Mengapa Ancaman Partai Komunis Tiongkok Lebih Besar daripada Uni Soviet?

oleh Dr. Cheng Xiaonong

Setelah Perang Dingin AS-Uni Soviet berakhir, semua negara di dunia mengira di Bumi ini tidak ada lagi perang dingin. Akan tetapi, tiga aksi komunis Tiongkok pada semester pertama tahun ini, berupa tindakan militer mengancam AS dengan nuklir telah memicu perang dingin AS dengan Tiongkok. 

Dalam perang dingin jilid II di tengah masyarakat manusia ini, bagaimana Amerika akan menghadapinya? Dalam tiga bulan terakhir, kecepatan meningkatnya intensitas perang dingin Tiongkok-AS dalam hal militer, intelijen, dan politik jelas lebih cepat, dan mulai sekarang dalam hal konfrontasi ekonomi Amerika hanya bisa mendorong secara bertahap, karena pihak berwenang administratif AS harus mengeluarkan upaya yang sangat besar untuk “membersihkan garis belakang”. 

Kebijakan membuka diri secara strategis oleh Partai Komunis Tiongkok, dapat membuatnya menjadi pihak yang diuntungkan dari segi globalisasi ekonomi, dan setelah menyulut perang dingin AS-Tiongkok, juga pasti akan menjadi yang dikucilkan dari globalisasi ekonomi.

Pertama,Hubungan AS-Tiongkok Berbalik Arah, Guncang PBB 

Pada 23 September 2020 seorang jurnalis BBC, Laura Trevelyan merilis berita dari New York dengan judul “Hubungan AS- Tiongkok: Apakah Dunia Tengah Memasuki Era Perang Dingin Yang Baru?”. 

Jurnalis yang tak memahami fakta perang dingin AS-Tiongkok ini memberitakan, Sekjend PBB Guterres sangat mencemaskan masa depan internasional, ia mengimbau agar mewaspadai datangnya “perang dingin” berikutnya. 

Guterres berkata, “Kita sedang menuju ke arah yang sangat berbahaya… dunia kita tidak akan mampu menerima masa depan seperti ini, dua badan ekonomi terbesar merobek seluruh dunia sehingga pecah sepenuhnya, masing-masing memiliki aturan dagang dan finansial, serta jaringan internet dan sistem kecerdasan buatannya sendiri. Perpecahan di bidang teknologi dan ekonomi akan mendatangkan perpecahan di bidang militer dan strategi geopolitik yang tak terhindarkan.”

Sekjend PBB sangat ignorant terhadap berbalik arahnya hubungan AS-Tiongkok, dengan mengutip pernyataan yang biasa diutarakan PBB, terhadap perang dingin AS-Tiongkok yang terjadi menempuh cara memberi hukuman yang sama bagi keduanya, dan menghindari masalah berat justru menghakimi hal kecil.

Terhadap tindakan Komunis Tiongkok  yang berniat mengobarkan perang dan mengancam keselamatan AS pura- pura tidak tahu, serta menganggap konfrontasi ekonomi AS-Tiongkok yang disebabkan perang  dingin sebagai hal yang dapat merusak pola ekonomi dunia saat ini. Jurnalis BBC, Trevelyan pun menjadikan kekhawatiran Guterres akan  pola internasional sebagai kesalahan Trump. 

Cek faktanya, perang dingin AS-Tiongkok yang dipicu oleh Komunis Tiongkok  telah  dimulai sejak Juli tahun ini, ini bukan “perang dingin berikutnya” yang dimaksud oleh Guterres, melainkan adalah perang dingin yang sedang sangat cepat memasuki tahap konfrontasi multi-aspek antara AS-Tiongkok yang telah eksis saat ini.

Sebaliknya pernyataan Presiden Prancis Macron yang cerdas beberapa hari lalu dalam pidatonya di PBB lebih berbobot. Macron mengatakan, dunia sekarang ini tidak bisa seluruhnya didefinisikan dengan konfrontasi AS-Tiongkok. Ini adalah pernyataan sikap versi Eropa yang tipikal, maksudnya adalah, konfrontasi AS-Tiongkok terjadi di sisi barat Samudera Pasifik, bukan di bumi Eropa, jadi negara Eropa tetap harus memainkan peran sebagai pihak netral. 

Interpretasi ini lebih memiliki kebenarannya. Memang, perang dingin AS-Tiongkok kali ini berbeda dengan perang dingin AS-Uni Soviet, potensi ajang pertempuran pada perang dingin AS-Soviet adalah Eropa, maka negara Eropa harus mengandalkan AS untuk melindungi keselamatan negaranya. Sementara sekutu lama AS di Eropa pada perang dingin AS-Komunis TIongkok kali ini, tidak mengkhawatirkan keamanan negaranya, oleh sebab itu belum tentu akan secara teguh berpihak pada Amerika.

 Kedua.Perang Dingin AS-Komunis Tiongkok Bukanlah Perang Dingin Versi 2.0

Hingga saat ini, dalam sejarah manusia hanya ada dua perang dingin, yakni perang dingin AS-Soviet dan perang dingin AS-Komunis Tiongkok. 

Dalam konferensi pers di Praha 12 Agustus lalu, Pompeo mengatakan, “Yang terjadi saat ini bukan perang dingin versi 2.0. Tantangan dalam melawan ancaman dari Partai Komunis Tiongkok dalam hal tertentu bisa dikatakan lebih menyulitkan. Ini karena Partai Komunis Tiongkok, telah menggunakan metode yang sama sekali berbeda dengan Uni Soviet yakni dengan membelit kita dengan ekonomi, politik dan sosial.

Mengapa dikatakan perang dingin AS-Komunis Tiongkok bukan perang dingin versi 2.0? Pompeo tidak menjelaskan secara rinci, namun dari kelanjutan pidatonya kita bisa memahami: karena kata-kata perang dingin versi 2.0 ini telah meremehkan tingkat kesulitan konfrontasi di berbagai sektor dalam perang dingin AS-Komunis Tiongkok. 

Di era komputerisasi ini, perang dingin versi 2.0 sangat mudah dianggap sebagai versi peningkatan seperti piranti lunak, hanya saja memiliki sejumlah keunikan dengan versi yang lebih lama. 

Tapi setelah menganalisa penyebab pemicu perang dingin AS-Tiongkok dan perkembangannya,  perang dingin AS-Tiongkok memang memiliki perbedaan sangat besar dengan perang dingin AS-Soviet, tidak sesederhana disebut sebagai mode yang telah ditingkatkan dari perang dingin versi 1.0 saja.

Bagi Amerika, apa makna dari perang dingin ini? Dalam pidatonya di atas, Pompeo menegaskan, “Hari ini, sebuah ancaman yang lebih besar adalah partai komunis Tiongkok berikut ancaman yang terbentuk dari segala aktivitas yang dikendalikannya.” 

Pada 21 September lalu saat diwawancara oleh Fox TV, Presiden Trump mengemukakan, ancaman partai Komunis Tiongkok terhadap Amerika lebih besar daripada yang ditimbulkan oleh Uni Soviet. 

Pernyataan Trump itu mewakili pemahaman terbaru para petinggi pembuat keputusan di AS terhadap definisi perang dingin AS-Tiongkok : sama-sama perang dingin, namun dibandingkan perang dingin AS-Soviet, ancaman yang ditimbulkan Komunis Tiongkok pada perang dingin AS-Tiongkok terhadap AS lebih besar; dan menghadapi Komunis Tiongkok dalam perang dingin AS- Tiongkok bagi AS, lebih menyulitkan dan lebih rumit  dibandingkan saat AS menghadapi Uni Soviet dalam perang dingin AS-Soviet.

Inilah mengapa baru tiga bulan perang dingin AS-Tiongkok ini dimulai, berbarengan dengan Menlu AS, Jaksa Agung, Direktur FBI saat berturut-turut berpidato tentang kebijakan terhadap Tiongkok, pemerintah AS pun melakukan konfrontasi di segala sektor mulai dari militer, intelijen, ekonomi, dan politik dengan cepat sebagai tindakan balasan.

Ketiga, Mengapa ancaman Komunis Tiongkok lebih besar daripada Uni Soviet?

Perang dingin AS-Tiongkok di bidang militer dan intelijen, tentu berbeda dibandingkan dengan perang dingin AS-Soviet, perang dingin AS-Tiongkok terjadi di abad ke-21, perlengkapan dan teknologi militer kedua negara, telah mengalami banyak kemajuan dibandingkan di masa perang dingin AS- Soviet dulu, dan kemudahan internet juga telah mengubah cara-cara aktivitas intelijen serta metode telekomunikasi.

Di bidang militer, banyak pakar atau tokoh masyarakat menganalisa perbedaan kekuatan militer antara AS dengan Tiongkok, di antaranya Angkatan Darat bukan peran utamanya, titik berat ada  pada Angkatan Laut. Sementara AL dari Tiongkok, baru saja mulai mengembangkan armada samudera jauhnya. Selain itu, belum membentuk kekuatan tempur yang sesungguhnya. Jadi, analisa kekuatan militer seperti ini belum menyinggung konten inti konfrontasi militer kedua negara. 

Mengapa dari tiga aksi ancaman Komunis Tiongkok terhadap AS di semester pertama tahun ini, semuanya seputar ancaman nuklir, penyebabnya adalah, konfrontasi militer antar kedua negara sebenarnya terutama terletak pada ancaman nuklir.

Dan, dalam hal ini, ancaman nuklir dari Komunis Tiongkok, jauh lebih besar daripada yang ditimbulkan Uni Soviet, bukan karena Komunis Tiongkok memiliki lebih banyak hulu ledak nuklir daripada Uni Soviet, melainkan karena Komunis Tiongkok adalah rezim berandal yang tidak mengindahkan peraturan internasional, serta tidak bisa dipercaya, inilah yang menyebabkan perbedaan yang mencolok dengan Uni Soviet.

Perang dingin  AS-Soviet berlangsung 40 tahun lamanya, tapi tidak pernah benar- benar memicu perang nuklir, penyebab krusialnya ada dua hal. Pertama, komunis Soviet dan AS serta negara Barat  lainnya sama-sama menerima ambang batas nilai universal, yakni harus menghindari  perang nuklir, agar rakyat tidak menjadi korban; sedangkan catatan dalam sejarah komunis Tiongkok adalah, Mao Zedong pernah berkata di Moskow, rakyat Tiongkok sangat banyak, dalam perang nuklir rakyat mati setengah tidak takut kalah.

Kedua, kedua pihak AS maupun Soviet memiliki kesepahaman dan percaya tidak akan saling menggunakan senjata nuklir, tapi Komunis Tiongkok bersikeras tidak mau membuat janji seperti itu, kebiasaannya juga membuktikan, tidak hanya tidak memiliki kredibilitas internasional, tidak mematuhi peraturan internasional, juga menganggap perilaku berandalnya sebagai sebuah kartu As yang bisa dimainkan. 

Oleh sebab itu, bagi Amerika, ancaman Komunis Tiongkok tidak bisa dibendung secara perang dingin saja, jadi ancaman yang timbul jauh lebih besar daripada ancaman nuklir Uni Soviet.

Dalam hal konfrontasi intelijen, karena di masa perang dingin AS-Soviet pertukaran personel kedua pihak sangat sedikit. 

Sementara, aktivitas mata-mata  KGB terutama mengandalkan agen rahasia profesional, oleh sebab itu skala aktivitas intelijen Uni Soviet jauh lebih kecil, Amerika pun menjadi lebih mudah mengawasi gerak gerik mata-mata Uni Soviet.

Tapi, selama 40 tahun sebelum perang dingin AS-Tiongkok ini, banyak personel di kedua belah pihak yang saling kontak, banyak etnis Tionghoa telah berdiam lama di Amerika, dan banyak pula pelajar Tiongkok yang menempuh pendidikan di AS, dan Komunis Tiongkok menempuh metode intelijen yang menggabungkan aktivitas intelijen profesional dengan aktivitas intelijen massal, sehingga membuat AS sulit mencegahnya.

Sejak Amerika mulai melancarkan konfrontasi intelijen terhadap Komunis Tiongkok ditemukan, bahwa aktivitas intelijen PKT tersebar di- mana-mana, menyebabkan FBI yang bertugas khusus anti-spionase sampai sekarang ini, rata-rata tiap 10 jam harus mengaktivasi 1 buah kasus baru anti-spionase Komunis Tiongkok.

Antara perang dingin AS-Tiongkok dengan perang dingin AS-Soviet, masih ada satu perbedaan terbesar, yakni latar belakang ekonomi pada perang dingin AS-Soviet adalah kubu Uni Soviet pada waktu itu perekonomiannya masih tertutup. 

Sedangkan latar belakang ekonomi pada perang dingin AS-Tiongkok kali ini, adalah globalisasi ekonomi, yang mengakibatkan penetrasi dan kendali komunis Tiongkok terhadap perekonomian AS secara menyeluruh, yang berpengaruh pada tingkat kesulitan konfrontasi ekonomi AS-Tiongkok menjadi bertambah sulit.

Keempat, Mudah bagi AS hadapi Uni Soviet dari segi ekonomi

Ada satu lagi perbedaan terbesar antara perang dingin AS-komunis Tiongkok dengan perang dingin AS-Soviet, yakni dalam hal latar belakang ekonomi pada perang dingin AS- Soviet waktu itu kubu Uni Soviet menganut sistem ekonomi tertutup. Sedangkan pada perang dingin AS-komunis Tiongk sekarang latar belakang ekonominya adalah globalisasi ekonomi, yang mana mengakibatkan Komunis Tiongkok, sepenuhnya mengendalikan perekonomian AS dan infiltrasi penuh, sehingga berdampak pada tingkat kesulitan yang sangat besar dalam konfrontasi ekonomi AS-Tiongkok.

Baik perang dingin AS-Soviet maupun perang dingin AS-Tiongkok, sistem perekonomian AS pada dasarnya tidak berubah, tapi dalam menghadapi kedua musuh pada kedua perang dingin AS harus melawan Uni Soviet dan Komunis Tiongkok, yang fundamental sistem perekonomiannya sama sekali berbeda. 

Uni Soviet menganut ajaran Marxisme, berprinsip pada sistem perusahaan milik negara dan ekonomi terencana. Oleh sebab itu, Soviet tidak bisa menjalin hubungan perdagangan bebas dan pertukaran teknologi secara optimal dengan negara Barat yang berpondasi pada perekonomian bebas. 

Hanya, bisa melakukan perdagangan dan pertukaran teknologi dengan sesama negara komunis Eropa Timur, dan yang mengkoordinir pertukaran ekonomi dagang dan teknologi ini secara internal adalah “The Council for Mutual Economic Assistance” atau disingkat Comecon yang dibentuk oleh Uni Soviet pada tahun 1949.

Comecon menggelar kerjasama lintas negara antar negara anggota partai komunis dalam hal produksi dan teknologi.

Ekonomi multinasional seperti ini, jelas lebih maju dibandingkan dengan Komunis Tiongkok di masa pemerintahan Mao Zedong yang tertutup, efektivitas perekonomiannya juga lebih tinggi daripada Tiongkok, itu sebabnya perekonomian Tiongkok di masa pemerintahan Mao Zedong begitu tertinggal jauh dibandingkan negara anggota Comecon.

Tapi, perekonomian multi-nasional Comecon dibandingkan dengan perekonomian internasional di era yang sama, telah mulai menerapkan ekonomi pasar dengan globalisasi ekonomi antar negara, telah ketinggalan sangat jauh.

Perekonomian multi-nasional versi Comecon sebenarnya mengandalkan sistem ekonomi terencana lintas negara, sistem seperti ini tidak memiliki vitalitas alami seperti pada sistem ekonomi pasar. 

Comecon membentuk berbagai komite yang mengarahkan produksi industri dan pembagian kerja antara negara, yang bertanggung jawab pembagian kerja internasional bagi setiap departemen industri. 

Dalam badan kendali produksi terencana antar negara ini, yang menentukan kebijakan adalah masing-masing departemen di pemerintahan, harga produk dan bahan baku ditetapkan oleh pemerintah, sasaran penjualan dan harga jual ditetapkan oleh pemerintah, pengguna produk adalah perusahaan milik negara. 

Ini adalah ekonomi terencana dipadukan dengan perusahaan milik negara versi Uni Soviet yang perbesar dalam skala lintas negara, sehingga memiliki segala kelemahan dalam sistem ekonomi paham sosialis di dalamnya. 

Contohnya, hubungan antara pemerintah dengan BUMN adalah hubungan atasan dengan bawahan, kepala produksi tunduk pada pemimpin, manajemen tegak lurus yang sangat kaku, birokrasi ekonomi tidak memiliki motivasi untuk mengejar kemajuan teknologi, kepala produksi tidak memiliki wewenang menentukan kebijakan, karyawan tidak mempunyai niat untuk berinovasi, maka perusahaan pun tidak memiliki daya hidup.

Yang paling penting adalah, sama sekali terlepas kaitannya dengan badan ekonomi Barat, tidak ada pertukaran teknologi dengan perusahaan asing, juga tidak bisa setiap saat memahami perubahan di pasar luar negeri. Karena tidak memiliki aktivitas ekonomi dagang yang cukup, setiap negara tidak memiliki mata uang kuat, maka tidak bisa mengimpor bahan baku dan teknologi dari pasar internasional. 

Di dalam ekonomi pasar, pertukaran teknologi antar negara berlandaskan pada ijin hak cipta; tapi “nasi bakul” antar negara anggota Comecon telah menyebabkan pertukaran teknologi gratis antar negara. Akibatnya, perusahaan setiap negara tidak berinisiatif berinovasi, karena tidak bermanfaat sama sekali; penelitian dan pengembangan pun menjadi sepenuhnya dibiayai dan diadakan oleh pemerintah, untuk melakukan riset bagi pemerintah, yang menghabiskan investasi yang sangat besar, dengan efektivitas sangat rendah.

Di masa perang dingin AS-Soviet yang dihadapi oleh Amerika adalah sistem manajemen ekonomi yang kaku dan tidak efektif seperti ini, tentu saja lebih mudah dihadapi. 

Pertama, sistem yang tidak efektif ini dengan sendirinya telah mengikis stamina dan potensi ekonomi pada kubu Uni Soviet; 

kedua, Amerika tidak khawatir Comecon akan mendapatkan teknologi canggih dari kerjasama ekonominya dengan perusahaan negara asing; 

ketiga, Amerika juga tidak perlu khawatir perusahaan multinasionalnya akan mengandalkan negara anggota Comecon secara berlebihan, tidak mencemaskan pembatasan ekspor teknologi dan peralatan canggih dapat mempengaruhi kepentingan Amerika.

Kelima. Ancaman Terbesar Komunis Tiongkok terhadap AS adalah di Bidang Ekonomi

Akan tetapi, tiga kelemahan Uni Soviet dalam perang dingin AS-Soviet yakni lemahnya potensi ekonomi, tidak adanya teknologi canggih dari Barat, dan tidak tergantungnya perusahaan AS terhadap Uni Soviet, dalam perang dagang AS-Tiongkok, yang terjadi justru sebaliknya.

Pada 1997 Komunis Tiongkok menerapkan privatisasi perusahaan milik negara secara menyeluruh, lalu menghapus ekonomi terencana, dari sini sistem perekonomian Komunis Tiongkok pada dasarnya telah bertentangan dengan ajaran Marxisme, dan mulai mendekat pada negara Barat.

Lalu dengan kondisi ini mulai bergabung dalam globalisasi ekonomi, akhirnya menjadi “pabrik dunia” yang menikmati keuntungan paling besar dalam globalisasi ekonomi versi 1.0 ini. 

Banyak sekali perusahaan asing yang masuk ke Tiongkok, sepenuhnya mengatur produksinya berdasarkan peraturan pasar internasional, lalu dijual ke pasar seluruh dunia, antara perusahaan asing dengan perusahaan Tiongkok menjalin pertukaran dan kerjasama teknologi dalam skala yang sangat besar.

Secara keseluruhan, di perang dingin AS- Komunis Tiongkok ini, konfrontasi pada segi militer, intelijen, dan politik meningkat dengan sangat cepat, sedangkan konfrontasi ekonomi hanya bisa dilakukan secara bertahap. 

Kini hingga masa mendatang globalisasi ekonomi masih akan eksis, namun perlahan akan menghindari Tiongkok. 

Keterbukaan yang bersifat strategis pada rezim diktator dapat membuatnya menjadi pihak yang mendapat manfaat terbesar dalam globalisasi ekonomi; dan setelah rezim diktator memicu perang dingin AS-Komunis Tiongkok, pun akan menjadi anak yang dikucilkan dari globalisasi ekonomi. (lie)

Dr. Cheng Xiaonong adalah pakar politik dan ekonomi Tiongkok yang berbasis di New Jersey. Ia adalah lulusan Universitas Renmin, tempat ia meraih gelar Master di bidang ekonomi, dan lulusan Universitas Princeton, tempat ia meraih gelar Doktor di bidang sosiologi. Di Tiongkok, Dr. Cheng Xiaonong adalah seorang peneliti kebijakan dan ajudan mantan pemimpin Partai Komunis Tiongkok Zhao Ziyang, saat Zhao Ziyang menjadi Perdana Menteri Tiongkok. Dr. Cheng Xiaonong menjadi sarjana tamu di Universitas Gottingen dan Universitas Princeton, dan ia menjabat sebagai pemimpin redaksi jurnal   Studi Tiongkok Modern. Komentar dan kolom Dr. Cheng Xiaonong secara teratur muncul di media Tiongkok di luar negeri.

https://www.youtube.com/watch?v=FMpERu14H5M