Apa Penyebab Runtuhnya Ekonomi Sri Lanka dan Seberapa Buruk Krisis yang Terjadi ?

oleh Xu Jian

Akhir bulan lalu pemerintah Sri Lanka mengatakan bahwa negara sedang menghadapi keruntuhan ekonomi sampai tidak mampu lagi untuk membeli makanan dan bahan bakar, selain tidak memiliki dana untuk membayar biaya impor dari barang-barang kebutuhan sehari-hari, juga gagal untuk membayar utang besar kepada negara kreditur. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah sedang mencari bantuan dari negara-negara tetangga serta Dana Moneter Internasional.

Menghadapi kemarahan para pengunjuk rasa, Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa dan Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengatakan pada Sabtu 9 Juli, bahwa mereka akan mengundurkan diri minggu depan.

Warga Sri Lanka saat ini sedang menghadapi kesulitan dalam hidup, mereka perlu mengantre berjam-jam untuk membeli bahan bakar yang langka. Sebelumnya warga masih mampu membeli gas, kini warga harus menggunakan kayu bakar. 

Dulu Sri Lanka adalah negara yang pertumbuhan ekonominya cukup cepat dan kelas ekonomi menengahnya terus tumbuh. Sekarang sudah merosot tajam. Apa yang terjadi dengan semua ini ?

Seberapa Parahnya krisis ?

Pemerintah Sri Lanka memiliki kewajiban membayar utang sebesar USD. 51 miliar, untuk membayar bunganya saja tidak mampu, apalagi membayar kembali pokok pinjaman.

 Industri pariwisata, yang pernah menjadi mesin utama pertumbuhan ekonomi, telah dilanda serangan teroris dan pandemi. Nilai mata uang negara itu telah menyusut sebesar 80%, membuat impor lebih mahal, inflasi memburuk dan tidak terkendali. Menurut data resmi bahwa biaya pangan negara telah meningkat sebesar 57%.

Negara ini berada di ambang kebangkrutan, karena sudah tidak memiliki dana untuk mengimpor bensin, susu, gas untuk memasak, dan kertas toilet.

Faktor lain dari runtuhnya ekonomi Sri Lanka tak lepas dari korupsi politik yang yang sudah mengakar. Para pejabat yang berkuasa menghambur-hamburkan kekayaan dan memperumit bailout keuangan bagi Sri Lanka.

Anit Mukherjee, seorang rekan kebijakan dan ekonom di Pusat Pembangunan Global di Washington, mengatakan bahwa bantuan apa pun dari Dana Moneter Internasional atau Bank Dunia harus disertai dengan persyaratan yang ketat untuk memastikan bahwa dana bantuan tidak salah kelola.

Namun, Mukherjee menunjukkan bahwa Sri Lanka berada di salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia, sehingga tidak semestinya membiarkan negara yang memiliki kepentingan strategis seperti Sri Lanka ini jatuh pailit.

Apa saja pengaruhnya terhadap rakyat Sri Lanka ?

Sri Lanka yang terletak di daerah tropis seharusnya tidak kekurangan makanan, tetapi sekarang rakyatnya sedang menghadapi kelaparan. Menurut data Program Pangan PBB bahwa hampir 9 dari 10 keluarga Sri Lanka menggunakan cara mengurangi makan untuk menghemat makanan. sementara 3 juta orang warga sedang menerima bantuan kemanusiaan darurat.

Lewat menyampaikan pesan di media sosial, dokter setempat meminta bantuan dari berbagai pihak agar mendapat pasokan peralatan medis dan obat-obat penting. Semakin banyak warga Sri Lanka mengurus paspor dengan harapan dapat mencari kerja di luar negeri. Para pegawai pemerintah diberi “hari istirahat” ekstra agar mereka bisa bercocok tanam untuk swasembada pangan.

Mengapa perekonomian negara itu jatuh sedemikian parahnya ?

Para ekonom mengatakan krisis tersebut berasal dari salah urus dan korupsi selama bertahun-tahun, di antara faktor-faktor lainnya.

Sebagian besar kemarahan publik negara itu terfokus pada diri Presiden Rajapaksa dan saudaranya, mantan Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa yang mengundurkan diri pada bulan Mei setelah berminggu-minggu protes anti-pemerintah berubah menjadi kekerasan.

Pada tahun 2019, bom bunuh diri di gereja dan hotel Paskah menewaskan lebih dari 260 orang, hal ini menghancurkan industri pariwisata Sri Lanka yang merupakan sumber utama devisa. Kemudian terpukul lagi oleh wabah COVID-19.

Rajapaksa justru mendorong pemotongan pajak terbesar dalam sejarah Sri Lanka pada saat utang luar negeri melonjak tajam, karena Sri Lanka bergabung dengan proyek infrastruktur mega Tiongkok “Sabuk dan Jalan” yang mana pemerintah perlu meningkatkan pendapatan negara. Jadi pemotongan pajak terpaksa dibatalkan setelah kreditur menurunkan peringkat Sri Lanka.

Pada April 2021, Rajapaksa tiba-tiba melarang impor pupuk kimia yang mengejutkan para petani, dengan alasan akan mempromosikan “pertanian organik”. Karena itu panen beras yang menjadi bahan pangan pokok berkurang drastis, dan harga pangan semakin meningkat. Sementara itu, perang di Ukraina telah mendorong kenaikan harga pangan dan minyak. Inflasi bulan Mei tahun ini mencapai hampir 40%, dan harga pangan naik hampir 60%. (sin)