Menyoroti Kampanye Hitam ala Relawan Emak-emak PEPES, Berbahayakah ?

Epochtimes.id- Belum lama ini diramaikan dengan tiga emak-emak yang bergabung dalam relawan PEPES (Pendukung Prabowo-Sandi) secara terangan-terangan terlibat kampanye hitam adanya soal larangan azan dan legalitas pernikahan sejenis jika Jokowi kembali terpilih. Bagaimana menilai fenomena ini?

Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LIPI) Boni Hargens menilai, jika informasi tersebut diserap oleh pihak yang kekurangan informasi, maka akan memantik kemarahan seseorang serta membahayakan apalagi dengan dalih kebebasan demokrasi.

Menurut Boni, model kampanye hitam yang dilakukan relawan PEPES ini bahkan membahayakan pemilu. Pasalnya, kebohongan serta fitnah yang disebarkan sejatinya merongrong proses demokrasi serta kualitas penyelenggaraan pemilu.

Boni menilai jika kemudian model kampanye kebohongan seperti ini benar-benar dirancang sedemikian rupa serta meraih kemenangan pemilu, maka akan menjadi masalah besar di kemudian hari.

“Proses kampanye seperti ini tergambar dengan jelas yakni kepemimpinan yang diraih dengan kebohongan dan amarah adalah sumber malapetaka,” ujarnya dalam diskusi di kawasan Semanggi, Jakarta, Sabtu (2/3/2019).

Oleh karena itu, Boni menyarankan tim Prabowo-Sandi harus segera mengoreksi dan mengevaluasi relawan mereka sebelum terlambat. Soalnya, persoalan ini bukan tentang merebut kekuasaan selama lima tahun mendatang, tapi perkara menjaga keutuhan bangsa.

Guru Besar FISIP Universitas Indonesia, Arbi Sanit berharap semestinya adanya aturan jelas terkait keberadaan relawan partai politik dalam Undang-Undang. Kehadiran relawan ini, kata Arbi, tak disertai dengan ketentuan yang jelas sehingga melanggar aturan seperti pelanggaran kebohongan dan bermain-main dengan isu agama.

Dia mendorong relawan-relawan politik dimasukkan dalam struktur kinerja organisasi partai politik seperti sayap partai. Apalagi fenomena kehadiran relawan sebagai pertanda partai politik tidak bekerja dengan baik.

“Karena tak ada aturan main relawan ini maka timbullah apa yang kita keluhkan, saya kira ada dasar hukumnya supaya terlaksana dengan baik,” ujarnya.

Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof. Indria Samego mengungkapkan partai politik justru memanfaatkan peranan emak-emak dalam mengeruk keuntungan politik di Pemilu 2019 ini.

“Ada yang bilang ini perang total. Itu mulai dari penggunaan hard power sampai paling soft. Nah emak-emak itu bagian dari soft power. Jadi menggunakan semua sumber daya denan istilan wes pokoke. Perang segala cara ini dipakai untuk menang,” ujarnya.

Dia mengusulkan harus ada upaya rethingking manfaat sosialisasi mulai dari normatif sampai terobosan-terobosan. Sehingga nantinya, kata Indria, model sosialiasi harus terkonsentrasi pada kantung-kantung pemilih.

Dosen London Scholl of Public Relations Gracia Paramatiha menguraikan apa yang terjadi dengan relawan PEPES ini terletak pada persoalan permainan narasi menyebarkan berita bohong. Dia menyarankan harus ada cara menggantinya dengan menonjolkan perempuan-perempuan yang berpikiran fositif serta daya saing memfilter informasi tak terbatas.

Menurut dia, semestinya perempuan tak perlu terjebak dalam drama hoax tapi perempuan harus menjadi sosok yang berakhlak dan tak hanya mengandalkan akal semata. Dia menjelaskan Indonesia memerlukan wanita yang bijak untuk kebaikan Indonesia mendatang.

“Perempuan perlu menjadi sosok yang bijak supaya bisa menebar kebajikan dan perdamaian, perempuan ujung tombak bangsa dan demokasi kita,” tegasnya. (asr)