Barat Hendak Decoupling, Xi dan Li Beda Pendapat?

Wang He

Tren decoupling (memisahkan diri) dari Barat dengan perekonomian Tiongkok kian terlihat jelas. Bahkan Jerman yang sebelumnya sangat dekat dengan PKT (Partai Komunis Tiongkok) pun telah menyatakan sikapnya: Pada 11 Agustus lalu, pada konferensi pers musim panas yang sudah menjadi tradisi di Berlin, Kanselir Olaf Scholz menghimbau agar perusahaan Jerman mengurangi ketergantungannya terhadap RRT (Republik Rakyat Tiongkok).

Sebelumnya, yakni pada 8 Agustus, lembaga riset ekonomi terbesar Jerman yakni Ifo Institute for Economic Research merilis laporan riset yang menjelaskan, jika terjadi kondisi decoupling bilateral antara negara Barat dengan Tiongkok, maka PDB (Produk Domestik Bruto) negeri tirai bambu itu akan anjlok sampai 2,27%, angka ini akan jauh lebih besar daripada kerugian PDB negara Barat (Jerman sekitar 0,76% dan negara UE lainnya sekitar 0,49% dan AS (Amerika Serikat) sekitar 0,48%), sedangkan RRT (Republik Rakyat Tiongkok) akan mengalami kemerosotan terbesar. Laporan tersebut meliputi negara Barat antara lain: 27 negara UE, Inggris, AS, Kanada, Jepang, dan Australia.

Jika laporan Ifo tersebut telah memaparkan data tertentu mengenai decoupling antara negara-negara Barat dengan PKT, maka apa yang dialami oleh SoftBank Group sebagai raksasa investasi industri teknologi dunia telah membuat para investor Barat semakin ngeri menyaksikan risikonya jika terlalu dekat dengan PKT.

SoftBank pernah menganggap Tiongkok sebagai tempat yang didambakan, investasinya di Alibaba membuatnya meraup imbal hasil lebih dari dua ribu kali lipat, VisionFund sebagai dana investasi teknologi terbesar yang berada di bawah naungannya, sebanyak 23% investasinya hingga 2021 berada di Tiongkok. Tetapi, trend telah berubah, pasar Tiongkok sejak 2021 telah membuat SoftBank rugi besar. Contohnya, laporan keuangan konsolidasi tahun fiskal 2021 menunjukkan bahwa kerugian yang dibukukan akibat DiDi Chuxing Technology Co. terhadap Softbank adalah sekitar USD (Dolar Amerika) 6,7 Milyar (99 triliun rupiah, per 27/08) (Hingga Juni tahun ini saja, SoftBank telah menginvestasikan modal USD 12 Milyar atau ….rupiah pada DiDi), dan kerugian itu sepenuhnya berasal dari tekanan PKT terhadap DiDi. Dalam laporan keuangan kuartal teranyar, perusahaan AI SenseTime yang menguasai teknik identifikasi wajah, telah menimbulkan kerugian USD 1,8 Milyar (….rupiah) bagi SoftBank, dan kerugian terbesar adalah berasal dari sanksi yang diberlakukan AS terhadap SenseTime (karena SenseTime telah membantu PKT menindas HAM dalam skala besar di Xinjiang).

Pada 10 Agustus tahun lalu, dalam rapat laporan keuangan SoftBank Group, CEO SoftBank Group yakni Masayoshi Son menyatakan akan menghentikan sementara investasi di Tiongkok. Tapi bukan hal mudah untuk melakukan stop loss (menghentikan kerugian, red.). Kuartal pertama tahun ini, SoftBank telah merugi sekitar USD 12,7 Milyar (178 triliun rupiah), dan kuartal kedua merugi lebih dari USD 23 Milyar (341 triliun rupiah). 

Surat kabar Wall Street Journal memberitakan SoftBank mengalami pukulan keras setelah terjadi aksi jual saham teknologi global, dan “aksi jual kali ini dipicu oleh tindakan menaikkan suku bunga serta aksi perombakan perusahaan teknologi ulah PKT.” Kasus SoftBank menjelaskan, jebakan yang dipasang oleh PKT baik disengaja maupun tidak telah sangat merugikan banyak pihak yang kewalahan dalam menghadapinya.

Mungkin berkaca pada kasus SoftBank, pada Agustus tahun ini, pengelola investasi global atau yang biasa disebut hedge fund yakni Bridgewater Associates LP, telah menjual semua sahamnya pada saham konsep Tiongkok yakni Alibaba, DiDi, JD.com, BiliBili, dan NetEase Inc. Padahal pendiri Bridgewater Associates LP yakni Ray Dalio justru adalah sesepuh di Wall Street yang paling optimis terhadap PKT. Sejak pertama kali ia berkunjung ke Tiongkok pada 1984 lalu, tanpa ditutup-tutupi dia selalu mendukung penguasa Beijing dengan sistem pemerintahan diktator satu partainya, bahkan mengirim putranya untuk hidup selama setahun di Tiongkok. Pada November tahun lalu, Bridgewater berhasil mengumpulkan modal sebesar USD 1,25 Milyar (18,5 triliun rupiah) dari para investor di Tiongkok, dan seketika itu juga melonjak menjadi salah satu perusahaan private placement bermodal asing yang terbesar di bursa Tiongkok.

Lalu, mengapa Dalio mendadak melakukan tindakan ini? Ada dua latar belakang. Pertama, semakin kecil kemungkinan AS dan RRT akan mencapai kesepakatan audit, seluruh saham konsep Tiongkok mungkin akan delisting dari bursa AS. Kelima saham konsep Tiongkok yang telah dijual semuanya oleh Bridgewater Associates LP itu, telah masuk dalam daftar perusahaan yang dipastikan delisting oleh Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat (SEC) berdasarkan Holding Foreign Companies Accountable Act (HFCAA). Kedua, dijualnya saham konsep Tiongkok oleh Bridgewater Associates LP, bertepatan dengan kunjungan Pelosi ke Taiwan dan latihan perang RRT di sekeliling Taiwan. Ketika masyarakat semakin khawatir Beijing menyerang Taiwan, akan sulit membayangkan untuk terus berinvestasi di Tiongkok.

Dari hal tersebut di atas, baik pemerintah negara Barat maupun para investor, akan melakukan decoupling ekonomi dengan RRT dalam ruang lingkup tertentu. Hal ini tentunya akan berdampak sangat buruk bagi perekonomian Beijing yang telah mulai goyah di tengah terpaan badai itu.

Bagaimana menghadapi decoupling perekonomian Barat? Dalam hal ini sepertinya telah timbul perselisihan internal PKT antara Ketua Xi dan PM Li. Dikabarkan begitu Rapat Beidaihe pada awal Agustus lalu berakhir, Xi mengarah ke utara, sementara Li ke selatan, dengan membawa pendapat masing-masing yang semakin luas mengekspos perselisihan ini.

Pada 16 Agustus, Li Keqiang muncul di Shenzhen, menyerukan kepada masyarakat yang mengerumuninya dan mengungkapkan bahwa pemerintah akan membentuk modal ventura (venture capital, red.), agar memudahkan masyarakat bisa “saling mendorong dan menolong” dalam berwirausaha. Yang cukup menarik adalah, Li Keqiang berkata: Dalam proses melangkah berinovasi, di antara kita ada yang mengatakan kita adalah nomor satu di dunia, kita boleh berpikir begitu, tapi dalam proses inovasi ini, harus diingat selalu ada yang lebih hebat, dan lebih kuat daripada kita. Apakah yang diisyaratkan Li Keqiang disini? Mungkin Li hendak mengatakan: Tiongkok masih tertinggal jauh dengan negara Barat, jangan merasa diri sudah hebat, dan membangun dengan menutup diri.

Kalangan luar menyoroti, Li Keqiang begitu tiba di Shenzhen, menggelar seminar bagi para penanggung jawab ekonomi utama pemerintahan, meminta penyelesaian misi menyerahkan keuangan ke pusat, dan kembali disebut soal “menjalani hidup hemat”, dan berziarah ke Monumen Deng Xiaoping, dengan menjunjung tinggi “reformasi keterbukaan”, mengatakan “bagaimana pun internasional berubah secara permukaan, betapa pun rumit kondisinya, reformasi keterbukaan harus tetap dijalankan dengan teguh”, “reformasi keterbukaan harus terus dilakukan, Sungai Kuning dan Yangtze tidak akan mengalir terbalik, air Pelabuhan Yantian masih akan terus mengalir tiada henti”. Mungkin mengisyaratkan apapun yang terjadi mutlak tidak bisa decoupling dengan ekonomi Barat. (Namun hal ini hanya bertepuk sebelah tangan. Kecuali PKT berubah menjadi baik tidak akan terjadi decoupling, sedangkan PKT terlalu banyak menumpuk kejahatan, tidak tertolong lagi, dan sudah terbujur kaku.)

Sedangkan Xi Jinping? Pada saat bersamaan ia menuju Liaoning di wilayah utara, mengenang kembali yang disebut Sejarah “Perang Pembebasan Utara” dan “Pertempuran Liao Ning – Shen Yang” (1945-1948), menyebutkan “revitalisasi wilayah Timur Laut penuh keyakinan”, kembali menyinggung “kemakmuran bersama”, tetapi tidak disinggung masalah perekonomian yang merosot. Xi Jinping juga terus menerus mengatakan “reformasi keterbukaan”, namun maknanya telah berubah sejak lama.

Di dalam benak Xi, “Timur bangkit, Barat jatuh”, “dengan sirkulasi dalam negeri sebagai modul utama, saling dorong sirkulasi ganda dalam dan luar negeri”, “kemakmuran bersama”, “mandiri dan swadaya teknologi”, adalah empat pilar yang membentuk kerangka kebijakan ekonomi makro. Sebisa mungkin tidak decoupling dengan perekonomian Barat, jika keadaan memaksa, juga harus mempersiapkan diri menghadapi decoupling. Sejumlah pikiran Xi ini adalah konten utama dalam laporan “Kongres Rakyat Nasional ke-20”.

Jelas bahwa Xi dan Li berbeda pendapat. Tentu saja, ada kemungkinan Xi dan Li berbagi tugas, masing-masing menyanyikan duet operanya, dan saling berkoordinasi. Tapi yang disebut “Sungai Kuning dan Yangtze tidak akan mengalir terbalik” oleh Li Keqiang, di seluruh situs internet Tiongkok tidak ditemukan rekaman video dengan konten terkait (rekaman tersebut hanya beredar sesaat di grup WeChat di Tiongkok, kemudian segera dihapus). Ini menunjukkan, Xi dan Li bukan memainkan “opera 2 orang”, melainkan Xi sedang menekan Li.

Rumor tentang selisih pendapat antara Xi Jinping dengan Li Keqiang sudah beredar sejak lama, Li tentu tidak memiliki kekuatan riil untuk menantang Xi, tapi pemerintahan yang dikepalai Xi kian hari kian berbelok ke haluan kiri ekstrem, konflik di dalam maupun luar negeri semakin sengit, semua ini mungkin dapat menjadi amunisi bagi kubu anti Xi Jinping. Pasca “Kongres Rakyat Nasional” (pada November nanti) apakah Xi Jinping masih akan menjabat untuk ketiga kalinya, saat ini belum bisa dipastikan. (sud)