Menkes dan Dirut BPJS Kesehatan Sepakati Perpanjangan Kerja Sama bagi Rumah Sakit yang Belum Terakreditasi

Epochtimes.id- Peserta  Jaminan  Kesehatan Nasional-Kartu  Indonesia  Sehat  (JKN-KIS) dijamin  untuk  mendapatkan  akses  seluas-luasnya  terhadap  pelayanan  kesehatan  yang  bermutu.

Ini setelah Menteri Kesehatan RI, Nila Farid Moeloek, bersama-sama  Direktur  Utama  Badan  Penyelenggara  Jaminan  Sosial (BPJS)  Kesehatan,  Fachmi Idris,   menyepakati   bahwa   perpanjangan   kerja   sama   dengan   rumah   sakit   (RS)   yang   belum terakreditasi  agar  tetap  dapat  memberikan  pelayanan  bagi  peserta  JKN-KIS  dengan  syarat. Kesepakatan kedua pimpinan institusi tersebut dilaksanakan di Kantor Kementerian Kesehatan.

Akreditasi merupakan bentuk perlindungan pemerintah dalam memenuhi hak setiap warga negara agar mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan bermutu oleh fasilitas pelayanan kesehatan sesuai amanat pasal 28H ayat (1) dan pasal 34 ayat (3) UUD Tahun 1945.

Kegiatan ini dilaksanakan menggunakan  standar  akreditasi  berupa  instrumen  yang  mengintegrasikan  kegiatan  tata  kelola manajemen dan tata kelola klinis guna meningkatkan mutu pelayanan RS dengan memperhatikan keselamatan pasien, serta meningkatkan profesionalisme RS Indonesia di mata internasional.

Kewajiban RS untuk melaksanakan akreditasi diatur dalam beberapa regulasi, yaitu: Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit; Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit; Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit; dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013, tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional.

Kegiatan   akreditasi   sebagai   persyaratan   bagi  rumah  sakit   yang   bekerjasama   dengan   BPJS Kesehatan seharusnya  diberlakukan sejak awal tahun 2014 seiring dengan pelaksanaan Program JKN-KIS di Indonesia.

Ketentuan ini diperpanjang hingga 1 Januari 2019 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 99 Tahun 2015 Pasal 41 ayat (3) yang merupakan perubahan pertama Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013.

“Akreditasi ini tidak hanya melindungi masyarakat, juga melindungi tenaga kesehatan yang bekerja di RS tersebut dan juga RS itu sendiri,” kata Menkes.

Menkes Nila Moeloek menerangkan bahwa Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan dua surat rekomendasi perpanjangan kontrak kerja sama bagi rumah sakit  yang belum  terakreditasi melalui surat  Menteri  Kesehatan  Nomor  HK.  03.01/MENKES/768/2018  dan  HK.03.01/MENKES/18/2019 untuk  tetap dapat melanjutkan kerja sama dengan BPJS kesehatan.

Surat rekomendasi diberikan setelah  rumah  sakit  yang  belum  terakreditasi  memberikan  komitmen  untuk  melakukan  akreditasi sampai dengan 30 Juni 2019.

“Kemenkes memberi kesempatan kepada RS yang belum melaksanakan akreditasi untuk melakukan pembenahan dan perbaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Menkes dalam keterangannya.

Direktur  Utama  BPJS  Kesehatan,  Fachmi  Idris,  menegaskan  bahwa  pasien  JKN-KIS  tetap  bisa berkunjung ke rumah sakit dan memperoleh pelayanan kesehatan dengan normal seperti biasanya.

Masyarakat  tidak  perlu  khawatir.  Ini  hanya  masa  transisi  saja.  Terdapat  penundaan  kewajiban akreditasi   rumah   sakit   sampai   pertengahan   2019   nanti.   Kami   berharap   rumah   sakit   bisa memanfaatkan   toleransi   yang   diberikan   pemerintah   tersebut   untuk   segera   menyelesaikan akreditasinya, ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris.

Fachmi  menyebut,  pihaknya  dan  Menteri  Kesehatan  telah  menyepakati  bahwa  rumah  sakit  yang belum terakreditasi tetap dapat melayani peserta JKN-KIS.

Menurut Fachmi, fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan di tahun 2019 harus sudah memiliki sertifikat akreditasi. Hal ini  sesuai dengan   Peraturan Menteri  Kesehatan  Nomor  99 Tahun 2015  tentang  Perubahan  atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional.

“Akreditasi sesuai regulasi adalah syarat wajib untuk menjamin pelayanan kesehatan yang bermutu untuk masyarakat. Diharapkan rumah sakit dapat memenuhi syarat tersebut. Sesuai dengan Perpres

82  Tahun  2018  tentang  Jaminan  Kesehatan  di  pasal  67  ayat  3  untuk  fasilitas  kesehatan  yang memenuhi  persyaratan  dapat  menjalin  kerja  sama  dengan  BPJS  Kesehatan,  dan  ketentuan persyaratan diatur dalam Peraturan Menteri,” terang Fachmi dalam siaran pers BPJS Kesehatan.

Fachmi  mengatakan,  fasilitas  kesehatan  yang  bekerja  sama  dengan  BPJS  Kesehatan  wajib memperbaharui  kontraknya  setiap  tahun.  Hakikat  dari  kontrak  adalah  semangat  mutual  benefit. Fachmi  juga  menambahkan,  adanya  anggapan  bahwa  penghentian  kontrak  kerja  sama  dikaitkan dengan kondisi defisit BPJS Kesehatan adalah informasi yang tidak benar.

“Kami  sampaikan  informasi  tersebut  tidak  benar,  bukan  di  situ  masalahnya.  Sampai  saat  ini pembayaran oleh   BPJS Kesehatan tetap berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila ada   fasilitas   kesehatan   yang   belum   terbayarkan   oleh   BPJS   Kesehatan,   rumah   sakit   dapat menggunakan  skema  supply  chain  financing  dari  pihak  ke  3  yang  bekerja  sama  dengan  BPJS Kesehatan,” kata Fachmi.

Di sisi lain, putusnya kerja sama rumah sakit dengan BPJS Kesehatan bukan hanya karena faktor akreditasi semata.

Ada juga rumah sakit yang diputus kerja samanya karena tidak lolos kredensialing atau sudah tidak beroperasi. Dalam proses ini juga mempertimbangkan pendapat Dinas Kesehatan dan/atau  Asosiasi Fasilitas Kesehatan setempat dan memastikan bahwa pemutusan kontrak tidak mengganggu pelayanan kepada masyarakat dengan melalui pemetaan analisis kebutuhan fasilitas kesehatan di suatu daerah. (asr)