Home Blog Page 3

Iran Mengancam: “Siapa pun yang Lindungi Israel Akan Kami Serang” – AS Keluarkan Peringatan yang Lebih Keras

EtIndonesia. Situasi di Timur Tengah kembali memanas. Pada 13 Juni, Iran mendapat serangan mendadak dari Israel yang menyebabkan kerusakan besar. Seorang pejabat tinggi Iran mengatakan kepada CNN bahwa negaranya akan meningkatkan intensitas serangan terhadap Israel, dan akan menjadikan negara mana pun yang berusaha melindungi Israel sebagai target baru, termasuk markas-markas militer mereka di kawasan tersebut.

Menanggapi ancaman ini, pejabat Departemen Luar Negeri AS, McCoy Pitt, menyampaikan peringatan tegas dalam sidang darurat Dewan Keamanan PBB. Dia menegaskan bahwa jika Iran menyerang warga negara AS, pangkalan militer, atau infrastruktur penting, maka Iran akan menghadapi konsekuensi serius.

Iran Tantang Siapa Pun yang Melindungi Israel – AS: Jika Serang Warga atau Aset Kami, Iran Akan Menanggung Akibat Berat

Mengutip laporan dari CNN, Reuters, dan media internasional lainnya, Dewan Keamanan PBB mengadakan rapat darurat membahas konflik yang memanas antara Israel dan Iran. Dalam pernyataannya, McCoy Pitt menyampaikan lima poin utama:

1. Israel telah memberitahu AS terlebih dahulu sebelum melakukan serangan ke Iran, dan menyatakan bahwa aksi tersebut merupakan langkah pertahanan diri yang diperlukan.

2. Jika Iran menyerang warga AS, pangkalan, atau fasilitas penting, maka akan ada respon keras dari Amerika Serikat.

3. AS akan terus berupaya menggunakan jalur diplomatik untuk mencegah Iran memperoleh senjata nuklir dan menghindari ancaman terhadap stabilitas kawasan.

4. Pitt menekankan bahwa sekarang adalah waktu yang tepat bagi para pemimpin Iran untuk membuka ruang dialog.

5. Dia juga menyatakan bahwa meskipun AS mengetahui rencana Israel sebelumnya, AS tidak ikut serta dalam pelaksanaan serangan militer tersebut.

McCoy Pitt menambahkan bahwa setiap negara berdaulat, termasuk Israel, memiliki hak untuk membela diri. Dia juga menegaskan kembali peringatan dari Menteri Luar Negeri AS, Rubio, yang sebelumnya menyatakan bahwa jika Iran menyerang personel atau aset yang berkaitan dengan AS, maka balasan dari Amerika akan sangat mengerikan.

Iran Balas Mengancam: Siapa pun yang Membela Israel Akan Jadi Target Serangan

Di sisi lain, seorang pejabat tinggi Iran mengatakan kepada CNN pada hari yang sama bahwa Iran akan memperkuat serangan terhadap Israel, dan akan menyerang siapa pun yang mencoba melindungi negara tersebut. 

Ia mengatakan: “Berdasarkan hukum internasional, kami berhak memberikan respons tegas terhadap rezim tersebut. Negara mana pun yang mencoba membela aksi Israel terhadap Iran, akan melihat markas dan posisinya di kawasan ini menjadi target baru serangan kami.”

Sebelumnya, sumber-sumber dari Israel dan AS menyatakan bahwa militer AS turut membantu mencegat rudal yang diluncurkan Iran ke wilayah Israel. Laporan dari pihak Israel juga menyebutkan bahwa beberapa negara lain di kawasan turut membantu sistem pertahanan udara Israel.

PM Israel Netanyahu: Serangan Lebih Besar dan Lebih Keras Akan Segera Datang

Mengutip laporan dari AFP, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu menyampaikan pidato melalui video yang ditujukan langsung kepada rakyat Iran pada Jumat malam. Dia menyampaikan bahwa dalam 24 jam terakhir, Israel telah:

·        Mengeliminasi sejumlah komandan militer utama Iran

·        Menewaskan beberapa ilmuwan nuklir senior

·        Menghancurkan fasilitas pengayaan uranium yang vital

·        Menyerang gudang besar rudal balistik milik Iran

Netanyahu menegaskan bahwa aksi militer Israel belum berakhir, dan gelombang serangan berikutnya akan lebih dahsyat. Dia menyatakan bahwa ini adalah salah satu operasi militer terbesar dalam sejarah Israel terhadap Iran, dengan sasaran utama meliputi:

·        Fasilitas nuklir

·        Gudang rudal

·        Struktur komando tinggi militer Iran

Dalam pidatonya, Netanyahu mengajak rakyat Iran untuk bangkit melawan pemerintah mereka sendiri, yang ia sebut sebagai “rezim jahat dan menindas”. Dia menyerukan agar rakyat Iran bersatu di bawah bendera dan warisan bangsanya, dan berjuang untuk kebebasan.

Dia menutup pidatonya dengan penegasan bahwa Israel akan melakukan segala cara yang dianggap perlu untuk menjamin keamanan negaranya, tanpa kompromi.

Kesimpulan: Timur Tengah di Ujung Ledakan

Dengan saling ancam yang terus meningkat antara Iran dan Israel, serta keterlibatan tidak langsung Amerika Serikat dan negara-negara lain dalam sistem pertahanan, kawasan Timur Tengah kini berada di ambang eskalasi militer yang lebih luas. Jika Iran benar-benar menyerang aset militer negara lain, bukan tidak mungkin konflik ini berubah menjadi perang regional besar.

Pertanyaannya kini: Akankah diplomasi mampu mencegah kobaran api yang lebih besar, atau akankah dunia menyaksikan babak baru konflik bersenjata yang jauh lebih brutal?(jhn/yn)

11 Depot Minyak di  Iran Meledak Hingga Puluhan Kota di Israel membunyikan Alarm Serangan Udara

EtIndonesia. Israel dan Iran yang sedang terlibat dalam perang, Minggu (15 Juni) memasuki hari ketiga pertempuran. Stasiun televisi pemerintah Iran mengumumkan bahwa Iran telah meluncurkan gelombang baru serangan rudal, memicu alarm serangan udara di puluhan kota dan komunitas di seluruh Israel. 

Sebagai balasan, militer Israel mengerahkan 70 jet tempur untuk menyerang gedung Kementerian Pertahanan Iran dan lokasi lain yang terkait dengan program nuklir, serta depot minyak Iran.

Stasiun TV pemerintah Iran melaporkan pukul 03.10 waktu setempat: “Gelombang baru dari operasi ‘Janji Setia 3’ (Operation Honest Promise 3) baru saja dimulai,” seraya menayangkan siaran langsung dari wilayah Israel.

Wartawan AFP melaporkan bahwa pada Minggu (15 Juni), terdengar sirine dan suara ledakan di Yerusalem dan Tel Aviv.

Militer Israel melalui akun media sosial X menyatakan bahwa jutaan warga Israel “berlari menuju tempat perlindungan” saat sirine berbunyi di puluhan kota dan komunitas.

Rekaman televisi Israel menunjukkan bahwa gelombang baru serangan rudal dari Iran ini untuk pertama kalinya menyasar kota pelabuhan Haifa di utara.

Ketegangan antara Israel dan Iran memicu kekhawatiran internasional akan eskalasi konflik. Setelah Israel melancarkan serangan udara besar-besaran terhadap Iran pada 13 Juni, pertempuran sengit terjadi pada 14 Juni, memaksa penundaan negosiasi nuklir putaran baru antara AS dan Iran yang sedianya digelar pada 15 Juni.

Sebelumnya pada 14 Juni, Israel menyerang ladang gas South Pars di Iran dan menyebabkan kebakaran, memaksa sebagian produksi di ladang gas terbesar di dunia itu dihentikan sementara. Ini merupakan pertama kalinya Israel menyerang sektor minyak dan gas Iran, menunjukkan peningkatan serius dalam eskalasi konflik.

Pada 14 Juni malam, Israel kembali mengerahkan 70 jet tempur untuk membombardir lebih dari 40 target di Teheran. Jet-jet tersebut terbang berputar-putar di atas Teheran selama lebih dari dua jam untuk melaksanakan misi serangan. Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengatakan bahwa “Teheran sedang dilalap api.”

Kementerian Perminyakan Iran menyatakan bahwa 11 depot penyimpanan bahan bakar di depot Shahran mengalami ledakan beruntun. Seorang warga menggambarkan kekuatan ledakan “seperti gempa bumi”; saksi mata lainnya menyebutkan bahwa api terus menyebar dan menerangi pegunungan di sekitar Teheran.

Militer Israel menyatakan bahwa pada 15 Juni dini hari, mereka menyerang gedung Kementerian Pertahanan Iran dan target lainnya, “termasuk markas besar Kementerian Pertahanan Iran, Organisasi Riset dan Inovasi Pertahanan (SPND), markas program nuklir,”
yang disebut terkait langsung dengan program nuklir Teheran. Israel juga menargetkan tangki-tangki penyimpanan minyak Iran.

Iran menyatakan bahwa serangan terhadap depot minyak Shahran oleh Israel telah “berhasil dikendalikan.”

Jenderal Iran, Esmail Kosari, pada 14 Juni mengatakan bahwa Teheran sedang mempertimbangkan opsi untuk menutup Selat Hormuz, jalur penting ekspor minyak dunia, bagi kapal tanker. (Hui)

Sumber : NTDTV.com 

Gedung Pencakar Langit 67 Lantai di Dubai Terbakar Hebat Tengah Malam – Api Menjalar Naik Seperti Lidah Neraka

EtIndonesia. Menurut laporan The Sun, kebakaran hebat terjadi di salah satu gedung tertinggi Dubai, Tiger Tower, pada larut malam tanggal 13 Juni. Api terlihat menjalar ganas dari lantai bawah ke atas gedung, melahap fasad bangunan hingga ke lantai tinggi dengan cepat. Asap hitam pekat membumbung tinggi ke langit, menciptakan pemandangan yang mengerikan dan menegangkan. Butuh waktu enam jam bagi tim pemadam kebakaran untuk mengendalikan dan memadamkan api, yang berhasil dipadamkan sepenuhnya pada dini hari tanggal 14 Juni.

Saat kejadian, para penghuni menemukan tangga darurat dipenuhi asap, sehingga mereka memutuskan untuk menggunakan lift sebagai jalur evakuasi darurat. Secara luar biasa, seluruh 3.820 penghuni gedung berhasil dievakuasi dengan selamat, tanpa korban luka maupun jiwa.

Gedung Tiger Tower, yang juga dikenal dengan nama Marina Pinnacle, terletak di kawasan elit Dubai Marina. Gedung ini memiliki 67 lantai dengan tinggi struktur mencapai 280 meter dan menampung 764 unit apartemen serta ruang komersial. Dibangun 14 tahun lalu, nama “Tiger Tower” diambil dari perusahaan pengembangnya.

Menurut keterangan Dubai Media Office, sebanyak 3.820 orang penghuni gedung berhasil dievakuasi dengan aman setelah kebakaran. Api berhasil dikendalikan dalam waktu enam jam, dan tidak ada laporan korban jiwa.

Sepasang suami istri yang tinggal di lantai 24 menceritakan kepada Khaleej Times bahwa sekitar pukul 21:45 malam, mereka mencium bau hangus di dalam unit mereka. Setelah memeriksa area apartemen dan tidak menemukan kejanggalan, mereka melihat dari balkon bahwa terdapat petugas pemadam kebakaran dan kerumunan orang di bawah. Mereka pun segera menghubungi petugas keamanan dan diarahkan untuk segera mengungsi.

Sang suami mengaku bahwa saat itu tangga darurat sudah dipenuhi asap tebal, sehingga mereka terpaksa menggunakan lift untuk menyelamatkan diri. Beruntung, lift masih berfungsi dan mereka berhasil keluar tanpa cedera.

Pihak berwenang kini bekerja sama dengan pengembang bangunan untuk menyediakan akomodasi sementara bagi para penghuni yang terdampak, serta memastikan bahwa keselamatan dan kesejahteraan mereka menjadi prioritas utama.(jhn/yn)

Ketika Musuh Menjadi Harapan: Warga Iran Berbalik Mendukung Serangan Israel!

EtIndonesia. Di tengah ketegangan geopolitik yang membara, satu pemandangan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya kini menjadi nyata di Iran: rakyat biasa, yang selama ini dicekam ketakutan oleh rezim otoriter, justru secara terbuka menyatakan dukungan terhadap serangan Israel. 

Berbagai video amatir yang viral di media sosial memperlihatkan sejumlah warga Iran bersorak gembira setiap kali rudal Israel melintas di langit kota-kota besar. Bahkan, di beberapa dinding bangunan, muncul coretan yang berbunyi lantang, “Israel, bombardir mereka! Kami, rakyat Iran, mendukungmu!”

Fenomena ini jelas menggambarkan betapa dalamnya krisis kepercayaan dan kebencian rakyat terhadap kepemimpinan rezim saat ini. Dukungan yang dulunya tabu, kini secara terbuka disuarakan, menandakan akumulasi kemarahan dan frustrasi yang selama ini terpendam akibat represi berkepanjangan.

Suara Diaspora: Kesaksian Kehidupan di Bawah Bayang-Bayang Ketakutan

Hooman David Hemmati, seorang pakar biomedis terkemuka asal Iran yang kini menetap di Amerika Serikat, menuliskan kisah pilu kehidupan di bawah rezim Teheran melalui akun media sosialnya di platform X (dulu Twitter). Hemmati memaparkan betapa kehidupan di Iran penuh dengan penderitaan dan tekanan psikologis yang tiada henti.

Menurutnya, di Iran, seorang mahasiswi bisa saja dipukuli hanya karena memakai riasan wajah, sementara seorang wanita yang membiarkan sehelai rambutnya terlihat dari balik hijab dapat berujung pada hukuman penjara selama berminggu-minggu. Bahkan, kasus lebih ekstrem terjadi ketika warga digiring paksa dari rumah mereka di tengah malam hanya karena menolak tunduk kepada pengadilan dan aturan-aturan rezim yang dinilainya tidak manusiawi.

Hemmati menegaskan, kabar mengenai serangan Israel ke fasilitas nuklir Iran tidak melahirkan sukacita semu di hati rakyat Iran. Namun, bagi banyak orang, peristiwa ini justru memunculkan secercah harapan baru. Sebab, menurutnya, fasilitas pengayaan uranium dan pangkalan militer yang menjadi sasaran Israel bukanlah sekadar simbol kekuatan pertahanan negara, melainkan jantung dari mesin tirani yang selama ini menopang kekejaman rezim. 

“Hancurnya fasilitas ini diharapkan mampu menggoyang fondasi kekuasaan para Ayatollah yang telah lama membungkam aspirasi rakyat,” tulis Hemmati.

Ia juga mengajak masyarakat Iran di dalam dan luar negeri untuk terus berdoa dan berjuang demi terwujudnya revolusi sejati. Harapannya, keberanian rakyat dalam melawan ketidakadilan akan menjadi awal dari babak baru sejarah Iran—sebuah era yang lebih bebas dan manusiawi, jauh dari tirani yang mengekang setiap aspek kehidupan warganya.

Komparasi Global: Aspirasi Kebebasan Melintasi Batas Negara

Menariknya, fenomena ini juga memicu diskusi luas di jagat maya internasional. Banyak warganet, khususnya dari Tiongkok, secara terbuka membandingkan nasib rakyat Iran dengan rakyat Tiongkok di bawah pemerintahan Partai Komunis Tiongkok (PKT). Dalam berbagai forum dan kolom komentar, muncul harapan agar rakyat Tiongkok suatu saat nanti juga bisa merayakan keruntuhan rezim otoriter seperti halnya warga Iran yang kini berani menyuarakan harapan akan perubahan.

Salah satu unggahan yang viral menyebutkan, “Jika suatu hari nanti PKT runtuh, semoga kami juga bisa berteriak lega dan bersuka cita seperti rakyat Iran saat ini.” Narasi ini memperlihatkan bahwa gelombang aspirasi kebebasan, keadilan, dan perlawanan terhadap penindasan kini telah menjadi isu lintas negara, melampaui sekat geografis dan politik.

Analisis Para Pakar: Gejolak Sosial Menuju Titik Didih

Para analis dan pengamat Timur Tengah menilai, dukungan terbuka rakyat Iran kepada Israel adalah manifestasi nyata dari tingkat frustrasi yang telah mencapai titik didih. Selama bertahun-tahun, masyarakat Iran hidup di bawah sensor ketat, penindasan, serta ancaman hukuman berat atas setiap bentuk perlawanan. Namun, derap langkah perubahan kini terdengar semakin lantang.

“Ketika rakyat mulai memandang musuh negara sebagai harapan baru, itu artinya legitimasi rezim sudah nyaris runtuh,” ujar Dr. Mark Dubowitz, CEO Foundation for Defense of Democracies. Ia menambahkan, tindakan represif yang semakin brutal justru kian mendorong rakyat untuk mencari kebebasan, bahkan dari kekuatan asing sekalipun.

Penutup: Babak Baru Perlawanan Rakyat Iran

Gelombang dukungan rakyat Iran terhadap serangan Israel bukan sekadar ekspresi spontan di tengah gejolak perang, melainkan juga menjadi simbol perlawanan dan harapan kolektif untuk perubahan besar. Seruan dan doa yang dipanjatkan rakyat Iran hari ini bukan lagi tentang kehancuran musuh, melainkan tentang pembebasan dari belenggu tirani dan lahirnya masa depan yang lebih cerah.

Sejarah akan mencatat bahwa di tengah gelegar rudal dan debu peperangan, suara rakyat kecil yang selama ini dibungkam, kini bangkit dan menggema ke seluruh dunia, membawa pesan universal tentang hak untuk hidup merdeka dan bermartabat. (***)

Mengapa Israel Berani Serang Iran di Siang Bolong? Inilah Fakta Mengejutkan di Baliknya!

EtIndonesia. Tanggal 13 Juni 2025 menjadi penanda babak baru dalam eskalasi konflik Timur Tengah. Untuk pertama kalinya dalam sejarah operasi militer antara Israel dan Iran, serangan udara Israel dilakukan secara terang-terangan di siang hari, bukan di malam gelap seperti biasanya. Langkah ini memunculkan banyak tanda tanya di kalangan pengamat militer dan politik global: Mengapa Israel begitu percaya diri menyerang Iran di siang bolong?

Serangan Siang Hari, Simbol Perubahan Besar

Menurut laporan eksklusif Al Jazeera yang mengutip Dr. Imad El-Anis—pakar Hubungan Internasional Timur Tengah dan Afrika Utara dari Nottingham Trent University, Inggris—serangan udara biasanya dilakukan pada malam hari atau dini hari untuk memaksimalkan unsur kejutan sekaligus menghindari deteksi radar musuh. Namun, aksi militer Israel pada 13 Juni 2025 yang dilakukan di siang hari justru menandakan kepercayaan diri tinggi dan perubahan besar dalam peta kekuatan militer regional.

“Serangan terbuka di siang hari adalah sinyal kuat bahwa Israel benar-benar tidak khawatir terhadap kemampuan deteksi maupun respons dari sistem pertahanan udara Iran,” ungkapnya dalam wawancaranya dengan media internasional. 

“Ini adalah bukti nyata telah terjadi pergeseran besar dalam keseimbangan kekuatan di kawasan,” lanjutnya.

Kebebasan Operasi Udara Israel: Iran Tak Lagi Jadi Ancaman

Lebih lanjut, Dr. Imad menekankan bahwa Israel kini memiliki kebebasan penuh untuk beroperasi di udara Iran tanpa takut dicegat rudal ataupun serangan balasan dari sistem pertahanan udara Iran. Hal ini menunjukkan, dalam beberapa tahun terakhir, kemampuan pertahanan Iran mengalami kemunduran drastis—baik dari segi teknologi, kesiapan personel, maupun koordinasi militer internal.

Keberhasilan serangan siang hari ini juga mengindikasikan bahwa jaringan intelijen Israel mampu melumpuhkan sistem radar dan komunikasi pertahanan udara Iran. 

“Kemampuan Israel untuk mengincar bahkan mengeksekusi para jenderal senior Iran secara presisi menunjukkan kualitas intelijen yang sangat tinggi. Ini bukan hanya operasi militer, tapi juga operasi psikologis yang menekan moral militer Iran,” jelasnya.

Strategi Serangan: Bukan Sekadar Unjuk Kekuatan

Serangan Israel pada 13 Juni 2025 tak sekadar dimaksudkan sebagai unjuk kekuatan. Para pengamat menilai, ini adalah bagian dari strategi operasi militer yang lebih luas, dengan target utama melumpuhkan infrastruktur strategis Iran—mulai dari fasilitas nuklir, basis peluncuran rudal, hingga pusat komando militer tingkat tinggi. 

Data lapangan menunjukkan bahwa serangan bertubi-tubi Israel kemungkinan akan berlangsung selama beberapa minggu ke depan, dengan intensitas dan cakupan yang terus diperluas.

Sejumlah sumber internasional, termasuk Institute for National Security Studies (INSS) di Tel Aviv, menyebutkan bahwa Israel telah memanfaatkan seluruh keunggulan teknologi canggihnya—mulai dari pesawat tempur siluman, drone serang, hingga perang elektronik—untuk menembus sistem pertahanan Iran. Bahkan, jaringan siber Israel diduga telah melumpuhkan sebagian sistem kendali rudal dan komunikasi militer Iran sesaat sebelum serangan berlangsung.

Respons Iran: Kemampuan Menurun, Moral Terguncang

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, kali ini kemampuan respons Iran dinilai sangat menurun. Sistem pertahanan rudal yang selama ini menjadi andalan, seperti S-300 dan sistem buatan domestik, ternyata gagal menghadang serangan udara Israel. Sejumlah pangkalan militer utama, pusat pengayaan uranium, dan laboratorium riset strategis di Iran dilaporkan mengalami kerusakan berat.

Bahkan, sumber internal Iran menyebutkan, para petinggi militer kini merasa sangat terancam dan dipaksa melakukan relokasi berulang kali dalam waktu singkat. Hal ini juga memicu kepanikan di kalangan elite politik dan militer Iran. 

Seorang analis militer dari London, yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengatakan bahwa moral militer Iran kini berada di titik terendah. “Jika situasi ini terus berlangsung, kekuatan pertahanan Iran bisa runtuh dari dalam akibat kepanikan, bukan sekadar kekalahan di medan perang,” jelasnya.

Pergeseran Keseimbangan Kekuatan: Babak Baru di Timur Tengah

Langkah Israel menyerang secara terang-terangan di siang hari telah mengirim pesan tegas ke seluruh dunia bahwa kekuatan udara Israel kini jauh di atas Iran. Hal ini sekaligus menandai babak baru dalam konflik berkepanjangan antara kedua negara. Para ahli menilai, operasi ini akan membawa dampak jangka panjang, bukan hanya untuk hubungan Israel-Iran, tetapi juga bagi dinamika keamanan regional Timur Tengah.

Dr. El Anis menutup analisisnya dengan peringatan, “Jika Iran gagal beradaptasi dan memperkuat sistem pertahanannya, mereka akan terus menjadi sasaran operasi militer Israel. Dunia kini menyaksikan pergeseran besar kekuatan yang bisa mengubah sejarah Timur Tengah dalam waktu singkat.”

Kesimpulan:

Keberanian Israel menyerang Iran di siang hari adalah cerminan perubahan dramatis dalam kekuatan militer dan keunggulan teknologi di kawasan. Ini bukan sekadar kemenangan taktis, tetapi juga kemenangan psikologis yang mempertegas posisi Israel sebagai kekuatan dominan di udara, sekaligus mempermalukan sistem pertahanan Iran di mata dunia. (***)

Bocor! Jenderal Iran Diduga Berkhianat, Israel dan AS Bersatu Hancurkan Rezim Teheran?”

Etindonesia. Timur Tengah kembali diguncang rentetan peristiwa besar yang diprediksi baru memasuki babak paling menegangkan dalam sejarah modernnya. Walau dunia sudah dikejutkan dengan rentetan serangan udara, pertukaran rudal, serta korban jiwa dari kedua pihak, sejumlah analis dan pakar militer menilai: puncak tragedi dan eskalasi terburuk justru masih menanti di depan mata.

Menariknya, konflik yang semula berkutat antara Israel dan Iran kini menyeret masuk Amerika Serikat—bahkan sampai ke jantung elite rezim di Teheran—dan untuk pertama kalinya, isu keterlibatan Partai Komunis Tiongkok (PKT) mulai mencuat di balik dinamika perang.

Amerika Serikat Resmi Terlibat: Sistem Pertahanan Udara Dikerahkan untuk Lindungi Israel

Pada 14 Juni 2025 dini hari waktu setempat, pemerintah Amerika Serikat akhirnya mengumumkan secara resmi keterlibatan militernya dalam konflik. Pejabat AS yang diwawancarai NPR dan sejumlah media internasional mengonfirmasi bahwa sistem pertahanan udara berbasis darat milik militer AS kini telah aktif mencegat gelombang rudal Iran yang diarahkan ke wilayah udara Israel. Langkah ini menjadi sinyal bahwa Washington tak lagi sekadar “mendukung” dari jauh, melainkan benar-benar terjun langsung ke medan tempur guna menjaga eksistensi sekutu utamanya di kawasan.

Kehadiran sistem pertahanan canggih Amerika di langit Israel diyakini akan mempersempit ruang manuver militer Iran, sekaligus memperbesar risiko terjadinya bentrok terbuka antara AS dan Iran.

Isu Pengkhianatan Jenderal Qaani: Efek Domino di Tubuh Rezim Iran

Sementara dunia terpaku pada duel rudal, kabar jauh lebih menggemparkan beredar di lini elit militer Iran. Dalam dua hari terakhir, rumor tewasnya Jenderal Ismail Qaani, komandan Pasukan Quds Garda Revolusi Iran, sempat ramai di media. Namun, pada 14 Juni, peristiwa lebih mencengangkan muncul setelah Eli David, pendiri perusahaan keamanan siber dan pakar AI ternama Israel, menulis di platform X bahwa Qaani justru kini berada di Israel dan menyerahkan diri sebagai agen Mossad.

Disebutkan, Qaani telah membocorkan sejumlah informasi strategis, yang diduga menjadi kunci keberhasilan operasi Israel menghabisi pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, serta dua tokoh Hizbullah paling berpengaruh: Hassan Nasrallah dan Hashim Safieddin. Walau kabar pelarian Qaani ke Israel belum diverifikasi otoritas internasional, isu ini langsung memicu kepanikan dan ketidakpercayaan di lingkungan elite rezim Iran.

Menurut para analis, apabila benar Qaani berkhianat dan membelot, maka jaringan proksi Iran di seluruh Timur Tengah—termasuk Hizbullah di Lebanon, Hamas di Gaza, hingga kelompok milisi di Irak—akan mengalami demoralisasi parah. Kepercayaan pada kepemimpinan militer Iran diprediksi terjun bebas, memperlemah posisi Iran dalam rivalitas kawasan.

Infiltrasi Israel dan Ujian Terbesar bagi Eksistensi Rezim Iran

Jika isu pengkhianatan Qaani terbukti, maka tingkat infiltrasi Israel ke jantung Garda Revolusi—institusi paling sakral sekaligus penopang utama rezim Teheran—bisa dikatakan sudah berada di level yang belum pernah terjadi sebelumnya. Satu pengkhianatan di level jenderal cukup untuk meruntuhkan kepercayaan dan solidaritas di dalam tubuh kekuasaan Iran. Bukan tidak mungkin, rezim yang telah bertahan lebih dari empat dekade itu kini menghadapi ancaman krisis internal paling akut sejak Revolusi 1979.

Peringatan Jenderal Flynn: Pembersihan Strategis dan Ancaman Perang Dunia

Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan kanal “Real America’s Voice”, Jenderal Michael Flynn, mantan Kepala Badan Intelijen Pertahanan AS, menyoroti perkembangan terbaru ini dengan nada serius. Menurutnya, selama bertahun-tahun, kebijakan Amerika Serikat di era Obama cenderung membiarkan Iran mengembangkan teknologi nuklir. Akibatnya, saat ini Teheran diyakini telah memiliki cadangan uranium tingkat tinggi yang cukup untuk merakit bom nuklir dalam waktu sangat singkat.

Flynn menyebut serangan Israel dan operasi intelijen yang mengguncang elite Iran bukan sekadar manuver militer biasa, melainkan sebuah “pembersihan strategis”—tindakan terkoordinasi yang bertujuan mencabut kekuatan Iran dari akarnya sekaligus mendorong perubahan rezim.

“Ini bukan perang konvensional. Ini sudah masuk level ‘regime change’ yang bisa memicu pertumpahan darah terburuk di Timur Tengah sejak Perang Dunia II,” tegas Flynn. Ia memperkirakan, babak paling memilukan dan penuh korban baru akan dimulai, dengan durasi perang setidaknya dua pekan atau bahkan lebih, tergantung respons elite Iran dan mobilisasi jaringan sekutunya.

Kawasan Arab Memilih Diam: Iran Semakin Terisolasi

Di tengah badai konflik, negara-negara Arab di sekeliling Iran tampak masih menahan diri. Tidak ada sinyal kuat bahwa Mesir, Arab Saudi, Yordania, maupun negara Teluk akan turun tangan membantu Iran secara terbuka, baik secara militer maupun politik. Situasi ini semakin mempersempit ruang manuver Iran dan menambah tekanan terhadap rezim yang mulai diguncang oleh isu pengkhianatan dan ketidakstabilan internal.

Isu Keterlibatan Partai Komunis Tiongkok Mulai Mencuat

Menarik untuk dicermati, dalam beberapa hari terakhir, mulai bermunculan kabar dan analisis yang mengaitkan kepentingan dan kemungkinan keterlibatan tidak langsung Partai Komunis Tiongkok (PKT) di balik eskalasi konflik ini. 

Banyak pihak menyoroti bagaimana posisi Tiongkok sebagai mitra dagang strategis Iran—terutama dalam hal ekspor minyak mentah—dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri Beijing terhadap konflik yang makin liar ini. Namun, sampai berita ini diturunkan, belum ada konfirmasi langsung dari pihak Beijing maupun pernyataan resmi yang membenarkan keterlibatan PKT secara operasional di lapangan.

Timur Tengah di Ambang Krisis Baru

Badai konflik di Timur Tengah kali ini bukan sekadar adu senjata dan saling serang antar negara. Yang terjadi kini adalah duel hidup-mati yang mengancam peta geopolitik kawasan secara menyeluruh, dan bisa menjalar menjadi konflik global jika tidak segera diredam.

Satu hal yang pasti: dunia kini tengah menunggu babak berikutnya, dengan ketegangan yang mana semakin menajam, dan kemungkinan kehancuran yang jauh lebih besar jika “perang dalam bayangan” ini berubah menjadi perang terbuka antar kekuatan utama dunia. (***)

Misteri Sabotase Besar-besaran: Siapa Pengkhianat di Jantung Militer Iran?”

EtIndonesia. Iran kini berada di titik kritis setelah gelombang serangan udara Israel mengguncang jantung militer dan infrastruktur nuklir negara tersebut. Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, melalui serangkaian pernyataan resmi di platform X (sebelumnya Twitter), pada Sabtu dini hari, mengumumkan pergantian mendadak pucuk pimpinan militer sebagai respons atas tewasnya sejumlah pejabat senior akibat serangan brutal Israel.

Penunjukan Komando Baru di Tengah Kekacauan

Dalam pengumuman itu, Khamenei menetapkan Brigadir Jenderal Mohammad Pakpour sebagai Komandan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), menggantikan Jenderal Hossein Salami yang gugur akibat serangan rudal presisi. Selain itu, posisi Kepala Staf Angkatan Bersenjata kini dijabat oleh  Letnan Jenderal Seyed Abdolrahim Mousavi menggantikan Jenderal Mohammad Hossein Bagheri yang juga tewas di rumahnya.

Langkah ini diambil dalam waktu sangat singkat, mencerminkan kegentingan situasi serta upaya mempertahankan stabilitas komando di tengah trauma kolektif pasca-serangan.

Dampak Serangan: Korban Jiwa dan Ketidakpastian

Serangan udara Israel, yang dikenal dengan sandi “Rising Lion”, tidak hanya menghantam sasaran militer strategis, tetapi juga kawasan permukiman yang menyebabkan puluhan korban sipil. Rumah para komandan militer, ilmuwan nuklir, serta fasilitas utama pengayaan uranium menjadi target utama.

Hingga berita ini diterbitkan, pemerintah Iran belum merilis angka resmi jumlah korban jiwa dan luka-luka. Namun, berbagai sumber media internasional dan laporan rumah sakit di Teheran mengindikasikan adanya korban tewas dari kalangan keluarga pejabat militer serta warga sipil di sekitar lokasi serangan.

Reaksi Dunia dan Seruan Trump untuk Damai

Di tengah kepanikan dan ketidakpastian, mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, melalui akun “Truth Social” menyerukan kepada Iran agar segera mengakhiri permusuhan. Trump menulis, “Iran harus segera membuat kesepakatan sebelum semuanya terlambat, demi menyelamatkan kejayaan bangsa. Hentikan perang dan kehancuran, semoga Tuhan memberkati kalian semua.”

Pernyataan Trump ini mendapat perhatian luas, mengingat Amerika Serikat selama beberapa bulan terakhir telah lima kali terlibat dalam perundingan nuklir dengan Iran di Oman. Namun, hingga kini, upaya damai itu belum menunjukkan hasil nyata.

Perundingan Nuklir Mandek, IAEA Peringatkan Bahaya

Upaya diplomasi yang difasilitasi Oman belum membuahkan hasil konkret. Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengingatkan, cadangan uranium Iran telah mendekati ambang batas pengayaan untuk pembuatan senjata nuklir. 

Meski pemerintah Iran membantah berniat membuat bom nuklir, mereka mengakui kemampuan teknologi saat ini memungkinkan pengembangan senjata jika memang dibutuhkan di masa depan. Pernyataan ambigu ini memicu kekhawatiran global akan terjadinya perlombaan senjata di kawasan Timur Tengah.

Kecurigaan Infiltrasi dan Skenario Mata-mata

Yang paling menggemparkan dari serangan “Rising Lion” adalah presisi dan kecepatan operasi. Dalam semalam, sistem pertahanan udara Iran lumpuh, markas komando dihancurkan, dan tokoh-tokoh penting militer serta ilmuwan utama tewas di tempat.

Banyak pihak menduga, keberhasilan operasi Israel ini tidak terlepas dari adanya infiltrasi mendalam di jajaran elite militer Iran. Media Israel bahkan secara terbuka menyoroti kemungkinan besar adanya “orang dalam” atau jaringan mata-mata Mossad yang telah menyusup lama di lingkaran terdekat para pejabat tinggi Iran. Tidak hanya melalui aksi militer, operasi ini juga diduga melibatkan sabotase elektronik dan serangan siber yang melumpuhkan sistem komunikasi militer Iran.

Tiga Lapis Strategi Israel: Udara, Sabotase, dan Intelijen

Menurut laporan investigasi dari harian Israel, serangan ke Iran berjalan melalui tiga lapis strategi utama:

  1. Serangan udara presisi menggunakan jet tempur F-35 dan drone siluman,
  2. Sabotase sistem pertahanan udara yang membuat rudal pertahanan Iran gagal berfungsi,
  3. Infiltrasi intelijen dan informan internal yang memudahkan operasi pembunuhan para pejabat tinggi, bahkan hingga ke kediaman pribadi mereka.

Gabungan strategi ini menebar ketakutan di lingkungan elite Iran. Banyak pejabat merasa bahwa “musuh telah lama berada di antara mereka sendiri”.

Spekulasi dan Isu Pengkhianatan di Tubuh Militer Iran

Di media sosial Iran, nama Jenderal Esmail Qaani—komandan Pasukan Quds yang selamat dari Operasi Pearl Party beberapa waktu lalu dan juga lolos dari serangan kali ini—menjadi buah bibir. Tidak sedikit yang berspekulasi, apakah Qaani benar-benar loyal atau justru agen ganda yang bermain untuk kepentingan luar.

Pihak pemerintah Iran belum memberikan penjelasan atas spekulasi ini. Namun, perpecahan dan saling curiga kini tampak jelas di jajaran elite militer dan politik.

Sikap Amerika: ‘Netral’ Tapi Dekat di Balik Layar

Menanggapi dugaan keterlibatan AS dalam operasi ini, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio, menyatakan bahwa Amerika “tidak terlibat langsung” dalam serangan ke Iran. Namun, pernyataan resmi dari Kementerian Pertahanan Israel justru mengakui bahwa operasi ini telah dikoordinasikan dan dikomunikasikan penuh dengan pihak Amerika Serikat.

Para analis internasional menilai, sikap “netral” AS lebih sebagai strategi diplomatik agar fasilitas Amerika di Timur Tengah tidak menjadi sasaran balasan Iran, sekaligus memberi Israel ruang gerak lebih luas dalam operasi militer dan intelijen.

Masa Depan Iran dan Kawasan Timur Tengah

Krisis di Iran kini memasuki fase baru dengan munculnya kepemimpinan militer darurat dan bayang-bayang infiltrasi asing di tubuh kekuasaan. Dengan eskalasi konflik yang makin tidak terkendali, kekhawatiran dunia pun meningkat—akankah perang terbuka antara Iran dan Israel berubah menjadi konflik regional yang lebih luas, atau justru berakhir di meja perundingan internasional?

Satu hal yang pasti, babak baru ini telah mengubah peta politik dan keamanan di Timur Tengah, sekaligus memberikan peringatan keras kepada seluruh pemimpin kawasan: di era peperangan modern, musuh tidak selalu datang dari luar—kadang justru tumbuh di dalam rumah sendiri. (***)

100 Rudal Iran Mengguncang Israel: Akankah Dunia Terjerumus ke Perang Besar?”

EtIndonesia. Ketegangan di Timur Tengah kembali memanas setelah Iran melancarkan aksi balasan berskala besar terhadap Israel. Pada Jumat (13/6/2025) malam waktu setempat, Iran menembakkan lebih dari seratus rudal ke berbagai wilayah Israel, sebagai respons langsung atas serangan udara Israel ke sejumlah fasilitas strategis Iran di hari sebelumnya.

Rentetan Serangan: Balas Dendam atas Serangan Israel

Serangan balasan ini merupakan eskalasi terbaru dari rangkaian ketegangan kedua negara, menyusul serangan mendadak Israel ke fasilitas-fasilitas vital Iran yang menewaskan sejumlah komandan senior serta ilmuwan terkemuka, sekaligus merusak fasilitas nuklir dan pangkalan rudal yang sangat penting bagi pertahanan Iran.

Juru bicara militer Israel melaporkan bahwa begitu malam tiba, sekitar 100 rudal ditembakkan Iran ke arah Israel. Mayoritas rudal tersebut berhasil dihadang dan dihancurkan oleh sistem pertahanan udara Israel, termasuk sistem Iron Dome yang menjadi andalan negeri itu. Namun, sejumlah rudal dilaporkan berhasil menembus sistem pertahanan dan menghantam kawasan pemukiman di wilayah tengah Israel, menyebabkan kerusakan dan korban luka.

Korban dan Tindakan Darurat

Otoritas setempat mengonfirmasi setidaknya 20 warga Israel mengalami luka-luka akibat hantaman rudal, dengan beberapa di antaranya dilaporkan dalam kondisi serius. Menyadari ancaman serangan balasan Iran yang sangat besar, pemerintah Israel pada hari itu telah menginstruksikan seluruh warga untuk segera mencari perlindungan ke tempat aman. Sirene peringatan dibunyikan di berbagai kota besar, dan fasilitas umum seperti stasiun kereta, pusat perbelanjaan, hingga sekolah dan rumah sakit memperketat prosedur evakuasi darurat.

Pernyataan Tegas Pemerintah Israel

Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, dalam pernyataannya yang dikutip sejumlah media menegaskan bahwa serangan rudal Iran ke pusat populasi Israel telah “melewati garis merah” yang tidak bisa ditoleransi. “Kami akan terus melindungi warga Israel dan memastikan rezim Ayatullah membayar mahal atas kejahatan mereka,” tegas Katz, yang menambahkan bahwa respons Israel tidak akan berhenti sampai ada jaminan keamanan penuh bagi rakyatnya.

Retorika Keras dari Teheran

Sebelum serangan rudal diluncurkan, Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, secara terbuka menyampaikan ancaman balasan di siaran televisi nasional. Ia mengecam Israel dengan istilah-istilah merendahkan dan bersumpah akan membuat rezim “Yahudi Zionis” menderita akibat serangan pre-emptive yang dilakukan Israel. Pernyataan Khamenei ini menandai komitmen penuh pemerintah Iran untuk tidak mundur menghadapi tekanan militer Israel.

Reaksi Amerika Serikat dan Dukungan kepada Israel

Hingga berita ini diturunkan, pemerintahan Presiden Donald Trump belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait serangan balasan Iran. Namun, sumber internal Gedung Putih menyebutkan bahwa pada Jumat malam, Presiden Trump langsung memimpin rapat darurat Dewan Keamanan Nasional untuk membahas respons Amerika Serikat terhadap eskalasi konflik ini serta dukungan penuh terhadap Israel sebagai sekutu utama di kawasan.

Dalam wawancara sebelumnya dengan ABC News, Trump menyatakan kekaguman terhadap langkah pre-emptive Israel, menyebutnya sebagai “serangan yang luar biasa.” Di kesempatan lain bersama CNN, Trump kembali menegaskan bahwa dukungan Amerika kepada Israel “tidak ada bandingannya di dunia.” 

Kepada Wall Street Journal, ketika ditanya mengenai kemungkinan adanya pemberitahuan operasi militer Israel sebelumnya, Trump menjawab, “Kami hanya tahu apa yang akan terjadi, bukan pemberitahuan resmi.” Ia juga mengungkapkan bahwa pihak Iran sempat menghubunginya untuk menenangkan situasi, “Mereka menelepon saya, ingin saya bicara,” ungkap Trump, sambil menambahkan bahwa beberapa tokoh penting yang dulu pernah berkomunikasi dengannya kini sudah tidak lagi berkuasa di Iran.

Langkah Militer Amerika Serikat: Kapal Perang Dikerahkan

Mengutip pejabat militer Amerika Serikat yang tidak disebutkan namanya, sejumlah media melaporkan bahwa Angkatan Laut AS telah menginstruksikan kapal perusak USS Thomas Hudner untuk bergerak dari Laut Mediterania bagian barat menuju perairan Israel. Tidak hanya itu, kapal perusak kedua juga diperintahkan untuk segera bergabung guna memperkuat pertahanan Israel dari kemungkinan gelombang serangan rudal lanjutan dari Iran.

Langkah ini menegaskan komitmen AS dalam memberikan perlindungan berlapis kepada Israel, sekaligus sebagai sinyal tegas kepada Iran bahwa setiap tindakan agresif terhadap sekutu Amerika akan direspons secara cepat dan terukur. Diketahui, pada tahun lalu saat Teheran juga melancarkan serangan rudal dan drone ke Israel, militer AS juga turun tangan membantu mengintersep ancaman tersebut.

Kondisi Terkini dan Ancaman Lanjutan

Situasi di wilayah Israel hingga Sabtu pagi waktu setempat masih sangat tegang. Sistem pertahanan udara Israel tetap siaga penuh, dan operasi pencarian serta penyelamatan korban masih berlangsung. Pasukan darat dan udara Israel telah dikerahkan ke berbagai titik strategis sebagai langkah antisipasi jika Iran melancarkan serangan susulan. Banyak analis internasional memprediksi, gelombang balasan bisa terjadi dalam waktu dekat, dan risiko konflik terbuka yang lebih luas kini berada di depan mata.

Kesimpulan: Dunia Menanti Langkah Selanjutnya

Konflik antara Iran dan Israel kini memasuki babak baru yang jauh lebih berbahaya. Dengan keterlibatan langsung militer Amerika Serikat, situasi dapat dengan cepat meluas menjadi konflik regional. Ketegangan ini tidak hanya mengancam stabilitas kawasan Timur Tengah, tetapi juga menguji komitmen aliansi internasional dalam menjaga perdamaian dan keamanan dunia.

Seluruh dunia kini menanti, apakah diplomasi masih punya ruang untuk mencegah perang yang lebih luas, ataukah dentuman rudal akan kembali menggetarkan Timur Tengah dalam beberapa hari ke depan. (***)

Viral di Tiongkok! Seorang Dokter Magang  Meninggal Dunia Secara Misterius Setelah Mengungkap Pengambilan organ

0

Seorang dokter magang berusia 28 tahun di Tiongkok, Luo Shuaiyu, meninggal dunia secara misterius setelah mengungkap praktik pengambilan dan perdagangan organ manusia secara ilegal di Rumah Sakit Kedua Xiangya, Universitas Zhongnan. Kini, salah satu “barang peninggalannya” telah tersebar luas dan menimbulkan kehebohan publik. Peristiwa ini naik ke daftar trending di platform Weibo pada Jumat (13 Juni).

EtIndonesia. Baru-baru ini, seorang pengguna Weibo dengan nama akun “Tianyancha” mengunggah informasi bahwa pada 8 Mei 2024, Luo Shuaiyu tewas jatuh dari gedung asrama rumah sakit. Saat kedua orang tuanya datang untuk mengambil barang peninggalannya, pihak rumah sakit memaksa mereka menandatangani pernyataan yang menyatakan bahwa Luo bunuh diri, baru kemudian barang-barang dikembalikan.

Setelah barang-barang dikembalikan, orang tua Luo menemukan bahwa data dalam komputernya telah dihapus. Mereka kemudian memanggil ahli IT untuk memulihkannya, dan menemukan bahwa komputer tersebut berisi 11.119 halaman dokumen pengaduan, yang mengungkap praktik transplantasi organ ilegal di rumah sakit. Beberapa isinya antara lain:

  • Pasien yang masuk ruang gawat darurat langsung dikategorikan sebagai “mati otak”, lalu organnya diambil.
  • Dokter dan perawat menyuntikkan obat ke otak pasien untuk mencegah mereka sadar kembali, sebelum pengambilan organ dilakukan.

Orang tua Luo juga mengungkapkan tiga rekaman suara, di mana terdengar percakapan antara staf rumah sakit dan Luo Shuaiyu yang menanyakan:

“Organ hati ini mau diambil nggak?”
“Kalau begitu, ambil dua ginjalnya juga.”
Percakapan ini terdengar seperti sedang tawar-menawar di pasar, membuat bulu kuduk merinding.

Dalam dokumen tersebut juga terdapat catatan transaksi keuangan, serta bukti kejahatan dari sejumlah tenaga medis yang diduga terlibat dalam perdagangan organ, termasuk dokter “iblis” Liu Xiangfeng, yang sebelumnya pernah dilaporkan karena mengangkat organ pasien yang masih normal tanpa izin dan terlibat dalam transplantasi organ ilegal.

Kasus yang melibatkan Liu Xiangfeng dan Luo Shuaiyu ini menjadi perbincangan hangat di internet Tiongkok. Kata kunci seperti “Apakah Luo Shuaiyu bunuh diri atau dibunuh?” menjadi trending di Weibo.

Selain itu, ayah Luo baru-baru ini mengungkapkan dalam siaran langsung bahwa ada pihak yang mencoba menyuap mereka dengan uang RMB.15 juta (sekitar 32 miliar rupiah) agar menghentikan pengungkapan kasus ini. Namun, ia dan istrinya segera menolak dengan tegas. (Hui)

Sumber : NTDTV.com 

Ratusan Orang Mengajukan Surat kepada Hu Jintao untuk Menuntut Xi Jinping – Analis: Xi Tak Jauh dari Lengser

Di tengah kabar bahwa pemimpin Partai Komunis Tiongkok, Xi Jinping, mulai kehilangan kekuasaan, sebanyak lebih dari 500 perwakilan warga pencari keadilan dari kampung halaman Xi di Provinsi Shaanxi, Tiongkok mengirimkan surat terbuka bersama kepada Hu Jintao dan Wang Yang, memicu perhatian luas. Beberapa analis menilai, tindakan ini yang langsung menyasar pensiunan pemimpin senior untuk menuntut Xi, menunjukkan bahwa Xi benar-benar menjadi “musuh rakyat” dan tak lama lagi akan jatuh dari kekuasaan

EtIndonesia. Pada 9 Juni, situs Weiquanwang menerbitkan surat berjudul “Surat Kolektif Perwakilan Warga Pencari Keadilan Provinsi Shaanxi kepada Mantan Pemimpin Nasional Hu Jintao dan Wang Yang”. Surat tersebut menyebutkan bahwa para penandatangan adalah 550 warga pejuang hak dari berbagai daerah di Shaanxi, yang sejak tahun 2013 telah memulai kampanye surat kolektif dan telah berlangsung lebih dari satu dekade.

Surat tersebut menuduh bahwa sejak Xi Jinping naik ke tampuk kekuasaan, ia kerap menyuarakan slogan seperti “memberantas mafia dan kejahatan”, “menegakkan hukum”, “tidak lupa tujuan awal, mengingat misi”, “menangkap harimau, memukul lalat”, dan sebagainya—semuanya hanya janji-janji kosong. Namun, dalam masa jabatannya yang sudah berlangsung lebih dari 10 tahun, jumlah kasus ketidakadilan di Shaanxi justru melonjak seperti bola salju. 

Tak hanya itu, kantor-kantor penerimaan petisi di berbagai lembaga pusat justru secara terbuka melakukan penangkapan paksa terhadap pelapor, dengan manipulasi antara pejabat pusat dan lokal, menutup paksa banyak kasus, dan membuat korban tidak terhitung.

Dalam surat itu disebutkan, para pejabat korup di Shaanxi telah lama bertindak semena-mena dan semakin kejam dalam menindas warga pencari keadilan. Mereka memanfaatkan para pelapor untuk mengeruk dana stabilitas sosial (weiwen), lalu menggelapkan uangnya demi kepentingan pribadi, mengabaikan hukum, dan membiarkan rakyat hidup menderita. 

Dikatakan pula, jika Partai Komunis Tiongkok (PKT) memang memiliki sistem petisi, dan pemerintah di semua tingkatan telah membentuk kantor layanan pengaduan, mengapa rakyat yang mencari keadilan justru dianggap seperti berjalan ke liang kubur? Mengapa mereka justru menjadi sasaran represif dari pemerintah lokal?

Surat itu juga menyebutkan bahwa antara Mei 2014 hingga Juli 2018, Xi Jinping enam kali mengeluarkan perintah pembongkaran vila ilegal di Pegunungan Qinling, tetapi tidak dilaksanakan. Akhirnya, ia marah dan mengutus Wakil Sekretaris Komisi Disiplin Pusat, Xu Lingyi, untuk memimpin pembongkaran beberapa vila tersebut. Namun, menurut rumor, Xi begitu gigih dalam membongkar vila-vila ini bukan karena peduli rakyat, melainkan karena bangunan itu dianggap mengganggu “garis naga” (feng shui) miliknya.

Dalam surat tersebut juga disebutkan bahwa mereka mendengar para pemimpin pusat saat ini berniat mengoreksi garis politik ekstrem kiri seseorang dan berencana mempromosikan sistem reformasi pengawasan demokratis. Warga Shaanxi menyatakan dukungan penuh terhadap hal ini dan memohon agar Hu Jintao dan Wang Yang menjadikan Provinsi Shaanxi sebagai proyek percontohan untuk reformasi sistem pengawasan demokratis, agar bisa menjadi peringatan bagi pejabat lain.

Seorang informan bernama Zhao mengatakan kepada NTD bahwa lebih dari 500 kasus ketidakadilan ini hanyalah puncak gunung es. “Tiongkok bukanlah negara hukum, melainkan negara kekuasaan, otokrasi, dan kediktatoran satu partai. Kita harus terus berjuang; kemajuan masyarakat tidak mungkin terjadi hanya karena satu individu.”

Terkait kejadian ini, komentator politik Yue Shan menulis di Epoch Times pada 13 Juni bahwa saat ini Xi Jinping kehilangan banyak kekuasaan, dan kabar akan segera diumumkannya pengunduran diri semakin menguat. Di kampung halamannya sendiri, warga berani secara terbuka mengajukan surat bersama kepada mantan pemimpin untuk menuduh Xi melakukan “pemberantasan korupsi palsu” dan “omong kosong soal supremasi hukum”, serta melaksanakan jalur politik kiri ekstrem yang menyebabkan banyak kasus ketidakadilan. Yue menyebut kejadian ini sangat sensitif dan layak dicermati.

Epoch Times juga mengutip informasi dari orang dalam yang menyatakan bahwa sejak April tahun lalu, Xi sudah mulai kehilangan kekuasaan. Meskipun secara formal masih menjabat, pada kenyataannya kekuasaannya sudah tidak utuh lagi. Tokoh seperti Wen Jiabao dan Zhang Youxia kini menjadi figur kunci dalam menentukan arah politik Tiongkok. Xi sekarang hanya menjalankan peran simbolik, mengikuti arahan apa pun yang diberikan kepadanya.

Yue Shan menyatakan bahwa selama ini warga pencari keadilan di seluruh Tiongkok telah mengajukan surat dan petisi berkali-kali, namun surat terbuka dari warga Shaanxi kali ini berbeda karena langsung ditujukan kepada para pensiunan pemimpin—sebuah langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya. 

Tindakan berani ini diduga terjadi karena konflik internal elite partai yang sudah mulai bocor ke masyarakat, dan desas-desus tentang perubahan rezim telah menyebar luas. Respons rakyat yang berani ini menunjukkan adanya dorongan kuat untuk perubahan, dan Xi kini menjadi sasaran kemarahan publik.

Yue juga menegaskan bahwa dalam sejarah, setiap kali terjadi perubahan rezim besar seperti jatuhnya “Kelompok Empat” (Gang of Four), selalu diawali dengan desas-desus yang menyebar luas. Kini, rumor-rumor serupa sudah mengakar di kalangan pejabat maupun masyarakat. Terlebih lagi, fakta bahwa warga di kampung halaman Xi sendiri berani mengajukan tuntutan terhadapnya, menandakan bahwa Xi benar-benar menjadi “musuh rakyat”, dan hari-hari kekuasaannya tinggal menghitung waktu.

Yue Shan menambahkan bahwa banyak orang sadar bahwa perubahan sejati di Tiongkok tidak akan terjadi hanya dengan reformasi ekonomi atau mengganti satu tokoh seperti Xi dan kelompoknya. Selama Tiongkok masih terbelenggu dalam sistem komunis, siapa pun yang memimpin tidak akan bisa menyelesaikan masalah-masalah mendasar negara ini. (Hui/asr)

Sumber : NTDTV.com 

Israel dan Iran Saling Serang, Trump Desak Iran Teken Perjanjian Nuklir

EtIndonesia. Pada Jumat (13 Juni) dini hari, Israel melancarkan serangan udara intensif terhadap Iran. Ini merupakan salah satu serangan militer terbesar yang dialami Iran sejak Perang Iran-Irak pada 1980-an. Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga menyerukan agar Iran segera menyepakati perjanjian nuklir.

 “Pada hari Jumat, Presiden AS Donald Trump dalam sebuah wawancara mengatakan bahwa beberapa pejabat Iran yang sebelumnya terlibat dalam negosiasi nuklir dengannya telah tewas dalam serangan udara Israel kali ini. Presiden Trump memperingatkan Iran bahwa mereka harus menyepakati perjanjian nuklir sebelum ‘tidak memiliki apa-apa’, jika tidak, serangan Israel akan semakin dahsyat,” demikian laporan dari koresponden Gedung Putih, Tao Ming.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa perintah serangan terhadap fasilitas nuklir Iran sebenarnya telah ditandatangani sejak November tahun lalu, dan bukan keputusan mendadak. Ia juga menyebut bahwa Amerika Serikat telah diberitahukan  sebelumnya.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu:  “Faktanya, ini adalah instruksi yang saya keluarkan kepada pejabat keamanan tinggi enam bulan lalu, yakni pada November 2024. Saya bahkan membawa dokumen tersebut—isinya adalah perintah untuk menghapus program nuklir Iran. Instruksi ini dikeluarkan tidak lama setelah pembunuhan Hassan Nasrallah.”

Militer Israel melaporkan bahwa Iran telah meluncurkan puluhan rudal, dan memerintahkan seluruh warga negaranya untuk masuk ke tempat perlindungan anti serangan udara.

Juru bicara militer Israel, Effie Dverin:  “Rezim Iran telah secara jelas menyatakan tujuannya untuk menghancurkan Israel. Kami tidak akan duduk diam menunggu niat itu berubah menjadi tindakan nyata.”

Iran pun segera melancarkan serangan balasan. Pada malam itu, sirine serangan udara terdengar di berbagai wilayah Israel, termasuk Yerusalem dan Tel Aviv. Suara ledakan bergema di sejumlah lokasi, dan siaran televisi menunjukkan asap tebal membubung. Saat ini, belum ada laporan korban jiwa yang jelas.

Setelah serangan Israel ke Iran, perwakilan sementara Amerika Serikat di Irak bertemu dengan Perdana Menteri Irak, Mohammed Shia’ al-Sudani. PM Irak mengecam tindakan Israel sebagai pelanggaran hukum internasional, dan menyatakan keprihatinan bahwa Israel kemungkinan menggunakan wilayah udara Irak dalam serangannya. Pihak AS menegaskan bahwa mereka tidak terlibat dalam aksi tersebut dan menekankan bahwa mereka tidak ingin Irak terseret ke dalam konflik.

 “Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, menegaskan bahwa Amerika tidak ikut serta dalam serangan tersebut, namun pejabat Gedung Putih mengungkapkan bahwa Presiden Trump telah beberapa kali melakukan percakapan telepon dengan Perdana Menteri Netanyahu untuk membahas latar belakang aksi tersebut,” demikian laporan reporter NTD.

“Gedung Putih menyatakan bahwa AS tetap berkomitmen menyelesaikan masalah nuklir Iran melalui jalur diplomatik. Namun, diketahui bahwa Iran kini menolak untuk mengikuti putaran keenam perundingan nuklir yang sebelumnya dijadwalkan berlangsung hari Minggu dengan Amerika Serikat. Langkah mediasi selanjutnya masih belum jelas,” lanjutnya. (hui)

Laporan dari NTDTV, wartawan Tao Ming dan Yi Xin, dari Washington, AS.

Serangan Udara Israel ke Iran,  20 Komandan Tinggi Militer Iran Tewas

EtIndonesia. Israel melancarkan serangan udara semalaman ke Iran pada Jumat, 13 Juni malam waktu setempat. Serangan tersebut menghancurkan sejumlah fasilitas militer. Setidaknya 20 komandan tinggi Iran dilaporkan tewas.

Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyatakan pada malam 13 Juni bahwa, “Sistem komando tinggi Angkatan Udara Garda Revolusi Iran terdeteksi telah berkumpul di pusat komando bawah tanah, bersiap melancarkan serangan terhadap Israel. Sebagai bagian dari serangan gabungan, jet tempur Angkatan Udara Israel menyerang pusat komando tersebut.”

Serangan itu dilaporkan menewaskan beberapa tokoh penting, termasuk:

  • Amir Ali Hajizadeh, kepala program misil Iran,
  • Taher Pour:   komandan unit drone Angkatan Udara Iran,
  • dan Davoud Shehian, kepala komando udara Angkatan Udara Iran.

Televisi nasional Iran mengakui kebenaran kabar ini pada 13 Juni sore.

Menurut laporan Reuters, dua sumber dari kawasan Timur Tengah menyebutkan bahwa setidaknya 20 komandan tinggi Iran tewas dalam serangan udara ini, termasuk:

  • Mayor Jenderal Mohammad Bagheri, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran,
  • dan Hossein Salami, Komandan Garda Revolusi Iran.

Mohammad Hagh-e-Ali dari Carnegie Middle East Center di Beirut menyatakan: “Ini adalah serangan besar-besaran — tokoh penting, pemimpin penting. Ini menimbulkan kerusakan besar terhadap kepemimpinan militer Iran dan program rudal balistiknya. Belum pernah terjadi sebelumnya.”

Ia menambahkan bahwa Iran kemungkinan tidak mampu membalas serangan dengan kekuatan setara, karena sejak serangan Hamas yang memicu perang Gaza, kemampuan misil dan jaringan militer Iran di kawasan telah sangat dilemahkan oleh Israel.

Menurut kantor berita resmi Iran (IRNA), pada 13 Juni, Iran telah menembakkan ratusan rudal balistik ke arah Israel.

Namun, militer Israel menyatakan bahwa jumlah rudal itu kurang dari 100 unit, dan sebagian besar berhasil dicegat atau gagal mencapai target, serta belum ada laporan korban jiwa.

Seorang pejabat senior kawasan yang dekat dengan otoritas Iran mengatakan bahwa serangan Israel telah mengguncang inti kepemimpinan Iran.

“Ketakutan menyelimuti para pemimpin,” katanya. “Kepanikan meluas, bukan hanya karena ancaman luar, tetapi juga karena cengkeraman mereka atas kekuasaan di dalam negeri semakin melemah,” ujarnya.

Seorang mantan pejabat Iran yang moderat menyatakan bahwa: “Serangan ini bisa jadi awal dari kehancuran. Jika terjadi protes besar di dalam negeri dan pemerintah menindas rakyat, itu hanya akan memperburuk keadaan.”

Ia juga menekankan bahwa sanksi internasional, inflasi, dan represi terhadap pihak oposisi telah memicu kemarahan publik Iran yang telah terpendam selama bertahun-tahun.

Sesaat setelah serangan itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyampaikan pidato melalui video. Ia mengatakan bahwa dirinya berharap terjadi pergantian rezim di Iran, dan menyampaikan pesan kepada rakyat Iran:

“Perjuangan kami bukan melawan kalian, melainkan melawan rezim diktator brutal yang telah menindas kalian selama 46 tahun. Saya percaya hari pembebasan kalian sudah semakin dekat.” (Hui)

Sumber : NTDTV.com

Kecelakaan Pesawat Air India: Kisah Wanita yang Lolos dari Maut Karena Terlambat 10 Menit dan Pria yang Selamat Meluncur Keluar dari Pesawat

EtIndonesia. Seorang wanita India selamat dari kecelakaan mematikan pesawat Air India karena terlambat 10 menit. Ia gagal  naik ke pesawat yang jatuh saat dalam perjalanan ke London. Sementara itu, satu-satunya korban selamat dari pesawat menceritakan bagaimana ia lolos secara ajaib dari bola api setelah pesawat jatuh — sebuah kejadian yang bahkan tidak dapat ia jelaskan sendiri.

Wanita Terlambat dan Selamat dari Maut

Wanita tersebut bernama Bhumi Chouhan, dalam wawancara dengan India Today ia mengatakan bahwa ia terlambat karena terjebak macet di jalan.

“Penerbangan dijadwalkan berangkat pukul 13:10. Saya harus tiba satu jam sebelumnya untuk check-in, tetapi saya terjebak macet. Saat saya sampai di bandara, proses boarding sudah ditutup,” katanya.

Chouhan mengatakan bahwa tujuannya adalah untuk bertemu suaminya di London. Awalnya ia merasa sangat sedih karena ketinggalan pesawat.

“Tapi saat saya sampai di rumah, saya mendapati bahwa pesawat yang seharusnya saya naiki ternyata mengalami kecelakaan.”

“Saya merasa sangat beruntung, seolah-olah mendapat kehidupan kedua. Namun, saya sangat terkejut karena tragedi ini telah merenggut begitu banyak nyawa tak bersalah,” katanya. 

Kisah Satu-satunya Korban Selamat: “Saya Keluar dari Bola Api”

Satu-satunya korban selamat adalah Vishwash Kumar Ramesh, yang kini sedang dirawat di rumah sakit. Pada 13 Juni, Perdana Menteri India mengunjungi lokasi kejadian dan juga menjenguk para korban luka.

Menurut media India, Ramesh duduk di kursi 11A dalam penerbangan tersebut. Sebuah video di media sosial memperlihatkan ia berjalan pincang keluar dari lokasi kejadian menuju ambulans, dengan kaos yang berlumuran darah.

Dalam wawancara dari tempat tidur rumah sakit dengan stasiun televisi DD News India, Ramesh berkata: “Semua terjadi tepat di depan mata saya. Saya bahkan tidak percaya saya bisa keluar hidup-hidup dari bencana ini.”

Ia menceritakan bahwa: “Sekitar satu menit setelah lepas landas, terasa seperti ada sesuatu yang macet… Saya sadar ada yang salah. Kemudian lampu hijau dan putih di dalam kabin menyala mendadak, lalu pesawat seolah mempercepat dan mengarah langsung ke sebuah asrama rumah sakit. Saya melihat semuanya dengan sangat jelas sebelum pesawat jatuh.”

“Awalnya saya pikir saya akan mati, tapi saat membuka mata, saya masih hidup. Saya melihat pramugari dan para penumpang lain, yang saya panggil paman dan bibi sesuai kebiasaan kami.” (Ramesh mulai terisak ketika berbicara.)

Ia melanjutkan: “Saya melepas sabuk pengaman dan mencoba melarikan diri. Saya berhasil. Saya rasa sisi tempat duduk saya tidak menghadap langsung ke gedung yang dihantam. Tempat saya mendarat lebih dekat ke tanah dan ada ruang kosong. Saat pintu di dekat saya terbuka karena benturan, saya melihat ada celah dan mencoba meluncur keluar.”

“Tangan kiri saya sedikit terbakar karena api, tetapi ambulans segera membawa saya ke rumah sakit. Di sini saya dirawat dengan sangat baik.”

Di kanal YouTube pribadi Ramesh, terdapat video saat Perdana Menteri Narendra Modi mengunjunginya di rumah sakit.

Menurut kantor berita Inggris Press Association, Ramesh tinggal di kota Leicester, Inggris. Saat wartawan mewawancarai keluarganya, mereka menyatakan bahwa salah satu saudara Ramesh juga berada dalam penerbangan nahas tersebut.

13 Juni 2025 – Ahmedabad, India, Pesawat Boeing 787-8 Dreamliner milik Air India jatuh tak lama setelah lepas landas menuju London, menabrak kawasan permukiman dan berubah menjadi bola api raksasa.

Di dalam pesawat terdapat 242 orang, termasuk awak dan penumpang. Seluruhnya tewas kecuali seorang pria dan setidaknya 24 orang di darat juga meninggal dunia akibat terkena dampak kecelakaan. (Hui)

Sumber : NTDTV.com

Korban Selamat Kecelakaan Air India Ceritakan Pengalamannya : Peralatan Pesawat Rusak Sebelum Jatuh

Pada Kamis (12 Juni), terjadi kecelakaan tragis pesawat Air India. Dari 242 orang di dalam pesawat, hanya seorang pria yang berhasil selamat secara ajaib, sementara 241 orang lainnya tewas. Pria yang selamat ini menceritakan pengalamannya saat melarikan diri, serta detik-detik mengerikan sebelum pesawat jatuh. Selain itu, penumpang lain yang pernah menaiki pesawat yang sama mengungkap bahwa sekitar dua jam sebelum kecelakaan, beberapa fasilitas di dalam pesawat telah mengalami kerusakan. Saat ini, salah satu kotak hitam pesawat telah ditemukan.

EtIndonesia. Tampak dalam video, seorang pria berjalan pincang sambil berbicara dengan orang-orang di sekitarnya. Ia adalah satu-satunya korban selamat dari kecelakaan mematikan pesawat Air India, dan hanya mengalami luka ringan—hal yang membuat banyak orang merasa ini sungguh luar biasa.

Vishwash Kumar Ramesh, korban selamat kecelakaan Air India:  “Semua terjadi tepat di depan mata saya. Saya benar-benar tidak tahu bagaimana saya bisa selamat.”

Setelah pesawat jatuh, Vishwash Kumar Ramesh menyadari bahwa dirinya masih hidup, namun ia juga melihat bahwa tidak ada kehidupan di sekelilingnya. Ia duduk di kursi 11A, yang berada di dekat pintu darurat. Lokasi duduk ini memungkinkan dia melarikan diri melalui celah di pintu darurat.

Ia juga mengingat dengan jelas detik-detik mengerikan sebelum pesawat jatuh: “Kurang dari satu menit setelah lepas landas, saya merasa pesawat seperti berhenti di udara selama 5 hingga 10 detik. Lampu hijau dan putih di kabin menyala. Saya bisa merasakan dorongan mesin meningkat, tapi pesawat malah menabrak gedung dengan kecepatan tinggi.”

Kecelakaan ini mengakibatkan seluruh penumpang dan awak kecuali Ramesh tewas, dan karena pesawat jatuh menabrak asrama sekolah kedokteran, puluhan orang di darat juga menjadi korban luka atau meninggal.

Keluarga korban:  “Tolong izinkan saya melihat saudara laki-laki saya untuk terakhir kalinya.”

Keluarga korban yang mendengar kabar duka segera mendatangi lokasi kecelakaan. Seorang pria bernama Sheikh kehilangan empat anggota keluarganya, termasuk keponakannya sekeluarga.

Pada Jumat (13 Juni), Perdana Menteri India Narendra Modi mengunjungi rumah sakit untuk menjenguk korban luka. Ia juga mengunjungi lokasi kecelakaan dan mendengarkan laporan perkembangan proses penyelamatan.

Pihak kepolisian mengkonfirmasi bahwa kotak hitam di bagian ekor pesawat telah ditemukan, namun kotak hitam dari kokpit masih dalam pencarian.

Para pakar penerbangan yang meninjau video sebelum kecelakaan menemukan bahwa saat pesawat lepas landas, flap sayap (alat bantu angkat) tampaknya tidak diaktifkan dan roda pendarat tidak ditarik, sesuatu yang sangat tidak normal. Dilaporkan pula bahwa kapten sempat mengirim sinyal putus asa kepada menara kontrol.

Penumpang lain yang sebelumnya pernah menaiki pesawat yang sama mengungkap bahwa sekitar dua jam sebelum kecelakaan, beberapa perangkat penting di pesawat tidak berfungsi:

Seorang penumpang:  “AC-nya benar-benar tidak berfungsi, layar TV di kursi juga tidak menyala, bahkan tombol untuk memanggil awak kabin pun tidak bisa dipakai. Semuanya tidak berfungsi.”

Namun, menurut Menteri Transportasi AS Sean Duffy dan Pelaksana Tugas Kepala FAA (Administrasi Penerbangan Federal) Chris Rocheleau, belum ada alasan untuk mengandangkan semua pesawat Boeing 787. Mereka menyatakan bahwa penyebab pasti kecelakaan masih harus diselidiki lebih lanjut.

Chris Rocheleau, Pelaksana Tugas Kepala FAA:  “Kami telah membentuk tim ahli dan sedang bekerja sama dengan Dewan Keselamatan Transportasi Nasional AS (NTSB) dan otoritas India untuk menyelidiki kecelakaan ini.”

Pada hari yang sama (Jumat), pesawat Air India AI 379 yang sedang dalam perjalanan dari Phuket ke New Delhi, menerima ancaman bom di tengah penerbangan dan terpaksa kembali ke Bandara Phuket secara darurat. Semua 156 penumpang dievakuasi dengan aman. (Hui)

Laporan disusun oleh reporter Yi Jing dari NTDTV

(Edisi Khusus): Serangan Besar Israel ke Iran 13 Juni 2025 — “Rising Sword” Mengguncang Timur Tengah

Etindonesia. Pada 13 Juni 2025 pagi waktu setempat, dunia dikejutkan oleh serangan militer besar-besaran yang dilancarkan Israel ke jantung Iran. Operasi militer ini diberi sandi “Rising Sword” atau “Pedang yang Bangkit”, menjadi tonggak baru dalam konflik panjang antara kedua negara. Tidak hanya skala serangannya yang masif, tetapi juga efek domino yang ditimbulkannya—bukan hanya bagi Iran, namun juga bagi seluruh kawasan Timur Tengah, dan bahkan politik global.

Detail Serangan: Presisi Tinggi, Target Vital Iran Dihancurkan

Operasi “Pedang yang Bangkit” merupakan puncak dari strategi militer Israel yang dikenal dengan prinsip “cepat, tepat, dan mematikan”. 

Dalam semalam, Israel mengerahkan lebih dari 200 pesawat tempur dan armada drone ke wilayah Iran, langsung menyasar fasilitas nuklir utama serta pimpinan tertinggi militer Iran. Salah satu target utama, fasilitas pengayaan uranium Natanz, dilaporkan hancur total akibat bom penembus bunker.

Target “Pemusnahan Kepala”: Pimpinan Militer dan Ilmuwan Nuklir Dilumpuhkan

Lebih dari itu, Israel berhasil melakukan “targeted decapitation” atau pemusnahan terarah terhadap sejumlah tokoh militer paling berpengaruh di Iran:

  • Jenderal Mohammad Bagheri – Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran
  • Hossein Salami – Komandan Tertinggi Garda Revolusi Islam (IRGC)
  • Gholam Ali Rashid – Wakil Kepala Staf dan Komandan Komando Pusat

Tidak berhenti di situ, setidaknya enam ilmuwan nuklir penting Iran turut tewas dalam serangan presisi ini. Bagi militer dan industri nuklir Iran, aksi ini ibarat “mati otak” secara seketika—sebuah pukulan telak yang melumpuhkan struktur komando mereka.

Teknologi dan Taktik: Integrasi Intelijen dan Serangan Multi-Lapis

Keberhasilan operasi ini bukan tanpa perencanaan matang. Beberapa tahun terakhir, badan intelijen Israel, Mossad, sudah menanamkan banyak jaringan dan melakukan operasi rahasia di Iran—melemahkan sistem pertahanan udara dan rudal strategis. Bahkan, sebelum operasi dimulai, agen Mossad telah menyelundupkan dan memasang sistem serangan drone di titik-titik vital dekat pertahanan rudal Iran.

Setelah jet-jet tempur Israel berangkat menempuh ribuan kilometer menuju Iran, drone-drone serang yang telah dipersiapkan sebelumnya bergerak serempak menghancurkan peluncur rudal darat-ke-udara dan silo rudal balistik utama Iran. Akibatnya, sistem pertahanan udara Iran lumpuh dan tidak mampu memberikan perlawanan berarti.

Serangan Udara Bergelombang: F-35, F-15, dan F-16 Banjiri Langit Iran

Serangan dimulai dengan F-35 sebagai garda terdepan, menghancurkan instalasi radar dan pertahanan udara di wilayah barat Iran. Gelombang berikutnya, puluhan F-15 dan F-16 didukung pesawat tanker pengisi bahan bakar, menembus lebih dalam ke jantung Iran. Sasarannya jelas: pemusnahan kepala komando militer, pakar nuklir, fasilitas pengayaan uranium bawah tanah, serta gudang rudal strategis.

Menurut pihak militer Israel, jet-jet tempur mereka menempuh lebih dari 1.500 kilometer dalam sekali serang—sebuah prestasi luar biasa yang memperlihatkan kekuatan logistik dan kemampuan tempur Israel yang selama ini hanya jadi spekulasi.

Efek Langsung: Seluruh Komando Militer Iran Lumpuh

Serangan ini juga disertai rekaman radar dan video yang viral di media sosial, menampilkan kilatan ledakan dan serbuan bom di berbagai lokasi strategis Iran. Bahkan, bom presisi yang digunakan bisa menembus dinding apartemen dan meledak tepat di kamar tidur target, tanpa menghancurkan struktur bangunan lain.

Dalam hitungan jam, seluruh jajaran pimpinan militer dan ilmuwan utama Iran tumbang. Sekitar 100 target strategis Iran hancur, termasuk fasilitas Natanz yang kini mengalami kebocoran radiasi, serta pabrik air berat Arak yang sangat penting untuk produksi plutonium.

Analisis Motif: Mengapa Israel Bergerak Sekarang?

Permusuhan Israel-Iran memang sudah berlangsung puluhan tahun. Namun, eskalasi besar-besaran kali ini berakar pada ancaman eksistensial: Israel merasa kelangsungan negaranya benar-benar terancam oleh program nuklir Iran.

Pernyataan Perdana Menteri Israel

Dalam pidatonya, Benjamin Netanyahu menegaskan:

“Selama puluhan tahun, rezim di Teheran secara terang-terangan mengancam akan memusnahkan Israel. Kini mereka hampir memiliki uranium berkadar tinggi yang cukup untuk membuat sembilan bom nuklir. Jika ini tidak dihentikan, maka hanya dalam beberapa bulan—atau bahkan minggu—Iran akan menjadi negara nuklir.”

Pernyataan ini didukung data dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA), yang mencatat bahwa jumlah uranium Iran yang diperkaya hingga 60% melonjak drastis dalam tiga bulan terakhir—cukup untuk membuat beberapa bom nuklir dalam waktu singkat.

Faktor Amerika Serikat: Peran Kunci dalam Bayangan

Ada fakta menarik terkait waktu serangan ini. Pada 12 April 2025, Presiden AS Donald Trump memberi Iran ultimatum 60 hari untuk menandatangani perjanjian nuklir baru. Tenggat itu berakhir persis sehari sebelum Israel menyerang—menunjukkan adanya koordinasi atau setidaknya restu tidak langsung dari Amerika.

Tak lama setelah serangan, Trump menulis di media sosial:

“Saya telah berikan Iran kesempatan berkali-kali. Mereka tak memanfaatkannya. Sekarang mereka tahu konsekuensinya. Serangan berikutnya akan lebih kejam. Iran harus segera menandatangani perjanjian sebelum semuanya hilang.”

Respons Iran: Balas Dendam atau Kebingungan?

Meskipun Iran secara simbolis mengibarkan bendera merah di Masjid Jamkaran—tanda seruan jihad dan balas dendam—kenyataannya, hingga setengah hari setelah serangan, Iran belum mampu melakukan serangan balasan berarti. Semua drone yang diluncurkan Iran untuk membalas Israel berhasil dihancurkan sebelum mencapai sasaran. Kondisi komando militer Iran disebut-sebut dalam keadaan lumpuh dan syok.

Uniknya, di jalan-jalan Teheran, mulai bermunculan poster bertuliskan “Israel, pukul mereka! Rakyat Iran mendukungmu”—pertanda bahwa sebagian masyarakat Iran sebenarnya sudah muak dengan rezim Khamenei dan Garda Revolusi.

Dampak Politik Domestik dan Kawasan: Potensi Perubahan Besar

Sejak Revolusi 1979, kekuatan Iran bersandar pada kolaborasi erat antara militer dan agama. Namun, sanksi ekonomi internasional yang berat serta ketimpangan sosial internal telah melahirkan kebencian rakyat kepada rezim. Kini, momentum pasca-serangan Israel ini dimanfaatkan oleh Putra Mahkota Riza Pahlavi, yang menyerukan agar aparat keamanan dan militer Iran berbalik mendukung rakyat.

Di sisi lain, Arab Saudi melalui Putra Mahkota Mohammad bin Salman, menegaskan bahwa Iran sedang membangun “rencana Hitler baru” untuk kawasan Timur Tengah. Dukungan tidak langsung ini menandakan isolasi Iran di antara negara-negara tetangga makin nyata.

Perkembangan Terkini: Titik Balik Sejarah Timur Tengah

Serangan ini bukan hanya memporakporandakan infrastruktur militer dan nuklir Iran, tapi juga mengguncang fondasi politik di kawasan. Laporan terbaru menyebutkan, Israel meluncurkan serangan roket tambahan ke kediaman Ali Khamenei. Sementara itu, kebocoran radiasi di fasilitas Natanz telah dilaporkan ke lembaga internasional, menimbulkan ancaman baru bagi kesehatan dan lingkungan.

Militer Iran akhirnya merespons dengan meluncurkan rudal balistik ke wilayah Israel, bahkan dilaporkan menghantam sebagian kota Tel Aviv. Namun, Israel tetap memegang inisiatif dan telah mengeluarkan ultimatum terakhir: Iran harus menyerah tanpa syarat, atau perang habis-habisan akan berlanjut.

Penutup: Menuju Masa Depan yang Tak Pasti

Aksi Israel pada 13 Juni 2025 menjadi momen penentu dalam sejarah konflik Timur Tengah. Dalam satu malam, kekuatan militer Iran dilumpuhkan, rezim Khamenei kehilangan taring, dan peta politik kawasan berubah drastis. Perang besar masih mungkin terjadi—dan dunia kini menahan napas menunggu babak selanjutnya dari konfrontasi dua musuh bebuyutan ini. (***)