Umat Gereja di Tiongkok Ditindas Polisi Ketika Hendak Peringati Gempa

EpochTimesId – Umat gereja Early Rain Covenant Church, Chengdu berencana mengadakan kegiatan untuk memperingati 10 tahun gempa Wenchuan pada 12 Mei 2018. Namun, mereka mengalami penindasan oleh aparat polisi setempat.

Lebih 200 orang umat gereja tersebut ditahan. Departemen Luar Negeri AS pada 15 Mei mengeluarkan sebuah pernyataan sikap kepedulian mendalam terhadap kejadian tersebut.

Gereja Presbiterian mengatakan bahwa peringatan 10 tahun gempa bumi Wenchuan pada hari 12 Mei dihalangi oleh polisi. Pihak berwenang Chengdu mengorganisir ribuan pesonil polisi dan pejabat publik untuk memblokir gereja. Mereka juga menahan ratusan orang secara ilegal dan memukul jemaat yang berencana mengikuti sidang gereja.

Menurut pernyataan tersebut, informasi yang beredar menyebutkan sejak malam 11 Mei hingga malam 12 Mei, Pastor Wang Yi dan penanggungjawab gereja Li Yingqiang terpaksa menjalani pemeriksaan selama 24 jam. setidaknya 228 orang umat gereja ditahan secara ilegal, termasuk anak-anak, bayi dan orang tua, selain itu 33 orang umat lainnya dilarang keluar dari rumah.

Disebutkan juga dalam pernyataan, bahwa ini adalah insiden paling serius di Chengdu dalam beberapa tahun terakhir. Dimana otoritas yang otoriter secara ilegal menahan warga dan membatasi kebebasan warga negara. Sejumlah kecil umat bahkan merasa dihina karena pukulan aparat polisi.

Selain itu, ada lebih dari 10 pelayan dan suster gereja yang bekerja di sekolah-sekolah, pelayanan publik atau lembaga-lembaga publik terus diwawancarai. Mereka diultimatum oleh pengurus tempat mereka bekerja agar tidak berpartisipasi dalam pelayanan gereja, bahkan ada diantaranya yang terkena ancaman PHK dan sebagainya.

https://www.youtube.com/watch?v=G33GIUIlon8

Sebelumnya, dalam video yang diposting pada halaman Facebook Early Rain Covenant Church, Chengdu, polisi mengatakan bahwa rencana gereja memperingati 10 tahun gempa Wenchuan itu adalah kegiatan yang melanggar ketentuan dalam, “Peraturan tentang Agama di Tiongkok”. Jadi kegiatan tersebut tergolong ilegal.

Aparat polisi dari Cabang Qingyang Chengdu datang ke gereja untuk membawa kedua ‘tersangka pengganggu kamtibmas’ pastor Wang Yi dan pengurus gereja Li Yingqiang ke kantor mereka.

Pastor Wang Yi melalui media sosial pada tengah malam 12 Mei menyampaikan pesan bahwa Ia bersama Li Yingqiang sudah berada di rumah. Pelayan dan suster gereja lainnya yang ikut ditahan aparat juga sudah dibebaskan.

Tapi, pengguna Twitter bernama ‘Zhang Chunlei’ pada 14 Mei malam menulis, “Pihak berwenang masih melakukan intimidasi terhadap sejumlah umat Early Rain Covenant Church”.

“Pelayan dan Suster yang bekerja di lembaga-lembaga publik, terus diajak ‘wawancara’ oleh pengurus lembaga. Bahkan beberapa dari mereka diancam dengan PHK. Tak terkecuali yang berstatus mahasiswa pun mengalami situasi yang sama. Ultimatum juga disampaikan lewat orang tua mereka. Pemilik kos juga mengancam dengan pengusiran. Mendapat peringatan dan tekanan-tekanan dari Para Ibu Lingkungan yang Berpengaruh, sungguh sebuah tindak pengontrolan yang berlapis-lapis,” beber Chunlei.

https://www.youtube.com/watch?v=XndWQ-3vPPg

Akun media sosial Early Rain Covenant Church pada 15 Mei masih mengunggah berita bahwa masih ada sebagian pelayan dan suster gereja yang dilarang keluar rumah. Ada pula yang dibawa ke kantor polisi untuk diinterogasi, dengan maksud menghalangi mereka pergi ke gereja untuk mengikuti misa.

Penulis berita bahkan ditangkap dengan ‘menjebol pintu rumah’.

Departemen Luar Negeri AS pada 15 Mei mengeluarkan pernyataan ikut prihatin atas tindakan kasar aparat pemerintah dalam menangani gereja Early Rain Covenant Church, Chengdu. Pernyataan Deplu juga menegaskan bahwa pemerintah AS bersama-sama rakyat Tiongkok mengungkapkan belasungkawa kepada korban gempa Wenchou yang jumlahnya mencapai puluhan ribu jiwa.

Mengenai adanya laporan yang mengatakan bahwa pihak berwenang Tiongkok telah menyita Alkitab, Departemen Luar Negeri AS meminta pemerintah Tiongkok dapat mematuhi komitmen internasional untuk melindungi hak kebebasan beragama setiap individu.

Uskup Joseph Zen dari Keuskupan Katolik Hongkong pada acara kegiatan gereja hari Minggu, mengatakan bahwa pemerintah Tiongkok kian ketat dalam menangani kegiatan keagamaan dalam beberapa tahun terakhir.

Seperti misalnya gereja bawah tanah tidak diperbolehkan untuk mengadakan Misa, dengan tujuan untuk mengontrol kegiatan keagamaan, situasi tidak optimis. Uskup Joseph mengharapkan kesepakatan dapat dicapai pada penjalinan hubungan diplomatik antara Tiongkok dengan Vatikan nanti. (Ling Yun/ET/Sinatra/waa)

Simak juga, Pengakuan Dokter yang Dipaksa Panen Organ Hidup :
https://youtu.be/0x2fRjqhmTA