EpochTimesId – Ketika seorang tentara baret hijau kehilangan nyawanya dalam pertempuran, seluruh kesatuannya akan merasa kehilangan. Maka tentara yang selamat akan mengambil tanggung jawab untuk istri dan anak dari teman mereka. Mereka akan menelpon istri, ibu, dan ayah tentara yang gugur dan memastikan bahwa keluarga mereka mengetahui betapa besar pengorbanan almarhum.
“Bila Anda kehilangan seseorang di kesatuan anda, istri baret hijau menjadi bagian dari komunitas itu. Mereka benar-benar menjadi bagian dari kehidupan unit ini juga,” tulis Chris Erickson, kontributor di situs web keamanan nasional dan kebijakan publik OpsLens yang juga mantan anggota baret hijau.
“Mereka masih datang ke acara dan upacara peringatan, dan terkadang Anda akan melihat anak-anak dari anumerta yang bahkan mungkin belum cukup umur untuk mendapatkannya kenangan akan ayah mereka. Bagi baret hijau, anda wajib membantu keluarga yang ditinggalkan, sekaligus mencoba menanamkan nilai-nilai pengorbanan sang ayah kepada anak-anaknya,” sambung Erickson.
Erickson mengingat sebuah penempatan di mana seorang tentara yang dia bimbingan meninggal dalam pertempuran, dan dia menelpon istri tentara tersebut untuk menceritakan bagaimana sang suami meninggal.
“Itu adalah salah satu hal tersulit di dunia, berbicara dengannya di telepon saat kami masih berada di negara itu, masih berada dalam zona tempur, dan dia mengatakan kepada kami agar kami tetap tegar,” imbuh Erickson.
Panggilan telepon duka cita
Telepon dari tentara, komandan, dan kadang-kadang dari presiden kepada keluarga tentara yang tewas dalam pertempuran baru-baru ini menjadi berita utama. Erickson mengatakan bahwa membuat panggilan tersebut adalah hal tersulit bagi komandan manapun yang harus dilakukan, bahkan bagi kepala komandan.
Janda seorang baret hijau yang terbunuh dalam sebuah serangan oleh teroris di Niger menjadi fokus sebuah perdebatanpolitik baru-baru ini, setelah Refresentatif (wakil rakyat) Frederica Wilson (Demokrat-Fla) mengaku mendengarkan sebuah telpon ucapan duka cita yang dibuat oleh Presiden Donald Trump kepada istri tentara yang tewas. Wilson menyebarkan rumor di kalangan pers bahwa Trump tidak sopan ketika menelpon.
Serangkaian artikel dan berita muncul menyerang Trump dan isi pembicaraannya dengan keluarga tentara yang tewas, di samping laporan yang menuding misi pelatihan di Nigeria sebagai perang bayangan. Dalam sebuah video, Wilson mengklaim dirinya sebagai rockstar.
Kontroversi tersebut mereda setelah Michelle Black, janda Sersan Bryan Black itu, mengatakan bahwa dia menghargai panggilan Trump. Dia mengatakan kepada Fox News pada 26 Oktober, “Saya sangat bersyukur bahwa dia menelepon, dan dia berbicara kepada anak-anak. Saya rasa hanya kegembiraan yang membuatnya sedikit lebih baik, meski hanya sebentar. … Dia sangat ramah, dan saya menghargai siapa pun yang menelepon, karena, seperti saya katakan, dibutuhkan sedikit keberanian untuk menghubungi kami dalam situasi seperti itu.”
Dengan mengesampingkan perdebatan politik tersebut, sangat lah perlu untuk menghargai tentara yang gugur untuk Amerika Serikat dan prinsip-prinsipnya. Kepala Staf Gedung Putih, Jenderal John Kelly mengatakan dalam sebuah konferensi pers pada 19 Oktober, bahwa kesucian pengorbanan tentara untuk Amerika ternodai oleh perilaku egois seorang politisi.
Erickson menekankan bahwa seorang wanita kehilangan suaminya, seorang tentara kehilangan nyawanya, dan seorang presiden berusaha menghibur keluarga yang ditinggalkan. Namun, seorang politisi malah memanfaatkannya untuk kepentingan politis, sehingga hanya menambah berat tragedi tersebut.
“Di penghujung hari, saya berharap orang-orang berhenti mempolitisasi kehilangan pejuang kita di tingkat mikro,” katanya. “Dengan segala cara, berdiskusi dan menyelidiki apa yang terjadi untuk menghindari kejadian semacam ini terjadi di lain waktu, tapi tolong jangan seret keluarga yang berduka ke dalamnya.”
Operasi Khusus
Militer AS memiliki basis dan operasi di banyak negara di seluruh dunia. Menurut Pew Research, pada 2016 jumlah angkatan bersenjata yang ditempatkan di luar negeri sekitar 200.000, untuk pertama kalinya dalam 60 tahun.
Bagian terbesar dari pasukan Amerika yang bertugas aktif ditempatkan di Jepang (38.818), Jerman (34.602), Korea Selatan (24.189), Italia (12.088), dan Afghanistan (9.023).
Angka tersebut turun secara signifikan di tempat lain, namun Amerika Serikat mempertahankan pasukan yang bertugas aktif di bagian lain dunia. Termasuk 2.581 orang yang ditempatkan di Sub-Sahara, Afrika.
Sementara banyak pihak memperkirakan bahwa Amerika Serikat memiliki pasukan pasukan khusus di Nigeria, Erickson mencatat bahwa, “itulah yang dilakukan baret hijau. Kami melatih pasukan lain.”
“Pada titik tertentu, kami berada di seluruh dunia melatih mitra kami sehingga serangan ini tidak terjadi di negara-negara ini dan karena itu teroris tidak memiliki tempat yang aman untuk beroperasi,” kata Erickson.
“Ini bisa menjadi sesuatu yang sederhana seperti misi kontra-narkotika di Amerika Selatan untuk menghilangkan pendanaan untuk narkotika, untuk melatih pasukan komando Thailand untuk memerangi gerilyawan Maois yang ingin menggulingkan kerajaan Thailand dan membenamkan sebuah negara yang dibangun berdasarkan nilai-nilai teroris.”
Ada banyak konflik menjadi reda yang dilakukan oleh Pasukan Khusus Angkatan Darat Amerika. Menurut Erickson, yang dimaksudkan untuk, “tidak membiarkan kelompok pemberontak dan teroris ini menggulingkan pemerintah mereka dan menanamkan kehendak mereka terhadap rakyat mereka.”
Sementara operasi AS untuk memerangi terorisme di bawah Operation Enduring Freedom telah banyak difokuskan pada Irak dan Afghanistan, operasi tersebut tidak pernah terbatas pada negara-negara tersebut. Dukungan dan pelatihan AS untuk pasukan lokal bertujuan untuk memastikan bahwa konflik di berbagai negara tidak berubah menjadi perang skala penuh.
Erickson mencatat operasi anti-teroris Amerika Serikat di Filipina telah memasukkan pelatihan dengan tentara dan operasi Filipina untuk melawan kelompok teroris lokal, termasuk afiliasi ISIS, Abu Sayyaf.
“Ada banyak orang jahat di banyak tempat yang ingin menyakiti Amerika Serikat,” kata Erickson. “Jika kita tidak ada pelatihan, itu akan berubah menjadi konflik nyata.”
“Ini bukan laga baru,” katanya.
Penyebab Kebebasan
Dia menambahkan, bagaimanapun, bahwa sementara misi di Niger mungkin bukan bagian dari perang penuh. Namun itu tidak mengurangi pengorbanan yang dilakukan oleh Black, dan tentara lainnya yang baru saja terbunuh dalam penyergapan teroris tersebut.
Baret hijau dan anggota pasukan khusus AS lainnya adalah jenis unik yang secara teratur menerima panggilan tugas.
Semboyan resmi Baret Hijau adalah “De oppresso liber,” yang berarti “Untuk membebaskan orang-orang yang tertindas,” dan Erickson mengatakan bahwa ini adalah motto yang diyakini oleh banyak orang.
With this motto at heart, he said, many Green Berets have given their lives “for people who don’t look like you, who don’t have the same culture as yours—to be willing to go and lay down your life basically for strangers because you believe that freedom is one of the greatest causes that all men deserve is something we take pretty seriously.”
“I have seen men do things under fire that on paper completely defy logic or any sense of self-preservation,” he said.
He noted a battle at a base where he was stationed in Afghanistan. Explosions erupted from suicide bombers, then terrorist gunfire lit up the base. Many of the allied troops ran from their bunkers in confusion, “but a handful of Green Berets and security personnel grabbed their guns and charged the line to repel the threat in fairly short order.”
For most people, he said, when they hear explosions and gunfire, “they’re going to run for cover and find somewhere safe, and that is not the reaction of a Green Beret.”
Dengan semboyan ini, katanya, banyak Baret Hijau telah memberikan hidup mereka, “untuk orang-orang yang tidak terlihat seperti Anda, yang tidak memiliki budaya yang sama dengan Anda-untuk rela pergi dan meletakkan hidup Anda pada dasarnya untuk Orang asing karena Anda percaya bahwa kebebasan adalah salah satu penyebab terbesar yang pantas diterima umat manusia adalah sesuatu yang sangat kita anggap serius.”
“Saya telah melihat tentara melakukan hal-hal di bawah api yang di atas kertas sama sekali menentang logika atau perasaan menjaga diri,” katanya.
Dia mencatat sebuah pertempuran di sebuah pangkalan di mana dia ditempatkan di Afghanistan. Ledakan meletus dari pelaku bom bunuh diri, lalu tembakan teroris menghujani pangkalan tersebut. Banyak tentara sekutu berlari dari bunker mereka dalam kebingungan, “tapi sekelompok baret hijau dan petugas keamanan menyambar senjata mereka dan menuju garis depan, untuk mengusir ancaman dalam waktu singkat.”
Bagi kebanyakan orang, katanya, ketika mereka mendengar ledakan dan tembakan, “mereka akan menyelamatkan diri dan menemukan tempat yang aman, dan itu bukanlah budaya dari Beret Hijau.” (waa)