Home Blog Page 1989

48 Orang Tewas Ketika Kecelakaan Bus di India

Jack Philips

Epochtimes.id- Empat puluh delapan orang tewas setelah sebuah bus jatuh ke jurang di India. Kejadian ini menyoroti masalah keamanan jalan yang terkenal di negara itu.

Kepala Menteri negara bagian Uttarakhand Trivendra Rawat kepada ABC News mengatakan bus yang penuh sesak, jatuh ke jurang sedalam 700 kaki di kaki gunung Himalaya.

“Orang-orang dikemas seperti ikan sarden,” kata seorang petugas polisi, Jagat Ram Joshi.

“Tim penyelamat menemukan 48 mayat di lokasi kecelakaan,” kata pejabat Polisi Manoj Kumar.

Menurut surat kabar The Hindu, bus hanya yang memiliki 28 tempat duduk. Namun bus itu membawa 58 penumpang.

Tidak jelas apa yang menyebabkan kecelakaan itu, tetapi seorang pejabat mengatakan cuaca buruk bisa menjadi faktor.

“Hujan (di daerah) sejak pagi. Dua hari sebelumnya ada tanah longsor di daerah itu,” kata pejabat polisi senior Sanjay Gunjiyal kepada ABC.

Jagat Ram Joshi, seorang kepala polisi untuk distrik Pauri Garhwal, mengatakan bahwa butuh berjam-jam bagi tim penyelamat untuk turun ke lokasi kecelakaan untuk menyelamatkan mereka yang terluka.

“Sepertinya pengemudi kehilangan kontrol pada tikungan tajam atau jalan rusak sedikit,” katanya kepada New York Times.

“Bus itu jelas kelebihan beban. Anda tidak dapat membawa 61 orang di dalam bus itu. ”

India memiliki jalan paling mematikan di dunia, dan lebih dari 110.000 orang tewas setiap tahun, seperti laporan The Guardian.

Kendaraan tua, jalan yang tidak dirawat dengan baik, dan mengemudi sembrono adalah penyebab utama.

Perdana Menteri Narendra Modi mengatakan dia menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban.

“Sangat sedih dengan kecelakaan bus di Pauri Garhwal, Uttarakhand. Belasungkawa sedalam-dalamnya kepada keluarga yang berduka. Saya berdoa agar mereka yang terluka sembuh paling cepat. Operasi penyelamatan sedang berlangsung dan pihak berwenang menyediakan semua kemungkinan bantuan di lokasi kecelakaan,” tulisnya di Twitter. (asr)

Tuan Rumah Rusia Singkirkan Spanyol Melaju ke Babak Delapan Besar

0

EpochTimesId – Tuan Rumah Piala Dunia 2018, Rusia berhasil melaju ke babak perempatfinal Piala Dunia 2018. Tim nasional Rusia berhasil menyingkirkan Spanyol lewat adu penalti pada babak 16 besar, Minggu (1/7/2018) malam.

Beruang Merah tertinggal lebih dahulu dalam pertandingan di Luzhniki Stadium. Spanyol dengan penguasaan bola hingga 74 persen, unggul 1-0 pada menit ke-12 berkat gol bunuh diri Sergei Ignashevich. Pemain tertua Piala Dunia itu tidak menyadari bahwa bola menyentuh kakinya ketika asik mengawal pemain Spanyol.

Ignashevich bergelut dengan Sergio Ramos, ketika tendangan bebas Marco Asensio, menghujam tumitnya dan bola memantul ke dalam gawang sendiri.

Namun, Rusia menyamakan kedudukan pada menit ke-41. Artem Dzyuba berhasil mengeksekusi penalti dengan baik, dan mempecundangi kiper Spanyol, De Gea.

Rusia mendapat hadiah penalti setelah tangan Gerard Pique terkena bola yang disundul oleh pemain Rusia. Insiden itu terjadi ketika sejumlah pemain terlibat kemelut di mulut gawang pada saat pemain Rusia melakukan eksekusi tendangan bebas.

Kedua tim kemudian gagal mencetak gol tambahan pada babak ke-dua. Demikian juga pada dua babak tambahan selanjutnya. Sehingga pemenang laga malam itu harus ditentukan melalui adu pinalti.

Tuan rumah kemudian unggu adu penalti atas Spanyol dengan skor 4-3.

Laskar Beruang kemudian akan menghadapi Kroasia pada babak perempatfinal. Timnas Kroasia juga melaju dari babak 16 besar via kemenangan adu penalti atas Denmark. Mereka juga bermain imbang 1-1 sehingga pemenang laga harus ditentukan via adu penalti. (FIFA/waa)

(Foto : SS Google)

Video Pilihan :

https://youtu.be/fTKcu82AtsA

Rincian Pelecehan Seksual di Penjara Tiongkok

0

Departemen Luar Negeri AS mengeluarkan Laporan Tahunan Kebebasan Beragama Internasional untuk 2017 pada 29 Mei.

Laporan tersebut merinci kasus seorang pria yang dilecehkan secara seksual dan disiksa di penjara, yang akhirnya mengarah pada kematiannya, menyoroti kerasnya penganiayaan yang dilakukan oleh rezim Tiongkok terhadap para pembangkang agama.

Yang Yuyong, 56 tahun penduduk Tianjin, kota pelabuhan utama di Tiongkok timur laut, ditangkap pada bulan Desember 2016 oleh pejabat keamanan negara. Setelah menghabiskan lebih dari enam bulan dalam tahanan polisi, ia meninggal pada 11 Juli 2017. Laporan tersebut merinci pelecehan yang dideritanya sebelum kematiannya:

“Dia dilaporkan menderita penganiayaan berat saat ditahan, termasuk pelecehan seksual yang melibatkan 13 narapidana yang menjepit kemaluannya dan menggigit putingnya. Pada saat otoritas membawanya untuk menerima perawatan medis, dia sudah menderita gagal organ parah. Keluarganya melaporkan tubuhnya menjadi hitam dan biru dan memiliki bekas-bekas batang bambu di bawah kuku-kuku kakinya.”

Yang Yuyong adalah penganut latihan kultivasi diri yang dikenal sebagai Falun Gong atau Falun Dafa. Menurut laporan tersebut, puluhan penganut latihan tersebut meninggal dalam tahanan pada tahun 2016.

laporan kebebasan beragama internasional
Praktisi Falun Gong Yang Yuyong meninggal pada 11 Juli 2017, setelah delapan bulan ditahan karena keyakinan spiritualnya. Tubuhnya dipenuhi luka dan memar. (Radio Free Asia)

Disiplin spiritual tersebut berfokus pada peningkatan diri secara jiwa dan raga dengan melakukan lima perangkat latihan meditasi dan mengikuti tiga prinsip inti kebenaran, kebaikan dan toleransi (sejati-baik-sabar) dalam kehidupan sehari-hari.

Pada akhir 1990-an, Falun Gong sangat populer, dengan perkiraan resmi 70 dan 100 juta praktisi.

Ukuran kelompok yang sangat besar dan ajaran moralnya yang bertentangan dengan ideologi atheis Partai Komunis Tiongkok (PKT) memicu kecemasan pada pemimpin Partai Jiang Zemin, khawatir bahwa cengkeramannya pada kekuasaan akan ditentang. Akibatnya, Jiang memerintahkan penganiayaan skala nasional terhadap kelompok latihan tersebut pada 20 Juli 1999.

Sejak itu, ratusan ribu praktisi telah ditahan di pusat pencucian otak, bangsal psikiatri, dan penjara, dengan beberapa harus membayar harga tertinggi berupa kematian.

Menurut Minghui.org, situs web yang melacak penganiayaan di Tiongkok, mayat Yang telah dikremasi yang bertentangan dengan keinginan keluarganya selama tengah malam 12 Juli 2017, ketika hampir seratus petugas polisi muncul di Rumah Sakit Pengobatan Tradisional Wuqing dimana Yang meninggal. Mereka menghalangi siapa saja yang mencoba ikut campur.

pelecehan seksual
Polisi berdiri di luar Rumah Sakit Pengobatan Tradisional Wuqing di pagi hari pada 12 Juli 2017. (Minghui.org)

Rejim Tiongkok bahkan mengubah para warga pada umumnya untuk memusuhi praktisi Falun Gong. Menurut laporan tersebut, pihak berwenang menawarkan hadiah uang kepada warga yang melaporkan para praktisi ini.

Praktisi Falun Gong juga mengalami diskriminasi: beberapa majikan memecat para karyawan yang berlatih Falun Gong.

Minghui.org juga mendokumentasikan contoh lain dari para praktisi Falun Gong yang meninggal setelah disiksa secara seksual dan fisik.

Qu Hui, penduduk Kota Dalian, di Provinsi Liaoning Tiongkok utara, berusia 45 tahun ketika dia meninggal pada Februari 2014, setelah tubuhnya gagal pulih dari kekerasan fisik yang dialaminya 13 tahun lalu, yang menyebabkan dia menjadi lumpuh dari leher ke bawah.

Pada tahun 2000, Qu berada di Beijing untuk mengajukan petisi kepada pemerintah pusat tentang haknya untuk berlatih Falun Gong. Polisi menangkap dan menahannya. Tanpa pengadilan, Qu dijatuhi hukuman satu tahun kerja paksa di kamp kerja paksa di Dalian.

Dia dilecehkan secara seksual selama di sana. Penjaga kamp menggunakan tongkat listrik untuk menyetrum organ seksual pria-nya dan memasukkan baton ke anusnya. Setelah mengalami pemukulan fisik selama sekitar satu tahun, Qu dibebaskan dengan jaminan pada tahun 2001. Ia menjadi lumpuh dan menderita ulserasi (pemborokan) pada organ seksualnya, inkontinensia (kondisi di mana tidak dapat mengontrol buang air kecil), gagal paru-paru, dan gagal ginjal. (ran)

ErabaruNews

Lima Pasien Tewas Dokter Terseret Kasus Distribusi Obat Ilegal

0

EpochTimesId – Sebanyak dua dokter di Oklahoma, Amerika Serikat diseret ke meja hijau karena lima pasien mereka meninggal dunia. Kedua dokter itu, Dr. Melvin Robison dan Dr. Moheb Hallaba dari Sayre, didakwa atas kematian overdosis para pasien mereka.

Mereka telah menjalani sidang dakwaan di pengadilan federal. Dalam persidangan terungkap bahwa keduanya menyalahgunakan resep dokter.

“Dari September 2015 hingga April 2017, kedua dokter diduga telah menandatangani ratusan resep per minggu tanpa meninjau file (riwayat penyakit) pasien atau bahkan tanpa memeriksa kondisi pasien,” kata jaksa pengacara negara AS, Bob Troester.

“Resep yang memasukkan opioid dalam jumlah besar seperti oxycodone, OxyContin, hydrocodone, morfin, dan fentynal. Resep yang ditulis bersamaan adalah resep untuk benzodiazepine seperti Xanax dan Valium,” sambung Troester.

Robison dan Hallaba kini harus menghadapi 54 dakwaan (kasus pasien) karena mendistribusikan obat resep secara ilegal.

“Jika terbukti, masing-masing terdakwa menghadapi ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara untuk setiap hitungan (dakwaan) yang menuduh distribusi ilegal zat yang dikendalikan,” jelas Troester.

“Tidak kurang dari 20 tahun (penjara) hingga seumur hidup pada masing-masing kasus. Dimana lima dakwaan diantaranya, diduga telah menyebabkan kematian.”

Judy Bruner, seorang warga yang tinggal di Sayre mengaku memiliki teman-teman yang dirawat oleh Dr. Robison. Dokter itu menjadi primadona karena bersedia memberikan resep untuk membeli obat penghilang rasa sakit sejenis narkoba.

“Mereka menyukai gagasan bertemu dengannya (Dr. RObinson), karena setiap kali mereka membutuhkan obat penghilang rasa sakit mereka diizinkan untuk mendapatkannya. Setiap kali mereka menginginkannya, mereka turun, melihatnya, menyerahkannya kepada mereka,” kata Bruner.

“Saya telah mendengar banyak cerita tentang Melvin, bagaimana dia menjadi sangat buruk dengan obat-obatan.”

Robison diwakili oleh (pengacara) Sandy Coats, mantan Jaksa AS untuk Distrik Barat Oklahoma. Sementara Hallaba diwakili oleh Tom Snyder bersama Firma Hukum Christiansen.

Sidang selanjutnya dijadwalkan pada 14 Agustus 2018. (Mark Liu/NTD Houston/The Epoch Times/waa)

Simak juga, Pengakuan Dokter yang Dipaksa Panen Organ Hidup :

https://youtu.be/0x2fRjqhmTA

ISIS Serang Pangkalan Militer Afrika di Mali, Sejumlah Orang Tewas

Epochtimes.id- Teroris ISIS yang dipersenjatai dengan roket dan bahan peledak menyerbu markas besar sebuah satuan tugas militer Afrika di Mali tengah. Serangan ini menyebabkan sedikitnya enam orang tewas pada Jumat, 28 Juni 2018.

Seorang juru bicara pasukan itu mengatakan teroris yang mengendarai kendaraan dengan bom menyerang kompleks di kota Sevare setelah terlibat baku tembak dengan pasukan Mali dan berusaha keras memasuki area militer.

Foto-foto dari tempat kejadian menunjukkan sisa-sisa kendaraan yang hangus, sebuah lubang dan dinding-dinding bangunan yang hancur. Terlihat sebuah G5 Sahel, sebuah kekuatan regional yang dibuat tahun lalu untuk membasmi para pejihad di wilayah Sahel semi-kering di Afrika Barat.

Seorang juru bicara pasukan G5 – yang terdiri atas tentara dari Mali, Niger, Burkina Faso, Chad, dan Mauritania – mengatakan dua tentara dan empat penyerang tewas dalam serangan itu.

“Para penyerang menembakkan roket ke markas besar dan beberapa dari mereka menyusup ke kompleks. Terjadi baku tembak,” kata jurubicara kementerian pertahanan Boubacar Diallo kepada Reuters.

Sumber dari AS di Sevare, yang berbicara tanpa menyebut nama, mengatakan bahwa kompleks itu terkena bom mobil. Tembakan mereda pada sore hari seperti dikatakan sumber itu.

Serangan itu terjadi sebulan sebelum pemilihan presiden Mali.

Kekerasan oleh teroris ISIS telah menjamur di Sahel yang jarang penduduknya dalam beberapa tahun terakhir, dengan kelompok-kelompok yang terkait dengan Al Qaeda dan ISIS menggunakan Mali tengah dan utara sebagai landasan melancarkan serangan di seluruh wilayah.

Kekuatan Barat, termasuk Prancis dan Amerika Serikat, telah memberikan dana yang signifikan kepada G5 dalam upaya untuk memukul mundur para jihadis.

Misi penjaga perdamaian PBB di Mali, MINUSMA, menolak berkomentar mengenai serangan terhadap kompleks G5. (asr)

Oleh Souleymane Ag Anara, Tiemoko Diallo dan Adama Diarra via The Epochtimes

Cara PKT ‘Memeliharaan Stabilitas’ Melalui Komentar di Internet

0

Epochtimes.id- Partai Komunis Tiongkok telah secara konsisten ‘memelihara stabilitas’ dengan cara tekanan tinggi. Dengan semakin populernya penggunaan Internet, PKT menerapkan sistem pemeliharaan opini publik jaringan, termasuk membangun sebuah Great Firewall untuk memblokir akses ke situs-situs web terpilih, juga menggunakan penulis di Internet untuk mengendalikan opini publik dan menindak kelompok-kelompok perlindungan hak.

Baru-baru ini, para tentara veteran dari seluruh Tiongkok terus membela hak mereka dengan melakukan unjuk rasa di halaman depan gedung Walikota Zhenjiang selama beberapa hari tetapi ditindas oleh pihak berwenang dengan alasan ‘memelihara stabilitas’.

Berita di internet menyebutkan 3 orang tewas dan lebih dari 500 orang terluka dalam unjuk rasa tersebut. Dan 15 orang di antaranya dipukuli sampai koma. Pihak berwenang setempat melakukan operasi ‘pembersihan halaman’ terhadap para veteran dan sarana komunikasi diblokir.

Di satu sisi, para tentara veteran menggunakan jaringan WeChat untuk saling memberi informasi, mereka dipanggil datang ke Zhenjiang untuk mendukung perjuangan hak veteran. Karena itu, para tentara veteran dari berbagai pelosok Tiongkok pun bergegas datang ke Zhenjiang.

Di sisi lain, otoritas memblokir kereta api yang masuk kota Zhenjiang, termasuk jalan tol dan lalu lintas lainnya, memutus sinyal komunikasi untuk meredam penyebaran opini publik. Para pengunjuk rasa mengatakan bahwa ponsel tidak bersinyal sehingga berita yang keluar masuk terganggu.

Dunia luar memperhatikan bahwa pihak berwenang telah menggunakan cara ganda dalam ‘memelihara stabilitas’. Mereka menerapkan selain kekerasan juga melalui pengontrolan opini publik.

Sebuah artikel pada ‘Apple Daily’ baru-baru ini menunjukkan bahwa otoritas Zhenjiang telah memobilisasi puluhan ribu polisi anti huru hara, polisi bersenjata, polisi berpakaian preman untuk melaksanakan penindasan terhadap para veteran.

Sementara itu, sejumlah besar kendaraan lapis baja dan tank berjaga-jaga di beberapa jalan kota Zhenjiang, para veteran dikurung dalam sebuah sekolah yang tak terpakai, Air dan listrik sengaja diputus, Serangan dilakukan larut malam, dan lain-lain. Ini adalah bentuk ‘memelihara stabilitas’ secara kekerasan. Dan penghapusan posting di jaringan internet, pemblokiran media termasuk ‘memelihara stabilitas’ melalui pengontrolan opini publik.

Artikel menyatakan bahwa internet juga media telah lama dijadikan sebagai alat pendukung ‘memelihara stabilitas’ oleh PKT. PKT melakukan peninjauan dan penyaringan konten Internet secara otomatis. Bahkan Xinjiang pernah mengalami jaringan internet terputus total selama para tentara veteran, pihak berwenang Zhenjiang juga menutup jaringan internet.

Agar secara efektih mencapai ‘pemeliharaan’ opini publik, kata-kata atau kalimat apa saja yang boleh dan tidak boleh dipublikasikan melalui internet ?

Menurut artikel tersebut bahwa menjaga stabilitas adalah fungsi penting dari seluruh tingkatan pemerintah PKT. Lembaga perguruan tinggi di Tiongkok antara lain Universitas Peking dan Universitas Tsinghua telah menciptakan kelas khusus yang mendalami ilmu ‘Pemeliharaan Stabilitas’, yang bertujuan untuk ‘memelihara stabilitas’ melalui opini, mencegah insiden kelompok.

Pemeliharaan opini publik internet juga mencakup aspek penting, yaitu kata-kata dan kalimat  apasaja yang ‘lulus sensor’.

Cara mempertahankan stabilitas adalah berpartisipasi dalam diskusi online dan mempublikasikan pandangan teoretis yang dapat memberikan pengaruh. Dapat dilakukan dengan cara 1 orang memiliki beberapa akun atau beberapa orang dalam 1 kelompok, 5 orang 1 kelompok untuk mendukung sudut pandang yang berbeda dengan tujuan memancing perdebatan online demi memecah-belah anggota kelompok perlindungan hak. Membiarkan persepsi netizen tetap berada pada tingkat perlunya perbaikan sistem dan dasar hukum.

Biro Keamanan dan Ketertiban Publik Tiongkok di pusat maupun daerah dapat memanfaatkan diskusi on-line untuk ‘memancing ikan’. Biro dapat menghubungi pihak berwenang untuk melakukan penangkapan terhadap individu atau kelompok yang dianggap dapat mengganggu jalannya ‘pemeliharaan stabilitas’.

Menyebarkan berita palsu atau hoax di masyarakat aktivis, memprovokasi penyebarannya, setelah mencapai pengaruh tertentu maka berita hoax tersebut dibongkar untuk melemahkan perjuangan aktivis dan melawan kredibilitas kelompok.

Terhadap pemimpin yang berpengaruh dalam kelompok hak asasi manusia, cara melemahkan pengaruhnya adalah dengan menggunakan aspek keraguan untuk mengekspos noda masa lalu mereka. Tujuannya tak lain adalah untuk mencegah munculnya pemimpin yang kohesif.

Artikel mengungkapkan, para penulis jaringan yang berpartisipasi dalam ‘memelihara stabilitas’ bahkan termasuk sekelompok dekan terkenal, profesor dan sarjana. Adapun tukang yang menulis caci makian di internet adalah para anggota partai 5 sen.

Belanja tahunan PKT untuk ‘memelihara stabilitas’ melampaui belanja tahunan untuk militer. Cai Shenkun, seorang komentator politik pernah melakukan hitungan : Tiongkok selain memiliki berbagai jenis polisi, mereka juga ‘memelihara’ anggota tim keamanan, Banpol, petugas pengawas jaringan internet dan kelompok-kelompok di media sosial dengan berbagai nama seperti ‘masyarakat Zhaoyang’ dan sebagainya yang jumlahnya hampir sama dengan jumlah total polisi Tiongkok. Jumlah warga Tiongkok yang berkarir di bidang ‘memelihara stabilitas’ seharusnya lebih dari puluhan juta orang.  (Sin/asr)

Jebolan Tiongkok Dihukum karena Mencuri Rahasia Dagang Produk Kimia dari Perusahaan Amerika

0

Seorang Tionghoa-Kanada yang mengaku bersalah telah mencuri rahasia dagang dari perusahaan kimia Amerika, Chemours, telah dijatuhi hukuman dan dideportasi ke Kanada.

Pada tanggal 27 Juni, pengadilan federal Delaware menghukum Jerry Jindong Xu dengan hukuman 10 bulan penjara, yang telah dia jalani saat ditahan.

Petugas keamanan pengadilan AS menggiring Xu keluar dari ruang sidang dan menuju penerbangan menuju Kanada di Bandara Internasional Philadelphia, menurut laporan oleh Delaware News Journal.

Xu, berusia 48 tahun, adalah warga negara Kanada yang dinaturalisasi yang lahir dan dibesarkan di Tiongkok. Dia sekarang dilarang memasuki Amerika Serikat lagi.

Dokumen pengadilan mengungkapkan bahwa Xu, ketika dipekerjakan di Chemours yang berbasis di Delaware antara tahun 2015 dan 2016, telah bersekongkol untuk mencuri puluhan file rahasia yang berisi informasi paten tentang cara memproduksi natrium sianida, bahan kimia industri yang sering digunakan dalam penambangan emas dan perak. Bahan kimia ini digunakan untuk mengekstraksi logam mulia dari bijih.

Xu mencuri dokumen-dokumen, foto, dan diagram-diagram yang berkaitan dengan pabrik produksi natrium sianida tersebut dengan maksud untuk mendirikan perusahaannya sendiri, yang diberi nama Xtrachemical, yang akan meminta investor di Tiongkok untuk membantu membangun pabrik sodium sianida di Kanada.

Dia bahkan meminta perjalanan pribadi ke pabrik natrium sianida Chemours di Memphis, Tennessee, diam-diam memotret diagram-diagram sistem pabrik tersebut.

Xu juga bersekongkol untuk membantu mengekspor produk-produk sodium sianida buatan Tiongkok, menggunakan perusahaannya Xtrachemical untuk memfasilitasi diskusi-diskusi dengan perusahaan Tiongkok.

“Jenis pencurian kekayaan intelektual ini, termasuk dalam hubungannya dengan Tiongkok, memiliki dampak negatif yang besar pada perekonomian kita,” kata Ketua Pengadilan Leonard P. Stark saat pengadilan pada 27 Juni, menurut News Journal.

Sebelum Chemours berpisah dari perusahaan kimia DuPont untuk menjadi perusahaan independen yang terpisah pada tahun 2015, Xu adalah karyawan DuPont di pos layanan perusahaan di Tiongkok antara tahun 2004 dan 2011. Xu adalah bagian dari Chemical Solutions Division, di mana dia memasarkan produk-produk berbasis sianida milik DuPont ke perusahaan-perushaan industri Tiongkok.

Pada saat itulah “ia mengembangkan hubungan luas dengan para pejabat di industri-industri sianida dan pertambangan negara tersebut,” menurut Jurnal Berita, mengutip jaksa.

Pada tahun 2011, Xu pindah ke Amerika Utara untuk pekerjaannya di DuPont dan kemudian menjadi karyawan Chemours pada tahun 2015. Xu bertindak dengan seorang rekan komplotannya yang tidak disebutkan namanya yang juga merupakan karyawan lama DuPont.

Pihak berwenang federal mampu menggagalkan rencana Xu sebelum dia bisa melaksanakannya. Xu belum memberikan informasi yang dicuri kepada siapapun sebelum penangkapannya pada Agustus 2017, menurut Asisten Jaksa AS Jamie McCall. (ran)

ErabaruNews

Amerika Tuding Tiongkok Tidak Berniat Membuka Pasar Secara Substansial

0

EpochTimesId – Duta Besar Amerika Serikat untuk Tiongkok, Terry Branstad, menyatakan bahwa Washington belum yakin Beijing akan bersedia membuka pasar mereka secara substansial. Selain itu, Amerika Serikat dan Tiongkok akan saling memberlakukan tarif impor baru terhadap komoditas impor lawan mulai Juli 2018. Namun, kedua belah pihak masih memiliki kesempatan untuk menyelesaikan hambatan non-tarif dan masalah lainnya.

Dubus Terry Branstad menyampaikan hal itu ketika menghadiri upacara pembukaan sebuah forum keuangan di Beijing, Jumat (29/6/2018). Pada kesempatan itu, Dia mengatakan bahwa Amerika Serikat dan Tiongkok masih memiliki kesempatan untuk mengatasi hambatan non-tarif, pencurian kekayaan intelektual dan transfer paksa teknologi.

Namun, Terry Brandstad mengatakan bahwa Amerika tidak memiliki keyakinan bahwa Tiongkok akan segera melunak. “Pemerintahan Trump tidak percaya bahwa pihak Tiongkok bersedia memperbaiki kondisi dalam waktu dekat,” ujar Terry.

Pemerintah AS pada 15 Juni 2018 mengumumkan gelombang pertama daftar tarif 301 dan memberlakukan tarif 25 persen pada 1.102 jenis komoditas Tiongkok senilai 50 miliar dolar AS. Sebanyak 818 item (sekitar 34 miliar dolar) dijadwalkan akan dikenakan tarif mulai 6 Juli. Selain itu, komoditas senilai sekitar 16 miliar dolar akan ditentukan tarifnya setelah menyelesaikan proses komentar publik.

Tidak lama setelah pengumuman di Amerika Serikat pada hari yang sama, pemerintah Tiongkok juga mengumumkan bahwa tarif yang sama akan dikenakan pada barang-barang AS yang setara. Tanggal dan jumlah implementasi bertahap sama sekali sebanding dengan daftar yang dimiliki oleh Amerika Serikat.

“Meskipun akan ada saling penambahan tarif, saya masih berharap bahwa kedua pihak dapat menyelesaikan masalah ini,” kata Branstad.

Pada 28 Juni, Tiongkok mengumumkan pelonggaran pembatasan investasi asing yang ditunggu-tunggu, termasuk sektor perbankan, pertanian, mobil dan industri berat. Namun, Branstad mengatakan bahwa sebagian besar ahli di Amerika Serikat masih menaruh rasa curiga terhadap komitmen pemerintah Tiongkok mengenai liberalisasi pasar keuangan.

“Saya pikir hal yang perlu kita waspadai adalah pemerintah Tiongkok telah berulang kali berjanji untuk liberalisasi industri jasa keuangan, tapi selalu tertunda. Sehingga kita benar-benar ingin melihat janji-janji itu terpenuhi, dan sekarang ingin melihat realisasinya, sebuah komitmen. Tetapi bukan 3 tahun atau 5 tahun dari sekarang,” ujarnya, pesimis.

Dewan Perwakilan Rakyat AS pada Selasa (26/6/2018) memberlakukan Foreign Investment Risk Review Modernization Act (FIRRMA) melalui pemungutan suara. Mereka menyetujui untuk memberikan wewenang yang lebih besar kepada Committee on Foreign Investment in the United State (CFIUS), agar komite itu dapat memperkuat sensor dalam rangka mencegah investasi asing yang dapat mengancam keamanan nasional, terutama investasi dari Tiongkok.

Terry Blandstad mengatakan, RUU itu pada akhirnya bisa menjadi undang-undang. Dengan diperkuatkannya proses peninjauan di masa mendatang, diharapkan masalah lain yang timbul berkaitan dengan investasi akan lebih mudah untuk diatasi.

Trump dalam pernyataannya yang dikeluarkan pada hari Rabu (27/6/2018) menyebutkan bahwa Dia telah menginstruksikan pihak terkait untuk secara ketat menegakkan hukum setelah FIRRMA menjadi undang-undang. Kebijakan tegas itu dilakukan untuk memecahkan masalah teknologi kunci yang diakuisisi oleh investor asing. Selain itu, program CFIUS akan diperkuat untuk mencegah perusahaan Tiongkok mengakuisisi perusahaan teknologi AS yang sensitif. (Wu Ying/ET/Sinatra/waa)

Video Rekomendasi :

https://youtu.be/fTKcu82AtsA

Bisnis-bisnis Kecil Amerika Jadi Korban Ulah Perusahaan Telkom Tiongkok

0

Sementara Kongres AS dan Presiden Donald Trump sedang memperdebatkan bagaimana cara menghukum perusahaan telekomunikasi Tiongkok ZTE karena praktiknya yang curang, dampak perusahaan tersebut terhadap konsumen AS, terutama bisnis-bisnis kecil, telah berada di bawah perhatian serius dalam sidang dengar pendapat komite kongres.

Pada tanggal 27 Juni, House Select Committee on Small Business mengadakan sidang tentang ancaman ZTE terhadap bisnis-bisnis kecil Amerika, dihadiri oleh panel dari para ahli keamanan nasional dan perusahaan-perusahaan keamanan siber.

Ketua komite Steve Chabot (R-Ohio) berbicara tentang masalah yang dihadapi oleh bisnis-bisnis kecil Amerika, karena tidak dapat mengetahui apakah produk atau layanannya disediakan oleh “aktor licik” seperti ZTE atau Huawei, raksasa telekomunikasi Tiongkok lainnya.

Direktur FBI Christopher Wray, berbicara pada sidang komite intelijen Senat pada bulan Februari, memperingatkan tentang bahayanya menggunakan ponsel pintar yang dibuat oleh ZTE atau Huawei, karena mereka memberikan “kapasitas untuk memodifikasi atau mencuri informasi dengan licik” dan “melakukan spionase yang tidak terdeteksi”, menurut CNet.

Ketika kita berbicara tentang ancaman eksistensial terhadap keamanan nasional, dan itulah ZTE, adalah tugas pemerintah federal untuk melindungi orang-orang Amerika dan usaha-usaha kecil Amerika,” kata Chabot.

Pabrikan-pabrikan kecil adalah tulang punggung ekonomi AS. Menurut data sensus AS, sebanyak 98,5 persen dari semua 251.744 perusahaan di sektor manufaktur AS memiliki kurang dari 500 karyawan; 75 persennya memiliki kurang dari 20 karyawan. Sektor manufaktur AS menyumbang $2,25 triliun untuk ekonomi negara pada tahun 2016, menjadikannya ukuran ekonomi terbesar kesembilan di dunia

Andy Keizer, seorang rekan tamu dari National Security Institute di Antonin Scalia Law School, George Mason University, mengatakan bahwa ancaman ZTE dan Huawei terungkap dalam insiden yang melibatkan sebuah perusahaan Michigan.

Perusahaan tersebut telah menemui ketua komite intelijen DPR, Mike Rogers, dengan kekhawatiran tentang bagaimana raksasa telekomunikasi Tiongkok telah mengalahkan perusahaan lokal dalam membangun menara telepon seluler di daerah-daerah pedesaan Michigan. Harga penawaran dari ZTE dan Huawei lebih rendah dari bahan konstruksi yang diperlukan untuk membangun menara-menara tersebut.

Perusahaan-perusahaan Tiongkok tidak termotivasi dengan menghasilkan keuntungan, menurut Keizer. “Itu dilakukan untuk memanfaatkan kemampuan dalam mengumpulkan sejumlah besar informasi dan untuk menciptakan keuntungan posisi sebagai kekuatan untuk bertindak secara efektif melawan musuh-musuh dalam kemungkinan konflik yang muncul,” katanya.

Dengan menginfiltrasi “tulang punggung telekomunikasi AS” kita, perusahaan-perusahaan Tiongkok dapat “melumpuhkan infrastruktur penting” seperti jaringan listrik, kata Keiser.

David Linger, presiden dan CEO TechSolve, sebuah perusahaan konsultan yang berbasis di Cincinnati, Ohio, yang melayani industri-industri seperti kedirgantaraan dan pertahanan, berbicara tentang bagaimana perusahaan-perusahaan kecil lebih rentan mendapatkan masalah oleh serangan-serangan cyber.

Linger menunjuk penelitian oleh National Cyber ​​Security Alliance yang menunjukkan bahwa dari semua serangan-serangan “internet of things” (IOT) global pada tahun 2016 hingga 2017, sebanyak 21 persen berasal dari Tiongkok, menjadikannya negara teratas untuk serangan semacam itu.

Cincinnati Crane, sebuah perusahaan Ohio yang menawarkan solusi sistem derek, harus mem-PHK empat karyawan, kata Linger, setelah perusahaan tersebut menderita kerugian finansial besar ketika sistem emailnya diterobos peretas. Tidak jelas apakah serangan itu datang dari Tiongkok.

Perusahaan tersebut adalah korban dari kampanye phising (meminta informasi rahasia melalui internet atau melalui telepon dengan alasan palsu untuk memperoleh kata sandi atau data pribadi lainnya, biasanya dengan membuat replika situs Web yang jadi target), di mana sistem email yang sudah diterobos peretas mengirimkan faktur palsu dengan informasi perbankan tidak sah kepada pelanggan-pelanggan perusahaan.

Tidak mengetahui bahwa faktur-faktur tagihan tersebut palsu, para pelanggan terus-menerus melakukan pembayaran-pembayaran kepada perusahaan tersebut, dengan total $200.000. Serangan tersebut menyebabkan pelanggan kehilangan kepercayaan pada perusahaan, meskipun Cincinnati Crane semenjak itu telah menerapkan kebijakan-kebijakan keamanan siber baru.

Sebuah survei tahun 2017 oleh Ohio Manufacturing Extension Partnership menunjukkan bahwa hanya 12,51 persen produsen-produsen di Ohio yang memahami apa itu keamanan siber (cybersecurity) dan telah melakukan langkah-langkah untuk melindungi sistem IT mereka.

Pada 19 Juni, Senat AS meloloskan tindakan legislatif yang mencegah kesepakatan Trump dengan Tiongkok untuk mengizinkan ZTE membeli komponen-komponen teknologi AS lagi meskipun perusahaan tersebut telah membayar denda sebesar $1,4 miliar dan menyetujui inspeksi oleh tim kepatuhan AS.

Larangan ekspor tersebut diberlakukan pada bulan April setelah perusahaan Tiongkok tersebut ditemukan melanggar perjanjian hukum yang telah disepakati dengan melanggar sanksi-sanksi AS terhadap Iran. Operasi-operasi bisnisnya telah ditangguhkan sebagai hasilnya. (ran)

ErabaruNews

Serangan Udara Suriah Tewaskan 46 Orang dan Tutup 3 Rumah Sakit

Epochtimes.id- Serangan udara Suriah dilaporkan di seluruh daerah yang dikuasai pemberontak di Suriah selatan pada Rabu (27/06/2018). Serangan ini memaksa penutupan terhadap tiga rumah sakit.

Pada Kamis (28/06/2018) dilaporkan 46 orang tewas, termasuk anak-anak, di provinsi Daraa seperti diungkap Harian Perang Suriah. Kelompok itu mengatakan bahwa serangan udara adalah bagian dari rentetan rudal yang ditembakkan di daerah tersebut.

Pasukan rejim yang setia kepada Presiden Bashar al-Assad sedang berusaha mendorong menguasai wilayah dan perbatasan strategis dengan Yordania. Wilayah selatan seharusnya dilindungi di bawah gencatan senjata, atau “zona de-eskalasi,” oleh Rusia, Yordania, dan Amerika Serikat.

Di tengah serangan udara, organisasi bantuan Palang Merah dan UNICEF menyerukan lebih banyak perlindungan untuk mencegah kematian warga sipil seperti dilaporan The Telegraph.

“Ada roket, bom barel dan serangan udara Rusia dan Suriah yang menyasar daerah pemberontak di Daraa, khususnya lingkungan Daraa al-Balad,” kata Kepala Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, Rami Abdel Rahman.

Organisasi itu menambahkan bahwa ribuan warga sipil telah melarikan diri akibat perang.

“Horor tidak mengenal batas di Suriah, di mana anak-anak terjebak dalam gelombang kekerasan terbaru di barat daya,” tambah Henrietta Fore, yang merupakan Direktur eksekutif badan PBB untuk anak-anak, UNICEF.

“Anak-anak Suriah telah hidup melalui penderitaan yang tidak dapat diterima.”

Sementara itu, tentara Suriah bertempur melawan pemberontak di sebuah kota penting di Suriah barat daya. Media yang dikelola oleh sekutu Suriah, Hizbullah dan seorang pemantau perang mengatakan, serangan udara yang meningkat menewaskan puluhan orang di daerah itu seperti dilaporkan Reuters.

Vassily Nebenzia, duta besar Rusia untuk PBB, mengindikasikan bahwa Rusia tidak akan lagi menyerang zona de-eskalasi, dengan mengatakan itu adalah salah satu benteng terakhir dari cabang Al Qaeda dan ISIS, dan tentara Suriah memiliki “hak yang sah” untuk bertempur melawan “Teroris.” (asr)

Kongo Klaim Tuntaskan Pengawasan Penyebaran Virus Ebola, Tidak Ada Kasus Baru

Epochtimes.id- Republik Demokratik Kongo mengumumkan telah menyelesaikan pengawasan wabah Ebola di negara tersebut.

Surveillans ini dilakukan terhadap orang-orang terakhir yang melakukan kontak dengan pasien dan tidak menemukan kasus baru.

Jika tidak ada kasus lebih lanjut dari penyakit mematikan yang dikonfirmasi setelah satu periode inkubasi tiga minggu mendatang, Kongo akan dapat secara resmi mengumumkan berakhirnya wabah yang diyakini telah menewaskan 29 orang sejak April.

Sejumlah pejabat kesehatan telah menelusuri kontak dan menggelar vaksinasi eksperimental di Kongo barat laut untuk mencegah penularan lebih luas setelah virus menyebar ke Mbandaka, sebuah kota pelabuhan sungai yang berpenduduk lebih dari 1 juta orang.

Penyebaran wabah terbaru ini menjadi ujian terhadap kemampuan otoritas kesehatan global untuk melawan Ebola setelah dikritik karena dinilai terlalu lambat menangani epidemi di Afrika Barat dari 2013-2016 yang menewaskan lebih dari 11.000 orang.

Lebih dari 3.300 orang telah menerima vaksin eksperimental Merck dan petugas kesehatan terus mengawasi 1,706 orang yang melakukan kontak dengan pasien Ebola.

“Penggunaan vaksinasi dalam respon Ebola ini memungkinkan kita untuk memutus rantai penularan dan mengandung virus lebih cepat,” kementerian kesehatan Kongo mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis.

“Sejauh ini, hasil vaksinasi telah menjanjikan karena tidak ada individu yang divaksinasi mengembangkan penyakit atau mengalami efek samping yang besar,” tambahnya.

Ini adalah wabah Ebola kesembilan Kongo sejak virus itu ditemukan di dekat sungai utara di Kongo pada tahun 1976.

Virus Ebola ditakuti karena dapat menyebabkan terjadinya pendarahan internal dan eksternal yang dapat menimpa korbannya hingga terjadi kerusakan terhadap pembuluh darah. Bahkan adanya menyebankan korban meninggal dunia. (asr)

Oleh Fiston Mahamba dan Aaron Ross via The Epochtimes

Melania Trump Kembali Kunjungi Perbatasan Amerika Meksiko

0

EpochTimesId – ‘First Lady’ Amerika Serikat, Melania Trump kembali datang ke perbatasan dengan Meksiko, pada 28 Juni 2018. Ibu Negara AS itu datang untuk bertemu dengan pejabat imigrasi dan mengunjungi tempat penampungan anak-anak.

Ini adalah kunjungan keduanya ke perbatasan dalam seminggu terakhir. Pekan lalu, dia melakukan kunjungan mendadak ke penampungan anak-anak di Texas pada 21 Juni 2018.

Kali ini, Melania Trump mengadakan pertemuan meja bundar dengan para pejabat terkait di dekat Pangkalan Angkatan Udara Davis-Monthan di Tucson, Arizona. Dia menyatakan perhatiannya pada anak-anak dari keluarga imigran yang dipisah dari orangtuanya.

“Saya di sini untuk mendukung Anda dan memberikan bantuan saya. Apa pun yang saya bisa, atas nama anak-anak dan keluarga,” kata Melania kepada para pejabat di fasilitas Patroli Perbatasan AS.

Dalam pidato pembukaan di fasilitas tersebut, dia juga berterima kasih kepada pejabat dari Badan Perlindungan Perbatasan dan Bea Cukai AS (Customs and Border Protection/CBP) dan Badan Penegak Hukum Imigrasi dan Bea Cukai AS (Immigration and Customs Enforcement/ICE) yang bersedia menjadi tuan rumah diskusi.

Agen Patroli Perbatasan berbicara dengan anak-anak di bawah umur yang tidak didampingi tepat setelah mereka melintasi perbatasan barat daya di Rio Grande Valley, Texas, pada tanggal 26 Mei 2017. (Benjamin Chasteen/The Epoch Times)

“Saya tahu betapa berbahayanya dan sulitnya pekerjaan harian Anda, jadi saya sangat menghargai semua yang Anda lakukan atas nama negara,” sambung istri Presiden Trump.

Keputusan untuk mengunjungi fasilitas itu adalah gagasannya, menurut Stephanie Grisham, direktur komunikasinya. Kunjungan baru-baru ini dilakukan setelah presiden menandatangani sebuah perintah eksekutif pada 20 Juni 2018 untuk membantu menghentikan pemisahan keluarga imigran gelap di perbatasan.

Sekitar 2.000 anak dipisahkan dalam enam minggu dari 19 April hingga 31 Mei 2018. Sementara 10.000 anak lainnya berada dalam perawatan Badan Kesehatan dan Layanan Manusia (HHS) setelah memasuki Amerika Serikat secara ilegal, sebagai anak di bawah umur yang tidak ditemani orang tua. Sering kali, orang tua mereka membayar seorang penyelundup untuk membawa mereka melewati perbatasan.

Pada hari Selasa, seorang hakim federal memerintahkan agar anak-anak migran dan orang tua bersatu kembali dalam 30 hari. Bahkan lebih cepat, jika anak tersebut berusia di bawah 5 tahun.

“Tujuan kunjungan kedua ini, agar First Lady dapat belajar dan memahami masalah di perbatasan,” sambung Grisham, seperti dikutip dari Associated Press.

Ibu Negara juga mengunjungi fasilitas negara yang digambarkan sebagai pusat penampungan jangka pendek bagi anak-anak migran.

Setengah juta keluarga imigran ilegal dan anak-anak di bawah umur dari Amerika Tengah telah dilepas di wilayah Amerika Serikat sejak tahun 2014 akibat dari celah-celah kebocoran peraturan imigrasi, menurut Gedung Putih.

“Dia mengakui itu masalah yang rumit,” kata Grisham. “Dia benar-benar percaya pada hukum perbatasan yang kuat. Dia ingin memastikan anak-anak diurus dengan baik.”

First Lady AS, Melania Trump (tengah) naik ke mobilnya di Pangkalan Bersama Andrews, Maryland, pada 21 Juni 2018. Melania Trump baru usai mengunjungi fasilitas penahanan dan perawatan anak-anak pengungsi dan imigran gelap di perbatasan AS-Meksiko, Texas. (Chip Somodevilla/Getty Images/The Epoch Times)

Kunjungan pertama Melania ke perbatasan menarik perhatian media nasional. Namun, mereka lebih tertarik dengan jaket yang dia pakai selama kunjungan. Jaket itu berisi tulisan, “Saya benar-benar tidak peduli. Apakah kamu (peduli)?”

Menurut Presiden Donald Trump, pesan itu adalah kritikan untuk media arus utama yang mengabaikan apa yang dikerjakannya untuk rakyat dan negara. Bahkan, media besar di Amerika cenderung memilih sudut negatif untuk meliputnya.

Nampaknya, apa yang dikatakan Trump memang memiliki alasan. Sebagian besar liputan media pada kunjungan pertama Melania ke Perbatasan membahas tulisan yang ada di belakang jaketnya.

Dalam kunjungan kedua kali ini, tidak ada pakaian dengan tulisan pesan. (Bowen Xiao/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/fTKcu82AtsA

Kanselir Jerman Sebut Migrasi Bisa Membangun atau Menghancurkan Eropa

0

EpochTimesId – Kanselir Jerman Angela Merkel meminta para pemimpin Eropa pada 28 Juni 2018 untuk menyepakati kebijakan bersama untuk migrasi. Dia menyebut masalah imigrasi bisa membangun atau menghancurkan Eropa. Seruan Merkel disampaikan di bawah tekanan berat dari sekutu konservatif Jerman.

Merkel berbicara di parlemen Jerman sebelum KTT Uni Eropa yang dimulai keesokan harinya. KTT diperkirakan akan didominasi oleh masalah imigrasi.

“Eropa menghadapi banyak tantangan, tetapi migrasi bisa menjadi masalah yang membangun atau menghancurkan untuk Uni Eropa,” kata Merkel, yang masa depan politiknya terancam oleh serangan balik terhadap kebijakan migrasi, dari Partai Konservatif Bavaria.

Pada KTT dua hari, para pemimpin akan menyepakati langkah-langkah untuk membatasi kedatangan imigran dan pengungsi di seluruh Mediterania. Mereka akan menghabiskan lebih banyak usaha untuk memerangi imigrasi ilegal, dan meningkatkan kerja sama untuk mencegah pengungsi dan migran bergerak antar negara di Uni Eropa, menurut pernyataan rancangan kesepakatan.

Akan tetapi, tiga tahun setelah lebih dari satu juta orang memasuki Eropa, banyak dari para pengungsi yang melarikan diri dari konflik bersenjata di Timur Tengah. Para pemimpin tetap berbeda pandangan terkait bagaimana menangani para pencari suaka.

Merkel berada di bawah tekanan Partai Bavarian Christian Social Union (CSU), yang tengah menghadapi pemilihan regional di musim gugur. Merkel diminta untuk membendung imigrasi ke Jerman lebih agresif, meskipun kedatangan imigran telah turun tajam dari jumlah rekor terbanyak pada 2015.

Dengan kawasan Bavaria sebagai titik masuk utama ke Jerman bagi para migran, CSU mengatakan akan mulai menolak mereka yang terdaftar di negara-negara Eropa lainnya bulan depan. Namun, Bavaria tidak akan melakukannya, jika Merkel berhasil mendorong tercapainya kesepakatan di Brussels.

Tampaknya hampir tidak mungkin tanpa perpecahan antara 28 negara anggota UE. Namun Merkel mengindikasikan di parlemen Jerman, bahwa dia akan mengejar ‘koalisi yang bersedia’. Dia akan mencoba untuk menyerang perjanjian bilateral dengan negara-negara seperti Yunani dan Italia.

Perdana Menteri Yunani, Alexis Tsipras mengatakan kepada Financial Times bahwa dia terbuka untuk kesepakatan dengan Berlin untuk membatasi ‘migrasi sekunder’ pengungsi yang tiba di perbatasan selatan Uni Eropa, sebelum menuju utara.

Italia mungkin terbukti lebih sulit. Pemerintahannya yang baru, telah menolak semua tindakan yang akan membuatnya menangani lebih banyak jumlah pengungsi.

Imigran menunggu untuk turun dari kapal penjaga pantai Italia, ‘Diciotti’, di pelabuhan Catania, Italia, 13 Juni 2018. (Antonio Parrinello/Reuters/File Photo/The Epoch Times)

Risiko Schengen
Yang dipertaruhkan adalah persatuan anggota Uni Eropa dan saling percaya satu sama lain, serta zona (visa) Schengen, yaitu perjalanan bebas kontrol di perbatasan masing-masing negara Eropa. Pemeriksaan pada perbatasan Schengen akan memukul bisnis wisata dan perjalanan pribadi di seluruh blok Eropa, dan mengancam pekerjaan setengah miliar penduduk Uni Eropa.

Perbedaan pandangan antara para pemimpin Uni Eropa telah memainkan menonjol dalam beberapa hari terakhir sebelum apa yang pasti menjadi bahan diskusi di balik ‘pintu tertutup’.

Di depan umum, mereka akan mencoba bersatu untuk membujuk para pemilih yang mereka kontrol dan tidak akan ada pengulangan tahun 2015. Jajak pendapat menunjukkan migrasi merupakan perhatian utama bagi warga Uni Eropa.

Salah satu ide adalah untuk “platform disembarkasi regional” (pusat penampungan) di sekitar Mediterania, di mana Uni Eropa akan menahan orang-orang yang mencoba menyeberang. Di sana Uni Eropa akan menyeleksi dan menilai permintaan suaka para pengungsi, dan menahan mereka yang gagal sebelum dipulangkan atau dideportasi.

Ada banyak tantangan hukum, keamanan, dan hak terkait dengan rencana tersebut. Dan, tidak ada negara di luar UE yang sejauh ini bersedia menyiapkan tempat untuk pusat penampungan itu.

Uni Eropa berharap badan PBB untuk pengungsi dan migrasi menjalankan pusat-pusat penampungan pengungsi semacam itu di sekitar Mediterania. (Reuters/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/fTKcu82AtsA

Bandara I Ngurah Rai Denpasar Kembali Dibuka

Epochtimes.id- Bandara I Gusti Ngurah Rai, Denpasar, kembali beroperasi normal sejak pukul 14.30 WITA pada Jum’at (29/6/2018).

Perusahaan Umum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan (Perum LPPNPI) atau AirNav Indonesia menerbitkan NOTAMC nomor A2551/18 yang menginformasikan kepada seluruh stakeholder penerbangan di dunia, mengenai pembukaan kembali Bandara I Gusti Ngurah Rai.

Sekretaris Perusahaan AirNav Indonesia, Didiet K. S. Radityo mengatakan keputusan membuka kembali Bandara I Gusti Ngurah Rai diambil pada rapat koordinasi yang dilakukan oleh seluruh stakeholder penerbangan di Denpasar yang dipimpin oleh Kepala Otoritas Bandar Udara Wilayah IV.

Menurut data yang dipaparkan oleh Station Meteorologi Kelas I Ngurah Rai, ketinggian erupsi 23.000 feet mengarah ke Barat Daya dengan kecepatan 15 knot, dan tidak terindikasi sebaran volcanic ash menutupi ruang udara Bandara I Gusti Ngurah Rai.

“Data yang diambil pukul 13.25 WITA menyatakan bahwa sebaran volcanic ash tidak menutupi koordinat Bandara I Gusti Ngurah Rai,” ungkapnya.

Berdasarkan data terkini dan diskusi dengan seluruh stakeholder penerbangan, rapat tersebut merekomendasikan untuk membuka kembali Bandara I Gusti Ngurah Rai.

“Seluruh layanan navigasi penerbangan pada rute-rute penerbangan baik domestik maupun internasional yang terdampak volcanic ash diatur sedemikian rupa agar tidak mengganggu keselematan penerbangan. Seluruh jadwal penerbangan dari dan ke Bandara I Gusti Ngurah Rai akan kembali diperbarui datanya, menyesuaikan dengan kondisi terkini,” ujarnya.

Guna mendukung aktivitas pergerakan pesawat, AirNav Indonesia menyiagakan penuh personel navigasi penerbangan dan seluruh peralatan pendukung.

Didiet menegaskan, meski kondisi cuaca dan arah angin dalam kategori baik, AirNav Indonesia akan tetap memonitor dengan ketat seluruh perkembangan yang terjadi terkait aktivitas Gunung Agung. Koordinasi dengan BMKG dan PVMBG serta pengamatan Darwin Volcanic Ash Advisory Center (DVAAC), terus dilakukan secara intensif. (asr)

Tiongkok Keluarkan Aturan Baru Menghentikan Artis Menghindari Pajak

0

Tiongkok akan mengambil tindakan untuk mengekang penghindaran pajak dan mengendalikan tingkat upah yang “tidak masuk akal” dalam industri film, media pemerintah Tiongkok, Xinhua, melaporkan pada 27 Juni, mengutip pemberitahuan yang dikeluarkan oleh regulator film dan pajak Tiongkok.

Dijelaskan praktik-praktik pembayaran pajak ilegal, termasuk penyusunan kontrak-kontrak palsu untuk memalsukan laporan penghasilan, mendorong biaya produksi film meningkat dengan cepat, merusak kualitas produk secara keseluruhan, dan merusak industri film Tiongkok, sekarang bernilai $8,6 miliar.

Standar-standar baru perlu diformulasikan untuk pembayaran yang diberikan kepada para pemain, dengan gaji tidak diizinkan melebihi 40 persen dari total biaya produksi, katanya. Pembayaran untuk para bintang artis harus berjumlah tidak lebih dari 70 persen dari total biaya upah.

Pemberitahuan tersebut dikeluarkan sebagai tanggapan atas skandal yang meletus sebulan yang lalu, ketika Cui Yongyuan, pembawa acara talk show TV terkenal, menuduh Fan Bingbing, seorang aktris film terkenal Tiongkok, menyembunyikan penghasilannya yang sebenarnya dengan kontrak-kontrak palsu.

Insiden tersebut mengungkapkan skema penggelapan pajak yang meluas di industri film Tiongkok, yang menyebabkan pihak berwenang untuk segera mengambil tindakan.

Tiongkok mengatakan awal bulan ini bahwa mereka akan meluncurkan penyelidikan penghindaran pajak di industri film dan televisi negara tersebut setelah serangkaian nama terkenal dituduh telah menandatangani kontrak-kontrak palsu.

Pemberitahuan itu dikeluarkan bersama oleh regulator pajak Tiongkok, serta Departemen Publisitas Pusat negara, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, dan Administrasi Pajak Negara.

Di Sina Weibo, Twitter yang setara dengan Tiongkok, beberapa netizen telah mempertanyakan apa yang benar-benar dapat dicapai oleh pemberitahuan tersebut.

“Mengapa tidak ada pemberitahuan yang dikeluarkan bersama oleh biro keamanan, kantor kejaksaan tinggi di negara itu, dan lembaga antikorupsi? Saya merasa sepertinya [penguasa] hanya melakukan formalitas untuk menenangkan kemarahan orang-orang,” tulis seorang netizen dari Provinsi Yunnan, Tiongkok selatan. (ran)

ErabaruNews