Klinik Pengobatan Tradisional Tiongkok (PTT) Dokter Wen Pinrong : Santai dan Bebas Berkelana

Filsuf Konfusius di usia 30 telah berprestasi dan mandiri, di usia 40, di kala menghadapi permasalahan tidak bimbang dan ragu, di usia 50 telah mengerti takdir, di usia 60 bijaksana dan toleran, bagaimana dia melakukannya? Manusia pada umumnya di usia 30 tahun, belum tentu sudah berprestasi? 

Hingga usia 60 saja masih banyak yang mengalami hal-hal sebagai berikut: Kesulitan mencapai ketidakbimbangan, memahami takdir, menerima takdir dengan lapang dada dan hidup tenteram, mengetahui misi hidupnya dan bersukacita, apa pun yang didengar mampu dipahami, serta bertoleransi.

Sebuah riset Dewan Eksekutif Perencanaan dan Pengembangan Ekonomi Republik Tiongkok (Taiwan), memperkirakan pada 2026 mendatang, populasi warga manula di Taiwan akan mencapai 19,3% dari total populasi, dengan kata lain di antara 5 orang warga, ada 1 orang manula. 

Pada saat itu, tempat duduk  prioritas  untuk manula entah akan diberikan kepada siapa? Rasio mengidap penyakit pada usia lanjut adalah 67%, dan masalah pada pria lebih parah daripada wanita. Lima besar penyakit yang paling kerap dijumpai adalah: Hipertensi, katarak, jantung, lambung, dan penyakit persendian. Betapa berat beban di pundak muda mudi, pada saat itu semua orang merasa senasib seperjuangan dan sepenanggungan.

Sebuah riset di Amerika mendapati: Dalam kehidupan seseorang, fase yang paling produktif adalah di usia 60-70. Fase kedua produktif adalah di usia 70-80. Sedangkan fase ketiga produktif adalah di usia 50-60. Para peraih hadiah Nobel rata- rata berusia 62. Rata-rata usia Paus adalah 76 tahun. Jadi usia bukanlah masalah, yang menjadi masalah adalah sikap atau mentalitas.

Seorang pria yang menjabat sebagai kepala pengawas level satu pada instansi pemerintah, sehari-harinya cukup berkuasa, memiliki wewenang penuh, perintahnya selalu dipatuhi, wibawa dan karismanya sebagai seorang pemimpin sungguh bagus. Hukum sangat adil, di usia 65, mau tidak mau harus pensiun, suksesor berprestasi sedang menantikan untuk menggantikannya.

Betapa pun luar biasanya ucapan selamat dan pesta perpisahan pensiunannya, pejabat itu segera menyadari, dulunya hidupnya hiruk pikuk seperti pasar, sekarang sunyi senyap begitu lengang, perbedaan itu begitu terasa, apalagi pada perayaan festival dan di hari ulang tahun. Semakin jauh mendaki, semakin sakit pula jika terjatuh, beginikah hangat dinginnya hubungan antar manusia? Atau kejamnya realita? Bagaimana hari-hari berikutnya harus dilalui?

Setengah tahun setelah pensiun, pejabat itu berturut-turut mengalami kelelahan mental, perut kembung, kadang tidur tak nyenyak, sekujur tubuh ngilu. Kenapa staminanya mendadak merosot drastis? Otak pun sepertinya tak lagi lincah? Mengapa begitu besar perbedaannya? Hanya berbeda segaris saja, mengapa tubuh terasa merosot begitu drastis? Gawat! Anak-anak mendesaknya agar segera berkunjung ke dokter.

Mantan pejabat itu muncul di klinik, begitu karismatik, berwibawa, bersemangat, berpamor seorang pemimpin, itu semua masih terlihat dari wajahnya, hanya saja sorot matanya agak galau. Setelah diperiksa, sepertinya tidak separah yang dijelaskannya, jangan-jangan Retirement Syndrome (post power syndrome)? Coba diselaraskan dengan terapi tusuk jarum.

Penanganan Akupunktur:

Menyadarkan otak membuka indra, tusuk titik Baihui; menenangkan jiwa, tusuk titik Shenting pakai 2 jarum dari arah atas dan arah bawah titik tersebut; meredakan pesimisme terhadap kehidupan, tusuk titik Taiyang, dari atas ke bawah; menggugah semangat yang menurun, tusuk sejarak 0,5 sentimeter di sebelah titik Taiyang, dari atas menembus ke bawah; merawat limpa dan lambung, tusuk titik Zusanli dan San-yin-jiao; kepala pusing dan terasa bengkak, tusuk titik Fengchi; membuka mekanisme persendian dari 4 anggota tubuh, tusuk titik Hegu dan Taichong.

Setelah tusuk jarum, saya memberinya resep: Setiap pagi setelah matahari terbit, dan setiap sore sebelum matahari terbenam, harus berjalan kaki selama 30 menit. Minggu kedua kembali berobat, semangat pasien telah membaik, tapi ia berkata jalan kaki sangat membosankan. Saya pun memberikan resep baru, sambil berjalan kaki hitunglah lampu penerangan jalan, bila ada lampu yang tidak menyala, catat, dan laporkanlah kepada perusahaan listrik. Mantan pejabat itu terlihat kebingungan, dan terheran-heran, resep macam apakah itu? Apakah otak dokter ini sudah bermasalah?

Sebenarnya yang dapat membuat kehidupan kita berbahagia adalah hal-hal kecil yang sebenarnya tidak begitu penting. Otak mantan pejabat itu lebih baik daripada saya, dia sendiri menambahkan konten dalam resep saya itu, setiap hari menempuh jalur yang berbeda, setelah melewati seluruh kompleks perumahannya, lalu berjalan di kompleks lain, berjalan kaki dibatasi selama 1-2 jam.

Setelah semua kompleks dijalaninya, tempat yang tidak bisa dijangkau dengan berjalan kaki, ditempuhnya dengan naik bus, setelah turun dari bus, melanjutkan berjalan lagi, dan ia menemukan keasyikan tersendiri. Naik bus sejauh 10 km di Kota Taichung gratis, ditambah lagi adanya tunjangan bagi manula yang berusia 65 tahun ke atas, setiap bulan diberi tiket bus senilai 1.000 NTD (Rp 500.000), tidak pernah habis dipakai.

Setiap kali kembali berobat, ia selalu memberikan laporan kecelakaan, dan laporan kebajikan. Setelah setengah tahun lamanya, semua tiang listrik sudah dihitungnya, catatan pun sudah habis. Saya berikan lagi resep baru: Memeriksa pembangunan taman-taman kecil di wilayah Taichung, kuil-kuil Dewa Bumi, dan bangunan yang bergaya arsitektur unik. Mantan pejabat itu kian lama kian bersemangat, di mana ada bangunan unik di Kota Taichung, semua dicatatnya, dan ia sangat menikmatinya. Begitulah setahun pun berlalu, entah berapa pasang sepatu olahraga sudah rusak dipakainya. Pejabat itu menjadi pemantau dunia luar saya, setiap kali datang berobat ia selalu berbagi kisah hasil perolehannya.

Kegemaran dan kesukaan seseorang apakah juga akan ada kejenuhan? Mantan pejabat itu berkata dia merasa agak lelah. Saya memberikan resep terakhir padanya: Tulis riwayat hidupnya dan ingatannya, orang yang berprestasi seperti dia, pasti banyak yang bisa ditulisnya. Mantan pejabat itu bertanya dengan kebingungan, “Siapa yang akan membacanya? Siapa yang akan peduli? Percetakan mana yang bersedia menerbitkannya?” Saya berkata, “Tulis untuk Anda sendiri, untuk anak cucu Anda, tidak perlu memikirkan soal penerbitannya, yang penting Anda sendiri mer sa bahagia sudah cukup. Rangkum kisah seumur hidup Anda, ceritakan.” Begitu resep itu saya berikan, dia pun menghilang, saya sendiri hampir melupakan hal itu.

3 tahun pun berlalu, pada suatu sore yang cerah, mantan pejabat itu khusus datang untuk berkunjung, ia bercerita betapa sibuknya dia, bahkan buku biografinya dibawakan untuk saya baca, selama 3 tahun penuh ia telah menulis 80.000 kata, dan belum juga rampung. Wah, sungguh luar biasa! Di saat mulai menulis biografinya, saat itu pulalah napak tilas perjalanan hidupnya dimulai, perjalanan sangat jauh, ia kerap kembali ke tempat kelahirannya, mencari pohon flamboyan dan beringin, tempat dia bermain saat masih kanak- kanak.

Mencari teman main di masa kecilnya, mencari rumah kediaman murid perempuan kelas sebelah yang merupakan cinta pertamanya, pindah kemana kah gerangan dia? Saat menulis tentang teman dan kerabat, dia pun pergi mencari teman dan kerabat, melihat-lihat bagaimana kondisi mereka saat ini? Menulis tentang guru, dia pun pergi mencari guru-guru yang dulu paling dibencinya, yang paling menyayanginya dan yang pernah menghukumnya, melihat apakah mereka sehat-sehat saja? Hanya untuk mengunjungi guru, teman, dan kerabat saja, sudah menguras banyak waktu dan tenaga.

Bahan untuk buku si pejabat semakin lama semakin kaya, bahkan teman bermain di masa kecil, juga dikenangnya kembali, membangkitkan memori lama. Pejabat itu sepertinya justru berubah menjadi semakin muda, tubuhnya pun semakin sehat dan fit, penyakit kronis apa pun sudah tidak ada lagi, masa kejayaannya seakan hidup kembali, dengan beraneka corak dan ragam yang berbeda. 

Mengenang kembali alan hidup teman sekelas, ada kepedihan, ada kesedihan! Begitu banyak sentuhan perasaan, waktu berlalu begitu cepat, merasa hidup sungguh singkat, saking singkatnya bahkan tidak sempat menikmati keindahannya, tak terasa tubuh telah menua. Beruntung dirinya tidak pernah kekurangan apa pun, kesehatannya tergolong baik, putra putrinya juga penurut, sungguh sangat disyukurinya!

Di hatinya terisi penuh dengan memori masa kecil, sementara tubuhnya tertinggal di dunia fana. Usia sudah 70 tahun, ternyata benar hidup manusia baru dimulai di usia 70, hal yang paling disadarinya adalah, dulu hidup demi orang lain, hidup demi ketenaran dan keuntungan, sekarang hidup demi apa? Berapa banyak usia yang diberikan Tuhan? Berapa banyak hari yang masih tersisa?

Mantan pejabat itu benar-benar sadar akan bermaknanya kehidupan, betapa singkatnya usia manusia! Hargai setiap kejap waktu, hargai orang-orang di seki- tar yang berjodoh dengan kita. Tiada niat menanam pohon tapi pohon justru tumbuh rimbun menyejukkan, kadang kala, pasien malahan banyak mengajarkan kepada saya prinsip kehidupan manusia.

Melafalkan puisi Li Bai “awan berarak ibarat jejak kelana yang tidak menentu, senja di ufuk  barat ibarat tak rela berpisah.” Disambung lagi dengan puisi Bo Suanzi “baru saja mengantarkan kepergian musim semi, sudah harus mengantar kepergian sahabat, jika Anda ke kampung halaman sebelum musim semi, harus menahan musim semi agar bisa bersamamu.” Makna yang sangat mendalam, ada rasa tersendiri di dalam hati. (sud)