Temuan Penelitian : 5 hingga 10 Kali Wabah Virus Corona COVID-19 Lebih Buruk Daripada yang Diakui Pemerintahan Komunis Tiongkok

Eva Fu – The Epochtimes

Sekelompok peneliti Amerika Serikat mengatakan bahwa virus corona COVID-19 mematikan yang berubah menjadi ancaman global, menginfeksi lima hingga 10 kali lebih banyak orang-orang daripada yang diakui pejabat pemerintahan komunis Tiongkok.

Penelitian pada tanggal 18 Februari 2020, yang belum ditinjau oleh rekan sejawat, dipimpin oleh Lucia Dunn, profesor ekonomi di Ohio State University dan Mai He, profesor patologi di Fakultas Kedokteran Universitas Washington di St. Louis.

Mengambil dari sumber data resmi dan tidak resmi, penelitian tersebut menyatakan bahwa infeksi kumulatif dan kematian dapat “jauh lebih tinggi” daripada yang dinyatakan secara resmi oleh pemerintahan komunis Tiongkok — dengan faktor 5 hingga 10.

“Begitu banyak orang yang meragukan angka di Tiongkok…yang kami pikir kami harus melihat angka alternatif,” kata Lucia Dunn dalam sebuah wawancara dengan The Epoch Times.

Data tersebut diambil dari angka resmi; situs pemetaan seluler dari raksasa teknologi Tencent; dan kremasi yang dilaporkan di rumah duka di Wuhan, pusat penyebaran wabah virus corona Pneumonia Wuhan.

Angka infeksi anomali muncul sebentar setidaknya pada dua kesempatan yang terpisah di website Tencent News, portal berita online yang menyediakan pelacakan data wabah resmi secara real-time. 

Pada tanggal 27 Januari dan 1 Februari, Tencent News melaporkan infeksi kumulatif yakni mencakup lebih dari 213.000 kasus yang dipastikan dan lebih dari 233.000 kasus yang dicurigai. Sebaliknya, pada tanggal 2 Februari pihak berwenang Wuhan melaporkan 14.380 kasus infeksi yang dipastikan dan kurang dari 20.000 kasus yang dicurigai — hanya sepersepuluh dari angka Tencent News.

Angka-angka di Tencent News hilang dalam beberapa jam, namun sebelumnya netizen Tiongkok sempat mengambil screenshot dan mengedarkannya di Internet.

Bukannya menolak angka-angka ini sebagai kesalahan teknis, Lucia Dunn mengatakan data Tencent News mungkin merupakan “kebocoran” yang tidak disengaja yang menawarkan petunjuk skala wabah virus corona yang sebenarnya di Internet.

The Epoch Times dan outlet media lainnya mewawancarai staf di beberapa krematorium utama di Wuhan, yang mengatakan mereka beroperasi selama 24 jam per hari sejak akhir bulan Januari, yaitu lima kali — atau 20 jam lebih per hari — lebih berat daripada beban kerja yang biasa. 

Menurut perhitungan para peneliti mengenai angka fatalitas kasus tahunan 0,551 persen, tambahan jam operasional di rumah duka menyiratkan adanya 680 kematian tambahan dari rata-rata keadaan normal setiap hari, menurut penelitian. 

Para peneliti menduga lonjakan kematian tersebut adalah akibat langsung dari wabah virus corona.

Berdasarkan penelitian Lancet yang memproyeksikan bahwa jumlah infeksi dapat berlipat ganda setiap 6, 4 hari, para peneliti hadir dengan angka kematian yang berbeda skenario, mulai dari 2,8 persen hingga setinggi 32,8 persen.

Lucia Dunn mengatakan mereka kemudian memperkirakan dari angka-angka tersebut saat awal wabah yang mereka temukan antara tanggal 25 September hingga 5 November.

Pihak berwenang Wuhan pertama kali mengumumkan adanya pneumonia misterius pada tanggal 31 Desember 2019 yang melibatkan puluhan kasus, dan mengklaim bahwa pasien pertamamenunjukkan gejala pada awal bulan Desember 2019.

Tetapi berdasarkan temuan, Lucia Dunn mengatakan para pejabat Tiongkok mengetahuibanyak kasus sebelumnya.

Karena kurangnya transparansi di Tiongkok, para peneliti tidak mampu secara independen membuktikan angka dari sumber Tiongkok secara langsung. Karenanya angka tersebut hanya dapat berfungsi sebagai perkiraan.

Ada perasaan bahwa “angka yang dikeluarkan oleh pemerintah Tiongkok pasti juga adalah rendah,” dan “dihentikan atas perintah yang sangat berkuasa,” kata Lucia Dunn.

Laporan terbaru oleh Imperial College London juga menyatakan angka fatalitas kasus 18 persen di Provinsi Hubei, di mana Wuhan adalah ibukota Provinsi Hubei.

“Kami mulai merasa sangat percaya diri untuk tidak percaya pada angka yang dikeluarkan pemerintah Tiongkok,” kata Lucia Dunn.

Menutupi-Nutupi Kasus Virus Corona COVID-19

Li Wenliang, dokter spesialis mata dan salah satu dari delapan profesional medis yang berusaha memperingatkan sesama petugas medis adanya virus corona sehari sebelum pengumuman oleh pejabat Tiongkok, ditegur oleh polisi setempat karena menyebarkan desas-desus. Ia kemudian meninggal akibat Coronavirus setelah merawat orang yang terinfeksi virus corona. 

“Pemerintah Tiongkok menutupinya,” kata Lucia Dunn. Ia mencatat bahwa pemerintah Tiongkok memecat kepala Partai Komunis Tiongkok kota Wuhan dan kepala Partai Komunis Tiongkok Provinsi Hubei di tengah meningkatnya kemarahan masyarakat atas cara rezim Tiongkok menangani wabah virus corona. 

Zhou Xiangyang, Walikota Wuhan, kemudian mengakui bahwa pemerintah Wuhan gagal mengungkapkan wabah virus corona tepat waktu. Akan tetapi mengatakan bahwa ia “hanya boleh mempublikasikan informasi” setelah mendapat persetujuan pemerintahan  pusat.

“Anda tahu mengapa tidak ada yang mau memberi [informasi] di luar sana…Orang-orang ini akan kehilangan pekerjaannya jika mereka ketahuan menyebarkan berita adanya musibah besar, maka tidak ada seorang pun yang mau tampil dengan berita buruk semacam itu,” kata Lucia Dunn.

“Pemerintah komunis selalu menekan informasi, menyimpan informasi dari warganya — terutama berita buruk. Dan inilah yang kita miliki untuk menunjukkannya,” tambah Lucia Dunn.

Krematorium

The Epoch Times berbicara dengan puluhan penduduk Wuhan yang ditolak rawat inap di rumah sakit karena jumlah pasien terinfeksi virus corona membludak.

Dalam penyelidikan tanggal 4 Februari yang menyamar sebagai seorang pejabat senior di rumah duka Wuhan mengatakan kepada The Epoch Times bahwa kremasi jenazah harian rumah duka tersebut secara drastis melonjak sejak tanggal 22 Januari, sehari sebelum Wuhan dikarantina. Ini  belum pernah terjadi sebelumnya, mengkarantina penduduk Wuhan dalam upaya untuk mengendalikan wabah virus corona. Pejabat kesehatan Tiongkok mengharuskan orang yang meninggal akibat Coronavirus harus dikremasi.

Pejabat rumah duka tersebut mengatakan, beban kerja di rumah duka itu sekitar empat sampai lima kali lebih berat daripada biasanya. Pada tanggal 3 Februari, kinerja rumah duka tersebut mencapai puncaknya karena membakar 127 jenazah.

Di bawah tekanan untuk tetap bertugas membakar jenazah, pekerja rumah duka tersebut bekerja sepanjang waktu bahkan sepanjang Tahun Baru Imlek, hari libur terbesar di Tiongkok. Ia mengatakan dua krematorium besar lainnya di Wuhan juga kewalahan membakar jenazah.

“Saya merasa bersyukur bila saya boleh tidur selama dua atau tiga jam sehari,” kata sumber itu saat diwawancara. Ia menambahkan bahwa rumah duka tempat ia bekerja membutuhkan tambahan setidaknya 40 hingga 50 pekerja untuk mengatasi beban kerja. (vivi/asr)

Artikel Ini Sudah Terbit di The Epochtimes

Video Rekomendasi :