Saya selalu mengatakan bahwa PBB memiliki potensi yang luar biasa, dan potensi itu, perlahan tapi pasti, akan dipenuhi.”

Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley memperkenalkan konsep Trump dan mengajak negara-negara anggota PBB untuk bergabung dalam aksi ‘Global Call to Action on World Drug Problem’.

Haley berterima kasih kepada 130 negara anggota yang menandatangani kesepakatan untuk memerangi perdagangan narkoba. Kampanye itu memiliki 31 ‘co-host’.

“Semua orang tahu seseorang yang menderita dan meninggal karena menyalahgunakan narkoba,” kata Haley.

Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres berterima kasih kepada Trump karena menaruh perhatian pada masalah narkoba. Dia mengatakan bahwa perhatian Trump pada masalah itu sangat dibutuhkan.

Guterres mengacu pada ‘2018 World Drug Report’ PBB, yang mengatakan bahwa produksi opium dan kokain berada pada tingkat tertinggi yang pernah tercatat.

Total produksi opium global melonjak 65 persen dari 2016 hingga 2017, menjadi 10.500 ton, menurut laporan itu. Lebih dari 75 persen dari total area budidaya opium ada di Afghanistan.

Laporan tersebut mengatakan bahwa produksi kokain global mencapai tingkat tertinggi pada tahun 2016. Pasar kokain dan metamfetamin meluas melampaui wilayah mereka sebelumnya. Belum lagi sisi gelap kemajuan teknologi informasi, ‘darknet’, memfasilitasi proporsi perdagangan narkoba yang terus meningkat.

Obat penghilang rasa sakit, Tramadol, juga menyebabkan krisis kecanduan di beberapa bagian Afrika, dan berkembang di Asia.

Guterres mengatakan ada 31 juta orang di seluruh dunia membutuhkan perawatan medis karena penggunaan narkoba. Namun, hanya 1 dari 6 orang diantaranya yang memperoleh akses perawatan.

Dia mengatakan tindakan keras terhadap perdagangan narkoba dan memastikan akses pecandu pada layanan pengobatan, sama-sama dibutuhkan untuk mengatasi krisis narkoba.

“Bersama kita akan berhasil dan kita tidak akan pernah menyerah,” tutup Guterres. (CHARLOTTE CUTHBERTSON/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://www.youtube.com/watch?v=JGc59EiEYwQ

Simak juga, Pengakuan Dokter yang Dipaksa Panen Organ Hidup :

https://youtu.be/0x2fRjqhmTA

Kim Jong-Un Ungkit Lagi “Denuklirisasi”, Trump Bongkar Tipuan Ganda RRT-Korut

0

Tang Hao – Epochtimes.com

Tanggal 19 September lalu, untuk ketiga kalinya “pertemuan Moon-Kim” telah berakhir, Presiden Korsel Moon Jae-In telah menandatangani “Deklarasi Bersama September Pyongyang” dengan pemimpin Korut Kim Jong-Un, sekali lagi Kim Jong-Un berjanji akan mewujudkan denuklirisasi total, “menciptakan Semenanjung Korea sebuah daratan yang damai tanpa senjata nuklir dan ancaman nuklir”.

Pertemuan Moon-Kim kali ini sangat penting bagi Korut, sangat mendesak bagi pihak Korut untuk menyetujui pertemuan dan deklarasi ini, untuk kembali menyatakan sikap pada AS yakni, bersedia melakukan denuklirisasi, menghilangkan kesan negatif terhadap Korut yang menunda-nunda dan tidak melakukan apa-apa selama tiga bulan terakhir ini.

Mengapa Korut buru-buru hendak menunjukkan sikap pada AS? Karena strategi “tekanan ekstrim” dari Trump menimbulkan efek.

Tekanan Ekstrim Trump Tiga Aspek Sekaligus: Militer, Dagang, Diplomatik

Menilik kembali 23 Agustus lalu. Putaran keempat perundingan perdagangan AS-RRT, kedua belah pihak tidak mencapai kesepakatan, pihak RRT mengumumkan akan menunggu pasca selesainya pemilu paruh waktu AS (November) baru kembali melakukan perundingan. Di saat itu, Menlu AS Pompeo juga sedang bersiap terbang ke Korut, untuk melakukan perundingan terkait masalah denuklirisasi.

Akan tetapi Trump memutuskan untuk melakukan aksi cekal lebih dulu, memisahkan konspirasi antara PKT dengan Korut yang memanfaatkan denuklirisasi Korut untuk disalahgunakan pada perang dagang. Pertama-tama memberikan tekanan bagi Korut.

Tanggal 24 Agustus, Trump langsung mengumumkan, membatalkan perjalanan Menlu Pompeo ke Korea Utara dan menutup pintu perundingan dengan Korut, semua hal terkait dibicarakan kembali pasca pemilu paruh waktu.

Tanggal 28 Agustus, Menhan James Mattis menyatakan, pasukan AS akan menghentikan latihan perang bersama dengan Korsel setelah pertemuan Trump-Kim pada bulan Juni lalu, namun kini pihak AS sudah tidak berniat menghentikan latihan militer itu. AS mengisyaratkan akan mengerahkan kekuatan militer. Kemudian, Trump juga memberikan tekanan besar terhadap Beijing.

Tanggal 29 Agustus, di akun Twitter ia secara terbuka mengkritik Beijing, “Karena masalah sengketa dagang yang sangat besar antara kami dengan pemerintah RRT, Korut mendapat tekanan massive dari pihak RRT”, serta menekankan asalkan ia bersedia, dengan segera AS, Jepang dan Korsel akan melangsungkan latihan perang bersama, dengan skala berlatih yang belum pernah ada sebelumnya.

Walaupun pada permukaan Trump “menembakkan meriam” pada PKT, tapi di saat yang sama juga diam-diam mengkritik “konspirasi ganda RRT-Korut” jangka panjang selama ini. Akan tetapi Trump tidak secara langsung mengkritik Korut, sangat mungkin menyisakan ruang bagi Korut, kembali menunjukkan niat baik pada Korut, mengisyaratkan Kim agar tidak lagi terpengaruh oleh PKT.

Tanggal 7 September, Trump mengumumkan pungutan bea masuk terhadap produk RRT senilai USD 200 milyar akan segera diterapkan.

Di luar dugaan, Trump bahkan langsung menambah angka, memperingatkan telah menyiapkan rencana pungutan bea masuk berikutnya senilai USD 267 milyar, ini berarti semua produk ekspor RRT ke AS akan masuk ke dalam jangkauan meriam bea masuk ini, memberikan tekanan ekstrim bagi ekonomi dan perdagangan RRT.

Trump Tekan Keras Konspirasi RRT-Korut, Kim Jong-Un Putar Haluan

Menghadapi serangan bertubi-tubi Trump, kedua belah pihak RRT dan Korut jelas merasakan situasi tidak nyaman, terutama Korut langsung berputar haluan, aksi diplomatik pun bermunculan.

Tanggal 10 September, Gedung Putih mengumumkan Kim Jong-Un menulis surat kepada Trump meminta agar dilangsungkan pertemuan kedua Trump dan Kim.

Tanggal 14 September, Korsel mengumumkan Moon Jae-In dan Kim Jong-Un akan menggelar pertemuan Moon-Kim yang ketiga pada tanggal 18 September.

Tanggal 19 September, Korut dan Korsel menandatangani “Deklarasi Bersama Pyongyang September”, sebagai upaya keras mewujudkan denuklirisasi Semenanjung Korea.

Dalam waktu singkat, irama menjadi cepat. Serangkaian tindakan antusias Korut terhadap Korsel tampaknya berupaya mewujudkan perdamaian di Semenanjung Korea, tapi sebenarnya melontarkan tanggapan bersahabat kepada AS, dengan harapan Trump akan memberikan kesempatan kedua untuk bertemu dengan Kim Jong-Un lagi.

Selain itu, pada parade militer peringatan 70 tahun berdirinya Korut, tidak dipamerkan senjata berat seperti rudal balistik antar benua; dan pada “Forum Ekonomi Timur” yang diselenggarakan di Rusia, Kim Jong-Un juga memilih untuk tidak hadir, tidak bertemu dengan Xi Jinping maupun Putin, sebaliknya justru secara aktif mempersiapkan pertemuan Moon-Kim.

Berbagai pertanda menunjukkan, Kim Jong-Un mulai menjajal untuk keluar dari struktur konspirasi ganda RRT-Korut ini, dan merapat pada Amerika, dengan niat menemukan jalan masa depan — setidaknya sementara seperti itu.

Pertama, masyarakat internasional telah memberlakukan sanksi ekonomi yang paling berat sepanjang sejarah bagi Korut, masih berlaku sampai sekarang, pemerintahan Kim Jong-Un merasakan tekanan yang amat besar; walaupun Rusia dan RRT diam-diam menyelundupkan sumber daya alam untuk memberikan bantuan, tapi masih tidak cukup memenuhi kebutuhannya. Selama ini suara tentangan rakyat semakin meninggi, mungkin bisa berakibatkan berkobarnya perlawanan di dalam negeri Korut. Apalagi baru-baru ini di DK PBB, Rusia juga diungkap oleh AS telah melanggar kesepakatan PBB dengan diam-diam membantu Korut dan dikritik keras.

Kedua, Xi Jinping tidak menghadiri peringatan 70 tahun berdirinya Korea Utara, melainkan mengutus Li Zhanshu menghadirinya agar tidak menyinggung pihak AS, menunjukkan pihak PKT sudah mulai gentar terhadap serangan beruntun oleh Trump, dan Korut memperhatikan hal ini.

Ketiga, meriam perang dagang AS-RRT kian hari kian sengit, walaupun di mulut PKT menyatakan akan “gigih bertahan sampai akhir”, “RRT pasti menang”, namun kondisi sesungguhnya di masyarakat justru merefleksikan kondisi perang yang sebaliknya, banyak perusahaan ramai-ramai “beri suara dengan kaki” yakni, meninggalkan RRT atau mengalihkan produksinya, menunjukkan masa depan RRT sangat tidak menjanjikan; ditambah lagi Eropa dan Amerika tengah aktif terhubung mengepung Beijing, selama ini PKT tidak hanya sulit bertahan, apalagi harus melindungi adik kecilnya Korea Utara.

Keempat, sejak Trump menjabat, kekuatan ekonomi maupun militer AS telah kembali menguat, pihak AS baru-baru ini semakin mengeras terhadap sikap RRT. Namun Beijing justru melepaskan sinyal bermusuhan lewat media massa ofisialnya, mencerca dan menantang, tidak hanya tidak membantu meredakan hubungan AS-RRT, bahkan semakin mengundang AS membalas dengan lebih banyak sanksi. Oleh sebab itu, Korut mungkin ingin menjaga jarak dengan RRT, agar terhindar dari kobaran api perang yang akan berdampak buruk padanya.

Kelima, sejak pertemuan Trump-Kim bulan Juni lalu, Kim Jong-Un masih belum juga mewujudkan janji denuklirisasinya, walaupun AS tidak senang, namun Trump masih menjaga niat baik kepada Kim Jong-Un, dan belum melontarkan kritik terhadap pribadinya. Ini mungkin membuat Kim Jong-Un merasakan bedanya Trump dengan politikus lain, yang memang berniat membantu Korut memperbaiki ekonominya.

Manfaatkan Korut Sebagai Pendongkrak, Kim Jong-Un Tawar Trump

Lalu apakah Kim Jong-Un memutuskan akan mengikuti langkah Trump tanpa syarat? Tidak juga. Ia masih menggunakan beberapa kartu diplomatiknya, diam-diam adu tawar dengan AS.

Meninjau interaksi AS-Korut baru-baru ini, Korut hampir selalu bernegosiasi dengan Korsel sebagai media, dan tidak secara langsung berhubungan dengan AS. Korut tahu kemampuan negara dan modalnya terbatas. Oleh sebab itu mencari Korsel berunding dengan AS, agar AS mau tidak mau mempertimbangkan sikap dan kepentingan Korsel selaku sekutunya, sehingga tidak terlalu keras terhadap Korut saat berunding.

Yang lebih layak diperhatikan adalah, pada pertemuan Trump-Kim, salah satu konten yang disepakati oleh Trump dan Kim Jong-Un adalah Korut “berjanji akan berupaya melakukan denuklirisasi total di Semenanjung Korea”. Pemerintah Trump pun langsung menanggapi, hanya jika Korut telah mewujudkan “denuklirisasi secara menyeluruh, terbukti, dan tidak terulang kembali (CVID)”, maka segala sanksi ekonomi terhadap Korut baru akan dicabut.

Tapi Kim Jong-Un justru memanfaatkan Pertemuan Moon-Kim ini untuk menyatakan hanya jika pihak AS mengambil tindakan dan mengalah secara bersahabat, Korut baru akan selamanya membongkar instalasi nuklirnya.

Jelas di sini Kim Jong-Un secara “cerdik” menggunakan cara negosiasi pihak ketiga, dari jauh tawar menawar dengan AS, diam-diam ingin mengubah isi kesepakatan yang sejak awal telah disepakati kedua pihak.

Kim Jong-Un ingin pihak AS “mengalah”, mengapa? Ada dua hal: meredakan atau mencabut sanksi ekonomi terhadap Korut, dan juga menandatangani “Kesepakatan Akhir Perang Korea”. Hal pertama adalah agar ekonomi Korut bisa bernafas lega sedikit, dan hal kedua adalah agar Korut mendapat janji AS “tidak melakukan aksi militer”, untuk dijadikan “kartu bebas mati” bagi Korut.

Apakah Trump akan menerima tawaran Kim Jong-Un, saat ini belum diketahui.

Akan tetapi, terhadap beberapa janji yang dibuat oleh Korut kali ini, Trump menyatakan “sangat gembira (very exciting)”.

Trump Ciduk Dalang Perompak, Goyahkan Konspirasi Ganda RRT-Korut

Memang, dari beberapa kali rezim keluarga Kim kerap ingkar janji dan kebohongan rezim komunis yang telah menjadi kebiasaan, kali ini Kim Jong-Un kembali menjanjikan denuklirisasi, apakah pada akhirnya akan terwujud, atau hanya memanfaatkan “denuklirisasi” untuk menipu dicabutnya sanksi dan janji menghentikan perang, segala kemungkinan masih bisa terjadi, masih perlu terus diamati.

Akan tetapi, kartu militer dan kekuatan ekonomi Trump kali ini yang kuat, dibantu dengan teknik negosiasinya yang sulit diprediksi dan perang psikologi, memang telah mendatangkan tekanan luar biasa besar bagi RRT maupun Korut, bisa dikatakan ini adalah sebuah “shock therapy” bagi keduanya.

Selain itu, Trump tidak hanya mulai membongkar “konspirasi ganda RRT-Korut”, juga langsung menohok titik kelemahannya dengan memfokuskan pada ekonomi, dagang dan diplomatik untuk ‘membombardir’ PKT, menangkap perompak harus menciduk dedengkotnya lebih dulu; lalu memberikan ancaman sekaligus juga tekanan bagi Korut secara bersamaan, memancing dengan niat baik, akhirnya berhasil membongkar struktur konspirasi komunis yang selama bertahun-tahun telah membodohi masyarakat internasional.

Kemudian, janji denuklirisasi Korut apakah benar-benar akan diwujudkan, bagaimana mewujudkannya, Trump dan Kim apakah akan bertemu kembali, apakah struktur konspirasi RRT-Korut akan dibongkar tuntas, ini tergantung bagaimana pemerintahan Trump mengeluarkan jurus-jurusnya. (SUD/WHS/asr)

5 Aliansi Internasional Membentuk Langkah Penyelamatan Badak Sumatera

0

Epochtimes.id- Sebagai rangka memperingati World Rhino Day 22 September 2018, lima organisasi konservasi internasional dunia membentuk aliansi untuk mencari langkah inovatif untuk menyelamatkan Badak Sumaetra dari kepunahan.

Melansir dari situs resmi wwf.or.id, upaya ini, merupakan dukungan terhadap program Pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh International Union for Conservation of Nature Species Survival Commission (IUCN-SSC), bekerjasama dengan Global Wildlife Conservation (GWC), International Rhino Foundation (IRF), National Geographic Society (NGS), dan WWF.

Kurang dari 80 individu Badak Sumatera tersisa di dunia, sehingga spesies ini dikatakan menghadapi kepunahan, bila tidak ada intervensi manusia untuk menyelamatkannya.

Setelah puluhan tahun diburu dan hutannya dirusak, ancaman terbesar yang dihadapi saat ini adalah jarak yang memisahkan populasi yang tinggal sedikit itu. Badak menghadapi risiko kemandulan bila tidak bisa bertemu pasangan untuk bereproduksi, akhirnya akan mati dengan sendirinya karena lama terisolasi.

Dengan populasi yang terfragmentasi dan tersebar dalam kantong-kantong berukuran kecil di dua pulau terbesar di Indonesia, harapan kelestarian mereka bergantung pada kemampuan para pelestari untuk menemukan dan memindahkan mereka dengan aman ke fasilitas yang dirancang khusus.

“Tantangan besar ini tidak dapat dijalani oleh satu organisasi saja. Kami IUCN-SSC, merasa bangga berada dalam aliansi yang kuat dan luar biasa ini, dan kami yakin bahwa kita akan melihat Badak Sumatera berkembang biak sekali lagi,” kata Jon Paul Rodríguez, ketua IUCN-SSC.

“Menyelamatkan Badak Sumatera dari kepunahan merupakan prioritas utama pemerintah Indonesia,” kata Wiratno, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.

“Hadirnya ahli-ahli konservasi spesies, dan dengan dukungan pemerintah dan kesadaran masyarakat setempat, kami telah menyiapkan Rencana Aksi Darurat untuk badak yang menyerukan dibentuknya program pengembang biakan konservasi nasional. Proyek Penyelamatan Badak Sumatera akan menjadi sangat penting dalam upaya ini dan kami menyambut baik dan mendukung koalisi ini.”

Sejak awal gerakan konservasi, organisasi dan peneliti individu telah bekerja untuk menyelamatkan dan melindungi spesies di seluruh dunia. Namun, terkadang saling bersaing untuk pendanaan, sumber daya, keahlian, dan akses.

Dengan adanya Aliansi Penyelamatan Badak Sumatera ini akan membawa organisasi Internasional dan Indonesia, bersama-sama membuat dan menerapkan rencana kolaboratif untuk menyelamatkan spesies ini, dan bekerja bersama-sama dengan mitra pelaksana di lapangan dan berkoordinasi erat dengan para pemimpin di pemerintahan untuk demi menuju kesuksesan.

“Tujuan kami bersama untuk membangun program pembiakan badak dengan menyatukan badak yang tidak dapat berkembang biak di alam liar, akan membantu mencapai mimpi kami, yaitu melihat generasi badak Sumatera berikutnya,” Kata Barney Long, direktur senior konservasi spesies di Global Wildlife Conservation.

Penyelamatan Badak Sumatera akan memfasilitasi kegiatan di tiga area utama konservasi spesies:

● Peningkatan Kapasitas: Membangun dua suaka Badak Sumatera baru di Indonesia, satu di Kalimantan dan yang lain di Sumatra bagian utara, dan memperluas fasilitas yang ada di Taman Nasional Way Kambas;
● Penangkapan dan Penyelamatan: Melakukan operasi penangkapan dan penyelamatan untuk memindahkan badak Sumatera yang terisolasi ke fasilitas penangkaran konservasi yang dikelola; dan
● Perawatan dan Perlindungan: Memasukkan badak ke dalam program pembiakan dengan menggunakan teknologi canggih yang dirancang untuk memaksimalkan pertumbuhan populasi.

“Pengalaman puluhan tahun meneliti, melatih, dan mengkaji secara ilmiah, menjadikan aliansi ini bukan saja peluang terbaik bagi kelangsungan hidup Badak Sumatera, melainkan satu-satunya peluang yang yang ada,” kata Rizal Malik, CEO WWF-Indonesia.

“Kami menggunakan pengalaman kami selama lebih dari 22 tahun memelihara dan membiakkan Badak Sumatera dan menggunakan teknik terkini Cincinnati Zoo dan juga di Suaka Badak Sumatera (SRS) di Taman Nasional Way Kambas,” kata Susie Ellis, Direktur Eksekutif International Rhino Foundation.

Upaya yang ambisius ini akan membutuhkan investasi yang signifikan. Untuk memulai upaya penggalangan dana tiga tahun, masing-masing organisasi mitra telah berkomitmen 1 juta USD untuk mendukung dana aksi darurat yang membutuhkan 30 juta dollar.

“Ini adalah kesempatan terakhir kami untuk meningkatkan profil spesies badak yang kurang dikenal ini dan mempertahankan sejarah evolusi lebih dari 20 juta tahun,” kata Jonathan Baillie, wakil presiden eksekutif dan ilmuwan kepala di National Geographic Society. (asr)

Universitas Victoria Mendadak Menolak Film Dokumenter Tentang Sisi Gelap Institut Konfusius

0

MELBOURNE – Penyelenggara acara mencurigai konsulat Tiongkok berada di belakang pembatalan yang tidak dapat dijelaskan oleh pihak Universitas Victoria (UV) mengenai pemutaran “In the Name of Confucius”, sebuah film dokumenter pemenang penghargaan yang mengekspos sisi gelap dari apa yang disebut Institut Konfusius.

UV adalah rumah bagi salah satu dari 14 Institut Konfusius Australia. Institut Konfusius (IK) adalah program budaya dan bahasa yang dikelola negara Tiongkok, yang secara luas dilihat sebagai bagian dari strategi soft power rezim komunis.

Pemutaran film tersebut seharusnya dilakukan pada 21 September. Penyelenggara acara Leigh Smith, menerima panggilan dari direktur fasilitas UV pada 11 September yang memberitahukan bahwa pemesanan telah dibatalkan.

“Saya mendapat panggilan telepon dari direktur fasilitas, bukan wakil pemesanan … Saya tidak percaya,” kata Smith.

“Bagaimana Anda bisa membatalkan pemesanan saya? Itu sudah dibayar. Hanya 10 hari dari penayangan kami,” tanyanya, tetapi hanya diberitahu bahwa ada kesalahan.

Ketika dia bertanya apakah ruangan lain tersedia, direktur fasilitas menjawab bahwa “semuanya sudah dipesan. Sudah dipesan dua kali lipat, itu kesalahan,” ungkap Smith.

“Kami telah menggunakan tempat ini berkali-kali, saya tahu ada banyak teater kuliah,” katanya.

RUANG-RUANG KOSONG

Pada hari pemutaran yang diharapkan, The Epoch Times mengunjungi Kampus Kota UV dan menemukan tidak kurang dari empat teater kosong, satu yang dipesan dan tiga lainnya yang setara. Para penyelidik ditolak akses ke teater lain yang mungkin di ruang bawah tanah.

Pengambilan foto dan video dimulai pukul 7 malam, waktu yang dijadwalkan untuk acara tersebut, hingga pukul 8:30 malam. Pada jam 9 malam, lift sudah berhenti berfungsi, semua teater kosong.

film dokumenter In the Name of Confucius tentang sisi gelap institut konfusius
Gambar di sebelah kiri adalah keadaan teater pada pukul 7 malam, dan gambar di sebelah kanan adalah pukul 8:30 malam. Keduanya menunjukkan teater kosong di Universitas Victoria pada 21 September 2018. (The Epoch Times)

Smith, yang telah membuat selusin pemesanan atau lebih dengan UV untuk berbagai acara di masa lalu, mengatakan “mereka selalu sangat membantu.” Ini membuatnya curiga dengan pembatalan mendadak kali ini.

“Pertanyaan saya adalah apakah UV membatalkan pesanan saya di bawah tekanan dari Konsulat Tiongkok atau kelompok Tionghoa lain di Australia, atau apakah UV merendahkan diri sendiri karena takut mengganggu rezim Tiongkok,” kata Smith.

Setelah panggilan telepon pertama pada 11 September, datang email dari manajer senior aset properti UV untuk mengonfirmasi pembatalan tersebut secara tertulis. Email tersebut salah menyatakan tanggal acara sebagai 23 September.

Smith membalas, mengingatkan tanggal yang salah; dia juga meminta penjelasan dan bertanya tentang ketersediaan pada empat tanggal lain yang mungkin untuk pemutaran film.

Keesokan harinya, dia menerima email yang secara resmi membatalkan pemesanan 21 September, tetapi pertanyaannya tidak ditanggapi.

Email dan panggilan telepon lebih lanjut dari Smith telah diabaikan.

KANADA DAN AMERIKA WASPADA TERHADAP INSTITUT KONFUSIUS

David Matas, seorang pengacara hak asasi manusia internasional, dijadwalkan menjadi panelis pada sesi tanya jawab pasca pemutaran film. Dia sudah tiba di Australia dari Kanada untuk acara tersebut, yang akan dia hadiri setelah berbicara di acara-acara di New South Wales, Canberra (termasuk Gedung Parlemen) dan Queensland.

“Peristiwa ini adalah tentang pengaruh politik Partai Komunis pada lembaga-lembaga ini melalui Institut Konfusius, dan pembatalan ini adalah sebuah demonstrasi tentang fakta yang sangat nyata yang kami coba lakukan melalui peristiwa ini,” kata Matas.

Matas membuat arti pentingnya bahwa dua lembaga Kanada, Universitas McMaster dan seluruh Dewan Pendidikan Distrik Toronto (terbesar di Kanada), telah menutup Institut-institut Konfusius mereka.

David Matas
David Matas sedang menjawab pertanyaan selama sesi tanya jawab. (The Epoch Times)

Amerika Serikat juga, sadar akan risiko yang terkait dengan institut tersebut.

Pada 13 Agustus, Presiden AS Donald Trump telah menandatangani RUU anggaran pertahanan yang mencakup pelarangan dukungan keuangan Pentagon untuk Institut-institut Konfusius.

Mantan kandidat presidensial Senator Ted Cruz, memimpin upaya-upaya agar Institut Konfusius dimasukkan dalam RUU tersebut.

“Senator Cruz sangat prihatin dengan upaya Tiongkok yang sedang berlangsung untuk menyusup ke pendidikan tinggi Amerika, dan bekerja untuk menghasilkan sebuah perubahan terhadap NDAA [National Defense Authorization Act] yang melarang universitas menggunakan uang Pentagon untuk Institut Konfusius, yang digunakan oleh Komunis Tiongkok sebagai senjata propaganda di kampus-kampus Amerika,” kata juru bicara kantor Senator Cruz melalui email pada The Epoch Times.

“Namun di Australia, tidak ada yang mundur dari Institut Konfusius,” kata Matas.

Pada bulan Agustus, Senator Konservatif Cory Bernardi mengajukan usulan ke Parlemen Australia menyerukan peninjauan atas keterlibatan Departemen Pendidikan dan Pelatihan dengan Institut-institut Konfusius. Usulan tersebut dikalahkan.

TEMPAT BARU DITEMUKAN

Andrew Bush, seorang anggota senior Partai Liberal Australia, membantu Smith menemukan tempat di detik-detik terakhir untuk pemutaran film tersebut, Scots Church di Collins Street, yang dihadiri sekitar 150 orang pada 21 September.

keberadaan institut konfusius di universitas victoria australia
Scots Church di Collins Street (Screenshot / Google Maps)

Berbicara tentang pembatalan UV, Bush berkata, “Itu hanya membuktikan bahwa mereka tidak memiliki kebebasan berpikir, bahwa mereka tidak memiliki nilai, bahwa seseorang telah menguasainya.”

“Ini adalah salah satu alasan mengapa saya pikir pengaruh Tiongkok adalah berbahaya. Ia berkemampuan untuk mengatakan pada universitas, jangan diadakan. Dan universitas mengatakan ya,” tambahnya.

“Universitas-universitas dahulu mempertahankan kebebasan berbicara sepenuhnya,” kata Bush. “Itu sudah tidak lagi dalam kasus ini. Saya pikir Universitas Victoria telah merugikan diri mereka sendiri, karena mereka terbukti pintar dalam memanipulasi.”

MASALAH DENGAN INSTITUT KONFUSIUS

Profesor Clive Hamilton, yang mengajar etika publik di Charles Sturt University di Canberra, mengatakan kepada SBS News: “Tujuan dari Kelas Konfusius adalah untuk menyebarkan citra positif dari pemerintahan Partai Komunis di Tiongkok. Jadi apa pun yang mungkin negatif untuk dihilangkan dari sejarah Partai Komunis di Tiongkok, para mahasiswa tidak lagi mengetahui tentang hal itu.”

Menyiapkan IK melibatkan kemitraan antara universitas asing, universitas Tiongkok, dan Hanban sebagai Kantor Dewan Bahasa Tionghoa Internasional, yang merupakan bagian dari Kementerian Pendidikan Partai Komunis Tiongkok (PKT).

“Institut-institut Konfusius berfungsi sebagai basis di mana para ahli propaganda Beijing dan pekerjaan front persatuan dapat ‘menyusup’ universitas-universitas tuan rumah mereka dan membentuk opini (tentang Tiongkok) untuk para sarjana dan mahasiswa,” Profesor Willy Lam dari Chinese University of Hong Kong, mengatakan pada Politico.

Dijuluki “pusat pencucian otak” oleh beberapa orang, lembaga-lembaga yang didukung PKT ini telah dipertanyakan karena sejumlah alasan, termasuk praktik-praktik perekrutan yang diskriminatif, seperti yang disorot di dalam film dokumenter tersebut.

Mantan guru IK, Sonia Zhao, mengatakan kontraknya telah menetapkan bahwa para guru tidak boleh berlatih Falun Gong atau bergaul dengan Falun Gong.

Menjadi praktisi Falun Gong seorang sendiri, Zhao merasakan tekanan besar pada hari dimana dia disodori sebuah kontrak untuk ditandatangani. Karena ia telah berhasil melewati seluruh proses permohonan, dan telah dianggap dapat diterima untuk pekerjaan tersebut, menolak untuk menandatangani pada langkah terakhir tanpa alasan yang dapat diterima bisa berarti penjara.

Untuk melindungi dirinya, Zhao menandatangani kontrak tersebut. Setelah tiba di Kanada dia mengangkat masalah tersebut dengan Pengadilan Hak Asasi Manusia di Ontario.

“In the Name of Confucius” (Di Dalam Nama Konfusius), yang menceritakan kisah Zhao, memberikan wawasan mendetail mengenai sifat-sifat asli dari IK dan sekolah dasar dan menengah mereka setara dengan Kelas-kelas Konfusius, di mana, Australia memiliki 67.

Lembaga-lembaga tersebut mengklaim untuk mengajarkan budaya Tiongkok, namun Zhao mengungkapkan itu adalah budaya versi Tiongkok yang disetujui PKT.

Sebagai contoh, para siswa diajari bahwa Taiwan dan Tibet adalah wilayah Tiongkok, dan jika ada yang mempertanyakan ini, para guru dilatih bagaimana menghindari topik tersebut. Pelajaran tabu lainnya termasuk Pembantaian Lapangan Tiananmen, penganiayaan terhadap Falun Gong, dan seterusnya.

Mereka juga mengajar anak-anak untuk menyanyikan lagu-lagu dalam bahasa Tionghoa yang memuliakan Mao Zedong. Smith mencatat bagaimana di bawah aturan penindasan Mao, jutaan orang Tionghoa telah tewas secara tidak wajar.

“Saya pikir jika para orang tua Australia mendengar hal itu, dan mengetahui apa yang anak-anak mereka nyanyikan, mereka akan marah,” kata Smith.

INFORMASI TERBARU:

The Epoch Times telah menghubungi Universitas Victoria tentang pembatalan tersebut.

Juru bicara, yang menjawab melalui email, tidak menyebutkan pemesanan ganda atau mengapa Smith diberitahu tidak ada ketersediaan. Sebaliknya, dia menjawab: “Pemesanan tampaknya dibuat di gedung yang sama pada saat Institut Konfusius sedang dalam proses pemasaran dan karena itu dibatalkan, menginat potensi gangguan terhadap fasilitas kami.”

Juru bicara itu tidak menjawab pertanyaan lain tentang apakah pembatalan itu karena tekanan dari konsulat Tiongkok atau apakah UV menyadari bahwa Institut Konfusius adalah bagian dari cabang pemerintah PKT. (ran)

https://www.youtube.com/watch?v=rvIS2eUnc7M

Kemkominfo Minta Medsos Hapus Video Penganiayaan Suporter Sepak Bola Persija

0

Epochtimes.id- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengeluarkan imbauan sehubungan dengan beredarnya video yang menampilkan suasana kerusuhan antara sekelompok Supporter Persib terhadap seorang Supporter Persija di sejumlah platform media sosial.

Plt. Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo, Ferdinandus Setu mengatakan sejak Senin 24 September 2018 pukul 14.00 WIB Kementerian Komunikasi dan Informatika RI cq Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika telah meminta seluruh platform media sosial seperti Youtube, IG, Twitter, Facebook untuk men-take down video yang menampilkan konten dengan kategori sensitif tersebut.

“Kementerian Kominfo meminta platform medsos untuk segera bertindak cepat men-take down video tersebut dari platform mereka agar konten tersebut tidak makin tersebar luas di kalangan netizen Indonesia,” ujarnya dalam rilis Kemkominfo.

Menurut dia, biasanya, penyedia platform media sosial akan membutuhkan beberapa jam untuk mengeksekusi setiap permintaan take down konten dari Kementerian Kominfo. Jika konten yang diajukan tersebut juga melanggar ketentuan internal/komunitas platform, maka konten tersebut akan makin cepat di-take down.

Atas penyebaran ini, kementerian Kominfo mengimbau Netizen Indonesia untuk tidak menyebarluaskan kembali konten berupa video agar tidak menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat.

“Jika sudah terlanjur menerima kiriman video tersebut, jangan lagi mem-forward kepada orang lain atau menyebarluaskan dengan cara apapun,” ujarnya.

Dalam menjalankan peran sebagai regulator bidang TIK, khususnya berkaitan dengan penyebaran konten yang melanggar undang-undang, Kemkominfo selalu mengacu pada ketentuan Pasal 40 ayat (2) UU RI No 19 Tahun 2018 tentang Perubahan atas UU RI No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yg berbunyi: Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Pasal 40 ayat (2a) yg berbunyi: Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan informasi elektronik yg memiliki muatan yg dilarang. (asr)

Media AS : Tiongkok Sedang Hadapi Tiga Kekhawatiran Akibat Konflik Perdagangan

0

oleh Li Yun

Konflik perdagangan Tiongkok – Amerika Serikat masih tidak terlihat reda dan administrasi Trump mengumumkan bahwa AS akan memberlakukan tarif senilai USD. 200 miliar untuk komoditas yang diekspor Tiongkok ke AS pada 24 September.

Media AS menggambarkan bahwa sangat mungkin api konflik akan terus membara meskipun Beijing sedang menghadapi tiga masalah utama : Bagaimana masyarakat Tiongkok akan menilai konflik perdagangan dan bagaimana hal itu dapat mempengaruhi kekuasaan rezim dan stabilitas domestik.

Sejak api konflik membara, pemerintahan Trump terus memperbesar tekanan, yang terakhir ini menaikkan 10 % tarif impor komoditas asal Tiongkok senilai USD. 200 miliar yang secara efektif diberlakukan mulai 24 September 2018.

Trump mengatakan bahwa ‘peluru’ Amerika Serikat masih banyak, nanti mulai 1 Januari tahun depan, tarif komoditas tersebut akan dinaikkan dari 10 menjadi 25 %. Kemudian, jika Tiongkok komunis masih terus melakukan tindak pembalasan, maka AS akan memberlakukan lagi tarif baru terhadap komoditas Tiongkok yang nilainya mencapai USD. 267 miliar.

The New York Times mengatakan pada 23 September bahwa sampai saat ini nilai yang USD. 200 miliar tersebut merupakan putaran tarif yang terbesar yang diberlakukan oleh Amerika Serikat. Karena itu Tiongkok komunis tiba-tiba membatalkan dialog perdagangan yang sedianya diadakan di Washington pada akhir bulan ini, tetapi juga membatalkan negosiasi militer yang dijadwalkan akan berlangsung pada 25 September.

Tindakan terakhir adalah sebagai protes Tiongkok komunis terhadap sanksi AS yang diberikan kepada menteri pengembangan militer Tiongkok Li Shangfu yang membeli pesawat tempur dan peralatan rudal dari Rusia.

Artikel menyebutkan bahwa dengan meningkatnya konflik dengan Amerika Serikat, Beijing kini menghadapi tiga masalah utama : Pertama, Bagaimana masyarakat Tiongkok yang sudah terbiasa dengan perkembangan ekonomi yang cepat sekarang memandang pelemahan ekonomi gara-gara konflik perdagangan ? Kedua, Apakah konflik perdagangan memiliki dampak buruk bagi pemerintah Tiongkok ? Ketiga, Apakah konflik akan mempengaruhi stabilitas dalam negeri Tiongkok ?

Menurut artikel tersebut, bahwa meskipun Beijing telah menginvestasikan banyak sumber daya untuk mempelajari Amerika Serikat, tampaknya hanya sedikit orang yang menyadari bahwa rasa permusuhan dari Washington terhadap Tiongkok itu bersifat lintas partai dan melampaui urusan perdagangan.

Banyak pemimpin bisnis frustrasi yang pernah menjadi pembela Tiongkok komunis demi kepentingan keuntungan mereka. Sekarang mereka lebih cenderung untuk mengambil tindakan yang lebih keras terhadap Tiongkok.

Artikel mengutip ucapan Direktur Institute of International Studies, Teng Jianqun mengatakan bahwa Tiongkok perlu menerima kenyataan baru yang membiarkan masyarakatnya  memahami bahwa konflik atau perang dagang ini bukan kompetisi jangka pendek, lomba tersebut akan ikut menentukan arah masa depan rezim Tiongkok komunis.

He Jiangbing seorang pakar keuangan dalam sebuah artikelnya yang dimuat media Hongkong ‘Apple Daily’ pada 17 September menyebutkan, konflik perdagangan menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi Tiongkok, berbagai macam Minsky Moment saat ini sedang mewabah di daratan Tiongkok.

Pejabat Tiongkok pernah mengklaim bahwa mereka tidak akan berhenti untuk melawan sanksi AS, tak perduli berapa pun nilai yang harus dikorbankan. Tetapi kata He Jiangbing bahwa yang akan menjadi korban itu adalah 1.3 miliar penduduk Tiongkok, sekarang saja mereka sudah mulai menjadi korban.

Karena dampak konflik perdagangan, banyak perusahaan AS yang beroperasi di Tiongkok telah menarik diri. He Jiangbing percaya bahwa tidak mudah untuk membalikkan rantai industri setelah kepindahan mereka dari Tiongkok dan itu akan menjadi titik balik yang menentukan  nasib rezim Tiongkok komunis.

Ia percaya bahwa semakin berlarut-larut konflik perdagangan terjadi akan semakin buruk bagi Tiongkok komunis. He Jiangbing memperingatkan bahwa jika konflik tidak diselesaikan dalam waktu dua bulan, ekonomi Tiongkok akan memasuki model ekonomi kolaps.

Dong Liwen, anggota dewan penasehat think tank Taiwan percaya bahwa trump sedang memainkan kartu ‘Five-card stud’ untuk menghadapi Tiongkok yang tujuan utamanya adalah  membiarkan Partai Komunis Tiongkok yang dipimpin Xi Jinping runtuh.

Frank Tian Xie, profesor University of South Carolina Aiken School of Business mengatakan bahwa Tiongkok komunis sama sekali tidak mau mengalah sejak konflik perdagangan pecah, tetapi berusaha untuk menggunakan taktik menunda atau mengulur-ulur waktu, oleh karena itu Amerika Serikat menambah tekanan dengan menaikkan lebih banyak pajak.

“Kesempatan tidak akan  diberikan kepada Tiongkok komunis, hanya tekanan diperbanyak selangkah demi selangkah untuk memaksa rezim Beijing ‘bertekuk lutut’,” katanya.

Menurut analisis Frank Tian Xie bahwa konflik akan berkembang menuju 2 penghujung yang tidak berbeda, yaitu runtuhnya komunisme.

Penghujung pertama memiliki 40 % kemungkinan. AS terus mendesak yang akhirnya membuat Tiongkok komunis menyerah kalah, karena ia berpikir menghasilkan uang sedikit lebih baik daripada sama sekali tidak menghasilkan uang. Tetapi konsekuensinya adalah bahwa Partai Komunis Tiongkok kehilangan muka di depan rakyatnya, dan citra sebagai negara besar menjadi hancur, akhirnya ditinggalkan oleh rakyat Tiongkok.

Penghujung kedua memiliki 60 % kemungkinan, Tiongkok berkonfrontasi dengan Amerika Serikat, memutus hubungan perdagangan dengan Amerika Serikat. “Memaksa 1,3 miliar penduduk Tiongkok menerima nasib mati bersama, dan Tiongkok kembali memberlakukan kebijakan isolasionisme alias politik tutup pintu.

Frank Tian Xie mengatakan bahwa sekarang seluruh rakyat anti-penganiayaan dan gelombang anti-komunis sedang meningkat, dan konflik dagang pada akhirnya akan memaksa rezim komunis runtuh. Ia percaya bahwa pemerintahan baru di masa depan harus lebih terbuka, bebas dan demokratis, dan tentu saja mengubah struktur ekonomi Tiongkok.

“Dengan demikian masalah-masalah yang memicu konflik perdagangan secara alami akan terpecahkan,” ujarnya. (Sin/asr)

Pemilu di Maladewa Mendapat Perhatian Dunia

0

oleh Xu Jian

Pada 23 September 2018, Maladewa mengadakan pemilihan umum dalam suasana dikritik masyarakat internasional. Lebih dari 260.000 orang warga Maladewa berpartisipasi dalam pemilihan presiden baru.

Pemilu tersebut dianggap penting oleh masyarakat dan diawasi ketat oleh selain Tiongkok komunis, India, juga komunitas internasional.

Amerika Serikat dan Uni Eropa khawatir dengan pemilu kali ini, mengatakan bahwa jika mereka menemukan bahwa pemilu tidak menghasilkan perbaikan situasi demokrasi, maka mereka akan mengambil langkah yang tepat untuk menjatuhkan sanksi.

Dua orang kandidat presiden masing-masing adalah presiden yang masih menjabat Abdulla Yameen yang pro Tiongkok komunis, dan Ibrahim Mohamed Solih usungan Partai Demokrat Maladewa yang pro India dan Barat. Oleh karena itu, pemilihan ini sebenarnya adalah pemilihan perebutan pengaruh antara Tiongkok komunis dengan negara demokrasi utama dunia.

Pemilihan Presiden Maladewa yang kontroversial

Pemilihan umum dilakukan mulai Minggu pukul 08:00 waktu setempat. Koalisi oposisi mengatakan bahwa Komisi Pemilihan Maladewa sebenarnya hanya bekerja untuk Abdulla Yameen Komisi tidak memungkinkan pengamat untuk memverifikasi suara individu, yang dapat menyebabkan terjadinya kecurangan penghitungan suara yang berskala besar.

Organisasi Hak Asasi Manusia juga mengkritik tindakan pemerintah Yameen, kata Patricia Gossman, wakil direktur organisasi tersebut untuk urusan Asia, ia mengatakan : “Pihak berwenang Maladewa menahan kritikus, menyinggung media, dan menyalahgunakan Komisi Pemilihan untuk menghalangi kandidat oposisi untuk memastikan kemenangan buat Yameen”.

Sehari sebelum pemilu, polisi menggeledah kantor partai oposisi Maladewa yakni Partai Demokrat Maladewa tanpa surat perintah.

Pemerintahan Yameen sebelum juga dituduh melakukan korupsi. Menurut wartawan OCCRP (Organized Crime and Corruption Reporting Project), sebuah organisasi pelaporan investigasi penuh waktu yang mengkhususkan diri dalam kejahatan terorganisir dan korupsi bahwa, pada tahun 2014 dan 2015, pemerintah Yameen telah menyewakan puluhan pulau kepada pengembang tanpa tender terbuka. Dia mengeluarkan tanpa tender publik untuk menyewa pengembang puluhan pulau-pulau, dan melakukan intervensi tidak semestinya terhadap sedikitnya 24 transaksi. Meskipun tuduhan tersebut dibatah oleh Yameen.

Kepulauan Maladewa telah terpengaruh oleh kekacauan politik. Pada bulan Februari tahun ini, Mahkamah Agung menolak keputusan pengadilan terhadap kesalahan yang dibuat sembilan orang tokoh oposisi, termasuk mantan Presiden Mohamed Nasheed yang digulingkan pada tahun 2012. Namun, setelah Presiden Yameen menyatakan keadaan darurat dan memerintahkan penangkapan terhadap kedua orang hakim, MA menarik keputusannya.

Sengketa India – Tiongkok melatar belangkangi

Maladewa terletak di jalur perdagangan strategis antara Timur Tengah dan Asia Tenggara dan secara tradisional merupakan bagian dari lingkup pengaruh India.

Namun sejak tahun 2014 Presiden Yameen bekerja sama dengan Beijing di bawah prakarsa One Belt One Road, investasi Tiongkok terus mengalir ke Maladewa, dan banyak turis asal Tiongkok datang ke Maladewa. Jika Yameen terpilih kembali, dapat dipastikan Maladewa akan bergerak lebih dekat ke lingkup pengaruh Tiongkok komunis.

Pihak oposisi Maladewa khawatir dengan jebakan utang dan memberi pengaruh yang lebih besar kepada Tiongkok komunis di Maladewa karena tindakan Presiden Yameen.

Proyek pelabuhan Tiongkok komunis di negara-negara sepanjang Samudra Hindia telah meningkatkan kekhawatiran India tentang eksistensi pengaruh kekuatan angkatan laut Tiongkok komunis di lingkup pengaruh India tradisional.

Tiongkok komunis telah menyediakan miliaran dolar untuk proyek-proyek infrastruktur besar di Pakistan dan Sri Lanka, dan mengoperasikan pelabuhan-pelabuhan utama di negara-negara tersebut sebagai bagian dari perluasan pengaruh strategis dan pembukaan rute perdagangan baru di Samudera Hindia.

Perluasan pengaruh Tiongkok komunis telah membuat Amerika Serikat dan India bekerja sama lebih erat, dan Amerika Serikat juga menyerukan kepada sekutu lain, termasuk Australia dan Jepang untuk bersama-sama mengekang ekspansi pengaruh komunisme. (Sin/asr)

Profesor Tiongkok Dipecat karena Menganjurkan Konstitusionalisme

0

Yang Shaozheng, seorang profesor ekonomi terkenal di Universitas Guizhou Tiongkok, baru-baru ini mengungkapkan bahwa universitas telah berhenti membayar gajinya awal bulan September. Ini muncul setelah universitas menangguhkannya tanpa batas waktu pada bulan November 2017 karena menganjurkan konstitusionalisme dan peraturan hukum pada para mahasiswanya.

Konstitusionalisme adalah suatu konsep atau gagasan yang berpendapat bahwa kekuasaan pemerintah perlu dibatasi, agar penyelenggaraan negara tidak sewenang-wenang atau otoriter.

Komentar-komentar Yang adalah sebuah tampilan publik kecaman terhadap Partai Komunis Tiongkok yang ditolak oleh fakultas tersebut.

Agustus ini, fakuktas telah memecatnya. Namun menurut Yang, universitas harus membayar gajinya karena dia sakit parah.

Menurut undang-undang tenaga kerja Tiongkok, ketika seorang karyawan sedang dirawat karena sakit atau cedera, dia tidak dapat dipecat oleh majikannya. Karena universitas menangguhkan bayarannya, Yang tidak lagi memiliki asuransi medis. “Mereka ingin membunuhku,” katanya.

Pada 18 September, Yang mengatakan kepada The Epoch Times edisi bahasa Mandarin bahwa dia berada di Guangzhou, sebuah kota di tenggara Tiongkok ketika dia mengetahui bahwa Universitas Guizhou berhenti membayar gajinya pada 7 September. Jadi dia menghubungi ketua Komisi Urusan Politik dan Hukum Provinsi Guizhou untuk meminta saran.

Ketua komisi tersebut tidak menjawab permintaan Yang, tetapi malah mengantarnya kembali ke Guiyang, ibukota Provinsi Guizhou, di mana Yang bermarkas.

Ketua komisi kemudian mengatakan kepada Yang bahwa Universitas Guizhou menghentikan gajinya karena dia secara resmi telah dipecat pada bulan Agustus. Yang berpendapat bahwa itu bukan alasan, karena ia baru saja mengajukan permohonan untuk mengembalikan posisinya.

“Menurut peraturan, universitas seharusnya tidak menghentikan gaji saya ketika saya mengajukan permohonan untuk dipulihkan,” kata Yang kepada The Epoch Times.

“Mereka mendorong saya ke titik kematian,” kata Yang. “Mereka memotong sumber keuangan saya, jadi saya tidak punya uang untuk membeli makanan. Mereka memotong asuransi medis dan jaminan sosial saya, jadi saya tidak bisa mengunjungi dokter. Mereka bahkan tidak mengizinkan saya meninggalkan negara.”

Sebelum Yang kembali ke Guiyang, ia mencoba mengunjungi Hong Kong pada bulan Agustus tetapi dicegah masuk oleh petugas inspeksi perbatasan, yang tidak menunjukkan kepadanya dokumen apa pun yang menjelaskan mengapa ia tidak dapat bepergian ke luar negeri.

“Mereka memberi tahu saya bahwa polisi Guizhou tidak mengizinkan saya meninggalkan Tiongkok karena saya telah diwawancarai oleh media luar negeri, dan saya berbicara tentang topik-topik reaksioner secara online dan di mata kuliah saya,” kata Yang.

Yang Shaozheng lahir pada 1969. Ia menerima gelar Ph.D. dalam bidang Ekonomi dari Southwestern University of Finance and Economics. Dia kemudian menjadi profesor di Chongqing Technology and Business University. Pada tahun2006, ia pindah ke Guiyang dan bekerja di School of Economics di Guizhou University.

Sebagai seorang profesor ekonomi terkenal, Yang telah menerbitkan dua buku, dan lebih dari 20 artikel di majalah nasional, yang dicetak ulang oleh surat kabar dan situs-situs web ekonomi. Yang juga memimpin beberapa proyek penelitian utama di bidang ekonomi, menurut Independent Chinese Pen Centre.

Dalam beberapa tahun terakhir, Yang menerbitkan banyak tulisan tentang konstitusionalisme dan nomokrasi (undang-undang) di media sosial. Ungkapan umum yang dia katakan adalah, “Tanpa konstitusionalisme, partai politik dapat merusak konstitusi.” Tiongkok memiliki konstitusi yang menjamin kebebasan dasar, tetapi Partai belum memberlakukannya.

Yang juga berkomentar, “Jika sistem yang dikontrol oleh partai politik tidak berubah, negara itu tidak akan memiliki ekonomi pasar yang nyata,” dianggap sebagai kritik terhadap sistem ekonomi Tiongkok.

Pada 23 November 2017, Yang mempublikasikan artikel di situs web NTD Television yang berbasis di New York, di mana dia membahas beban pajak yang sangat besar bagi warga biasa yang pada dasarnya untuk membayar gaji para birokrat PKT.

Yang menulis bahwa ada 20 juta pegawai negeri di Tiongkok yang berada di pemerintahan, militer, asosiasi Partai, perusahaan milik negara, dan lembaga penelitian. Setiap tahun, upah mereka dan biaya-biaya terkait lainnya berjumlah sekitar 20 triliun yuan ($2,92 triliun). Itu berarti rata-rata, setiap warga negara Tiongkok harus membayar 15.000 yuan ($2,190). Jumlah total kekayaan yang dirampas di Tiongkok tersebt adalah 20 triliun yuan, dan beban per kapita adalah 15.000 yuan.

Dalam artikel tersebut, Yang meminta rekan ekonom dari seluruh Tiongkok untuk mengamati bagaimana PKT secara langsung mempengaruhi ekonomi dengan cara ia membelanjakan uang. Yang telah menyebutkan dalam artikel tersebut bahwa dia telah meminta banyak rekan ekonom di Tiongkok, tetapi tidak ada satupun dari mereka yang berani untuk meneliti subjek ini bersama dengannya, menyebut kekhawatiran-kekhawatiran bahwa pihak berwenang Tiongkok mungkin mengejar mereka jika mereka tidak menggambarkan Tiongkok dalam penjelasan yang positif.

Kasus Yang bukan merupakan insiden satu-satunya. Shi Jiepeng, asisten profesor dari Beijing Normal University (Teachers ‘University); Xu Chuanqing, asisten profesor dari Universitas Teknik Sipil dan Arsitektur Beijing; You Shengdong, seorang profesor dari Universitas Xiamen; Zhai Juhong, asisten profesor dari Universitas Ekonomi dan Hukum Zhongnan; dan Tan Song, asisten profesor dari Chongqing Normal University, semuanya dipecat dalam beberapa tahun terakhir karena penelitian atau kritik-kritik mereka yang mengungkap sisi buruk PKT. (ran)

https://www.youtube.com/watch?v=gl4ZBazsxU8

Pertanyaan-pertanyaan Usang yang Tetap Hidup di Hungaria Tentang Investasi Tiongkok

0

Upaya-upaya Hongaria untuk meningkatkan hubungan dengan Beijing dalam beberapa tahun terakhir telah mendapat sorotan dari para politisi dan media lokal.

Selama perjalanan ke negara Eropa Tengah pada tahun 2011, mantan Perdana Menteri Tiongkok Wen Jiabao mengatakan bahwa Hungaria akan menjadi pintu gerbang ke pasar Eropa. Perjalanan Wen tersebut menandai pertemuan pertama untuk platform 16+1, dan upaya permulaan Tiongkok untuk memengaruhi Hongaria.

Diperkenalkan secara resmi pada bulan April 2012, platform 16+1 merupakan inisiatif Beijing untuk mengintensifkan kerjasama dengan 11 negara anggota Uni Eropa dan lima negara Balkan: Albania, Bosnia dan Herzegovina, Bulgaria, Kroasia, Republik Ceko, Estonia, Hongaria, Latvia, Lithuania, Makedonia, Montenegro, Polandia, Rumania, Serbia, Slovakia, dan Slovenia. Platform ini menyerukan kerjasama ekonomi dengan Tiongkok di berbagai bidang, termasuk infrastruktur, keuangan, dan teknologi.

Platform tersebut akhirnya menjadi model bagi Eropa Tengah dan Timur dalam proyek pembangunan ambisius Beijing berikutnya, diumumkan pada 2013: inisiatif “One Belt, One Road” (OBOR, juga dikenal sebagai Belt and Road). OBOR berusaha untuk membangun jaringan perdagangan yang berpusat di Beijing melalui pembiayaan proyek-proyek infrastruktur di seluruh Eropa, Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika Latin.

Pada April, Tiongkok telah menginvestasikan total $3,27 miliar di Hungaria, menurut data dari Kementerian Luar Negeri Tiongkok.

Namun pada pertemuan Forum Demokrasi Asia Selatan (South Asia Democratic Forum ) yang baru-baru ini diadakan di Jenewa sebagai bagian dari Sesi ke-39 Dewan Hak Asasi Manusia PBB, sekelompok panelis dari Eropa secara terbuka mempertanyakan motivasi Beijing untuk inisiatif-inisiatif luar negerinya.

“Negara-negara Eropa sudah mulai memahami bahwa jebakan utang, yang telah menyebabkan Sri Lanka menyerahkan pelabuhan karena tidak dapat melakukan pembayaran terkait dengan pinjamannya kepada pihak berwenang Tiongkok,” kata Paulo Casaca, mantan anggota Parlemen Eropa, menurut artikel 18 September oleh harian bisnis India, Business Standard.

Pelabuhan yang dimaksud oleh Casaca adalah Hambantota, yang diserahkan Sri Lanka ke Tiongkok pada Desember 2017, setelah sebelumnya tidak dapat membayar pinjaman $6 miliar dan mengubah utang tersebut menjadi ekuitas.

Sementara itu, István Szent-Iványi, mantan anggota parlemen dari Hungaria, mengatakan OBOR adalah sebuah kekhawatiran karena ini adalah “rencana proyeksi kekuatan” Beijing untuk menetapkan posisi strategis tentang pengaruh di Asia Timur, Afrika, dan Eropa.

“Saya ingin meningkatkan kesadaran tentang itu karena itu benar-benar menimbulkan ancaman nyata dan serius. Tiongkok menantang tatanan dunia,” kata Szent-Iványi. Politisi Hungaria tersebut telah mengidentifikasi Djibouti sebagai sebuah negara di mana Beijing menantang aturan-aturan internasional yang sudah mapan.

Pada bulan Maret, para pejabat AS mengungkapkan kekhawatiran mereka pada sidang kongres tentang peran Tiongkok yang semakin meningkat di Djibouti, di mana Beijing baru saja membangun pangkalan militer luar negerinya yang pertama. Pada bulan September, foto-foto satelit mengungkapkan bahwa Beijing sedang memperluas pangkalan Djiboutinya, sebuah langkah yang dilihat oleh para ahli sebagai bersaing dengan kepentingan AS. Amerika Serikat juga memiliki pangkalan militer di sana.

“Apa yang diinginkan Tiongkok sebenarnya adalah mengambil alih. Mereka ingin menjadi pemimpin global. Bagi kami di Eropa, ini adalah masalah karena mereka ingin mendorong kami keluar dari pasar,” kata Siegfried O. Wolf, direktur riset di Forum Demokrasi Asia Selatan.

“Misalnya, di Asia Tengah, jika Tiongkok menyediakan dana-dana untuk proyek-proyek infrastruktur baru, mereka memiliki banyak pengaruh. Jadi, ketika Tiongkok membuat rel kereta api, tidak akan ada proyek Jerman atau Prancis. Hanya kereta Tiongkok yang bisa berjalan di jalur itu.”

KERETA API BUDAPEST-BELGRADE

Kereta api yang dimaksud tersebut adalah investasi utama Tiongkok di Eropa Tengah: memodernkan jalur kereta api sepanjang 350 km yang menghubungkan ibu kota Serbia, Beograd dan ibukota Hongaria, Budapest. Beijing bermaksud menggunakan kereta api ini, sebuah proyek OBOR, untuk mengangkut barang yang tiba di pelabuhan Yunani, Piraeus, yang dimiliki oleh perusahaan pelayaran COSCO milik negara Tiongkok. Kargo akan melalui Hungaria, untuk diangkut ke seluruh Eropa.

Sekitar 152 kilometer bagian Hungaria dari jalur kereta sepanjang 350 kilometer saat ini sedang dalam tahap perencanaan, dan diperkirakan akan selesai pada tahun 2023, menurut artikel 14 September oleh situs berita Hongaria, Daily News Hungary. Beijing akan membiayai 85 persen dari peningkatan rel tersebut, diperkirakan lebih dari $3 miliar secara total.

Alasan di balik peningkatan kereta api tersebut telah menjadi topik perdebatan di Hungaria, dengan beberapa pertanyaan apakah proyek tersebut akan benar-benar membantu perekonomian. Situs web berita Hungaria, Index, mempertanyakan harga yang cukup besar tersebut dalam artikel opini 31 Mei, menyimpulkan bahwa peningkatan bagian Hungaria akan menjadi “tidak berarti sama seperti perkembangan di Sri Lanka.”

Artikel opini lain yang diterbitkan oleh Index pada bulan April menyebut proyek ini hanya bagus untuk “mempromosikan tujuan-tujuan ekonomi asing Tiongkok,” dengan sedikit keuntungan ekonomi untuk Hungaria.

INVESTASI-INVESTASI PERUSAHAAN TIONGKOK

Selain proyek kereta api, perusahaan-perusahaan Tiongkok juga telah berinvestasi di sektor teknik kimia, keuangan, telekomunikasi, energi baru, dan logistik Hungaria, menurut informasi dari Kementerian Luar Negeri Tiongkok.

Di bidang telekomunikasi, raksasa telekomunikasi Tiongkok Huawei menyediakan lebih dari 70 persen penduduk Hungaria dengan peralatan dan layanan telekomunikasi selulernya, menurut situs web perusahaan.

ZTE, perusahaan telekomunikasi Tiongkok teratas lainnya, telah bekerja dengan penyedia layanan seluler Hungaria untuk menyediakan layanan Internet 2G, 3G, dan 4G. Menurut artikel 13 September oleh Xinhua yang dikelola pemerintah Tiongkok, perusahaan tersebut berusaha memposisikan diri sebagai penyedia jaringan 5G untuk Hungaria. 5G adalah teknologi komunikasi seluler nirkabel generasi berikutnya.

Banyak negara, termasuk Amerika Serikat, telah meningkatkan kekhawatiran keamanan tentang potensi Tiongkok dalam melakukan spionase melalui Huawei dan peralatan ZTE, karena kedua perusahaan tersebut memiliki hubungan dekat dengan Beijing.

PENGARUH TIONGKOK PADA POLITIK HUNGARIA

Pengaruh moneter Tiongkok telah menekan Hongaria untuk mematuhi agenda politik Beijing. Pada sidang dengar pendapat di Komisi Kajian Ulang Ekonomi dan Keamanan AS-Tiongkok pada bulan April, Erik Brattberg, seorang peneliti di Carnegie Endowment for International Peace, menunjukkan bahwa investasi Tiongkok telah menghasilkan “pengaruh nyata pada keputusan-keputusan kebijakan [Hungaria]” di tingkat Uni Eropa.

Misalnya, pada Juli 2016, sebuah pernyataan Uni Eropa tentang putusan pengadilan internasional di Den Haag tentang klaim kedaulatan Tiongkok di Laut China Selatan tidak secara langsung menunjuk pada Beijing, karena oposisi dari Hungaria dan Yunani. Dalam beberapa tahun terakhir, Beijing telah meningkatkan militerisasi wilayah yang disengketakan di Laut China Selatan, sebuah langkah yang telah menyebabkan kegemparan di antara negara-negara terdekat yang juga memiliki klaim teritorial di wilayah tersebut.

Kemudian pada Maret 2017, Hongaria dilaporkan telah menekan blok Uni Eropa untuk tidak menambahkan namanya ke surat gabungan kedutaan-kedutaan internasional untuk mengecam penyiksaan yang dilaporkan terhadap para pengacara yang ditahan di Tiongkok.

Pada bulan April, sebanyak 27 dari 28 duta besar Uni Eropa bersama-sama telah merilis laporan yang mengkritik OBOR Tiongkok karena melanggar norma-norma transparansi internasional sambil memajukan kepentingan-kepentingan Tiongkok, menurut surat kabar bisnis Jerman, Handelsblatt. Satu-satunya negara Uni Eropa yang tidak berpartisipasi adalah Hongaria. (ran)

https://www.youtube.com/watch?v=XYskDBnCmf4

Ribuan Warga Masih Tidak Punya Rumah Setahun Setelah Gempa Dahsyat Meksiko

0

EpochTimesId – Gempa dahsyat yang melanda Mexico City dan menewaskan puluhan orang sudah setahun berlalu. Namun, ratusan bangunan rumah susun masih tidak bisa ditempati dan banyak dari warga masih tidak punya tempat tinggal.

Pada 19 September 2017 dinihari, gempa berkekuatan 7,1 mengguncang ibukota negara dan menewaskan sekitar 370 orang. Gempa ini bertepatan dengan ‘ulang tahun’ gempa dahsyat lainnya pada tahun 1985 yang merenggut puluhan ribu nyawa di Mexico City.

Di ibukota, lebih dari 430 bangunan runtuh atau telah dihancurkan dalam 12 bulan sejak bencana itu, menurut Plataforma CDMX, badan pemerintah yang dibentuk untuk mensurvei dan mengkategorikan kualitas struktur bangunan setelah gempa.

Lebih dari 1.000 bangunan yang masih berdiri, dinilai berisiko tinggi untuk roboh, menurut data yang dikumpulkan melalui laporan dan analisis struktural. Data itu disampaikan pada portal pemerintah Kota Meksiko oleh penduduk yang terkena dampak. Kebanyakan dari mereka terpaksa meninggalkan tempat tinggal mereka.

Gerakan-gerakan untuk mendukung pada korban telah bermunculan di seluruh ibu kota. Menyebut diri mereka sebagai “los damnificados” atau “para korban” atau “orang-orang yang menderita kerugian”, karena mereka yang kehilangan tempat tinggal akibat gempa.

Salah satu yang paling menonjol adalah damnificados of Multifamiliar Tlalpan, kawasan pemukiman di selatan kota yang dulunya adalah rumah bagi 500 keluarga, menurut komunitas Pengawas Warga Negara Meksiko Terhadap Korupsi dan Impunitas.

Ketika gempa bumi, blok perumahan 1C dari rumah susun yang runtuh sepenuhnya, menewaskan sembilan orang dan menjebak 18 orang lainnya.

Demonstrasi
Sekitar 2.000 orang yang pernah tinggal di Multifamiliar Tlalpan belum dapat menemukan rumah permanen. Mereka bertahan hidup di bawah terpal di sebuah kamp sementara di ujung gedung.

Dengan sisa blok dinyatakan tidak layak huni, penduduk masih menunggu pekerjaan yang harus dilakukan untuk membuat mereka aman menempati apartemen mereka.

Demonstrasi untuk menarik perhatian digelar oleh para korban pada 19 September 2018 lalu. Mereka memblokir lima jalur lalu lintas ke utara di Tlalpan, salah satu jalan tersibuk di Mexico City.

María de Pilar Castro Rivera, 83 tahun, harus pindah dari apartemennya di Multifamiliar Tlalpan. Dia sekarang menyewa kamar kecil di dekat gedung yang roboh seharga 4.100 peso (sekitar 3 juta rupiah) sebulan.

Duduk di bangku plastik di pinggir jalan ketika demonstrasi, dia mengenakan seragam putih bertuliskan, “Tufalpie Unidos de Multifamiliar Tlalpan” (Paguyuban Korban Multifamiliar Tlalpan) yang diberikan oleh salah satu sukarelawan.

“Apartemen saya sekarang menghabiskan banyak uang karena sangat kecil, tetapi pemiliknya adalah orang yang sangat baik. Dia memberi saya sweter, sarung tangan, dan syal baru-baru ini ketika dingin. Dia melukis kuku saya juga,” kata pensiunan sekretaris perusahaan itu.

Namun, dia menambahkan bahwa dia akan senang untuk kembali ke pengembangan dan komunitas yang pernah dia anggap sebagai rumah.

Mengacu pada mereka yang menawarkan diri untuk mendukung para korban, dia berkata, “Hari ini saya merasa sedikit lebih percaya diri, kondisi kami akan membaik. Karena semua orang di sini yang membantu kami.”

Castro Rivera menambahkan bahwa dia tidak marah dengan situasi ini. “Karena saya memiliki banyak kepercayaan kepada Tuhan dan orang-orang di sini.”

Sementara itu, kantor Presiden Meksiko Enrique Pena Nieto mengeluarkan pernyataan yang mengatakan pemerintah telah memberikan bantuan untuk membantu membangun kembali 166.000 rumah lebih. Dimana jumlah rumah yang rusak ada 169.000, yang sebagian besar di selatan ibukota.

Tidak ada komentar dari kantor presiden tentang ribuan orang yang kehilangan tempat tinggal.

Héctor Toledo Sanchez tinggal empat blok dari Multimfamiliar Tlalpan, tetapi telah menjadi sukarelawan utama dalam gerakan damnificados (korban) di daerah tersebut.

Pria berusia 40 tahun itu mengatakan beberapa studi teknis tentang pengembangan itu dilakukan beberapa bulan setelah gempa bumi pada November dan Desember tahun lalu. Sehingga pekerjaan bisa dimulai untuk membuat blok apartemen yang tersisa, aman untuk ditempati.

“Sayangnya seluruh proses telah diperpanjang oleh tidak aktifnya pihak berwenang. Mereka mengerti itu darurat tetapi bukan bencana,” kata Sanchez.

“Semoga kita berada dalam situasi sekarang di mana proses pembangunan kembali tidak dapat diubah dan setiap orang harus dapat kembali ke rumah mereka dalam waktu sembilan atau 10 bulan.”

Sanchez menambahkan bahwa orang-orang di kamp tinggal dalam kondisi yang sulit, dengan toilet dan kamar mandi yang terbatas.

“Sangat menyedihkan karena mereka berada dalam kondisi kemiskinan terburuk dan tidak memiliki tempat lain yang bisa mereka kunjungi atau keluarga yang dapat mendukung mereka.”

Beberapa di antara demonstran berkabung atas meninggalnya orang-orang yang dicintai. Seperti Christian García Guzmán, 37, yang kehilangan adik perempuannya Vivis Viridiana Lucero, yang berusia 29 tahun, ketika gedung 1C runtuh.

“Sudah sangat menyedihkan sejak kehilangan saudara perempuan saya, yang termuda di keluarga. Saya percaya dia adalah orang terbaik dari kami semua,” katanya.

Guzman berada di rumahnya, beberapa mil jauhnya dari Multifamiliar Tlalpan ketika dia merasakan gempa.

“Kami merasakan getaran sangat kuat dan setelah itu wajah ibuku menjadi putih dan dia terus berteriak ‘Vivis! Vivis! Vivis,” katanya.

“Saya merasakan kesedihan yang sangat besar untuk tidak lagi memilikinya tetapi itulah hidup dan kita harus melanjutkannya.” (TIM MACFARLAN/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/fTKcu82AtsA

Simak Juga :

https://www.youtube.com/watch?v=JGc59EiEYwQ

Vatikan Menandatangani Kesepakatan Penunjukan Uskup dengan Partai Komunis Tiongkok

0

Vatikan telah menandatangani perjanjian dengan Beijing pada 22 September yang akan memungkinkan pihak berwenang Tiongkok untuk menunjuk uskup Tiongkok, dalam sebuah langkah yang menurut para pengkritiknya sedang takhluk pada rezim Tiongkok.

Gereja Katolik di Tiongkok, yang disetujui oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT), mengatakan pada 23 September bahwa “akan terus berjalan sesuai dengan masyarakat sosialis, di bawah kepemimpinan Partai Komunis Tiongkok,” dalam sebuah pernyataan yang dirilis di situs webnya.

Vatikan dan PKT telah putus hubungan pada tahun 1951. PKT sejak saat itu telah bersikeras untuk mencalonkan uskup pilihannya sendiri, mengesampingkan tradisi Vatikan yang memberi perintah resmi bahwa uskup-uskup hanya dapat diakui dengan persetujuan Paus.

Paus Fransiskus kini mendukung legitimasi para uskup yang diangkat di Beijing ini.

“Paus Franciskus berharap bahwa, dengan keputusan ini, proses baru dapat dimulai yang akan memungkinkan luka-luka masa lalu untuk diatasi, yang mengarah ke persekutuan penuh dari semua umat Katolik Tiongkok,” kata Vatikan dalam sebuah pernyataan, menurut The Associated Press. Vatikan, saat itu, menyatakan bahwa langkah tersebut “bukan politis tetapi pastoral.”

Pengkritik PKT yang lama, Kardinal Hong Kong Joseph Zen, dan juga umat Katolik Tiongkok lainnya, telah menyatakan oposisi terhadap pendekatan Vatikan baru-baru ini dengan Tiongkok.

Zen mengatakan bahwa dia percaya bahwa Vatikan dan PKT sedang membuat “kesepakatan rahasia.”

“Mereka sedang memberikan kawanan ke mulut serigala,” katanya tentang langkah Vatikan yang secara berhasil berikrar patuh pada Partai Komunis, menurut VOA News. “Ini pengkhianatan yang luar biasa,” ungkapnya.

Sekretais Negara Vatikan Pietro Parolin, negosiator utama di Tiongkok, “harus mengundurkan diri” atas langkah tersebut, kata Zen. “Saya pikir dia tidak memiliki iman. Ia hanya seorang diplomat yang baik dalam makna duniawi yang sangat sekuler,” tambahnya.

Tiongkok memiliki sekitar 12 juta penganut Katolik, yang terpecah antara gereja-gereja bawah tanah yang bersumpah setia kepada Vatikan dan gereja-gereja Asosiasi Katolik Patriotik yang didukung negara.

Kelompok hak asasi manusia telah mendokumentasikan penganiayaan sistematis terhadap orang Kristen bawah tanah di Tiongkok. Menurut Human Rights Watch, belasan orang Kristen di Provinsi Yunnan telah dituduh oleh pejabat PKT pada tahun 2017 dengan tuduhan “menggunakan pemujaan-pemujaan untuk menyabotase penegakan hukum.” Ia menambahkan: “Pada bulan Oktober, setidaknya tiga dari terdakwa tersebut diberi hukuman penjara empat tahun. Salah satu pengacara mereka mengatakan penangkapan itu karena kelompok tersebut tidak melakukan kebaktian di gereja-gereja resmi.”

KESEPAKATAN VATIKAN-PKT TIDAK SPESIFIK

Zen, dalam posting blog pada 22 September, mengkritik kesepakatan Vatikan-PKT tersebut. Pengumuman selama akhir pekan itu dapat diringkas menjadi beberapa kata, ia menulis: “Tahta Suci telah menandatangani Perjanjian dengan Republik Rakyat Tiongkok tentang penunjukan Uskup.”

“Untuk mengatakan bahwa perjanjian itu bersifat sementara tanpa menentukan durasi validitasnya adalah pernyataan tidak berharga,” tulis Zen dalam bahasa Inggris. “Semua perjanjian dapat dikatakan bersifat sementara, karena salah satu dari kedua belah pihak dapat, dengan alasan apa pun, menuntut revisi atau bahkan pembatalan Perjanjian. Tetapi sampai itu terjadi, sebuah perjanjian, meskipun sementara, tetap merupakan perjanjian yang sah.”

Kesepakatan tersebut, katanya, kemungkinan sama dengan PKT yang mengatakan kepada umat Katolik “patuhilah kami” karena “kami dalam persetujuan Paus Anda!” (ran)

https://www.youtube.com/watch?v=Y628crKRgAA

Badan POM Sita Obat Ilegal Senilai Rp 15,7 Miliar di Jakarta

0

Epochtimes.id- Berawal dari laporan masyarakat tentang adanya peredaran obat tradisional (OT) tanpa izin edar/ilegal di wilayah Jakarta, BPOM RI melakukan penelusuran dan pemeriksaan terhadap empat sarana distribusi ilegal di Jakarta Utara dan Jakarta Timur pada Rabu (19/9/2018).

Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM bergerak menuju lokasi pukul 13.00WIB dan menemukan 330 item (1.679.268 pieces) OT ilegal dan diduga mengandung bahan kimia obat dengan nilai keekonomian diperkirakan mencapai lebih dari 15,7 miliar rupiah.

“Rabu kemarin, PPNS BPOM RI menemukan 20 item OT ilegal di toko obat ANG di Pasar Jatinegara, Jakarta Timur. Berdasarkan temuan ini, petugas kemudian melakukan penelusuran lebih lanjut dan menemukan gudang berupa rumah tempat tinggal di daerah Cilincing,” jelas Kepala BPOM RI Penny K. Lukito dalam rilisnya.

Menurut Penny, tepatnya ada dua rumah tempat tinggal yang menjadi gudang penyimpanan OT ilegal. Dari dua rumah tersebut ditemukan 127 item OT ilegal dan satu mobil box berisi 21 koli OT ilegal yang siap diedarkan dan rencananya dikirim ke daerah Kudus Jawa Tengah.

Tak berhenti sampai disitu, petugas terus mengembangkan penelusurannya dan berhasil menemulkan 183 item OT ilegal di sebuah rumah tinggal di Jatinegara. Selain itu juga ditemukan satu mobil box yang diduga digunakan untuk mendistribusikan produk ilegal tersebut.

Petugas PPNS telah menyita seluruh bukti dari keseluruhan barang bukti yang antara lain berupa jamu obat kuat laki-laki dengan merek Urat Madu, Tanduk Rusa, Spider, Cobra-X, dan Chang Sang; jamu pegel linu dengan merek Wantong Pegal Linu, Tawon Sakti, dan Tawon Liar; jamu asam urat dengan merek Assalam, Kapsul Asam Urat, dan Jaya Asli Anrat; serta jamu pelangsing dengan merek Lasmi dan Arma.

“Petugas PPNS BPOM RI telah memeriksa delapan orang saksi yang berada di lokasi. Kami akan menindaklanjuti temuan ini melalui proses pro-justitia guna mengungkap aktor intelektual. Seperti kami selalu sampaikan, kami terus bergerak memberantas peredaran produk ilegal di masyarakat”, tegas Kepala BPOM RI.

“Kami menyampaikan apresiasi kepada masyarakat yang telah berani melaporkan adanya peredaran produk ilegal dan mengajak semua pihak untuk terus memberantas produk ilegal.” lanjutnya.

Kegiatan ilegal ini melanggar Pasal 196 dan 197 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak 1,5 miliar rupiah serta Pasal 62 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman hukuman penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 2 miliar rupiah.

Kepala BPOM RI menyatakan bahwa penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan bidang OT ini merupakan salah satu bentuk perlindungan kepada pelaku usaha legal.

Terkait maraknya peredaran OT ilegal, Kepala BPOM RI kembali meminta kepada seluruh pelaku usaha untuk mematuhi segala peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Masyarakat juga diharapkan untuk lebih berhati-hati dalam memilih OT yang akan digunakan. Jangan membeli atau memilih produk OT yang tidak memiliki izin edar. Ingat selalu Cek KLIK, Cek Kemasan, Cek Label, Cek Izin edar, dan Cek Kedaluwarsa sebelum membeli atau memilih produk OT,” imbau Kepala BPOM RI. (asr)

Beijing Hadapi Situasi Dilema Dialog Perdagangan Kelima Kemungkinan Tertunda

0

EpochTimesId – Dialog Perdagangan Tiongkok-Amerika Serikat putaran kelima kemungkinan ditunda. Dunia luar percaya bahwa Beijing kini terjebak dalam situasi dilema, serba salah. Jika menolak dialog maka akan dianggap tidak tulus. Namun jika hadir ke ajang dialog, tetapi tidak berniat untuk menyetujui kondisi yang ditawarkan AS, sudah pasti dianggap tidak punya keinginan untuk menyelesaikan masalah.

Sebelumnya baik Beijing maupun Washington sudah sepakat untuk meneruskan dialog perdagangan pada akhir bulan September ini. Akan tetapi jadwal dialog tampaknya dapat ditunda hingga bulan Oktober.

Wall Street Journal pada Jumat (21/9/2018) akhir pekan kemarin, mengutip info yang disampaikan sumber terpercaya yang mengatakan bahwa Beijing tadinya berencana mengirim delegasi yang dipimpin Wakil Menteri Perdagangan, Wang Sowen ke Washington. Pejabat komunis itu akan dikirim untuk ‘membuka jalan’ dan Wakil Perdana Menteri Liu He yang akan tiba dan bergabung dengan mereka pada 27-28 September 2018.

Namun, dua perjalanan diplomasi ini kabarnya telah dibatalkan. Menurut sumber informasi, Beijing mungkin masih ingin mengadakan dialog putaran kelima dengan Washington pada bulan Oktober nanti.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Geng Shuang, pada Jumat pagi saat ditanya tentang ikhwal keberangkatan delegasi ke Washington oleh wartawan pada konferensi pers reguler, tidak langsung menjawab. Dia mengisyaratkan bahwa dialog puataran kelima mungkin tidak dapat terlaksana sesuai jadwal.

Seorang pejabat senior Gedung Putih pada hari Jumat mengatakan bahwa kini, kedua pihak belum menetapkan lagi tanggal untuk pertemuan tersebut.

“Presiden mengharapkan kita terus bekerja keras dan menemukan cara-cara positif demi perjalanan ke depan, tetapi itu juga membutuhkan keseriusan dari pihak Tiongkok komunis untuk merealisasikan hal itu.”

Pejabat itu mengatakan bahwa Tiongkok komunis sudah memahami secara jelas bahwa yang dikehendaki oleh Amerika Serikat adalah menghentikan praktik perdagangan yang tidak adil.

Pihak AS sudah meringkas tuntutan terhadap perdagangan dengan Tiongkok yakni; Tarif nol, Nol penghalang non-tarif, Nol subsidi, Stop pencurian kekayaan intelektual, Stop pengalihan paksa teknologi, dan memungkinkan perusahaan AS beroperasi secara independen di Tiongkok.

Reuters memberitakan, seorang pejabat Gedung Putih mengatakan bahwa AS sedang menilai tanggapan Beijing terhadap kenaikan tarif terbaru.
Eskalasi konflik perdagangan antara Tiongkok-AS kembali meningkat pekan kemarin, karena pihak AS Senin (17/9/2018) mengumumkan tarif baru berupa kenaikan 10 persen bagi komoditas Tiongkok senilai 200 miliar dolar AS. Beberapa jam setelah pengumuman tersebut pihak Tiongkok juga mengumumkan kenaikan tarif 5-10 untuk komoditas impor asal AS senilai 60 miliar dolar.

Kenaikan tarif tersebut akan diberlakukan mulai 24 September 2018. Jikalau dialog putaran kelima terlaksana, barangkali situasinya akan sama seperti dialog putaran keempat di mana terjadi situasi, ‘sambil dialog perang tarif tetap berlangsung’.

Tiongkok komunis menemui situasi dilema
Kenaikan tarif secara dua tahap atas komoditas Tiongkok senilai 200 miliar diyakini bukan hanya menyediakan ruang untuk pemilihan jangka menengah pada bulan November, tetapi juga memberikan kesempatan kepada Beijing. Jadi apakah Tiongkok bersedia atau tidak menerima dialog putaran kelima, tidak hanya akan menjadi respons terhadap AS, tetapi juga akan dilihat sebagai pernyataan sikap Beijing.

Hongkong Economic Times dalam laporannya menyebutkan bahwa pembalasan Beijing yang tidak dengan kekuatan penuh, kini menunjukkan bahwa mereka seakan-akan berada dalam tekanan Amerika Serikat. Tetapi jika menolak untuk bernegosiasi minggu depan, maka akan dianggap bahwa Beijing tidak tulus.

“Namun, jika Tiongkok tidak ingin menerima ketiga persyaratan AS untuk apa muncul di Washington? Bukankah menjadi tudingan Tiongkok tidak memiliki niat untuk memecahkan masalah.”

The New York Times melaporkan bahwa Tiongkok sedang menghadapi malu karena persiapan yang tidak memadai. Sebelumnya Tiongkok menghembuskan akan melakukan empat tindakan sebagai pembalasan terhadap kenaikan tarif AS (menaikkan tarif dengan tingkat yang sama, menyerang rantai pasokan manufaktur AS, mengganggu operasi perusahaan AS yang ada di Tiongkok dan mendepresiasi RMB) yang akhirnya menemui kebuntuan. Para pejabat Tiongkok pada umumnya bingung bagaimana jika konflik perdagangan benar-benar berkepanjangan.

Media corong pemerintah komunis, ‘Renmin Rebao’ versi luar negeri menerbitkan artikel di halaman depan pada hari Rabu yang isinya mengatakan bahwa Tiongkok sebenarnya dapat dengan cepat mengambil tindakan untuk mengatasi tekanan kenaikan tarif AS dengan memperluas pasar di luar Amerika Serikat.

Pernyataan tersebut sama seperti apa yang disampaikan mantan Wakil Menteri Perdagangan Tiongkok yang sekarang menjabat Wakil Ketua Pusat Pertukaran Ekonomi Internasional Tiongkok, Wei Jianguo dalam sebuah forum yang diadakan pada 29 Agustus. Wei Jianguo mengatakan, Afrika akan menggantikan Amerika Serikat sebagai pasar ekspor terbesar bagi komoditas Tiongkok. Tetapi, bahkan dia sendiri mengakui bahwa ekspor Tiongkok ke Afrika berbeda dengan ekspor ke Amerika Serikat.

Dunia luar semua juga tahu bahwa Afrika tidak dapat menggantikan Amerika Serikat dalam hal ekonomi nasional, kapasitas pasar, daya belanja, hukum dan peraturan, sistem keuangan dan struktur industrinya. Afrika belum mampu menggantikan Amerika Serikat.

Ekonom Tiongkok He Qinglian dalam analisisnya menyebutkan bahwa dari sudut pandang pemerintah Tiongkok, meningkatkan Investasi dan ekspor ke Afrika sebagai upaya untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Selain itu, juga untuk mereposisikan strategis globalnya dalam situasi konflik perdagangan yang belum jelas ujungnya, tetapi apakah percobaan ini akan terjadi sesuai harapan mereka, masih belum jelas.

Ekspor Tiongkok sebagian besar bergantung pada pasar AS. Saat ini, Ekspor Tiongkok ke Amerika Serikat melebihi seperlima dari seluruh total ekspor Tiongkok. Dan surplus perdagangan Tiongkok dengan Amerika Serikat menyumbang 60 persen dari total surplus perdagangan luar negeri Tiongkok.

Dialog membutuhkan ketulusan Tiongkok untuk mengatasi masalah
Pada Jumat malam, Trump yang sedang menghadiri acara di Missouri mengatakan, “Mereka (Tiongkok) ingin mencapai kesepakatan, jika demikian mari kita lihat apakah kita bisa mencapai suatu kesepakatan.”

Implikasinya adalah apakah kedua belah pihak dapat mencapai kesepakatan tergantung pada apakah Tiongkok memiliki niat tulus. Memberikan jawaban yang memuaskan atas permintaan AS.

Trump juga memperingatkan bahwa, jika Tiongkok komunis melakukan pembalasan terhadap Amerika Serikat, pihaknya masih memiliki lebih banyak ‘peluru’. Jika mereka tidak berniat menyelesaikan masalah, Amerika Serikat akan memberlakukan tarif yang jauh lebih berat.

Kepala penasihat ekonomi Gedung Putih, Larry Kudlow mengatakan pada Senin pekan lalu, bahwa AS sudah siap untuk bernegosiasi dan mencapai kesepakatan perdagangan dengan Tiongkok. Akan tetapi, Amerika menghendaki pihak Tiongkok siap untuk bernegosiasi secara serius, (sebenarnya) sudah waktunya untuk membicarakan mengurangi tarif dan menghilangkan hambatan perdagangan non-tarif.

Undangan dialog perdagangan putaran kelima Tiongkok-AS pertama diajukan oleh Menteri Keungan AS, Steven Mnuchin. Namun Trump dan Larry Kudlow berulang kali menyebutkan bahwa pihak Tiongkok yang meminta pertemuan diadakan.

“Tiongkok ingin datang untuk membicarakan, kami selalu senang bernegosiasi, tetapi kami harus melakukan sesuatu,” Trump mengatakan kepada media ketika dia bertemu Presiden Polandia Andrzej Duda pada hari Selasa (18/9/2018).

Derek Scissors, seorang peneliti dari American Enterprise Institute (AEI) di Washington pada hari Selasa dalam artikelnya menyebutkan bahwa keberhasilan negosiasi antara kedua negara tergantung pada tingkat minat Presiden Trump pada negosiasi itu. Derek berpendapat bahwa tampaknya Trump kini menjadi kurang berminat.

Pada hari yang sama, Shi Jiandao mengatakan kepada VOA bahwa Tiongkok tidak memahami perbedaan antara pemerintah AS saat ini dengan pemerintah sebelumnya. Mereka tidak sadar bahwa presiden sekarang terlibat langsung dalam pengambilan keputusan.

Dia mengatakan bahwa dua presiden sebelumnya tidak terlalu memperhatikan perdagangan AS-Tiongkok. Namun sekarang, Presiden Donald Trump memberikan perhatian tinggi terhadap perdagangan kedua negara. “Masalah perdagangan kini diputuskan langsung oleh Trump, tetapi tidak demikian di masa lalu,” kata Jiandao. (Lin Yan/ET/Sinatra/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/fTKcu82AtsA

Simak Juga :

https://www.youtube.com/watch?v=JGc59EiEYwQ