Trump Mengimbau Kim Jong-un Mengambil Jalan yang Benar

oleh Qin Yufei

Meskipun sejauh ini Korea Utara tetap berdiam, Gedung Putih pada Jumat (16/03/2018) mengatakan bahwa Presiden Trump masih bermaksud untuk bertemu dengan Kim Jong-un sebelum bulan Mei berakhir.

Gedung Putih menyampaikan berita di atas setelah Trump berbicara langsung dengan Moon Jae-in lewat sambungan telepon.

“Dua orang kepala negara telah sepakat untuk mewujudkan apa yang mereka katakan demi denuklirisasi Semenanjung Korea”, sebut Gedung Putih.

“Kedua kepala negara berpikir bahwa penting untuk belajar dari kesalahan masa lalu dan berjanji untuk terus bekerja sama secara ketat untuk tetap mempertahankan tekanan maksimal terhadap rezim Korea Utara”

“Presiden Trump menegaskan kembali bahwa ia akan bertemu dengan Kim Jong-un sebelum bulan Mei berakhir”.

Pekan lalu Trump langsung menerima undangan pertemuan dari Kim Jong-un membuat masyarakat internasional dan para asistennya terkejut.

Pada saat kritis ini, Trump memberhentikan Menlu Rex Tillerson dan menunjuk Direktur CIA Mike Pompeo untuk menggantikannya.

The New York Times mengutip seorang pejabat senior pemerintah yang mengatakan bahwa penggantian Tillerson pada saat ini adalah untuk membentuk sebuah tim baru sebelum bertemu dengan Kim Jong-un.

Korea Utara hingga kini masih tanpa komentar terhadap pertemuan Trump – Kim Jong-un.

Pemerintah Korea tidak mengaku meminta pertemuan itu, media corong pemerintah Korea Utara juga tidak menyebutkan hal ini, mengundang teka teki dunia apakah pertemuan tersebut akan terwujud dan apakah ada hasil yang bisa dicapai.

Namun gejala-gejala yang nampak sekarang adalah, Menlu Korea Utara Ri Yong-ho pada Kamis lalu terbang ke Stockholm, Swedia lewat transit di Bandara Beijing untuk mempersiapkan tempat buat pertemuan Trump – Kim.

Banyak pihak menduga, keberangkatan Ri ke Swedia yang menjadi agen Pyongyang untuk kepentingan diplomasi dengan AS adalah untuk keperluan pertemuan.

Sesuai jadwal, Ri Yong-ho akan menemui Menlu Swedia Margot Wallstrom untuk membicarakan kemungkinan terlaksananya rencana denuklirisasi semenanjung, isu pembebasan 3 orang sandera WN Amerika Serikat dan pertemuan 2 orang kepala negara.

Dunia luar menduga bahwa Swedia mungkin dapat menjadi tempat pertemuan termaksud.

Gedung Putih dalam pernyataannya pada Jumat menyebutkan bahwa Moon Jae-in dan Trump “masih optimisme dan berhati-hati dengan perkembangan situasi terakhir ini dan menekankan bahwa jika Korea Utara memilih jalan yang benar, maka ia akan memiliki masa depan yang lebih cerah”.

Wall Street Journal memberitakan, Mike Pompeo masih skeptis terhadap niat Korea Utara, ia juga mengkritik kesepakatan nuklir Iran. Dia akan memiliki dampak pada upaya Amerika Serikat untuk mengekang ambisi nuklir lawan dalam jangka panjang.

Menurut penilaian analis intelijen AS bahwa selama perundingan berlangsung Kim Jong-un hampir tidak mungkin meninggalkan gudang senjata nuklirnya. Oleh karena itu, Pompeo akan menghadapi tantangan berat dalam masalah Korea Utara tersebut.

Pompeo pada 11 Maret mengatakan bahwa dari catatan perundingan antara AS – DPRK di masa lalu yang baru ia dalami kembali, ia mengkritik pemerintahan AS masa lalu yang membiarkan Pyongyang mengembangkan program nuklir mereka.

Ia mengatakan bahwa saat itu seharusnya AS memberikan tekanan kuat. Jadi meskipun pertemuan Trump – Kim berlangsung nanti, sanksi belum boleh dilonggarkan sedikit pun.

Dalam strategi terhadap DPRK, Pompeo tidak bisa mengesampingkan kemungkinan menggunakan kekuatan militer untuk menekan negara itu.

Pada bulan April tahun lalu, Pempeo secara khusus mengunjungi Pulau Yeonpyeong Korea Selatan yang dibombardir oleh Korea Utara pada tahun 2010. Tujuannya adalah untuk “mengalami langsung ancaman yang dilakukan Korea Utara terhadap Korea Selatan”.

Mason Richey, Profesor Politik Internasional di Seoul National University of Korea percaya bahwa jika pertemuan Trump – Kim gagal dilaksanakan, atau Korea Utara di masa mendatang mengingkari kesepakatan yang dibuat dengan Trump, Pompeo mungkin bisa bersikap lebih keras, dan tidak mengesampingkan penggunaan aksi yang lebih radikal. (Sinatra/asr)