[Eksklusif] Siswa Mongolia Dalam Mogok Belajar, Menentang Kurikulum Bahasa Mandarin yang Dipaksakan Partai Komunis Tiongkok

Gu Qing-er

Baru-baru ini, puluhan ribu orang Mongolia Dalam melancarkan aksi protes skala besar, menentang penerapan paksa bahasa Mandarin oleh Partai Komunis Tiongkok. 

Sejumlah besar dokumen internal Partai Komunis Tiongkok yang diperoleh grup media The Epoch Times menunjukkan bahwa meskipun pihak berwenang telah melakukan berbagai “metode terkait ideologi”, namun, masih ada sejumlah besar siswa yang ikut serta dalam aksi mogok belajar, melawan tirani Partai Komunis Tiongkok.

Sejak 21 Agustus 2020 lalu, siswa dan orang tua murid melakukan demonstrasi besar-besaran di kota Tongliao, Spanduk Tengah Urad (Spanduk Daerah Otonomi Mongolia Dalam, Tiongkok), Spanduk Hure, kota Ordos, dan kota Hohhot dan tempat-tempat lain di Mongolia Dalam.

Pada 31 Agustus, otoritas Mongolia Dalam mengeluarkan dokumen mendesak, meminta semua daerah untuk melakukan “Metode ideologi”, memaksa anak-anak dari kader Partai Komunis Tiongkok dan karyawan yang belajar di sekolah untuk melapor ke sekolah pada 1 September 2020. Bagi siapa pun yang tidak melapor akan dikenakan “sanksi pertanggungjawaban”.

Selain itu juga mewajibkan semua daerah untuk melakukan penyelidikan komprehensif terhadap pendaftaran siswa dan melaporkan hasil inspeksi.

(Epoch Times)

“Laporan Kerja Dwibahasa di Wulijimuren Sumu” yang diperoleh grup media The Epoch Times menunjukkan bahwa hingga 5 September 2020, 79 siswa telah mendaftar di sekolah dan 167 siswa lainnya belum melapor.

Sementara itu, “Laporan Kerja Dwibahasa di Wulijimuren Sumu” lainnya menunjukkan, hingga 6 September 2020, 74 siswa telah mendaftar dan 172 siswa lainya belum.

(Epoch Times)

Sekolah Wulijimuren Sumu terletak di barat daya Jarud Banner, kota Tongliao, Mongolia Dalam, merupakan Sekolah Dasar Mongolian-Han dengan total 246 siswa. Han, merujuk pada etnis terbesar Tiongkok.

Dari perbandingan laporan dua hari di atas, terlihat bahwa meskipun pihak berwenang memaksakan pelajaran bahasa Mandarin, namun jumlah siswa yang mendaftar semakin berkurang.

(Epoch Times)

Pada saat yang sama, otoritas Mongolia Dalam mengadopsi berbagai tindakan ketat, diantaranya memantau masyarakat setempat.

Menurut laporan tersebut, setelah berakhirnya rapat promosi kerja utama di bidang pendidikan pada 24 Agustus, Wulijimuren Sumu menerapkan “tugas utama saat ini”; membentuk kelompok pemimpin promosi kerja dwibahasa.

Namun, masyarakat setempat melancarkan aksi perlawanan. Banyak sekolah dan ruang kelas di Mongolia Dalam kosong. Para orang tua murid menolak menyekolahkan anak mereka sebagai bentuk protes.

Warga bernama samaran Bazhina  dari Liga Xilingol (salah satu dari 12 liga Mongolia Dalam) mengatakan kepada grup media The Epoch Times, “Kita telah membuat keputusan, anak-anak tidak akan pergi ke sekolah. (Cara protes ini) Jauh lebih efektif, dan cukup rasional.”

Warga lainnya bernama samaran Bai Yi-erl, seorang guru sekolah menengah di Kabupaten Liga Xilingol, pernah mengatakan kepada reporter grup media  the Epoch Times, bahwa para siswa yang belajar bahasa Mongolia dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah di sini, tidak ada yang pergi sekolah. Mereka yang sudah ke sekolah dibawa pulang lagi dan dibawa ke area pastoral oleh orang tua mereka. 

Saat ini, otoritas terkait setempat memberikan tekanan pada pimpinan di berbagai unit/ departemen, meminta pegawai negeri sipil dan guru yang memiliki anak agar menyekolahkan anak mereka (ke sekolah) dan menandatangani kesepakatan untuk menyetujui dokumen reformasi.

“Saya tidak tahu apa yang akan terjadi dengan kejadian ini, tapi kami adalah bangsa Mongolia. Kami tidak akan takut atau menyerah begitu saja!” kata Bai Yi-erl.

Eksklusif: Tingkat pendaftaran siswa di Qiandemen Sumu, Jarud Banner, Tongliao, Mongolia Dalam, Tiongkok hanya 23%

Laporan Kerja Reformasi Pendidikan di Qiandemen Sumu, Jarud Banner, Tongliao, Mongolia Dalam, Tiongkok pada 9 September yang diperoleh grup media the Epoch Times menunjukkan, bahwa tingkat pendaftaran siswa di Qiandemen Sumu hanya 23%.

Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa jumlah siswa di Qiandemen Sumu sekitar 151 siswa, jumlah siswa yang telah bersekolah sebanyak 34 siswa. Sementara jumlah siswa yang tidak bersekolah sebanyak 117 siswa, dan angka pendaftaran siswa di sekolah hanya 23%.

Sementara itu Pemerintah daerah Qiandemen Sumu telah memperkuat kontrol atas opini pejabat publik, petani dan penggembala.

Laporan Kerja Promosi Reformasi Pendidikan Pemerintah daerah Qiandemen Sumu menyatakan, bahwa Komisi Disiplin Qiandemen Sumu telah memperkuat pengawasan, disiplin dan akuntabilitas, memperkuat pengawasan dan kontrol terhadap anggota partai, kader, dan guru.

Mereka yang turut berpartisipasi menentang kebijakan di bidang pendidikan dan mengeluarkan opini yang tidak pantas akan dikenakan sanksi pertanggungjawaban. Kantor polisi Qiandemen Sumu akan menindak tegas para petani, penggembala atau warga atas opini yang tidak pantas atau menentang kebijakan pemerintah di bidang pendidikan. (jon)

Editor : Ye Ziming

https://www.youtube.com/watch?v=x5ZHUW_2fp4