TARA MACISAAC
Sungguh mengharukan untuk menyadari, di era informasi ini, bahwa otak manusia masih menjadi sebuah teka-teki.
Ketika kita menghabiskan jutaan dolar untuk mengembangkan superkomputer yang lebih canggih dan menghabiskan banyak sekali energi untuk menyalakan perangkat kita, otak manusia yang selalu praktis, efisien, dan terjangkau mengungguli teknologi terbaik kita dengan berbagai cara. Berikut adalah beberapa di antaranya.
1. Dibutuhkan 82.944 prosesor dan 40 menit bagi superkomputer untuk mensimulasikan satu detik aktivitas otak manusia.
Beberapa tahun terakhir, superkomputer K digunakan oleh para peneliti di Universitas Pascasarjana Institut Teknologi Okinawa di Jepang dan Forschungszentrum Jülich di Jerman dalam upaya mensimulasikan satu detik aktivitas otak manusia.
Komputer, pada saat itu, dapat mengakomodasi model jaringan 1,73 miliar sel saraf (neuron). Namun, otak manusia memiliki sekitar 100 miliar neuron. Sebagai gambaran, otak manusia memiliki jumlah neuron sebanyak bintang-bintang di Bima Sakti.
Meskipun komputer berhasil mensimulasikan satu detik aktivitas otak, namun prosesnya membutuhkan waktu 40 menit.
Superkomputer K merupakan komputer tercepat di dunia hingga akhirnya dibayangi pada 2011 (dinonaktifkan pada tahun 2019). Namun pada 2014, komputer ini mampu memproses 10,51 Petaflops per detik (Petaflop/s), yang dapat Anda pahami sebagai sekitar 10.510 triliun perhitungan per detik. Karena kemajuan dalam teknologi bergerak cepat, kami akan menempatkannya dalam perspektif. Hanya dalam waktu tiga tahun, superkomputer Tianhe-2 melipatgandakan daya komputasi K dengan mencapai 33,86 Petaflop/detik (33.860 triliun kalkulasi per detik).
Pada saat itu, unit grafis di dalam iPhone 5s menghasilkan sekitar 0,0000768 Petaflop/detik. Dengan demikian, komputer tercepat di dunia adalah sekitar 440.000 kali lebih cepat daripada unit grafis di dalam iPhone 5s, tetapi masih lebih lambat daripada otak manusia dalam beberapa kali lipat.
Sebuah studi oleh Martin Hilbert dari Annenberg School of Communication di University of Southern California dan dipublikasikan di jurnal Science pada 2011 menilai kemampuan dunia untuk menghitung informasi. Hilbert menjelaskan seperti ini: “Untuk menempatkan temuan kami dalam perspektif, 6,4 * 1018 instruksi per detik yang dapat dilakukan manusia pada komputer serba guna di 2007 berada di area yang sama dengan jumlah maksimum impuls saraf yang dieksekusi oleh satu otak manusia per detik.”
2. Otak Anda sangat murah, bahkan gratis.
Terlepas dari kelainan bawaan lahir yang langka, kita semua terlahir dengan otak, dan otak itu pas di kepala kita! Tianhe-2 menghabiskan biaya sekitar $390 juta untuk membangunnya, menurut Forbes. Pada daya puncaknya, komputer ini membutuhkan lebih dari 17,6 megawatt, dan kompleks komputer ini memiliki luas sekitar 720 meter persegi. Beberapa superkomputer lain, yang dianggap hemat energi, mengonsumsi sekitar 8 megawatt.
Sebagai gambaran, satu megawatt sama dengan 1 juta watt. Sebuah bola lampu 100 watt menggunakan 100 watt segera setelah dinyalakan karena “watt” mengacu pada daya yang digunakan secara instan. Jadi, komputer tercepat di dunia menarik daya sebanyak 176.000 bola lampu.
Jeff Layton, Ph.D., seorang ahli teknologi perusahaan Dell, menulis dalam sebuah posting blog: “Sistem ini sangat besar, mahal, dan haus daya.”
Tentu saja, otak juga membutuhkan daya. Energi tersebut berasal dari makanan, yang dalam sistem pertanian modern kita membakar bahan bakar.
3. Juga sangat praktis.
Meskipun komputer yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari bisa sangat berguna, beberapa ahli telah menyatakan keraguan tentang kegunaan superkomputer.
South China Morning Post melaporkan dalam sebuah artikel tentang Tianhe-2, yang terletak di Tiongkok: “Tidak seperti komputer rumahan yang dapat menangani berbagai tugas, mulai dari pengolah kata hingga bermain game dan menjelajah web, superkomputer dibuat untuk tujuan yang sangat spesifik. Untuk mengeksploitasi kemampuan komputasi maksimalnya, para peneliti harus menghabiskan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, untuk menulis atau menulis ulang kode perangkat lunak untuk melatih mesin agar dapat melakukan suatu pekerjaan secara efisien.”
Seorang ilmuwan senior di Pusat Komputasi Beijing, yang tidak disebutkan namanya, mengatakan: “Gelembung superkomputer lebih buruk daripada gelembung real estat. Sebuah bangunan akan bertahan selama beberapa dekade setelah dibangun, namun sebuah komputer, tidak peduli seberapa cepat saat ini, akan menjadi sampah dalam lima tahun.”
4. Bagaimana bandwidth otak Anda dibandingkan dengan modem?
Membatasi ukuran untuk kecepatan pemrosesan pikiran manusia telah dicoba oleh banyak ilmuwan. Angka yang mereka hasilkan sangat bervariasi, tergantung pada pendekatannya. Membandingkan bandwidth modem dengan “bandwidth” otak bukanlah ilmu pasti.
Pertama, kita akan melihat berapa banyak bit per detik (bps) yang dapat diproses oleh otak Anda, kemudian kita akan melihat berapa banyak bps yang dapat diproses oleh modem pada umumnya. Anda bisa membayangkan hal ini dalam hal berapa lama waktu yang Anda butuhkan untuk mengunggah sebuah gambar melalui Internet dibandingkan dengan waktu yang Anda butuhkan untuk memproses apa yang Anda lihat di depan mata Anda.
Tor Nørretranders, seorang profesor pendamping Filsafat Ilmu Pengetahuan di Copenhagen Business School, menulis sebuah buku berjudul “The User Illusion: Cutting Consciousness Down to Size” atau “Ilusi Pengguna: Memotong Kesadaran Menjadi Lebih Kecil,” di mana ia menyatakan bahwa pikiran sadar memproses sekitar 40 bps, sedangkan pikiran bawah sadar memproses 11 juta bps.
Fisikawan teoretis Austria Herbert W. Franke menyatakan bahwa pikiran manusia secara sadar dapat menyerap 16 bps dan secara sadar dapat menyimpan dalam pikiran pada satu waktu sekitar 160 bps. Menariknya, ia mencatat bahwa pikiran dapat mengurangi kompleksitas situasi apa pun menjadi 160 bit.
Fermin Moscoso del Prado Martin, seorang psikolog kognitif dari Université de Provence di Prancis, menetapkan bahwa otak manusia dapat memproses sekitar 60 bps. Dalam sebuah komentar di artikel Technology Review tentang karyanya, ia mencatat bahwa dia belum menentukan batas atas, yang berarti dia tidak dapat mengatakan dengan pasti bahwa otak tidak dapat memproses di atas dan di luar 60 bps.
Sekarang, mari kita lihat seberapa cepat modem rumah tangga Anda.
Satu megabit per detik (Mbps) sama dengan 1 juta bps; modem rumah tangga dapat beroperasi pada kecepatan antara 50 Mbps hingga beberapa ratus Mbps. Itu jutaan kali lebih cepat daripada pikiran sadar Anda, dan setidaknya lima kali lipat dari pikiran bawah sadar Anda. Nilai satu untuk komputer di sini; mereka mengungguli otak dalam hal ini. Tentu saja, masih sedikit yang dipahami tentang alam bawah sadar sehingga angka-angka ini masih jauh dari pasti.
Dan meskipun kita relatif lambat dalam menyerap data, cara kita memprosesnya sungguh menakjubkan.
5. Kita belajar, kita menciptakan.
Artificial intelligence (AI) membuat kemajuan dalam mengembangkan komputer yang kreatif. Namun, AI yang paling canggih masih jauh di belakang otak manusia, bahkan sejak ribuan tahun lalu.
Dalam sebuah artikel yang ditulis untuk MakeUseOf.com, insinyur elektro dan penulis lepas Ryan Dube mengomentari pernyataan penulis Gary Marcus berikut ini: “Perbedaan mendasar antara komputer dan pikiran manusia ada pada organisasi dasar memori.”
Dube menulis: “Untuk mengambil data, komputer menggunakan lokasi penyimpanan yang logis. Otak manusia, di sisi lain, mengingat di mana informasi disimpan berdasarkan isyarat. Isyarat tersebut adalah potongan informasi atau ingatan lain yang terhubung dengan informasi yang perlu Anda ambil.
“Ini berarti bahwa pikiran manusia dapat menghubungkan konsep-konsep yang hampir tidak terbatas dalam berbagai cara, dan kemudian terkadang memutuskan atau menciptakan kembali koneksi berdasarkan informasi baru. Hal ini memungkinkan manusia untuk melangkah keluar dari batas-batas apa yang telah dipelajari-yang mengarah pada seni baru dan penemuan baru yang merupakan ciri khas umat manusia.”
6. Otak masih sedikit dipahami, dan kita mungkin akan menemukan manfaat yang tak terduga.
National Geographic mengilustrasikan betapa besarnya tugas untuk memetakan otak manusia dengan presisi. Dalam edisi Februari 2014 yang berjudul “The New Science of the Brain”, dilaporkan bahwa para ilmuwan telah menciptakan model 3-D dari bagian otak tikus yang berukuran sebesar sebutir garam. Untuk memetakan bagian kecil dari otak tikus ini dengan akurat, mereka menggunakan mikroskop elektron untuk memotretnya dalam 200 bagian, masing-masing setebal rambut manusia. “Otak manusia yang divisualisasikan pada tingkat detail seperti ini akan membutuhkan jumlah data yang setara dengan seluruh materi tertulis di seluruh perpustakaan di dunia,” tulis National Geographic.
Pada 2005, para peneliti di Caltech dan UCLA menemukan bahwa hanya sedikit dari 100 miliar neuron otak yang digunakan untuk menyimpan informasi tentang orang, tempat, atau konsep tertentu. Sebagai contoh, mereka menemukan bahwa ketika subjek uji coba diperlihatkan foto-foto aktris Jennifer Aniston, satu neuron tertentu di otak akan merespons. Neuron lainnya didedikasikan untuk aktris Halle Berry.
Memahami Mengapa Orang Menderita Dalam Hidup Setelah Membaca Artikel Master Li Hongzhi
oleh Gary Bai, Shi Ping
“Ketika Anda mendengar seseorang bertanya : Mengapa hal buruk justru terjadi pada diri orang baik ? Tidak ada jawaban”. Seorang pembaca setia Epoch Times asal Indiana dalam sebuah wawancara mengatakan : “Mengapa hal buruk tidak akan terjadi pada diri orang baik ? Ini mungkin pertanyaan yang lebih cocok, namun memang belum ada jawabannya.”
Patricia Damler adalah seorang umat Kristen yang memiliki kegemaran dengan hal-hal yang berbau spiritual. Dalam usianya yang 80 tahun, nenek Patricia sudah dikarunia “segudang” anak cucu. Meskipun ia kaya dengan pengalaman hidup dan eksplorasinya dalam hal-hal spiritual, namun ia belum juga dapat memahami masalah seperti di atas. Namun setelah dia membaca artikel Master Li Hongzhi “Mengapa Ada Umat Manusia” di awal tahun ini, ia akhirnya mengerti.
“Artikel ini menempatkan pembaca pada tingkat yang lebih tinggi dalam memikirkan permasalahan”, kata nenek Damler.
“Maka Anda akan dapat memahami bahwa hal-hal baik atau buruk yang terjadi pada diri Anda itu karena karma positif atau negatif dari kehidupan lampau.”
Falun Gong, juga dikenal sebagai Falun Dafa, adalah sebuah disiplin spiritual yang melibatkan latihan meditasi dan ajaran moral yang didasarkan pada tiga prinsip: Sejati, Baik, dan Sabar. Master Li memperkenalkan Falun Gong kepada publik di Tiongkok pada tahun 1992.
Latihan ini menjadi populer di Tiongkok pada tahun 1990-an, dengan perkiraan jumlah pengikutnya mencapai 70 juta hingga 100 juta orang. Rezim komunis, yang takut jumlah praktisi menjadi ancaman bagi kontrol otoriternya, memulai kampanye besar-besaran pada 20 Juli 1999, yang bertujuan untuk memberantas latihan ini, sebuah program yang terus berlanjut hingga saat ini.
Artikel yang pengungkapannya melampaui wacana agama
Damler mengaku bahwa dirinya sempat meletakkan artikel itu saat pertama kali membacanya karena kewalahan menangkap inti artikel tersebut. Namun setelah “Otaknya diberi waktu istirahat sejenak”, Ia baru menemukan bahwa dirinya sudah lebih mengerti, terutama usai membacanya 2 atau 3 kali.
“Setiap kali saya membaca artikel ini, saya semakin memahami sesuatu, seperti gagasan tentang penderitaan”, katanya.
Setelah membacanya belasan kali, dia menyadari bahwa isi artikel itu jauh lebih banyak dan padat daripada apa yang ia pelajari dalam agama Katolik.
“Biarawati pernah memberitakan kepada kita : Penderitaan bukan hanya untuk diri kita sendiri, pada dasarnya adalah untuk semua orang di dunia … Sungguh, ungkapan dalam artikel ini melampaui wacana tersebut. Saya tidak bisa menjelaskan apa yang saya lihat, tetapi saya bisa melihat bahwa itu ( konten artikel) sangat praktis. Dosa asal juga tidak bersifat pribadi, itu universal. Dosa saya bukan hanya dosa saya, tetapi dosa itu mempengaruhi dunia dengan satu atau lain cara”, kata Patricia Damler. Tak peduli apakah itu perbuatan “baik” atau “jahat”, semua itu memiliki reaksi berantai (knock-on effect) terhadap dunia.
Melalui membaca artikel Master Li, Damler berhasil menemukan akar penyebab dari seseorang menemui hal-hal baik atau buruk dalam hidup.
“Dalam Alkitab atau Perjanjian Lama disebutkan bahwa banyak orang akan beranggapan bahwa seseorang yang tiba-tiba menjadi buta atau terlahir buta, itu karena orang tua dari anak itu pernah berbuat jahat. Tetapi jika yang buta itu orang dewasa, maka itu karena orang tersebut berbuat jahat”.
Patricia Damler mengatakan : “Manusia selalu mencoba untuk menemukan alasan di balik suatu kejadian, alih-alih berpikir bahwa mungkin ada penyebab yang supranatural, tetapi tidak pernah mengusutnya dari penyebab yang lebih jauh. Misalnya, coba kembali ke 1000 tahun yang lalu, ketika jiwa itu berada dalam tubuh yang berbeda dan melakukan hal-hal yang buruk. Sekarang jiwa itu berada dalam tubuh baru, dan hal-hal buruk terjadi pada orang ini sekarang. Jadi, satu-satunya cara untuk menyingkirkan kejahatan yang dilakukan 1.000 tahun yang lalu adalah dengan cara melakukan banyak berbuat baik sekarang”.
Penderitaan membuat saya lebih empati terhadap sesama
Damler mengatakan bahwa artikel Master Li tentang peningkatan spiritualitas diri sendiri melalui penderitaan juga selaras dengan pemahamannya.
Ada sebuah paragraf dalam artikel tersebut yang berbunyi : “Lalu mengapa Sang Pencipta meminta para Dewa untuk menciptakan umat manusia di tengah lingkungan yang rendah dan begitu buruk ini? Karena di sinilah lapisan terendah alam semesta, adalah tempat yang paling menderita, namun menderita baru dapat berkultivasi, menderita baru dapat melenyapkan karma. Di tengah penderitaan, manusia masih dapat mempertahankan kebaikan, masih tahu cara bersyukur, menjadi seorang yang baik, inilah cara meningkatkan diri sendiri”.
Damler memahami hal ini dengan sangat baik. Kini ia tahu mengapa ibu meninggalkan dirinya dan abangnya ketika dia masih berusia 3 bulan dan tidak pernah berhubungan lagi dengan mereka sejak itu. Pengalaman ini telah membuatnya hidup dengan harga diri yang rendah selama paruh pertama hidupnya, meragukan bahwa hidupnya tidak berharga. Tetapi ketika dia tumbuh dewasa, melalui penderitaan ia dapat memahami situasi yang dihadapi ibu kandungnya, akhirnya dirinya pun bersimpati dengan kesulitan ibu kandungnya sebagai ibu muda, bahkan berterima kasih kepadanya karena telah memberikan nyawa kehidupan, dan berterima kasih kepada ibu kandungnya karena tidak melakukan aborsi untuk membunuhnya.
“Itu adalah tindakan memaafkan, tindakan pengertian”, kata Damler. “Hal ini membuat saya lebih sadar bahwa setiap kali saya melakukan sesuatu yang baik atau buruk, pasti ada konsekuensi yang mungkin tidak pernah kita sadari. Jadi, ini adalah tentang membuat kita lebih memperhatikan perilaku dan interaksi pribadi kita dengan orang lain, yang mana jauh lebih penting daripada yang kita pikirkan … Anda tentu ingin semua yang Anda lakukan, semua yang berkaitan dengan Anda berakhir baik, bahkan ingin menjadi lebih baik”.
Artikel “Mengapa Ada Umat Manusia” membuat Patricia Damler terus memunculkan pemikiran dan pertanyaan baru dalam benaknya, bagaimana ini dan itu tentang penderitaan dan orang-orang yang sedang menderita ?
“Saya pikir ada kehidupan tingkat tinggi yang memutuskan hal-hal ini”. “Ini adalah artikel yang luar biasa. Artikel yang tidak dapat diabaikan begitu saja, Anda tidak dapat menyingkirkannya hanya dengan 1 kali membacanya, tetapi perlu dibaca berulang kali, dicerna dan dipahami”. Demikian pesan Patricia Damler mengakhiri wawancara. (sin)