Baru-baru ini, sebuah media daratan Tiongkok melaporkan bahwa krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008, akhirnya berhenti di daratan Tiongkok. Para ahli percaya bahwa krisis ekonomi tersebut berdampak besar pada perekonomian daratan Tiongkok, terutama lonjakan utang, namun Partai Komunis Tiongkok (PKT) tidak mau mengakuinya. Di sisi lain, jika terus mengandalkan pinjaman uang dan mencetak uang “terus berkembang”, tetapi mengapa negara lain tidak melihat “peluang” ini? Akumulasi utang Tiongkok terus berlanjut, sudah menjadi risiko terbesar yang dihadapi oleh “Emerging market Asia.”
Media daratan Tiongkok tersebut melaporkan bahwa krisis subprime mortgage yang terjadi di Amerika Serikat 9 tahun yang lalu, telah membawa dampak serius pada ekonomi dunia, perekonomian dunia yang mengalami pukulan berat sampai saat ini masih lemah dalam pemulihannya. Krisis tersebut akhirnya berhenti di daratan Tiongkok. Pada masa tersebut, “ekonomi Tiongkok seperti kapal yang stabil, tidak hanya menjadi ekonomi terbesar kedua di dunia, tapi juga menjadi “mesin pembangkit” dan “mesin baru” ekonomi dunia menuju ke pemulihan, sesungguhnya apakah memang benar begitu?
Dalam sebuah wawancara dengan Epoch Times komentator Jason mengatakan bahwa pada tahun 2008, ketika krisis ekonomi dunia terjadi, daratan Tiongkok tidak benar-benar memasuki sistem ekonomi dan keuangan dunia, dan ekonomi daratan itu sendiri turun, mungkin dampaknya juga tidak kecil, hanya PKT tidak mau mengakuinya. Ada juga komentar lain yang mengatakan bahwa pada tahun 2008 PKT demi menanggapi krisis tersebut telah menerapkan kebijakan stimulus sebesar RMB 4 triliun yuan, itu tidak hanya mengakibakan kelebihan kapasitas produksi, skalanya juga terlalu besar, dan terlalu berfokus pada aset tetap dan konstruksi.
Xu Hongcai Menteri “China Center for International Economic Exchanges” ketika diwawancara mengatakan, “Dalam 4 triliun investasi, ada beberapa proyek yang tidak sepenuhnya menunjukkan kelayakan nilai dan risikonya, dan intervensi administrasi pemerintah terlalu banyak, sehingga membuat efisiensi investasi tidak terlalu tinggi, dan beberapa juga meningkatkan distorsi struktur ekonomi, menciptakan kapasitas yang berlebih.”
Jason mengatakan bahwa selain 4 triliun, sejumlah besar pinjaman kemudian diberikan ke industri real estat, hal ini membuat sejumlah besar real estat menggelembung, ekonomi memasuki jalur pengembangan pinjaman. Bergantung pada sejumlah besar investasi untuk mendorong pembangunan ekonomi, ini mengakibatkan hutang yang sangat besar. Kini vitalitas ekonomi dunia telah pulih, daratan Tiongkok malah tidak keluar dari kondisi sulit, kemerosotannya masih berlanjut.
Xia Yueliang Mantan Asosiasi Profesor Fakultas Ekonomi Universitas Beijing mengatakan kepada Epoch Times bahwa krisis keuangan 2008 menyebar ke seluruh dunia, ia berdampak pada Tiongkok daratan. Setelah krisis Amerika Serikat, rakyat Amerika hanya mengurangi konsumsi mewah, bepergian dan makan, bentuk sosial Amerika juga tidak berubah, dampaknya terhadap daratan Tiongkok kelihatannya tidak begitu besar. Dia mengatakan, misalnya, bahwa Korea Utara tidak terpengaruh, bukan mengatakan bahwa mereka kuat, ia terisolasi dengan dunia luar, itu bukanlah hal yang baik.
Dia menambahkan bahwa sekarang integrasi ekonomi dunia sudah jelas, berbagai negara melakukan hubungan dengan dunia luar, Tiongkok juga tidak terkecuali. Era Mao Zedong adalah tertutup, dan sekarang ingin menutup diri juga tidak mungkin.
Media daratan juga melaporkan bahwa krisis subprime mortgage juga memiliki dampak yang besar pada ekonomi Tiongkok daratan. Terutama muncul dalam penurunan pertumbuhan ekspor, yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi sampai batas tertentu melambat, dan produksi industri turun tajam, pertumbuhan pembangkit listrik adalah nol, sejumlah besar perusahaan ekspor kecil dan menengah tutup, hal tersebut mengakibatkan meningkatnya tekanan terhadap para pekerja. Pada saat yang sama, meningkatkan risiko nilai tukar dan risiko pasar modal di Tiongkok daratan. Utang besar mungkin akan menimbulkan gejolak keuangan
“Financial Times” melaporkan bahwa setelah pecahnya krisis keuangan global, pihak berwenang Beijing merilis sebuah ledakan kredit pada tahun 2008, dan sejak itu masalah utang Tiongkok sekali meledak sudah berada di luar kendali. Pada akhir 2016, total utang Tiongkok meningkat menjadi empat kali dari tingkat semula, mencapai $ 28 triliun. Dana Moneter Internasional (IMF) pada bulan Agustus tahun ini telah meramalkan bahwa sampai tahun 2022, utang sektor non-finansial Tiongkok akan melebihi produk domestik bruto (PDB) sebesar 290%.
IMF mengatakan bahwa kenaikan utang yang substansial seringkali menyebabkan krisis keuangan. Perusahaan riset Capital Economics dalam sebuah laporan pada bulan Juni tahun ini memperingatkan bahwa dalam sejarah utang Tiongkok daratan “kecepatan pertumbuhannya hampir lebih cepat daripada ekonomi besar lainnya”, dan akumulasi utangnya yang terus berlanjut adalah “risiko terbesar bagi pasar Asia yang sedang tumbuh.”
Kenneth Rogoff mantan kepala ekonom IMF, profesor ekonomi Universitas Harvard saat ini mengatakan bahwa masalah utang Tiongkok yang sangat besar ibarat sebuah pedang yang menggantung di atas kepala semua orang. Dia berkata, “Jika di dunia sekarang ada sebuah negara yang benar-benar akan mempengaruhi semua orang, dan negara ini juga rentan terhadap masalah, negara ini pasti adalah daratan Tiongkok.” (Lim/ran)
ErabaruNews