Saat Ibunya Meninggal Dia Tidak Meneteskan Sedikitpun Air Mata, Dia Menangis Saat Membaca Surat yang Ditinggalkan Ibunya

ETIndonesia-Beberapa waktu lalu, Dena yang berusia 19 tahun ketika itu menerima surat pemberitahuan lulus seleksi penerimaan mahasiswa baru. Karena keluarganya tidak mampu, ayahnya pun berusaha untuk mendapatkan biaya kuliahnya.

Akhirnya ayahnya mengeluarkan sebuah kotak yang disimpan ibunya semasa hidup, dan hal ini membuat Dena yang membenci ibunya selama empat tahun itu pun sangat menyesal.

Jika waktu bisa berputar kembali tujuh tahun yang lalu, saat itu Dena baru berusia 12 tahun.

Awalnya Dena memiliki tiga anggota keluarga yang bahagia, ayahnya bekerja di konstruksi, sementara ibunya membantu bekerja di sawah dan sebagai ibu rumah tangga.

Ilustrasi.

Meski hidup serba kekurangan, tapi sekeluarga bahagia dalam kesederhanaan. Dena seperti mutiara bagi bunya, karena dia putri satu-satunya dan sangat dimanja.

Dena hidup bak putri raja dalam keluarga kecil itu, mengisi hari-harinya dengan ceria tanpa beban apa pun.

Sampai suatu hari, sikap ibu tiba-tiba berubah terhadap Dena.

Hari itu, Dena pulang dari sekolah tapi ia tidak melihat bayangan ibunya, dan karena tidak punya kegiatan apa pun, Dena pun bermain sendiri di halaman rumahnya.

Tak lama kemudian, ayah-ibunya pulang. Dan seperti biasa, Dena pun langsung memeluk ibunya bermanja-manja, tapi saat itu ibunya diam saja tidak menyunggingkan senyum ceria seperti dulu saat Dena bermanja dalam pelukannya.

Sikap ibunya tiba-tiba berubah terhadap Dena yang dulu dimanjanya.

“Tahunya hanya main saja sepanjang hari, sana cepat kerjakan PR!” hardik ibunya.

Sontak saja Dena pun terkejut dengan bentakan ibunya, lalu bergegas ke kamarnya mengerjakan PR sekolah. Dan sejak saat ini, ibu Dena tidak pernah lagi memperlihatkan senyum sayang pada Dena.

Dena yang biasanya tanpa beban belajar, dan tidak perlu mengerjakan pekerjaan rumah apa pun, sejak itu tidak punya waktu bermain sedikit pun, karena setiap pulang sekolah, ibunya selalu memaksanya mencuci piring, pakaian, memasak dan pekerjaaan rumah lainnya.

Saat itu, Dena baru berusia sebelas tahun , tentu saja, terkadang tak tahan ingin bermain, meninggalkan pekerjaannya, tapi selalu dimarahi ibunya begitu ketahuan.

Demikianlah keseharian Dena yang selalu dipaksa oleh ibunya itu sedikit demi sedikit telah bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga, dan bahkan jauh lebih baik dari sebelumnya.

Sebenarnya Dena tidak tahu kalau ibunya sudah digerogoti oleh penyakitnya saat itu. tapi dia terus menahan tangisnya sambil memaksa Dena mengerjakan sesuatu yang tidak suka dilakukannya, meski terkadang memarahi atau memukul putrinya, tapi sebenarnya perasaan ibunya jauh lebih sakit daripada siapa pun.

Waktu bergulir dengan cepat, tak terasa dua tahun pun berlalu, Dena pun sudah duduk di bangku SMP, dan pekerjaan rumah tangga yang dipaksakan ibunya dulu sudah dikuasai Dena dengan trampil.

Tapi justru karena itu, Dena malah sangat benci pada ibunya, dia membenci ibunya mengapa begitu keras terhadap dirinya, membuatnya tidak memiliki kebebasan sedikit pun selama dua tahun terakhir itu.

Sayangnya, suatu hari dua tahun kemudian, ibu Dena meninggal karena penyakitnya. Tapi Dena tidak merasa sedih, bahkan tidak menitikkan air mata setetes pun, ia merasa lega dan bebas, karena tidak ada lagi orang yang akan memaksanya mengerjakan sesuatu yang tak disukainya.

Setelah ibunya pergi, Dena tetap saja mengerjakan tugas rumah tangga seperti biasa dan tertekan dalam belajar.

Karena kesehatan ayahnya yang buruk, dan harus bekerja untuk membiayai sekolahnya, sehingga mau tidak mau Dena harus membantu meringankan beban ayahnya, dan supaya ayahnya tidak mencemaskan studinya, Dena selalu belajar sendiri secara aktif.

Demikianlah upaya keras Dena sampai dia berhasil lulus dan diterima di universitas favorit. Karena ayahnya tidak punya dana untuk membiayai kuliahnya, dia pun teringat dengan sebuah kotak yang ditinggalkan istrinya semasa hidup, yang baru boleh dibuka setelah Dena akan kuliah.

Sang ayah memberikan kotak itu pada Dena, di dalam kotak itu terdapat sepucuk surat dan buku tabungan.

Ilustrasi.(Internet)

Isi surat itu seperti berikut :

“ Dena putri manisku, saat kamu membaca surat ini, maka maksud baik ibu ketika itu tidak sia-sia. Maafkan atas sikap ibu ketika itu terhadapmu, semua itu terpaksa ibu lakukan karena ibu sedang digerogoti momok penyakit yang menyiksa ibu ketika itu.

“Sebelumnya ibu terlalu memanjakanmu, sehingga kamu tidak bisa apa-apa, ibu khawatir bagaimana kalau tiba-tiba ibu pergi, meninggalkan kamu dan ayah, karena itulah mau tidak mau ibu harus bersikap keras terhadapmu sambil menahan siksaan penyakit.

“Asal kamu tahu, hati ibu jauh lebih sakit dari siapa pun setiap kali memukulmu. Dalam buku tabungan ibu ada sekitar 100 juta rupiah. Itu adalah uang untuk biaya pengobatan ibu.

“Tapi ibu sadar, penyakit ibu tak akan tersembuhkan lagi meski dengan uang sebanyak apa pun, jadi ibu tinggalkan untukmu. Nomor pin-nya adalah tanggal lahirmu, gunakanlah uang itu bila tiba saatnya.

“Ibu tidak sempat lagi melihat kamu diwisuda nak, ibu hanya berharap kamu selalu sehat-bahagia dan jagalah ayahmu baik-baik!”

Mata Dena berkaca-kaca dan berlinang sejak awal membaca surat dari ibunya. Ia tak menyangka tenyata semua yang dilakukan ibunya ketika itu tak lain hanya demi kabaikannya semata.(jhn/yant)

Apakah Anda menyukai artikel ini? Jangan lupa untuk membagikannya pada teman Anda! Terimakasih.