Xi Jinping Klaim Lagi Menangkan Perang Korea

CHEN ZHOU

Pada 19 Oktober lalu, Komite Tetap Politbiro Partai Komunis Tiongkok (PKT), juga Wang Qishan yang sedang terlilit rumor, turut menghadiri upacara peringatan 70 tahun Perang Korea. Xi Jinping menyebutkan, Perang Korea adalah demi “menjaga perdamaian dan melawan invasi”, juga menyebutkan bahwa Perang Korea adalah “keputusan bersejarah melindungi negara dan bangsa”, serta telah berhasil meraih “kemenangan yang agung”. 

Xi Jinping dengan nada tinggi menyebutkan (bahwa RRT telah) “memenangkan” Perang Korea (1950 – 1953, red.), namun dalam menghadapi konfrontasi sengit RRT- AS sekarang ini, Xi justru merendahkan nada bicaranya. Walaupun ia juga menyatakan “menang melawan semua musuh yang kuat”, tapi sasarannya adalah “kemenangan penentuan adalah membangun masyarakat makmur secara keseluruhan”, mewujudkan “impian militer kuat”, dan “menjaga perdamaian”. 

Tentu saja Xi Jinping mengetahui bahwa dalam menghadapi militer AS sekarang ini, pasukan RRT sama sekali tidak mungkin “menang”, maka itu tidak berani mengobarkan perang; tentu Xi juga tahu, bahwa 70 tahun silam bukan hanya tidak mampu meraih “kemenangan”, sebaliknya juga merupakan keputusan yang salah dalam sejarah PKT.

Apa yang diperoleh PKT dari Perang Korea?

Menentukan suatu peperangan apakah meraih kemenangan atau tidak, terutama harus melihat sasaran yang ditetapkan, atau melihat apakah telah meraih kepentingan yang nyata, pada akhirnya yang dikorbankan adalah nyawa yang berharga, juga menguras stamina dan sumber daya negara.

Sejak Juli 1949, tentara berkebangsaan Korea yang ditempatkan pada kesatuan militer RRT hampir sebanyak 50.000 orang, yang kemudian bergabung dalam kesatuan militer Korea Utara, dan menjadi kekuatan inti; jumlah pasukan Korea Utara mencapai sekitar 135.000 orang. Sebelum perang berkobar, total kekuatan Korea Utara membengkak hingga 175.000 orang, dua kali lipat dari kekuatan militer Korea Selatan, berbagai perlengkapan militer juga  mutlak lebih unggul. 

Pada 25 Juni 1950, pasukan Korea Utara berhasil menembus seluruh garis pertahanan Korea Selatan hanya dalam tempo 4 jam, pasukan Korea Selatan kekurangan persiapan, dengan cepat mengalami kekalahan di seluruh lini, namun Kim Il-Sung mempropagandakan adalah Korsel dan AS-lah yang telah memulai peperangan.

Sasaran paling awal rezim RRT saat itu adalah melalui mendukung Kim Il-Sung hendak menguasai Korea Selatan yang kemudian dapat mengendalikan seluruh daratan Semenanjung Korea, dan tujuan ini sama sekali gagal total.

Sejak awal PKT mendukung invasi Korea Utara, kemudian bahkan langsung terjun ke dalam medan perang agresi tersebut, pasukan RRT beberapa kali berhasil menduduki wilayah Korea  Selatan, itu sama sekali bukan melindungi negara dan bangsa, bukan menjaga perdamaian, melainkan merusak perdamaian, terlebih lagi bukan perang menegakkan keadilan, sehingga menuai perlawanan bersama dari pasukan PBB. 

Baru-baru ini, PKT dengan nada tinggi mempropagandakan telah memulangkan jasad tentara Tiongkok dari Korea Selatan, ini telah mengungkapkan fakta bahwa pasukan RRT telah beberapa kali menginvasi Korea Selatan.

Setelah Perang Korea usai, rezim RRT dikucilkan oleh dunia internasional, sehingga dalam kurun waktu lama negara itu tertutup; Perang Korea sangat menguras kekuatan dan sumber daya negara Tiongkok yang  masih harus membayar  hutang jangka panjang kepada Uni Soviet si pemasok persenjataan; Amerika berjanji akan melindungi Taiwan, PKT pun kehilangan kesempatannya mencaplok Taiwan, hingga hari ini.

 PKT tidak mendapatkan apapun, dan masih harus terus-menerus memberi bantuan dalam jumlah besar kepada rezim Korut. Seusai perang pada 1953, Kim Il- Sung tidak menyambut baik pasukan pendudukan RRT, maka seluruh pasukan mereka pun terpaksa ditarik mundur.

Dalam Perang Korea, ratusan ribu nyawa tentara Tiongkok yang  dikorbankan  itu sama sekali tidak pernah diungkit oleh PKT. Sebaliknya, mantan tentara Kuo Min Tang yang membelot ke PKT yang diterjunkan di medan Perang Korea hampir seluruhnya tewas, ini seharusnya merupakan satu-satunya “prestasi” yang berhasil diraih oleh rezim RRT. 

Jenderal Kuo Min Tang bernama Fu Zuoyi yang menyerahkan Kota Beijing kepada pasukan komunis, sempat mengantarkan mantan pasukannya di stasiun kereta api yang diberangkatkan menuju Korea Utara, waktu itu ia seharus- nya merasakan, mereka yang pergi itu tidak akan kembali lagi.

Pada akhir perang, tentara RRT yang tertangkap sebanyak 21.839 orang, sebanyak 15.599 orang di antaranya menolak kembali ke daratan Tiongkok (melainkan bergabung ke Taiwan,red.), kemungkinan sebagian besar dari mereka adalah para mantan tentara Kuomintang yang sangat beruntung di tengah ketidak-beruntungan.

Fakta PKT ikut terlibat dalam perang

Pada 1 Oktober 1950, Kim Il-Sung yang kalah perang meminta pertolongan, Stalin mengirim telegram pada Mao Zedong, “Jika kalian berniat membantu Korea Utara, setidaknya harus segera  mengirimkan lima sampai enam divisi ke Garis ke-38 (Military Demarcation Line atau MDL, red.)”. 

Pada 5 Oktober, Mao memutuskan mengirim pasukan, disitulah kesalahan bersejarah itu terjadi. Pada 19 Oktober, pasukan RRT diam-diam memasuki Korea  Utara, Mao terus menerus mengomando dari jarak jauh. Pada 26 Desember 1950, Mao Zedong mengirim telegram ke garis terdepan, “Perang harus direncanakan secara jangka panjang… Jika tidak sampai membinasakan 400-500 ribu tentara AS dan Inggris, maka masalah Korea Utara  tidak akan terselesaikan.”

Pada 13 Januari 1951, PBB mengusulkan gencatan senjata. Sedangkan Mao menilai jika gencatan senjata saat itu juga “akan sangat tidak menguntungkan secara politik”, dan menuntut segera diselesaikan untuk menyatukan Semenanjung Korea.

Karena pasokan logistik sangat kurang, pasukan RRT walaupun masih menguasai Seoul (ibu kota Korea Selatan), tapi tetap sulit untuk terus bergerak maju.

Pada 1 Februari 1951, Majelis Umum PBB mensahkan Resolusi PBB nomor 498, yang menetapkan bahwa intervensi PKT di Semenanjung Korea adalah tindakan agresor, dan menghimbau agar pasukan RRT berhenti melawan pasukan PBB, serta mundur dari Semenanjung Korea. 

Di hari kedua, Zhou Enlai menyatakan resolusi tersebut adalah “ilegal”, “memfitnah” dan “tidak sah”, serta menyatakan akan melakukan perlawanan hingga akhir. Tradisi diplomatik ala serigala perang oleh Kemenlu PKT tersebut pun masih berlanjut hingga kini.

Seiring dengan serangan balasan pasukan PBB dan pengeboman pasukan AS dari udara, pasukan RRT pun mengalami kerugian parah, hal ini memaksa Jenderal Peng Dehuai (panglima pasukan RRT dalam Perang Korea, red.) segera kembali ke Tiongkok untuk memperingatkan Beijing. Mao mengatakan, jika Perang Korea bisa dimenangkan dengan cepat maka harus segera dimenangkan, jika tidak, kemenangan tertunda pun harus diraih. 

Setelah itu PKT terus menambah pasukan, hingga akhirnya 2,4 juta personel telah dikirim ke Semenanjung Korea, tapi tetap tak mampu menerobos garis demarkasi militer tersebut, sehingga akhirnya terpaksa berunding dan mengakhiri perang.

Berdasarkan statistik terbaru PKT, jumlah korban tewas dalam Perang Korea sebanyak 197.653 orang, korban terluka dan sakit sebanyak 838.417 orang, dan sebanyak 383.218 orang di antaranya adalah korban luka (seharusnya korban luka parah).

Menurut statistik AS jumlah korban di pihak militer RRT adalah: tewas lebih dari 400.000 orang, korban luka-luka 486.000 orang, yang ditangkap 21.839 orang. Menurut catatan Encyclopedia Britannica jumlah korban pasukan RRT adalah: korban tewas dan hilang 600.000 orang, korban luka- luka 716.000 orang.

PKT dengan jelas telah memanipulasi data yang sebenarnya, di saat yang sama, PKT secara berlebihan membesar-besarkan jumlah korban di pihak AS, dengan mengatakan pasukan AS yang tewas  sebanyak 397.543 orang, angka ini jauh melampaui pasukan AS yang diterjunkan dalam perang yakni hanya 326.863 orang. Sedangkan keseluruhan pasukan RRT yang diterjunkan dalam perang Korea sebanyak 2,4 juta orang, melawan pasukan AS yang kurang dari 330.000 orang, namun tetap tidak mampu menerobos garis demarkasi, bagaimana dapat diklaim sebagai kemenangan?

Dalam konflik RRT-India baru- baru ini, PKT hingga kini belum mempublikasikan jumlah korban di pihaknya, juga tidak mengumumkan luas wilayah sebenarnya yang telah berhasil dikuasainya atau yang dikuasai pihak lawan. Memprovokasi rasa patriotisme dan nasionalisme di kalangan masyarakat di daratan Tiongkok untuk melindungi kekuasaan rezim RRT, dalam hal ini adalah tujuan satu-satunya.

Kehilangan dan perolehan AS dalam Perang Korea

Terjun dalam Perang Korea bukan merupakan tujuan yang pernah ditetapkan oleh Amerika, melainkan dipaksa untuk buru-buru menghadapi perang. Pasukan AS pada akhirnya berhasil mencapai tujuan mempertahankan garis demarkasi, namun pasukan AS yang tewas sebanyak 54.246 orang, cedera sebanyak 103.284 orang, hilang sebanyak 8.177 orang, dan ditangkap sebanyak 7.245 orang. 

Pihak AS seharusnya tidak menganggap hal ini sebagai suatu kemenangan. Pada 28 Juni 1950, pesawat AS memasuki Semenanjung Korea. Pada 1 Juli, Satuan Tugas Smith yang merupakan gabungan dari dua skuadon militer AS yang berada di Jepang diterjunkan ke Semenanjung Korea, namun  jelas  tidak  melakukan persiapan yang matang.

70 tahun kemudian, pada 15 Oktober 2020, Menhan AS Mark Esper dalam pidatonya di wadah pemikir The Heritage Foundation membahas persiapan tempur militer AS, khusus mengutip Satuan Tugas Smith ini sebagai contoh, dijelaskan pelatihan satuan tugas ini tidak memadai, sangat minim pengalaman tempur, kekurangan amunisi, dan senjata anti-tank sangat tidak efektif; dalam menghadapi ribuan serdadu dan puluhan kendaraan tank musuh, mereka dipaksa mundur, mengakibatkan korban tewas dan luka-luka dalam jumlah besar. Ia berkata, “Tidak akan ada Satuan Tugas Smith lagi”, dan ini harus selalu menjadi slogan kita.

Kepala Staf AS di masa Perang Korea yang merangkap Ketua Kepala Staf Gabungan AS yakni Omar Bradley mengatakan, seandainya rencana strategi Jenderal  MacArthur dijalankan, yakni memperluas  Perang Korea dengan membombardir timur laut Tiongkok dan memblokir pesisir Tiongkok, maka itu akan menjadi waktu dan tempat yang salah, serta musuh yang salah dan terlibat dalam perang yang salah.

Rezim RRT hanya mengutip sepenggal dari perkataan ini dan terus mempropagandakannya selama 70 ta- hun. Sebenarnya, waktu itu pemerintah AS sama sekali tidak ingin terlibat dalam peperangan ini, terlebih lagi tidak ingin memperluas perang ini, apalagi sampai berperang dengan Uni Soviet, dan hanya ingin mempertahankan garis demarkasi, sedini mungkin berdamai, dan segera angkat kaki dari perang ini.

Pada 8 Juli 1950, Jenderal MacArthur diangkat sebagai komandan pasukan PBB, setelah itu ia mengepalai pendaratan pada Perang Incheon yang legendaris itu, berhasil memutar balikkan situasi perang, dan melakukan serangan balasan. Walaupun Jenderal MacArthur memiliki visi menyatukan Semenanjung Korea, namun tidak mendapat dukungan dari pemerintah AS, hingga akhirnya Jenderal Mac-Arthur dibebastugaskan, pidatonya di depan kongres AS yang berjudul “Old Soldiers Never Die” hingga kini tetap dipuja.

Sejarah membuktikan, pandangan MacArthur adalah benar, waktu itu politikus AS kurang berwawasan. Seandainya Amerika menyatukan Semenanjung Korea, maka hari ini tidak akan ada pemerasan oleh Korea Utara dengan senjata nuklir, 70 tahun kemudian, mau tidak mau Amerika harus menghadapi ancaman yang lebih menyulitkan ini.

Di Amerika hampir tidak ada orang yang menyatakan telah memenangkan Perang Korea, justru acap kali disebut sebagai “The Forgotten War”.

Pemenang yang sesungguhnya

Pada 27 Juli 2013, Presiden AS Barack Obama menyampaikan pidato pada peringatan 60 tahun berakhirnya Perang Korea, ia percaya bahwa pemenang terakhir perang adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa. “Perang itu bukan seri, tetapi Korea Selatanlah yang menang. 

Ketika 50 juta warga Korea Selatan hidup di negara yang bebas, kuat, demokratis, dan salah satu badan ekonomi paling kuat di dunia, keterbelakangan, penindasan dan kemiskinan Korea Utara sangat kontras dibandingkan dengannya. Ini adalah kemenangan, dan ini adalah warisan dari para pendahulu.”

Korea Selatan telah mempertahankan tanah airnya dalam Perang Korea dan seharusnya dialah pemenang paling langsung, karena telah dilindungi oleh militer AS selama 70 tahun dan juga telah memperoleh peluang berharga untuk perdamaian dan pembangunan.

Pemenang besar lainnya tampak- nya adalah bekas negara Uni Soviet. Sejak 1946, Uni Soviet itu membantu Korea Utara  membentuk tiga divisi dan satu brigade, serta menyediakan senjata, setiap divisi dilengkapi dengan sekitar 15 penasihat Soviet. Pada 1949, Uni Soviet percaya bahwa setelah militer AS mundur, ia dapat menyatukan semenanjung Korea dan pada saat yang sama mengizinkan PKT untuk mengirim pasukan. 

Uni Soviet membiarkan PKT dan Korea Utara berperang untuk dirinya sendiri, yang membawa Amerika Serikat ke dalam api perang lagi dan dipaksa untuk menjaga Eropa dan Asia; tetapi ini juga menyebabkan pertumbuhan NATO. Uni Soviet juga menjual senjata yang dibantu oleh Amerika Serikat selama Perang Dunia II kepada PKT; Uni Soviet berpartisipasi dalam sejumlah besar perang udara, tetapi mereka selalu mengatasnamakan tentara RRT; Amerika Serikat tidak mengeksposnya untuk menghindari perang langsung. Uni Soviet ingin duduk sejajar/setara dengan Amerika Serikat, dan akhirnya kalah dalam Perang Dingin yang menyebabkan kehancurannya.

Republik Tiongkok yang belum lama terkalahkan di daratan Tiongkok dan terdepak ke Pulau Taiwan juga menjadi pemenang. Pada 5 Januari 1950, Presiden AS Truman menyatakan bahwa Amerika Serikat tidak akan membela Taiwan; tetapi setelah pecahnya Perang Korea, pada 27 Juni 1950 Truman mengeluarkan pernyataan, “Serangan terhadap Korea tidak diragukan lagi telah menunjukkan bahwa komunisme tidak lagi terbatas pada penggunaan sarana subversif untuk menaklukkan negara-negara merdeka, sekarang mereka menggunakan perambahan bersenjata dan perang…. Dalam situasi seperti ini, pendudukan Taiwan oleh pasukan komunis akan secara langsung mengancam keamanan kawasan Pasifik dan pasukan Amerika yang melakukan tugas-tugas legal dan yang diperlukan di kawasan tersebut.”

Setelah itu, Armada Ketujuh AS memblokir Selat Taiwan dalam jangka waktu lama, selama 70 tahun ini, meskipun telah terjadi berbagai pertempuran dan krisis di Selat Taiwan, secara keseluruhan Taiwan telah terpelihara, ia mewujudkan perdamaian, demokrasi dan pembangunan ekonomi. Taiwan telah menjadi penghubung utama dalam rantai pulau pertama, dan rezim RRT tidak berkemampuan menyerang dan menduduki, hanya dapat menyusupinya secara menyeluruh.

Jepang juga pemenang. Demi melawan Uni Soviet dan rezim Komunis Tiongkok, Jepang menjadi sekutu kuat Amerika Serikat di Asia. Selama Perang Korea, militer AS membeli sejumlah besar pasokan di Jepang, yang memainkan peran kunci dalam pemulihan ekonomi Jepang pasca Perang Dunia II, diikuti kemudian menjadi negara berkekuatan ekonomi. Kini, untuk melawan rezim RRT, kerja sama Amerika Serikat dan Jepang semakin lebih dipererat.

Dalam Perang Korea 70 tahun lalu, rezim Komunis Tiongkok melancarkan perang yang tidak  berkeadilan dan tidak memperoleh apapun. Sekarang, rezim RRT  sekali lagi lantaran serangkaian kesalahan pengambilan keputusan yang aneh, telah menyebabkan krisis yang lebih besar,  dan keinginan MacArthur boleh jadi akan menjadi kenyataan. (sud)

Keterangan Foto : Pada 6 Juni 2019, seorang warga Korea Selatan mengenang kerabat yang tewas dalam Perang Korea 1950-1953 di taman makam (JUNG YEON-JE/AFP via Getty Images)

Video Rekomendasi :

https://www.youtube.com/watch?v=0VkNu4pj0ho