Penduduk Sri Lanka : “Belt and Road” Pengkhianatan Terhadap Negara

Lin Yi

  • Partai Komunis Tiongkok memberikan pinjaman besar kepada negara-negara berkembang di luar negeri melalui inisiatif “Belt and Road”, mengekspor pengaruh dan menyusup. Lebih parah lagi, banyak negara telah menjadi pengikut partai Komunis Tiongkok. Diantaranya, Sri Lanka, melalui “Inisiatif Belt and Road”, telah meminjam hingga 3,5 miliar dolar AS dari Partai Komunis Tiongkok
  • Negara ini dililit utang dan saat ini menghadapi krisis ekonomi terbesar dalam beberapa dekade. Masyarakat lokal terus turun ke jalan untuk memprotes,  bahkan menuntut pengunduran diri presiden

“Orang-orang di negara ini tidak dapat bertahan hidup, masalah minyak belum terpecahkan, harga komoditas telah berlipat ganda, bagaimana orang-orang dapat hidup? Kami meminta pemerintah untuk segera mundur,” kata seorang demonstran warga Sri Langka Joseph Stalin.

Pada 7 April waktu setempat, di Kolombo, ibu kota Sri Lanka, ribuan orang berbaris di jalan-jalan, meneriakkan “presiden harus mundur” dan “jangan biarkan mereka pergi dengan uang curian”.

Seorang anggota Parlemen Oposisi Patali Champika Ranawaka mengatakan, khususnya generasi muda di negeri ini, dengan suara bulat menuntut agar keluarga Rajapaksa mengembalikan kepada kami uang yang telah mereka jarah dari negara kami.”

Pada 2017, pemerintah Sri Lanka berpartisipasi dalam proyek “Belt and Road” partai Komunis Tiongkok, membangun pusat keuangan di Kolombo, dan juga mengalihkan kendali pelabuhan Hambantoda kepada Beijing, menyerahkan sumber daya strategis  bagi kedaulatan dan terjebak dalam  “jebakan utang”.

Penduduk lokal: “Saya tidak berpikir itu ide yang baik (dari kota pelabuhan) karena (rasanya) negara ini seperti … dijual kepada orang-orang (Tiongkok) dan Sri Lanka adalah Sri Lanka. Seluruh negara menderita karena masalah ini. Sistem ekonomi Lumpuh.”

Krisis ekonomi yang diakibatkan oleh “Belt and Road” tidak akan bisa diredakan dengan cara apapun. Para demonstran memprotes kelambanan pemerintah Rajapaksa dan keuntungan politik keluarganya.

Sri Lanka dilanda kekurangan bahan bakar, listrik, makanan dan barang-barang lainnya selama berminggu-minggu. Harga meroket, dan orang-orang mengantre berjam-jam untuk membeli kebutuhan sehari-hari.

“Kami kekurangan ini…susu, gas dan minyak dan semua makanan,” kata seorang Penduduk setempat Steve Louis.

Seluruh sistem kesehatan Sri Lanka juga menghadapi keruntuhan, dengan Asosiasi Medis memperingatkan pada Kamis bahwa kekurangan obat-obatan konvensional dan peralatan medis dapat menyebabkan bencana. (hui)