Gelombang Dukungan Perlawanan Terhadap Institusi Konfusius yang Didukung Komunis Tiongkok di Kampus-kampus AS

Cathy He

Semakin banyak Institusi Konfusius mendekati kampus perguruan tinggi Amerika Serikat di tengah Institusi Konfusius mereka terhadap kebebasan akademik. Sementara disebut sebagai pusat bahasa dan kebudayaan Tiongkok, Institusi Konfusius yang didanai Beijing telah menuai banyak kritik di Amerika Serikat dan di tempat lain atas perannya dalam menahan kebebasan berbicara. Bahkan, mempromosikan propaganda dan pengaruh komunis Tiongkok di institusi akademik.

Sejak tahun 2004, lebih dari 100 Institusi Konfusius dibuka universitas di seluruh Amerika Serikat. Meskipun angka ini sudah berkurang dalam beberapa tahun terakhir seiring meningkatnya jumlah perguruan tinggi yang menutup Institusi Konfusius yang  kontroversial itu. Bahkan, banyak perguruan tinggi yang menutup Institusi Konfusius sebagai akibat tindakan dalam Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional tahun 2018, yang melarang universitas-universitas  menjadi tuan rumah Institut Konfusius menerima dana dari Pentagon.

Pada bulan Mei 2020, sebanyak 38 universitas telah menutup atau sedang dalam proses penutupan Institut Konfusius, menurut Asosiasi Cendekiawan Nasional, sebuah kelompok pembela pendidikan. 

Pada akhir musim panas, akan ada 80 Institut Konfusius yang tersisa di Amerika Serikat.

“Institusi Konfusius mengimpor sensor ke pendidikan yang lebih tinggi bagi orang Amerika Serikat. Institusi Konfusius secara inheren berselisih dengan kebebasan intelektual yang dibutuhkan sebuah perguruan tinggi atau universitas,” kata Rachelle Peterson, direktur kebijakan di Asosiasi Cendekiawan  Nasional mengatakan kepada The Epoch Times dalam sebuah email. 

Mengimpor Sensor

Rachelle Peterson menggambarkan Institusi Konfusius sebagai “kit kelas-dalam-kotak perkakas” dari rezim Tiongkok, yang memasok universitas tuan rumah dengan guru dan membayar gaji guru, bahan ajar, serta dana untuk menjalankan Institusi Konfusius.

Laporan Asosiasi Cendekiawan Nasional AS tahun 2017 yang ditulis oleh Rachelle Peterson, menganjurkan penutupan semua Institut Konfusius di Amerika Serikat, menyoroti peran Institut Konfusius dalam menghadirkan citra positif rezim komunis.

“Institut Konfusius menghindari sejarah politik Tiongkok dan pelanggaran hak asasi manusia, menggambarkan Taiwan dan Tibet sebagai wilayah Tiongkok yang tidak tidak terbantahkan, dan mendidik generasi mahasiswa Amerika Serikat untuk tidak mengenal Tiongkok secara lebih mendalam dan hanya mengenal sejarah resmi ala rezim Tiongkok,” kata laporan tersebut.

Institut Konfusius didanai dan dioperasikan oleh Hanban, atau Kantor International Dewan Bahasa Mandarin, sebuah kantor di dalam Kementerian  Pendidikan Komunis Tiongkok.

Sejak tahun 2006, Hanban telah mengucurkan lebih dari USD 158 juta ke sekitar 100 universitas Amerika Serikat untuk Institut Konfusius, menurut subkomite Senat Amerika Serikat tahun 2019 mengenai laporan investigasi. Antara tahun 2008 hingga 2016, Hanban menghabiskan lebih dari USD 2 miliar untuk mendirikan institut semacam itu di kampus-kampus di seluruh dunia.

Laporan itu berbunyi, Di luar pendidikan yang lebih tinggi, ada 512 Ruang Kelas Konfusius beroperasi dari TK hingga SMUdi Amerika Serikat. 

Pejabat Komunis Tiongkok sendiri mengatakan bahwa Institusi Konfusius adalah unsur utama dalam kampanye Partai Komunis Tiongkok untuk memperluas pengaruh globalnya.

Kepala propaganda Partai Komunis Tiongkok saat itu Li Changchun pada tahun 2009 menjelaskan bahwa Institusi Konfusius sebagai “bagian penting pengaturan propaganda Tiongkok di luar negeri.”

Kemudian dalam pidato tahun 2011, Li Changchun memuji menjelaskan Institusi Konfusius sebagai “merek yang menarik untuk memperluas kebudayaan Tiongkok di luar negeri.”

“Institusi Konfusius telah memberikan kontribusi penting untuk meningkatkan kekuasaan lembut Tiongkok. Merek ‘Konfusius’ memiliki daya tarik alami. Menggunakan alasan mengajar bahasa Mandarin, semuanya terlihat masuk akal dan logis,” kata Li Changchun saat itu.

‘Keterikatan’

Laporan subkomite Senat AS menemukan bahwa beberapa kontrak antara Hanban dengan universitas Amerika Serikat, memuat ketentuan yang menyatakan berlakunya hukum Tiongkok maupun hukum Amerika Serikat.

Sementara itu, guru-guru Tiongkok harus menandatangani kontrak dengan Hanban, yang menyatakan bahwa kontrak mereka akan diputus jika mereka “melanggar hukum Tiongkok,” “terlibat dalam kegiatan yang merugikan kepentingan nasional,” atau “berpartisipasi dalam organisasi ilegal,” kata laporan itu. 

Ketentuan tersebut juga membutuhkan instruktur untuk “melindungi kepentingan nasional dengan hati-hati.” Selain itu, melaporkan ke Kedutaan Besar Tiongkok dalam waktu satu bulan setelah kedatangan di Amerika Serikat.

Sonia Zhao, mantan guru bahasa Mandarin di Institut Konfusius di Universitas McMaster Kanada, membelot ke Kanada pada tahun 2011.

Seperti dilansir The Epoch Times pada saat itu, sebelum tiba di Kanada, Sonia Zhao harus menandatangani kontrak yang menyatakan bahwa karyawan tidak boleh berlatih Falun Gong, kelompok spiritual yang dianiaya oleh rezim Tiongkok. Bila menolak menandatangani perjanjian tersebut memaparkan dirinya sebagai seorang praktisi Falun Gong dan mengakibatkan ia ditangkap.

Pada tahun 2013, Universitas McMaster menjadi universitas pertama di Amerika Utara yang menutup Institut Konfusius di kampusnya, itu setelah Sonia Zhao mengajukan keluhan pada Pengadilan Hak Asasi Manusia Ontario atas praktik perekrutan oleh Institut Konfusius yang bersifat diskriminatif. 

Seorang juru bicara Universitas McMaster mengatakan bahwa keputusan itu diambil karena “keputusan perekrutan di Tiongkok tidak dilakukan yang dilakukan perekrutan di Kanada.”

Sonia Zhao mengungkapkan pada saat itu bahwa selama pelatihan yang diikutinya di Beijing, peserta pelatihan diperintahkan untuk menghindari menyebutkan topik sensitif seperti pembantaian Lapangan Tiananmen, Tibet, Taiwan, dan Falun Gong di ruang kelas. 

Namun demikian, jika ada seorang mahasiswa bersikeras bertanya mengenai topik tersebut, para guru harus mengutip pedoman Partai Komunis Tiongkok mengenai masalah tersebut, seperti: Taiwan adalah bagian dari Tiongkok, dan Tibet telah “dibebaskan” oleh rezim Tiongkok.

Doris Liu, yang memimpin sebuah film dokumenter Kanada pada tahun 2017 “In the Name of Konfusius” yang menyoroti kisah Sonia Zhao, memberitahukan kepada The Epoch Times bahwa uang mengalir dari rezim Tiongkok ke universitas Barat melalui “keterikatan.”

Doris Liu ingat bahwa ia bertemu dengan tiga wakil Institut Konfusius di Jerman tahun lalu, yang mana mengatakan kepadanya bahwa kondisi tidak tertulis untuk membuka Institut Konfusius adalah bahwa masalah yang dianggap sensitif oleh Partai Komunis Tiongkok tidak untuk dibahas di kelas.

Dalam bukti Rachelle Peterson untuk penyelidikan Inggris pada tahun 2019, Doris Liu mengatakan bahwa Yin Xiuli, direktur Institut Konfusius Universitas New Jersey City, memberitahunya pada tahun 2016, “kami tidak menyentuh” masalah seperti Taiwan, Tibet, dan Falun Gong.

Gangguan Tiongkok

Sejak bulan Juli lalu, Kementerian Pendidikan Amerika Serikat telah meluncurkan serangkaian investigasi terhadap pendanaan asing di perguruan tinggi Amerika Serikat, itu sebagai bagian inisiatif yang lebih luas yang menargetkan pengaruh asing di kampus-kampus.

Universitas diharuskan menurut hukum federal untuk melaporkan hadiah dan kontrak dengan sumber asing yang melebihi 250.000 dolar AS dalam satu tahun kalender.

Namun demikian, laporan subkomite Senat menemukan bahwa hampir 70 persen universitas gagal melaporkan dana yang diterimanya dengan benar dari Institut Konfusius.

Laporan itu menyebutkan, tindakan penegakan oleh Kementerian Pendidikan Amerika Serikat menghasilkan pelaporan sekitar 6,5 miliar dolar AS, dari uang asing yang sebelumnya tidak diungkapkan, yang mencakup dari Tiongkok, Qatar, dan Rusia.

Dalam laporan bulan November 2019  ke subkomite Senat, Kementerian Pendidikan Amerika Serikat mengatakan bahwa donor asing mungkin berusaha untuk memproyeksikan kekuatan lunak, mencuri penelitian sensitif, dan menyebarkan propaganda di sekolah-sekolah Amerika Serikat.

Menurut laporan itu, investigasi juga mengungkapkan satu universitas memiliki beberapa kontrak dengan komite pusat Partai Komunis Tiongkok. Sedangkan universitas yang lain menerima hadiah dari yayasan yang diduga bertindak sebagai depan pengaruh untuk rezim Tiongkok. Ada lagi satu universitas menerima pendanaan penelitian dari perusahaan multinasional Tiongkok. Tujuannya untuk mengembangkan teknologi demi pengawasan.

Sementara itu, sekelompok anggota parlemen dari Partai Republik baru-baru ini mendesak Menteri Pendidikan  Betsy DeVos untuk informasi mengenai investasi Beijing di perguruan tinggi Amerika Serikat, tak lain untuk memajukan tujuan strategis dan propaganda. 

Isi  surat anggota parlemen tersebut mencatat bahwa Institusi Konfusius berfungsi sebagai kendaraan untuk mempromosikan propaganda Beijing kepada mahasiswa Amerika Serikat, serta “tempat berkumpul untuk agen intelijen Tiongkok.”

Upaya Akar Rumput

Menghindari upaya-upaya pemerintah adalah upaya gerakan yang dipimpin oleh mahasiswa, yang mana sedang berkembang menyerukan menentang penyusupan rezim Tiongkok di kampus-kampus perguruan tinggi.

Minggu  lalu, belasan pemimpin College Republican National Committee dan College Democrats of America, mewakili universitas di lebih dari 45 negara, bersama dengan kelompok hak asasi yang mewakili masyarakat Tibet, Hong Kong, dan Taiwan,  menandatangani sebuah surat terbuka yang menyerukan penutupan permanen semua Institusi Konfusius di kampus-kampus Amerika Serikat.

“Tindakan Partai Komunis Tiongkok menimbulkan ancaman besar bagi kebebasan akademik dan martabat manusia. Sangat penting bagi kita membedakan untuk rezim totaliter ini dengan rakyat Tiongkok, di mana kita harus mantap mempertahankan diri dari tindakan xenophobia, rasisme, dan kebencian yang menjijikkan,” demikian isi surat itu berbunyi. Surat itu diselenggarakan oleh Institut Athenai, nirlaba yang baru dibentuk. 

Direktur dan salah satu pendiri Institut Athenai Rory O’Connor mengatakan kepada The Epoch Times bahwa Institut Athenai didirikan setelah sekelompok mahasiswa ingin membela terhadap “serangan, yang mana belum pernah terjadi sebelumnya”oleh  Komunis Tiongkok terhadap hak dan kebebasan akademik mahasiswa.

Rory O’Connor mengatakan bahwa, Institut Athenai telah melihat gelombang minat sejak rilis surat terbuka. Selanjutnya berrencana untuk meluncurkan 25 bab Athenai di beberapa minggu mendatang.

Rory O’Connor menegaskan bahwa Generasi AS telah melihat orang-orang yang berkuasa gagal bertindak — entah karena melenceng dari  prinsip atau sama sekali tidak berprinsip — dan kita tidak buta terhadap mereka yang menderita dan ditekan oleh Partai Komunis Tiongkok yang plutokratis dan fasis. (Vivi/asr)


FOTO : Seorang pejalan kaki lewat di kampus University of Minnesota pada 9 April 2019 di Minneapolis, Minnesota. Universitas menutup Institut Konfusius pada 2019. (Stephen Maturen / Getty Images)

https://www.youtube.com/watch?v=ZufUYspWWZ8