oleh Zhao Fenghua, Zhang Danxia dan Liu Fang
Setelah Inggris secara resmi bergabung dengan “Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik” (CPTPP), Tiongkok akan menjadi target peninjauan berikutnya. Namun, menurut analisis ahli, mengingat Beijing selama ini selalu gagal memenuhi komitmennya ketika minta bergabung dengan WTO, maka akan menjadi kesulitan tersendiri untuk memperoleh kepercayaan internasional.
Dua pekan lalu, Inggris secara resmi diterima untuk bergabung dengan CPTPP melalui pertemuan yang diadakan di Selandia Baru. Beijing sudah mendaftar untuk bergabung dengan CPTPP pada bulan September 2021, tetapi urutan peninjauannya ada di belakang Inggris.
Li Hengqing, seorang ekonom dari “Institut Informasi dan Strategi” di Amerika Serikat mengatakan : “Tiongkok sekarang sedang menghadapi kehilangan sejumlah besar pesanan ekspor, karena para importir ingin mendiversifikasi risiko, jadi mereka harus mengubah kembali rantai pasokan. Dengan situasi seperti itu, Beijing amat sangat berharap dapat bergabung dengan CPTPP demi memperluas perdagangan luar negerinya. Tetapi saat ini, “segudang” kesulitan yang harus dihadapi. Tentu saja, bukan berarti ia ditolak untuk bergabung. Tetapi hal yang dikemukakan semua pihak saat ini adalah bahwa pemerintah komunis Tiongkok tidak dapat memenuhi standar atau syarat yang ditetapkan oleh CPTPP”.
Selama lebih dari 20 tahun bergabung dengan WTO, Tiongkok tidak pernah memenuhi komitmennya kepada WTO, kini kredibilitas internasionalnya telah pudar. Tambah Li Hengqing.
Li Hengqing menjelaskan : “Sebenarnya, ketika (Beijing) menandatangani perjanjian dengan WTO, ia telah menjanjikan banyak kewajiban untuk ditepati, seperti mengenai perlindungan kekayaan intelektual, subsidi pemerintah untuk BUMN, dan berjanji untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian agar memenuhi persyaratan WTO. Tetapi apa hasilnya setelah lebih dari 20 tahun berlalu ? Nihil. Jadi semua tahu sekarang bahwa yang diinginkan Beijing memasuki organisasi WTO adalah pasarnya. Ia ingin memanfaatkan keunggulan manufakturnya untuk merebut pasar. Selain itu, ia juga tidak memenuhi janjinya”.
Kemitraan Trans-Pasifik (Trans-Pacific Partnership. TPP) yang didukung oleh Amerika Serikat adalah pendahulu dari CPTPP. Salah satu tujuannya adalah untuk mengekang ekspansi ekonomi Partai Komunis Tiongkok di kawasan Asia-Pasifik. Dengan keanggotaan yang direstrukturisasi mencakup sekutu AS seperti Jepang, Australia, Selandia Baru, dan Kanada.
Pengacara hak asasi manusia Wu Shaoping mengatakan : “Ekonomi pasar adalah bentuk ekonomi terbaik bagi masyarakat saat ini. Meskipun PKT juga memahaminya, tetapi ia tidak pernah mau mengikuti jalur ekonomi pasar. Ia cenderung menggunakan BUMN-nya untuk memonopoli sumber daya guna mengendalikan seluruh pasar. Ia mempraktikkan pendekatan partailah yang mengendalikan segalanya. PKT sangat jelas bahwa model ekonominya itu tidak dapat mencapai pembangunan berkelanjutan jangka panjang. Kinerja pembangunan ekonomi yang dicapai saat ini telah sepenuhnya mengungkapkan masalah ini”.
Wu Shaoping percaya bahwa di bawah kediktatoran PKT, partai mengendalikan ekonomi ini sudah bertentangan dengan tatanan pasar internasional. Jadi sekali pun ia bergabung dengan CPTPP, ia tidak akan mengubah pendekatannya, kecuali partainya dibubarkan.
Wu Shaoping menuturkan, “akibat tidak menemui jalan keluar bagi pembangunan ekonominya, ia kemudian berharap melalui bergabung dengan CPTPP untuk mereformasi ekonominya. Tetapi apakah PKT bersedia menghormati CPTPP setelah bergabung ? Fakta sejarah yang kejam masih ada di hadapan kita. Yaitu janji-janji yang dibuat PKT ketika bergabung dengan WTO itu bagaimana ? Janjinya Tiongkok ingin membuka berbagai area pasar bila masuk WTO. Namun setelah lebih dari 20 tahun berlalu, apa yang telah diubah oleh PKT ? Tidak ada !” (sin)