Warga Wuhan Bergantung Satu Sama Lain Bertahan dari Virus Corona Saat Absennya Pertolongan Negara

Eva Fu – The Epochtimes

Feng Mingqin, seorang pekerja Walmart di pusat penyebaran wabah virus corona di Wuhan, Tiongkok, mengalami kesulitan bernapas setiap kali dia berpindah tempat.

Hasil CT scan menunjukkan adanya infeksi di kedua paru-parunya. Dokter yang mendiagnosanya dengan COVID-19 pada 5 Februari 2020 lalu berkata kepadanya untuk segera mencari “rawat inap.”

Feng mencoba apa yang terbaik. Selama sembilan hari berturut-turut, dia harus tidur di kursi lorong rumah sakit. Ia harus mengantre setiap hari untuk injeksi dan obat-obatan, sementara kasusnya tergantung putaran labirin lembaga administrasi yang mana akan menentukan apakah dia bisa dirawat di rumah sakit.

Di kota yang sekarang diisolasi, pejabat pengontrol virus  memerintahkan semua orang yang membutuhkan rawat inap dilaporkan terlebih dahulu melalui kantor lingkungan perumahan dan kemudian ke kantor subdistrik setempat sebelum pihak berwenang dapat memberikan otorisasi.

Feng Mingqin kini masih menunggu keputusan itu.

“Saya tak mengetahui apakah mereka melakukan pencarian atau tidak, tetapi mereka tak pernah datang ke rumah kami,” kata Luo, yang terinfeksi ketika merawat ayahnya yang sakit kepada The Epoch Times pada tanggal 11 Februari 2020.

Disebabkan hampir semua transportasi tak beroperasi di Wuhan, warga dari semua lapisan masyarakat mulai merelakan kendaraan mereka sendiri untuk membantu mengangkut dokter dan perawat dari  dan ke rumah sakit yang berjubel dengan warga.

Grup obrolan bermunculan di media sosial, di mana para profesional medis dapat memberikan layanan berkisar dari saran klinis hingga dukungan emosional. 

Warga setempat juga berbagi tips-tips berdasarkan pengalaman pribadi mereka, seperti metode perawatan.

Ada lagi warga lainnya membuat hotline di mana mereka membantu mengumpulkan dan mengatur informasi tentang pasien dan mengirimkannya ke rumah sakit terdekat tanpa biaya untuk mempercepat perawatan mereka.

Seorang sukarelawan hotline, ketika dihubungi melalui telepon, mengatakan kepada The Epoch Times bahwa mereka dapat mengatur perawatan hingga 60 persen penelepon pada setiap hari. Ada sekitar delapan orang di timnya yang menjalankan hotline itu. 

Dari masing-masing terdiri belasan distrik di Wuhan, rata-rata 10 hingga 20 orang menelepon setiap harinya. 

“Ada banyak orang yang mencari bantuan,” kata sukarelawan itu.

Banyak pasien juga menggunakan media sosial dengan harapan suaranya didengar.

The Epoch Times mengonfirmasi bahwa sejumlah pasien telah dirawat di rumah sakit melalui hotline sukarelawan itu. 

Pekerjaan yang Berat

Bagi sukarelawan, pekerjaan itu mendatangkan tekanan.  

Liu Fang, yang menerima lebih dari 100 panggilan hotline selama seminggu, mengatakan kepada media Tiongkok bahwa dia hampir menangis setiap hari ketika ada yang menelepon.

“Orang-orang Wuhan mengalami begitu banyak,” kata Liu. Ia menambahkan bahwa banyak orang yang bekerja di sisinya mengalami tekanan karena stres.

Zhang Jiang, yang secara sukarela membantu pekerjaan masyarakat, mengatakan dia belum pernah melihat Wuhan dalam krisis yang sangat serius seperti itu sebelumnya atau mendengar langkah-langkah pembatasan secara ketat yang diberlakukan saat ini. 

Lingkungan di mana ia menjadi sukarelawan adalah rumah bagi 10.000 warga. Akan tetapi hanya memiliki sekitar 10 petugas distrik yang bertugas memeriksa suhu tubuh warga, mengatur penjemputan di rumah sakit, dan mengantarkan obat-obatan atau sayuran kepada yang membutuhkan.

Zhang, mengatakan bahwa dia mendengar tentang pengemudi sukarelawan yang meninggal dunia setelah terinfeksi, ia memutuskan untuk terus melanjutkannya.

“Sebenarnya tidak ada cara lain, seseorang harus melakukan pekerjaan ini,” katanya kepada Tencent News. (asr)

FOTO : Seorang wanita mengenakan topeng saat mengendarai sepeda listrik di Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok, pada 22 Januari 2020. (Getty Images)

Video Rekomendasi :